Bentuk-bentuk Muamalah yang Dibolehkan


*1. Jual-Beli*



Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan, “Secara hukum asal tidak
diharamkan bagi manusia untuk melakukan semua muamalah yang dibutuhkannya,
kecuali jika ada keterangan dari Al-Qur’an dan As-Sunnah yang
mengharamkannya. Seperti halnya ibadah, tidak disyariatkan bagi siapa pun
untuk melakukannya dalam rangka mendekatkan dirinya kepada Allah, melainkan
jika ada keterangan dari Al-Qur’an dan As-Sunnah, karena agama adalah apa
yang disyariatkan oleh Allah dan yang haram adalah apa yang diharamkan oleh
Allah.” (as-Siyasah asy-Syar’iyah hlm. 155)



Berangkat dari kaidah ini, bermuamalah dengan orang-orang kafir dalam
jual-beli dan hadiah, tidak termasuk dalam kategori muwalah. Artinya, boleh
melakukan transaksi jual-beli dengan mereka.



Diriwayatkan oleh al-Imam al-Bukhari dalam “Bab Jual-Beli dengan
Orang-Orang Musyrik dan Musuh” di kitab Shahih-nya (4/410 no. 2216) dari
Abdurrahman bin Abi Bakr, ia berkata, “Ketika kami tengah bersama dengan
Nabi, datanglah seorang laki-laki musyrik yang rambutnya panjang dan tidak
rapi sambil menuntun seekor kambing. Nabi bertanya kepadanya, ‘Apakah ini
untuk dijual atau hadiah?’ Dia menjawab, ‘Tidak, ini hanya untuk dijual.’
Lalu Nabi membeli kambing itu darinya.”



Ibnu Baththal mengemukakan, “Bermuamalah dengan orang kafir boleh-boleh
saja, selain menjual sesuatu yang dapat membantu orang-orang kafir/musuh
untuk memudaratkan kaum muslimin.” (Fathul Bari, 4/410)



Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan, “Apabila seseorang melakukan safar
ke negeri musuh untuk membeli sesuatu, hal itu dibolehkan menurut hemat
kami. Dasarnya adalah hadits sahabat Abu Bakr pergi berdagang ke negeri
Syam sewaktu Rasulullah masih hidup, sementara Syam waktu itu statusnya
adalah negeri musuh. Adapun jika seorang muslim menjual sesuatu kepada
mereka (orang-orang kafir) seperti makanan, pakaian, wewangian di hari raya
mereka, atau bahkan mengirim hadiah (parsel), ini mengandung unsur membantu
memeriahkan dan mewujudkan hari raya mereka yang diharamkan.” (Iqtidha’
ash-Shirathil Mustaqim hlm. 229)



*2. Mengambil manfaat dari orang-orang kafir dan produk mereka*



Sesungguhnya Islam memberikan keluasan bagi seorang muslim untuk mengambil
suatu urusan dunia yang bermanfaat dari nonmuslim, seperti ilmu kimia,
fisika, ilmu falak, kedokteran, pertanian, manajemen perkantoran, dan
sebagainya. Terlebih ketika tidak ada seorang muslim yang baik/bertakwa
yang dapat memberikan faedah ilmu-ilmu tersebut. (Majmu’ Fatawa, 4/114)



Demikian pula, seorang muslim boleh mengambil manfaat dari hasil produksi
orang kafir seperti senjata, pakaian, dan sebagainya yang dibutuhkan
manusia secara umum. Demikian juga hal-hal lumrah yang sama-sama
dimanfaatkan oleh muslim dan nonmuslim (kafir).



Persoalan mengambil manfaat dari orang-orang kafir ini sebenarnya telah
diterangkan dalam sunnah Rasulullah. Bahkan, beliau pernah menyewa seorang
musyrik, seperti dalam hadits riwayat al-Imam al-Bukhari dalam Shahih-nya
(4/442 no. 2263, “Kitabul Ijarah”).



Ibnu Baththal mengatakan, “Mayoritas ahli fiqih memandang bolehnya menyewa
orang-orang musyrik dalam keadaan darurat dan selainnya karena hal tersebut
sebenarnya mengandung unsur merendahkan mereka. Yang dilarang adalah
seorang muslim menyewakan dirinya kepada orang musyrik, karena hal itu
mengandung unsur menghinakan diri.” (Fathul Bari, 4/442)



Nabi juga pernah memanfaatkan tenaga orang-orang Yahudi dengan
mempekerjakannya mengolah ladang di Khaibar dan hasilnya dibagi dua. (HR.
al-Imam al-Bukhari dalam Shahih-nya “Kitabul Muzara’ah”, “Bab Muzara’ah
ma’al Yahud” jilid 5 no. 2331)



*3. Bertetangga*



Tetangga mempunyai hak untuk mendapatkan perlakuan yang baik, apalagi Allah
mewasiatkan secara khusus agar seseorang berlaku baik terhadap tetangganya.
Allah berfirman:



“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun.
Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak, karib-kerabat, anak-anak
yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh,
teman sejawat, ibnu sabil, serta hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri.” (an-Nisa:
36)



Demikian pula, Rasulullah menerangkan hal ini dalam banyak hadits.
Sekalipun si tetangga itu kafir, ia tetap mendapatkan hak sebagai tetangga
dan tidak boleh disakiti. Bahkan, kalau dia fakir, kita dibolehkan
memberinya sedekah dan hadiah serta menyampaikan nasihat yang bermanfaat,
karena bisa jadi, hal itu menjadi sebab timbulnya kecintaan dan masuknya
yang bersangkutan ke dalam Islam.



Menurut asy-Syaikh Ibnu Baz dalam Fatawa Nur ‘alad Darb, tidak mengapa
bertakziah jika ada salah seorang dari anggota keluarganya meninggal dunia,
namun jangan sekali-kali mendoakan si mayit. Doakan bagi yang masih hidup
agar mendapatkan hidayah. Tidak mengapa pula sekadar menanyakan keadaannya
dan keadaan anak-anaknya. (Lihat Wajadilhum Billati Hiya Ahsan hlm. 94)



*4. Mendonorkan Darah*



Asy-Syaikh Abdul Aziz Ibnu Baz mengatakan, ”Jika ada orang kafir mua’had
atau kafir musta’man—yaitu yang tidak terlibat peperangan dengan
muslimin—sangat membutuhkan darah, tidak mengapa mendonorkan darah kita
untuk mereka. Saya tidak melihat adanya larangan dalam hal itu. Bahkan,
Anda akan mendapat pahala. Anda tidak berdosa jika membantu meringankan
beban orang yang membutuhkan.” (Fatawa Nur ’alad Darb. Lihat Wajadilhum
hlm. 95)



*5. Menjawab Salam*



Apabila ada orang kafir yang mengucapkan salam ketika berjumpa dengan
orang-orang Islam, sebagai bentuk keadilan dan muamalah yang baik, Islam
mewajibkan menjawab salam tersebut. Inilah yang dipegangi oleh mayoritas
ulama berdasarkan sebuah hadits yang disabdakan oleh Rasulullah (yang
artinya), ”Apabila orang-orang Yahudi mengucapkan salam kepada kalian,
biasanya sebagiannya mengatakan, ‘As-sam ‘alaikum (Kebinasaan atas
kalian).’ Oleh karena itu, jawablah, ‘Wa’alaika (Atas kalian juga)’.” (HR.
al-Bukhari dalam Shahih-nya, “Kitabul Isti’dzan” 11/42, no. 6257, Muslim
dalam Shahih-nya, 4/1706, no. 2164).



Rasulullah juga bersabda, “Jika para ahli kitab mengucapkan salam kepada
kalian, maka jawablah dengan ‘Wa ‘alaikum’.” (HR. al-Bukhari dalam
Shahih-nya, “Kitabul Isti’dzan” 11/42, no. 6258, dan Muslim dalam
Shahih-nya, 4/1705 no. 2163)



Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin mengemukakan dalam Syarh Riyadhus Shalihin,
“Seandainya orang kafir itu mengucapkan salam dengan sempurna seperti salam
kaum muslimin, sebagai bentuk keadilan adalah menjawabnya sesuai dengan
ucapan salamnya.”



*6. Masuk Masjid*



Sebagian umat Islam beranggapan bahwa orang-orang kafir dilarang keras
memasuki masjid-masjid kaum muslimin, sekalipun untuk keperluan bertanya
tentang Islam atau bahkan untuk menyatakan keislamannya.



Anggapan yang seperti ini jelas keliru. Islam tidak pernah mengajarkan yang
demikian. Rasulullah justru pernah mengikat seorang kafir di masjidnya di
Madinah. Bahkan, beliau membiarkan utusan Bani Tsaqif ketika mereka masuk
ke masjid. Utusan orang-orang Nasrani pun memasuki masjid beliau.

Ini semua menunjukkan bolehnya orang-orang kafir masuk ke masjid-masjid
kaum muslimin, termasuk Masjid Nabawi, jika ada keperluan, seperti bertanya
tentang Islam, mendengarkan ceramah Islam, dan keperluan lainnya yang
bermaslahat.



Namun mereka tidak diperbolehkan memasuki Masjidil Haram. Seluruh orang
kafir dengan segala macam kekafiran dilarang untuk memasukinya. Allah telah
berfirman:



“Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya orang-orang yang musyrik itu
najis. Janganlah mereka mendekati Masjidil Haram sesudah tahun ini. Dan
jika kamu khawatir menjadi miskin, maka Allah nanti akan memberimu kekayaan
kepadamu dari karunia-Nya, jika Dia menghendaki. Sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui lagi Mahabijaksana.” (at-Taubah: 28)[1]. Wallahu a’lam.



Catatan Kaki:

[1] Lihat Fatawa al-Lajnah ad-Daimah 2/76, no. 6876 dan 2922

Ada perbedaan pendapat di kalangan ulama dalam memahami ayat ini. Sebagian
ulama berpendapat bahwa hukum ini juga berlaku pada masjid-masijd selain
Masjidil Haram. Perbedaan pendapat ini dinukilkan oleh asy-Syaukani dalam
Fathul Qadir dan al-Qurthubi dalam Tafsir-nya.



Sumber: http://asysyariah.com/

-- 
Anda menerima E-Mail ini karena Anda tergabung dalam  Google Groups yaitu 
"Media Muslim Group". (Group Situs  http://www.mediamuslim.info dan 
http://www.kisahislam.com). Kirim artikel, pendapat/opini, informasi dan 
lain-lainnya ke mediamusliminfo@googlegroups.com
------------------------------------------------------------------------------------------------------
Perhatian: Setiap Content ataupun Tulisan yang ada pada email ini bukanlah 
menggambarkan http://www.mediamuslim.info karena hal tersebut merupakan 
apresiasi setiap members groups yang tidak mungkin kami perhatian 
satu-per-satu. 
-------------------------------------------------------------------------------------------------------

Untuk Keterangan lebih lanjut kunjungi 
http://groups.google.com/group/mediamusliminfo
Dan jangan lupa kunjungi http://www.mediamuslim.info dan 
http://www.kisahislam.com

Kirim email ke