*Pembatal-Pembatal Keimanan*


Di negeri kita, banyak sekali terdapat acara ritual persembahan baik berupa
makanan atau hewan sembelihan untuk sesuatu yang dianggap keramat. Seperti
di daerah pesisir selatan pulau Jawa, banyak masyarakat memiliki tradisi
memberikan persembahan kepada "penguasa" laut selatan. Begitupun di tempat
lain, yang intinya adalah agar yang "mbau rekso" berkenan memberikan
kebaikan bagi masyarakat setempat. Dilihat dari kacamata agama, acara ini
sebenarnya sangat berbahaya, karena bisa mengeluarkan pelakunya dari Islam.



Iman menurut Aqidah Ahlus Sunnah wal Jamaah memiliki cabang yang banyak. Di
antara cabang-cabang iman tersebut ada yang merupakan rukun, ada yang wajib
dan ada pula yang mustahab. Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:



"Iman mempunyai 63 atau 73 cabang, paling utamanya adalah kalimat tauhid La
ilaha illallah dan paling rendahnya adalah menyingkirkan gangguan dari
jalan, dan malu adalah salah satu cabang dari keimanan." (HR. Muslim,
An-Nasa`i, dan lainnya dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu)



Dalam hadits yang mulia ini Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam mengumpulkan
tiga perkara yang terkait dengan keimanan. Pertama adalah ucapan, yakni
kalimat tauhid La ilaha illallah dan inilah hal yang rukun. Kedua adalah
amalan, yakni menyingkirkan gangguan dari jalan dan inilah hal yang
mustahab. Sedangkan yang ketiga adalah amalan hati, yakni malu dan ini
termasuk hal yang wajib.



Lawan dari iman adalah kufur. Sebagaimana keimanan mempunyai banyak cabang,
maka kekufuran pun memiliki cabang yang banyak. Namun tidak setiap yang
mengerjakan salah satu dari cabang-cabang keimanan menyebabkan pelakunya
dikatakan mukmin, seperti halnya tidak setiap yang melakukan salah satu
dari cabang kekufuran lantas pelakunya dikatakan kafir.



Untuk lebih memperjelas hal di atas, salah satu contohnya adalah orang yang
menyambung tali silaturrahmi (perbuatan ini merupakan cabang keimanan). Ia
belumlah dapat dikatakan mukmin karena amalan tersebut, sampai ia
mengerjakan rukun-rukun iman. Demikian halnya dengan yang meratapi mayit di
mana perbuatan ini adalah salah satu dari cabang kekafiran. Tidaklah setiap
orang yang melakukan hal tersebut menjadi kafir keluar dari Islam.



Pembaca, iman itu bukanlah sesuatu yang sempit penggunaannya. Artinya,
tidaklah seseorang itu dikatakan mukmin manakala terkumpul padanya sifat
atau ciri-ciri keimanan, lalu tidak dikatakan mukmin manakala tidak
terdapat padanya sifat keimanan secara lengkap. Pola pikir semacam ini
adalah pemikiran dua kelompok sempalan Islam yaitu Khawarij dan Mu'tazilah.



Adapun Ahlus Sunnah, mereka menyatakan seseorang bisa saja dalam dirinya
ada sifat-sifat keimanan, kemudian kemunafikan atau kekufuran. Dan ini
bukanlah hal yang mustahil. (Uraian di atas diambil dari kaset ceramah
Asy-Syaikh Shalih Alusy Syaikh berjudul Nawaqidhul Iman)



Oleh karena itu, seseorang dinyatakan beriman atau menyandang nama iman
adalah dengan kalimat yang agung yaitu kalimat tauhid La ilaha illallah.
Kalimat ini sebagai akad keimanan.



Akad keimanan ini tidak akan lepas dari diri seseorang kecuali dengan
perkara yang betul-betul kuat dan jelas-jelas dapat menggugurkannya, bukan
lantaran perkara-perkara yang masih meragukan atau bahkan mengandung
kemungkinan-kemungkinan.



Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullahu mengatakan:

"Sesungguhnya vonis kafir atau kekafiran itu tidak terjadi dengan sebab
persoalan yang masih mengandung kemungkinan." (As-Sharimul Maslul hal. 963,
melalui nukilan dari Wajadilhum billati hiya Ahsan hal. 91)



Keimanan adalah ikatan, sedangkan pembatal adalah hal yang melepaskan atau
memutuskan ikatan tersebut. Jadi yang dimaksud pembatal-pembatal keimanan
adalah perkara atau perbuatan-perbuatan yang menjadikan pelakunya kafir
keluar dari Islam.



Iman seperti yang telah lewat penyebutannya adalah ucapan, amalan, dan
keyakinan. Dengan demikian, pembatal keimanan pun tidak lepas dari tiga
perkara ini, yakni qauliyyah (ucapan), 'amaliyyah (perbuatan), dan
i'tiqadiyyah (keyakinan).



*PEMBATAL IMAN KARENA QAULIYYAH*



Pembatal keimanan karena qauliyyah letaknya adalah lisan, yakni seseorang
mengucapkan kalimat-kalimat yang menyebabkan batal keimanannya dan menjadi
kafir karenanya.



Banyak orang yang memiliki persepsi bahwa ucapan-ucapan yang mengandung
kekafiran, seperti mencela Allah Subhanahu wa Ta'ala atau Rasul Shallallahu
'alaihi wa sallam, atau mencela dien dan semisalnya, tidaklah menjadi sebab
pelakunya kafir keluar dari Islam, selama di dalam hatinya masih ada
keimanan. Anggapan ini tentu saja keliru karena bertentangan dengan nash
dan apa yang telah ditetapkan ahlul ilmi.



Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:



"Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata: 'Sesungguhnya Allah
itu ialah Al-Masih putera Maryah'." (Al-Ma`idah: 17)



"Sesungguhnya kafirlah orang-orang yang mengatakan: 'Sesungguhnya Allah
adalah salah satu dari yang tiga'." (Al-Ma`idah: 73)



Ibnu Taimiyyah rahimahullahu berkata:

"Barangsiapa mengucapkan perkataan kufur dengan lisannya, dalam keadaan
sengaja dan tahu bahwa itu adalah ucapan kufur, maka ia telah kafir lahir
dan batin. Tidak boleh bagi kita terlalu berlebihan sehingga harus
dikatakan: 'Mungkin saja dalam hatinya ia mukmin'. Siapa yang mengucapkan
(kekufuran) itu, maka sungguh dia telah keluar dari Islam. Allah Subhanahu
wa Ta'ala berfirman:



"Barangsiapa yang kafir kepada Allah sesudah dia beriman (dia mendapat
kemurkaan Allah), kecuali orang yang dipaksa kafir padahal hatinya tetap
tenang dalam beriman (dia tidak berdosa). Akan tetapi orang yang
melapangkan dadanya untuk kekafiran, maka kemurkaan Allah menimpanya dan
baginya azab yang besar." (An-Nahl: 106) [Ash-Sharimul Maslul hal. 524]



Al-Hafizh Ibnu Abdil Bar rahimahullahu menerangkan bahwa para ulama telah
bersepakat tentang orang yang mencela Allah dan Rasul-Nya, menolak sesuatu
yang telah Allah Subhanahu wa Ta'ala turunkan, atau membunuh seorang nabi
Allah Subhanahu wa Ta'ala meski dia mengimani apa yang Allah Subhanahu wa
Ta'ala turunkan, maka dia kafir. (At-Tamhid, 4/226, melalui nukilan dari
At-Tawassuth wal Iqtishad hal. 38)



Dengan demikian, barangsiapa yang mencela Allah Subhanahu wa Ta'ala maka
dia kafir, baik bercanda atau serius. Demikian pula orang yang menghina
Allah, ayat-ayat-Nya, Rasul-Nya, dan kitab-kitab-Nya. Allah Subhanahu wa
Ta'ala berfirman:



"Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan
itu), tentulah mereka akan menjawab: 'Sesungguhnya kami hanyalah bersenda
gurau dan bermain-main saja.' Katakanlah: 'Apakah dengan Allah,
ayat-ayat-Nya, dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?' Tidak usah kamu
minta maaf, karena kamu telah kafir sesudah beriman." (At-Taubah: 65-66)



Al-Imam Ibnu Rajab rahimahullahu berkata:

"Jika (seseorang) mencela Allah Subhanahu wa Ta'ala dan Rasul-Nya, padahal
dia meyakini dua kalimat syahadat, maka dihalalkan darahnya, sebab dengan
itu dia telah meninggalkan agamanya." (Jami'ul 'Ulum wal Hikam hal. 171,
syarh hadits ke-14)



Ibnu Taimiyyah rahimahullahu pun menjelaskan hal yang sama ketika membantah
pendapat yang menyatakan bahwa ucapan lisan semata tidaklah menyebabkan
kekafiran. Beliau berkata: "Sesungguhnya kita mengetahui bahwa orang yang
mencela Allah Subhanahu wa Ta'ala dan Rasul-Nya dalam keadaan sukarela
bukan karena terpaksa, bahkan orang yang berbicara dengan kalimat-kalimat
kufur dengan sukarela dan tidak dipaksa, serta orang yang mengejek Allah
Subhanahu wa Ta'ala, Rasul-Nya dan ayat-ayat-Nya, maka dia telah kafir
lahir batin." (Majmu'ul Fatawa, 7/368)



Asy-Syaikh Abdul 'Aziz bin Abdillah bin Baz rahimahullahu berkata:

"Mencela dien adalah kufur akbar dan murtad dari Islam, wal 'iyadzu billah
(Kita memohon perlindungan kepada Allah). Apabila seorang muslim mencela
agamanya atau Islam atau melecehkan dan menganggap remeh serta merendahkan
Islam, maka ini adalah riddah (murtad) dari Islam. Allah Subhanahu wa
Ta'ala berfirman:



"Katakanlah: 'Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya, dan Rasul-Nya kamu selalu
berolok-olok?' Tidak usah kamu minta maaf karena kamu telah kafir sesudah
beriman." (At-Taubah: 65-66)



Para ulama secara pasti telah bersepakat bahwa ketika seorang muslim
mencela dan merendahkan agamanya atau mencela Rasul dan merendahkannya,
maka dia murtad, kafir, halal darah dan hartanya. Jika bertaubat maka
diterima taubatnya. Jika tidak, maka dibunuh." (Diambil dari Fatawa Nur
'alad Darbi (melalui) CD)



*PEMBATAL IMAN KARENA 'AMALIYYAH*



Pembatal iman yang disebabkan oleh 'amaliyyah adalah seseorang melakukan
perbuatan-perbuatan yang menjadikannya kafir, yakni tindakan yang dilakukan
dengan unsur kesengajaan dan penghinaan yang jelas terhadap dien. Seperti
sujud kepada patung atau matahari, melemparkan mushaf Al-Qur`an ke
tempat-tempat kotor, sihir, dan lain sebagainya.



Tak ada seorangpun dari ahli qiblat (kaum muslimin), yang keluar dari Islam
sampai dia menolak satu ayat dari Kitab Allah Subhanahu wa Ta'ala atau
menolak sesuatu dari hadits Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, atau
shalat kepada selain Allah Subhanahu wa Ta'ala, atau menyembelih bagi
selain Allah Subhanahu wa Ta'ala. Jika ada yang melakukan salah satu dari
hal tersebut, maka wajib bagimu untuk mengeluarkannya dari Islam. Demikian
ditegaskan Al-Imam Al-Hasan bin 'Ali Al-Barbahari rahimahullahu dalam
Syarhus Sunnah (hal. 31).



Al-Qadhi 'Iyadh bin Musa rahimahullahu setelah menerangkan kekafiran karena
ucapan, beliau berkata:

"Demikian pula kami menyatakan kafir terhadap perbuatan yang telah
disepakati oleh kaum muslimin sebagai perbuatan yang tidak dilakukan
kecuali oleh orang-orang kafir, meski pelakunya menyatakan Islam saat
melakukannya. Seperti (perbuatan) sujud kepada patung atau matahari, bulan,
salib dan api, serta berusaha mendatangi gereja dan berjanji setia bersama
penghuninya. Semua perbuatan ini tidaklah dilakukan kecuali oleh
orang-orang kafir." (At-Tawassuth wal Iqtishad hal. 41)



Al-Imam Syihabuddin Ahmad bin Idris Al-Qarafi berkata:

"Kafir karena perbuatan contohnya adalah melempar mushaf ke tempat-tempat
kotor dan menentang hari kebangkitan, menentang kenabian atau sifat Allah
Subhanahu wa Ta'ala dengan mengatakan (Allah) tidak mengetahui, atau tidak
menghendaki atau tidak hidup dan selainnya." (At-Tawassuth wal Iqtishad
hal. 47)



Pernah diajukan satu pertanyaan ke hadapan Fadhilatusy Syaikh Abdul 'Aziz
bin Abdillah bin Baz rahimahullahu mengenai kufur amali yang mengeluarkan
(pelakunya) dari agama. Beliau menjawab:



"Sembelihan untuk selain Allah Subhanahu wa Ta'ala dan sujud kepada selain
Allah Subhanahu wa Ta'ala adalah kufur amali yang mengeluarkan dari millah
(agama). Demikian pula bila seseorang shalat kepada selain Allah Subhanahu
wa Ta'ala atau sujud kepada selain-Nya, maka dia telah kufur dengan
kekufuran amali yang akbar -wal 'iyadzu billah-. Begitu juga kalau dia
mencela dien atau Rasul, atau melecehkan Allah Subhanahu wa Ta'ala dan
Rasul-Nya. Itu semua adalah kufur amali yang paling besar menurut seluruh
Ahlus Sunnah wal Jamaah." (Majalah Al-Furqan Al-Kuwaitiyyah edisi
94/Syawwal 1418 H)



*PEMBATAL IMAN KARENA I'TIQADIYYAH*



Pembatal i'tiqadiyyah adalah keyakinan-keyakinan dalam hati atau
amalan-amalan hati yang karenanya membatalkan keimanan. Seperti al-i'radh
(berpaling) yakni meninggalkan Al-Haq, tidak mempelajarinya dan tidak pula
mengamalkannya.



Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:



"Sebenarnya kebanyakan mereka tiada mengetahui yang hak, karena itu mereka
berpaling." (Al-Anbiya`: 24)



Barangsiapa yang berpaling dari apa yang dibawa oleh Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam dari Rabbnya, dengan cara memalingkan hatinya dari
beriman terhadapnya atau memalingkan anggota badan dari mengamalkannya,
berarti dia kafir karena pembangkangannya itu. (Al-Madkhal hal. 156)[1]



Kekafiran karena i'tiqad yang lainnya adalah menolak dan menyombongkan diri
di hadapan Al-Haq, melecehkannya dan melecehkan para pengikutnya, dalam
keadaan meyakini bahwa apa yang dibawa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam adalah benar-benar dari Rabbnya. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:



"Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat: 'Sujudlah kamu
kepada Adam', maka sujudlah mereka kecuali iblis. Ia termasuk golongan
orang-orang yang kafir." (Al-Baqarah: 34)



Menganggap halal (istihlal) terhadap sesuatu yang diharamkan Allah
Subhanahu wa Ta'ala dan diketahui secara pasti keharamannya dalam agama
adalah penyebab kekafiran, terutama jika menyangkut i'tiqad (keyakinan).
Adapun kalau menyangkut fi'l (perbuatan), maka harus dilihat dulu bentuk
perbuatannya, apakah perbuatan yang menyebabkan pelakunya kafir ataukah
tidak.



Asy-Syaikh Ibnu 'Utsaimin rahimahullahu pernah ditanya tentang ketentuan
istihlal yang menyebabkan seseorang kafir.

Beliau menjawab:



"Istihlal adalah seseorang meyakini halalnya sesuatu yang diharamkan Allah
Subhanahu wa Ta'ala (dan ini adalah istihlal i'tiqadi, menyebabkan kafir
pelakunya, pent.). Sedangkan istihlal fi'li, harus dilihat. Apabila memang
menyangkut perbuatan yang dapat menjadikan pelakunya kafir, maka dia kafir
murtad, misalnya seseorang sujud kepada patung, maka dia kafir. Mengapa?
Karena perbuatan itu menjadikannya kafir. Contoh lain adalah seseorang yang
bermuamalah dengan riba. Ia tidak meyakini riba itu halal tapi tetap
melakukannya. Maka dia tidaklah kafir, karena tidak menganggap halal (riba
tersebut). Dan diketahui secara umum bahwa memakan harta riba tidaklah
menjadikan kafir seseorang, tetapi perbuatan tersebut adalah dosa besar.
Namun bila ada seseorang berkata: 'Sesungguhnya riba itu halal,' maka ia
kafir karena telah mendustakan Allah Subhanahu wa Ta'ala dan Rasul-Nya.



Inilah ketentuan istihlal. Dan nampaknya perlu ditambahkan syarat lain
yaitu hendaknya orang yang melakukan tindakan istihlal ini bukan orang yang
mendapat keringanan karena kebodohannya. Jika ternyata demikian keadaan
pelakunya, maka ia tidaklah kafir. (Liqa` Babil Maftuh, soal no. 1200,
melalui nukilan dari catatan At-Tawassuth Wal Iqtishad hal. 31)



Barangkali di antara pembaca ada yang bertanya, mengapa sujud kepada patung
dapat mengeluarkan pelakunya dari Islam? Padahal tidak nampak dari
perbuatan itu kecuali kufur amali saja.



Jawabannya adalah karena perbuatan tersebut tidak terjadi melainkan
bersamaan dengan lenyapnya amalan hati, seperti niat, ikhlas, dan patuh.
Semua itu tidak terdapat lagi saat seseorang sujud kepada patung. Oleh
karena itu, meskipun yang nampak adalah kufur amali, namun berkonsekuensi
adanya kufur i'tiqadi, dan itu pasti. (A'lamus Sunnah Al-Mansyurah hal.
181-182 oleh Asy-Syaikh Hafizh bin Ahmad Al-Hakami)



Jadi tidak setiap kufur amali tidak mengeluarkan pelakunya dari millah
Islam. Justru sebagiannya dapat mengeluarkan dari millah Islam.



Bentuk kekafiran karena i'tiqad juga bisa terjadi jika seseorang meyakini
adanya serikat bersama dengan Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam hal
wujud-Nya, Rububiyah-Nya, Uluhiyyah-Nya, dan meyakini bahwa nama dan sifat
serta perbuatan Allah Subhanahu wa Ta'ala adalah sama dengan makhluk-Nya.
Padahal Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:



"Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah Yang Maha
Mendengar lagi Maha Melihat." (Asy-Syura: 11)



Membahas tuntas tentang pembatal-pembatal keimanan dan iman itu sendiri
membutuhkan tempat dan kesempatan yang luas. Namun mudah-mudahan apa yang
telah dijelaskan di atas memberikan sedikit banyak pengetahuan kita seputar
hal tersebut.



Wallahul musta'an.



Catatan kaki:

[1] Yang dimaksud dengan berpaling yang dapat membatalkan keislaman adalah
berpaling dari pokok agama yang dengan pokok-pokok itu seseorang menjadi
muslim walaupun tidak tahu agama secara detail. (Al-Qaulul Mufid, karya
Al-Wushabi, hal. 53)



Sumber: http://asysyariah.com/pembatal-pembatal-keimanan/

-- 
-- 
Anda menerima E-Mail ini karena Anda tergabung dalam  Google Groups yaitu 
"Media Muslim Group". Kirim artikel, pendapat/opini, informasi dan lain-lainnya 
ke mediamusliminfo@googlegroups.com
------------------------------------------------------------------------------------------------------
Perhatian: Setiap Content ataupun Tulisan yang ada pada email ini bukanlah 
menggambarkan http://www.mediamuslim.info karena hal tersebut merupakan 
apresiasi setiap members groups yang tidak mungkin kami perhatian 
satu-per-satu. 
-------------------------------------------------------------------------------------------------------

Untuk Keterangan lebih lanjut kunjungi 
http://groups.google.com/group/mediamusliminfo
Dan jangan lupa kunjungi http://www.mediamuslim.info dan 
http://www.kisahislam.com
--- 
You received this message because you are subscribed to the Google Groups 
"MediaMuslimINFO Group" group.
To unsubscribe from this group and stop receiving emails from it, send an email 
to mediamusliminfo+unsubscr...@googlegroups.com.
For more options, visit https://groups.google.com/groups/opt_out.

Kirim email ke