*Fatawa Ulama Seputar Orang yang Berhukum Dengan Selain Hukum Allah*


Berikut penyebutan nama beserta perkataan para ulama yang menyebutkan
adanya rincian dalam masalah hukum orang yang berhukum dengan selain hukum
Allah. Pada artikel yang telah berlalu (di sini) kami telah menyebutkan
ucapan ‘Abdullah bin ‘Abbas radhiallahu ‘anhuma, Ibnu Jarir Ath-Thobary,
Asy-Syaikh Al-Albany dan Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahumullah, dan berikut
ucapan selain mereka:



*1. Imam Ibnul Jauzy rahimahullah*

Beliau berkata dakam Zadul Masir (2/366), “Pemutus perkara dalam masalah
ini adalah bahwa barangsiapa yang tidak berhukum dengan apa yang Allah
turunkan karena juhud terhadapnya padahal dia mengetahui bahwa Allah
menurunkannya, seperti yang diperbuat oleh orang-orang Yahudi maka dia
kafir. Dan barangsiapa yang tidak berhukum dengannya karena condong kepada
hawa nafsu tanpa juhud maka dia adalah orang yang zholim lagi fasik”.



*2. Imam Al-Qurthuby rahimahullah*

Beliau berkata, “Dan penjelasan hal ini adalah bahwa seorang muslim jika
dia mengetahui hukum Allah -Ta’ala- pada suatu perkara lalu dia tidak
berhukum dengannya maka : kalau perbuatan dia ini karena juhud maka dia
kafir tanpa ada perselisihan, dan jika bukan karena juhud maka dia adalah
pelaku maksiat dan dosa besar karena dia masih membenarkan asal hukum
tersebut dan masih meyakini wajibnya penerapan hukum tersebut atas perkara
itu, akan tetapi dia berbuat meksiat dengan meninggalkan beramal
dengannya”. Lihat Al-Mufhim (5/117).



*3. Imam Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah*

Beliau berkata dalam Minhajus Sunnah (5/130) setelah menyebutkan firman
Allah -Ta’ala- dalam surah An-Nisa` ayat 65, “Maka barangsiapa yang tidak
komitmen dalam menerapkan hukum Allah dan RasulNya pada perkara yang mereka
perselisihkan maka sungguh Allah telah bersumpah dengan diriNya bahwa orang
itu tidak beriman, dan barangsiapa yang komitmen kepada hukum Allah dan
RasulNya secara bathin dan zhohir akan tetapi dia berbuat maksiat dan
mengikuti hawa nafsunya (dengan meninggalkan hukum Allah-pent.) maka yang
seperti ini kedudukannya seperti para pelaku maksiat lainnya (yakni masih
beriman-pent.)”. Lihat juga Majmu’ Al-Fatawa (3/267) dan (7/312)



*4. Imam Ibnu Qoyyim Al-Jauziah rahimahullah*

Beliau menyatakan dalam Madarijus Salikin (1/336), “Dan yang benarnya bahwa
berhukum dengan selain apa yang Allah turunkan (hukumnya) mencakup dua
kekafiran: ashghar (kecil) dan akbar (besar) disesuaikan dengan keadaan
orang yang berhukum tersebut. Jika dia meyakini wajibnya berhukum dengan
apa yang Allah turunkan dalam kejadian itu tapi dia berpaling darinya
(hukum Allah) karena maksiat dan mengakui bahwa dirinya berhak mendapatkan
siksaan, maka ini adalah kafir ashghar. Dan jika dia meyakini bahwa dia
(berhukum dengan hukum Allah-pent.) tidak wajib dan bahwa dia diberikan
pilihan dalam hal itu (maksudnya dia meyakini bahwa boleh memilih antara
menerapkan hukum Allah atau menerapkan hukum selainnya, pent.) padahal dia
tahu bahwa itu adalah hukum Allah, maka ini adalah kafir akbar. Dan jika
dia tidak mengetahuinya (hukum Allah) dan tersalah di dalamnya (memberi
keputusan) maka ini (hukumnya) adalah orang yang tidak sengaja, baginya
hukum orang-orang yang sengaja”.



*5. Imam Ibnu Abil ‘Izz Al-Hanafy rahimahullah*

Setelah menjelaskan pembagian kekafiran seperti yang dijelaskan oleh Ibnu
Qoyyim di atas, beliau dalam Syarh Al-‘Aqidah Ath-Thohawiyah hal. 323-324
berkata, “… dan hal ini disesuaikan dengan keadaan orang yang berhukun
tersebut : Jika dia meyakini bahwa berhukum dengan apa yang diturunkan
Allah tidaklah wajib dan bahwa dia diberikan pilihan dalam hal itu atau
karena dia menghinakannya (hukum Allah) dalam keadaan dia tetap meyakini
bahwa hal itu adalah hukum Allah, maka ini adalah (kekafiran) akbar. Dan
jika dia meyakini wajibnya berhukum dengan apa yang Allah turunkan dan dia
mengetahui hal itu (hukum Allah) dalam perkara ini, tapi dia berpaling
darinya bersamaan dengan itu dia mengakui bahwa dirinya berhak mendapatkan
siksaan maka dia adalah pelaku maksiat dan dikatakan kafir secara majaz
(ungkapan) atau kufur ashghar. Dan jika dia tidak mengetahui hukum Allah di
dalamnya (perkara tersebut) padahal dia telah mengerahkan seluruh usaha dan
kemampuannya untuk mengetahui hukum perkara itu tapi dia salah, maka dia
adalah orang yang tidak sengaja bersalah, baginya satu pahala atas
ijtihadnya dan kesalahannya dimaafkan”.



*6. Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As-Sa’dy rahimahullah*

Beliau berkata, “Maka berhukum dengan selain apa yang Allah turunkan adalah
termasuk amalan orang-orang kafir. Kadang mengeluarkan pelakunya dari agama
jika dia meyakini halal dan bolehnya hal tersebut, dan kadang hanya
merupakan dosa dari dosa-dosa besar dan termasuk perbuatan kekafiran (kufur
‘amaly/kecil-pent.) dan berhak mendapatkan siksaan –lalu beliau membawakan
ayat ke 44 surah Al-Ma`idah di atas-. Ibnu ‘Abbas berkata : “Kekafiran di
bawah kekafiran, kefasikan di bawah kefasikan dan kezholiman di bawah
kezholiman”. Maka dia (berhukum dengan selain hukum Allah) adalah
kezholiman besar jika menghalalkannya dan merupakan dosa yang sangat besar
ketika mengerjakannya tapi tidak menghalalkannya”. Taysirul Karimir Rahman
(2/296-297).



*7. Syaikh Muhammad bin Ibrahim Alu Asy-Syaikh rahimahullah*

Dalam Majmu’ Fatawa beliau (1/80) beliau berkata, “Dan demikian pula
penerapan makna (syahadat) ‘Muhammad Rasulullah’ berupa (wajibnya)
menerapkan syari’at beliau dan terikat dengannya serta membuang semua yang
menyelisihinya berupa undang-undang, aturan-aturan dan yang lainnya yang
Allah tidak pernah menurunkan hujjah atasnya. Dan orang yang berhukum
dengannya (undang-undang buatan) atau berhukum kepadanya dalam keadaan
meyakini benar dan bolehnya hal itu maka dia adalah kafir dengan kekafiran
yang mengeluarkan dari agama, dan jika dia melakukannya tanpa meyakini
(benar) dan bolehnya hal itu maka dia kafir dengan kekafiran ‘amaly yang
tidak mengeluarkan dari agama”.



*8. Syaikh Muhammad Al-Amin Asy-Syinqithy rahimahullah*

Beliau berkata dalam Adhwa`ul Bayan (2/104), “… Dan barangsiapa yang
berhukum dengan selain apa yang Allah turunkan karena menentang para rasul
sebagai pembatalan atas hukum-hukum Allah. maka kezholimannya, kefasikannya
dan kekafirannya mengeluarkan dari agama. Dan barangsiapa yang berhukum
dengan selain apa yang Allah turunkan dalam keadaan meyakini bahwa dia
mengerjakan suatu perkara yang haram dan perbuatan yang keji, maka
kekafirannya, kezholimannya dan kefasikannya tidak mengeluarkan dia dari
agama”. Lihat juga pada (2/109).



*9. Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz rahimahullah*

Beliau berkata, “Barangsiapa yang berhukum dengan selain apa yang Allah
turunkan, maka dia tidak lepas dari empat keadaan:

1. Siapa yang mengatakan, “Saya berhukum dengannya karena dia lebih afdhol
daripada syari’at Islam”, maka dia kafir dengan kekafiran akbar.

2. Siapa yang mengatakan, “Saya berhukum dengannya karena dia sama/setara
dengan syari’at Islam, maka berhukum dengannya boleh dan berhukum dengan
syari’at (Islam) juga boleh”, maka dia kafir dengan kekafiran akbar.

3. Siapa yang mengatakan, “Saya berhukum dengannya sedangkan berhukum
dengan syari’at Islam lebih afdhol, akan tetapi berhukum dengan selain apa
yang Allah turunkan adalah boleh”, maka dia kafir dengan kekafiran akbar.

4. Dan siapa yang mengatakan, “Saya berhukum dengannya” tapi dia meyakini
bahwa tidak boleh berhukum dengan selain apa yang Allah turunkan, dan dia
menyatakan bahwa berhukum dengan syari’at Islam lebih afdhol serta tidak
boleh berhukum dengan selainnya, akan tetapi dia bergampangan (dalam
melakukan maksiat) atau dia melakukannya karena perintah dari
pemerintahnya, maka dia kafir dengan kekafiran ashghar yang tidak
mengeluarkan dari agama dan tergolong ke dalam dosa besar yang paling
besar”. Qodhiyatut Takfir Baina Ahlis Sunnah wal Firoq Adh-Dhulal hal. 72.



*10. Syaikh ‘Abdul Muhsin Al-‘Abbad Al-Badr hafizhohullah*

Beliau ditanya di Mesjid Nabawy dalam pelajaran Syarh Sunan Abi Daud pada
tanggal 16 Dzul Qo’dah 1420 H, “Apakah mengganti syariat Islam dengan
undang-undang buatan adalah perbuatan kekafiran pada dzatnya ataukah
(pengkafirannya) butuh kepada penghalalan (perbuatan itu) dengan hati dan
keyakinan akan bolehnya hal itu? Dan apakah ada perbedaan antara berhukum
dengan selain apa yang Allah turunkan sebanyak satu kali dengan menjadikan
undang-undang (buatan) sebagai syari’at umum dalam keadaan meyakini tidak
bolehnya hal perbuatan itu?”

Maka beliau menjawab, “Yang nampak bahwa tidak ada perbedaan antara
berhukum (dengan selain hukum Allah-pent.) dalam satu masalah atau sepuluh
masalah atau seratus atau seribu –atau kurang atau lebih dari itu-, tidak
ada perbedaan, selama seseorang itu masih menganggap dirinya bersalah dan
bahwa dirinya telah melakukan perkara yang mungkar dan bahwa dirinya
melakukan maksiat dan dia takut terhadap dosanya, maka ini kekafiran di
bawah kekafiran. Adapun jika dia menghalalkan –walaupun dalam satu masalah,
dia menghalalkan di dalamnya berhukum dengan selain apa yang Allah
turunkan, dia menganggapnya halal- maka dia kafir (keluar dari
Islam-pent.)”.



*11. Syaikh Muqbil bin Hady rahimahullah*

Beliau berkata dalam kitab Al-Makhroj minal Fitnah hal. 82, “Jika seseorang
berhukum dengan selain apa yang Allah turunkan, maka dia tidak boleh
dihukumi kafir kecuali dengan beberapa syarat:

1. Dia tidak terpaksa.

2. Dia mengetahui bahwa hukum tersebut tidak termasuk dari apa yang Allah
turunkan.

3. Dia beranggapan bahwa hukum tersebut sama atau (bahkan) lebih baik
daripada hukum Allah”.



*12. Syaikh Sholeh bin Sa’ad As-Suhaimy hafizhohullah*

Beliau berbicara panjang lebar tentang masalah ini dalam sebuah kaset yang
berjudul Ajwibah ‘Ala As`ilatin Muhimmah yang kesimpulannya bahwa manusia
dalam menghukumi suatu kejadian ada beberapa macam:

1. Seseorang yang mengetahui kebenaran (hukum Allah) dan dalilnya lalu dia
berhukum dengannya, maka orang inii mendapatkan 2 pahala, sebagaimana yang
ma’ruf dalam sebuah hadits.

2. Seseorang yang berijtihad untuk mencari kebenaran dan dia memang pantas
untuk berijtihad lalau dia salah dalam hukumnya, maka juga tetap
mendapatkan satu pahala.

3. Seseorang yang berijtihad untuk mencari kebenaran padahal dia belum
pantas untuk berijtihad karena kurangnya ilmu yang ada pada dirinya, maka
orang ini berdosa dan berbuat maksiat walaupun ternyata hukumnya benar dan
sesuai dengan kebenaran.

4. Seseorang yang berhukum dengan selain apa yang Allah turunkan karena
terpaksa atau di bawah tekanan, maka orang ini diberikan udzur dan tidak
berdosa kecuali jika penerapan hukum selain Allah itu mengakibatkan
terbunuhnya seseorang atau yang semisalnya. Jika mengakibatkan hal ini lalu
dia tetap melakukannya maka dia berdosa akan tetapi tidak sampai kepada
jenjang kekafiran, maka yang wajib baginya tidak melaksanakan hukum itu
walaupun dirinya akan tertimpa sesuatu yang jelek.

5. Seseorang yang mengetahui hukum Allah lalu dia tidak berhukum dengannya
karena dikuasai oleh hawa nafsu atau karena mengharapkan sesuatu dari dunia
atau atau untuk mencari perhatian pimpinannya atau karena meremehkan dan
bergampang-gampangan dalam maksiat dan semacamnya akan tetapi dia tetap
meyakini wajibnya berhukum dengan hukum Allah dan bahwa dirinya sedang
melakukan maksiat, maka orang ini berdosa besar walaupun ternyata
keputusannya benar akan tetapi tidak mengeluarkannya dari Islam.

6. Seseorang yang mengetahui hukum Allah dan mengetahui kebenarannya akan
tetapi dia mendahulukan hukum selain Allah dan menyatakan bahwa
sesungguhnya penerapan undang-undang buatan lebih afdhol atau setara dengan
hukum Allah atau dia menghalalkan berhukum dengan selain hukum Allah dengan
menyatakan bahwa hukum Allah sudah tidak pantas untuk diterapkan di zaman
ini atau dia menyatakan bahwa tidak ada perbedaan antara menerapkan hukum
Allah atau hukum selainNya. Maka orang seperti inilah yang dikafirkan dan
keluar dari Islam.

Lalu beliau ditanya, “Sebagian manusia berkata : Saya akan menerapkan dan
merinci seperti rincian di atas, akan tetapi pemerintah yang mengganti
semua syari’at Allah, tidak mungkin dia mengganti semuanya kecuali karena
dia meyakini kekurangan (syari’at Allah) atau (hukum selain Allah) lebih
afdhol”?

Jawab: “Kita tidak bisa mengharuskan yang demikian kecuali jika dia sendiri
yang menegaskannya dengan ucapannya”.

Penanya: “Sampai walaupun dia merubah semua syari’at Allah?”

Jawab: “Demi Allah, kita tidak bisa mengharuskan hal itu, demi Allah, kita
tidak bisa mengharuskan hal itu kecuali jika dia mengatakan bahwa penerapan
syari’at (Islam) sudah tidak pantas atau meyakini kesetaraan (antara kedua
hukum) atau menyatakan bolehnya berhukum dengan selain hukum Allah, maka
orang ini dikafirkan”. –selesai secara ringkas-



*13. Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah Ar-Rojihy hafizhohullah*

Soal: “Apa hukum syari’at kepada seorang hakim yang berhukum dengan hukum
buatan Prancis (masuk di dalamnya semua undang-undang dan aturan-aturan
yang dibuat oleh tangan-tangan makhluk), padahal diketahui dia masih
mengaku muslim, sholat, berpuasa dan mengerjakan haji. Apa yang dikatakan
terhadap (baca : hukum) orang yang seperti ini?”.

Jawab: “Jika dia meyakini bolehnya berhukum dengan undang-undang Prancis
maka dia kafir jika meyakini bolehnya, adapun jika dia tidak meyakini hal
itu atau dia terkena suatu syubhat maka harus ditegakkan hujjah atasnya
terlebih dahulu”. Dari kaset Syarh Nawaqidhul Islam.



*14. Syaikh Ahmad bin Yahya An-Najmy hafizhohullah*

Beliau menyatakan, “Dan (ketiga) ayat ini dibawa (pengertiannya)
berdasarkan jeis-jenis manusia dalam berhukum dengan selain hukum Allah.
Maka di antara mereka ada yang mengakui bahwa yang wajib adalah menerapkan
hukum Allah akan tetapi kecintaan terhadap harta atau takut tekanan atau
sentimen terhadap terdakwa atau karena hubungan baik dengan terdakwa atau
karena menerima sogokan mendorong dirinya untuk berhukum dengan selain
hukum Allah maka dia tidaklah kafir, dia hanyalah seorang yang fasik. Yang
kafir hanyalah orang yang meyakini bahwa hukum selain Allah ‘Azza wa Jalla
lebih baik dari hukum Allah, maka barangsiapa yang meyakini hal ini atau
meyakini hukum selain Allah setara dengan hukum Allah maka dia dihukumi
kafir keluar dari Islam”. -Selesai dengan ringkasan dari kaset yang
berjudul Taujihat fil ‘Aqidah wal Manhaj wad Da’wah.



*15. Syaikh ‘Abdul Muhsin bin Nashir Alu ‘Ubaikan hafizhohullah*

Beliau berkata, “Maka orang yang berhukum dengan undang-undang buatan dan
tidak berhukum dengan apa yang Allah turunkan tidak boleh bagi kita untuk
mengkafirkannya dan mengeluarkannya dari Islam kecuali jika kita memeriksa
keadaannya terlebih dahulu, apakah dia meyakini bahwa hukum selain Allah
lebih baik dari hukum Allah? Ataukah dia tidak mengakui hukum Allah? Karena
hal ini (kalau dia yakini-pent.) membuat dia kafir tanpa ada keraguan.

Akan tetapi jika dia berhukum dengan selain apa yang Allah turunkan karena
syahwat dirinya atau untuk mendapatkan maslahat keduniaan atau takut akan
(kehilangan) kedudukannya atau hukumnya tidak diterima (jika berhukum
dengan hukum Allah-pent.), sedangkan dia tetap meyakini di dalam hatinya
bahwa hukum Allah itu lebih baik, jika ada seseorang yang bersifat seperti
ini maka kita tidak mengatakan dirinya kafir keluar dari Islam.
Perumpamaannya seperti seorang hakim yang berhukum dengan selain apa yang
Allah turunkan karena sogokan, maka kaum muslimin telah bersepakat bahwa
hakim yang seperti ini tidaklah kafir tapi pelaku dosa besar.

Inilah pendapat yang paling benar di antara pendapat-pendapat ulama,
seandainya tidak ada (penghalang kekafiran-pent.) kecuali sekedar adanya
syubhat dalam pengkafirannya maka sungguh itu sudah cukup (untuk tidak
mengkafirkanya-pent.)”. Dari kitab Al-Khawarij wal Fikrul Mutajaddid hal.
46.



*16. Syaikh ‘Ubaid bin ‘Abdillah Al-Jabiry hafizhohullah*

Belia menyatakan, “Para ulama dan imam kaum muslimin telah menetapkan bahwa
orang berhukum dengan selain apa yang Allah turunkan mempunyai beberapa
keadaan :

1. Meyakini bahwa hukum undang-undang lebih baik daripada hukum Allah.

2. Meyakini bahwa hukum undang-undang setara dengan hukum Allah.

3. Meyakini bahwa hukum Allah sudah tidak pantas untuk manusia.

Pada ketiga keadaan ini, jika dia mengetahui rusaknya ucapan ini (akan
tetapi dia tetap melaksanakannya-pent.) maka dia dikafirkan.

4. Tersisa keadaan yang keempat yaitu orang berhukum dengan selain hukum
Allah, baik dia adalah orang yang bodoh yang menyangka urusan itu hanya
semata-mata berhukum di antara manusia, maupun dia mengetahui tidak
bolehnya tapi meyakini dirinya bersalah dan berdosa  ataukah orang itu
menta’wi, maka orang yang seperti ini tidak dihukumi kafir tapi dihukumi
sebagai pelaku maksiat. Dan wajib atas manusia untuk tetap di berada di
bawah kepemimpinan dan bai’atnya agar kalimat kaum muslimin tidak terpecah
belah”.

–Selesai secara ringkas dari kaset Jalsatun fii Yanba’i Ash-Shona`iyyah-



*17. Syaikh Robi’ bin Hady Al-Madkhaly hafizhohullah*

Soal: “Apakah batasan syar’iy dalam mengkafirkan orang yang berhukum dengan
selain apa yang Allah turunkan?”

Jawab: “… Jika dia tidak menghalalkannya maka sungguh dia telah terjatuh ke
dalam kekafiran, akan tetapi kekafiran yang di bawah kekafiran (besar). Dan
jika dia menghalalkannya maka sungguh dia telah terjatuh ke dalam kekafiran
besar yang mengeluarkannya dari Islam. Inilah kesimpulan yang dikatakan
oleh para ulama dalam masalah ini”. Dari kaset yang berjudul Ad-Duror
As-Salafiyah fii Musyabahatir Rofidhoh Al-Quthbiyah

[Lihat perkataan para ulama lainnya dalam Aqwalul ‘Ulama` As-Salafiyyin
Al-Qo`ilina bit Tafshil fii Hukmi man Hakkamal Qowanin dan Aqwalul ‘Ulama`
Al-Mu’tabarin fii Tahkimil Qowanin]



Inilah sebagian dari perkataan para ulama salaf yang mereka ini merupakan
tempat rujukan dalam memecahkan setiap permasalahan kaum muslimin, semoga
bisa bermanfaat bagi kita semua, wallahu yahdis sabil.



Sumber:
http://al-atsariyyah.com/fatawa-seputar-orang-yang-berhukum-dengan-selain-hukum-allah.html

-- 
-- 
Anda menerima E-Mail ini karena Anda tergabung dalam  Google Groups yaitu 
"Media Muslim Group". Kirim artikel, pendapat/opini, informasi dan lain-lainnya 
ke mediamusliminfo@googlegroups.com
------------------------------------------------------------------------------------------------------
Perhatian: Setiap Content ataupun Tulisan yang ada pada email ini bukanlah 
menggambarkan http://www.mediamuslim.info karena hal tersebut merupakan 
apresiasi setiap members groups yang tidak mungkin kami perhatian 
satu-per-satu. 
-------------------------------------------------------------------------------------------------------

Untuk Keterangan lebih lanjut kunjungi 
http://groups.google.com/group/mediamusliminfo
Dan jangan lupa kunjungi http://www.mediamuslim.info dan 
http://www.kisahislam.com
--- 
You received this message because you are subscribed to the Google Groups 
"MediaMuslimINFO Group" group.
To unsubscribe from this group and stop receiving emails from it, send an email 
to mediamusliminfo+unsubscr...@googlegroups.com.
For more options, visit https://groups.google.com/d/optout.

Kirim email ke