AlhamduliLLAAHi wash Shalatu was Salamu `ala RasuliLLAAHi 
wa `ala `alihi,

Ikhwah wa akhwat fiLLAAH,

Semoga ALLAH SWT senantiasa mengumpulkan kita semua setiap waktu 
dalam manisnya ibadah, lisan yang basah dengan dzikruLLAAH, tubuh 
yang penat & letih dalam memperjuangkan ummat & membela agama ALLAH, 
hati yang ikhlas dan jauh dari hasad & ghill, aamiin ya RABB…

Dan segala puji bagi ALLAH jua, yang dengan nikmat-NYA telah 
menunjukkan kepada dakwah ini sebagian hasil dari perjuangan para 
mujahid-NYA, dakwah ini sedikit demi sedikit telah mulai mewarnai 
kehidupan berpolitik & bernegara, sekalipun masih belajar & walaupun 
dengan tertatih-tatih & terjungkal disana-sini, ia telah mulai 
menampakkan berbagai hasil positifnya bagi para penanamnya, 
liyu'jibuz-zurra'a liyaghizha bihimul kuffar, yang tidak akan 
diingkari kecuali oleh orang-orang yang menzhalimi dirinya sendiri…

Sekalipun dihujani berbagai kritik & bahkan juga tuduhan, baik secara 
langsung maupun melalui media massa, tetapi mereka yang berada di 
dalam sistem dapat melihat adanya perkembangan arus kebaikan & 
perbaikan yang signifikan dengan masuknya para da'i dalam sistem 
tersebut, lambat tapi pasti kebatilan mulai tergeser & al-haqq mulai 
menunjukkan pengaruhnya, waLLAAHu musta'an…

Ikhwah wa akhwat fiddin,

Beberapa hari yang lalu, ada beberapa ikhwah yang mengirim email 
maupun SMS ke ana, meminta menjelaskan tentang "Dzikir Al-Ma'tsurat" 
yang ditulis oleh Imam Al-Banna -rahimahuLLAAH- yang katanya banyak 
disebut sebagai kumpulan dzikir yang dha'if & maudhu', oleh sebagian 
saudara kita fiddiin…

Ana teringat beberapa waktu yang lalu, saat berkesempatan mengunjungi 
Islamic Development Bank (IDB) Jeddah bersama beberapa asztidz, saat 
kami berada di Jeddah, kami bertemu dengan ikhwah disana, dan diminta 
memberikan taujih. Setelah selesai menyampaikan taujih, nampak ada 
seorang ulama Jeddah (yang menurut ikhwah disana tidak suka dengan 
harakah & hizb), ia bertanya demikian: Mengapa Al-Ikhwan mengamalkan 
doa Al-Ma'tsurat yang merupakan kumpulan hadits-hadits dha'if?

Saat itu saya tidak berkesempatan menjawabnya, karena telah dijawab 
oleh beberapa ikhwah yang lain, namun nampaknya beliau -
hafizhahuLLAAH- merasa tidak puas. Maka saat ramah-tamah, saya 
mendekatinya & terjadi dialog sbb:

Saya: Apakah antum sudah membaca kitab-kitab kumpulan doa & dzikir 
yang ditulis oleh para ulama kita Salafus Shalih?

Beliau: Sudah, bini'matiLLAAH…

Saya: Apakah antum bisa menunjukkan kepada saya, satu saja dari kitab 
kumpulan doa mereka itu yang tidak berisi hadits-hadits dha'if?

Beliau: Maksud ustadz?

Saya: Saya memohon jika bisa ditunjukkan kepada saya, ada 1 saja 
kitab kumpulan doa/dzikir yang ditulis ulama salaf yang bersih dari 
hadits-hadits dha'if.

Beliau: Wah, ana belum pernah tuh mencek semuanya..

Demikianlah potongan diskusi kami dengan beliau -semoga ALLAH SWT 
mengampuni saya & beliau-, yang kesemuanya ini menunjukkan substansi 
masalah yang sebenarnya, yaitu telah beredarnya berbagai isu & fitnah 
seperti malam yang gelap gulita diantara para aktifis Islam, tanpa 
didasari sikap husnuzhan & rihabatus-shudur…

Seandainya kita semua berpijak pada prinsip husnuzhan & rihabatush-
shudur kepada sesama aktifis & da'i Islam, maka kita bisa membagi 
pekerjaan dakwah ini untuk menggarap berbegai segmen berdasarkan 
karakteristik khusus (khashais) & spesialisasi (takhassusiyat) dari 
masing-masing gerakan Islam, dan tidak perlu disibukkan untuk 
membantah tuduhan-tuduhan yang dilontarkan oleh sesama saudara 
sendiri, yang malah amat sangat membantu & menguntungkan para musuh-
musuh Islam untuk memecah-belah ummat, wabiLLAAHi nasta'in..

Kembali ke permasalahan Al-Ma'tsurat, maka ketahuilah wahai ikhwah wa 
akhwat fiLLAAH a'anakumuLLAAH jami'an, bahwa kalau seorang yang alim, 
maka mereka akan tahu bahwa tidak ada satupun kitab yang ditulis 
ulama salafus-shalih yang khusus berisi kumpulan doa & dzikir yang 
tidak berisi hadits-hadits dha'if, sekedar untuk menyebutkan contoh, 
sampai kita Al-Adab Al-Mufrad karangan Kibarul Muhaddits (Tokoh 
Terbesar para Ahli Hadits) yaitu Imam Abi AbdLLAAH Muhammad bin 
Isma'il bin Ibrahim bin Bardizbah Al-Bukhari (Imam Bukhari) juga 
banyak mengandung hadits-hadits dha'if…

Demikian pula kitab Al-Amalul Yaumi wa Laylah (baik yang ditulis oleh 
Imam An-Nasa'i, maupun oleh Imam Ibnu Sunni), kitab Al-Adzkar 
karangan Imam An-Nawawi, dan bahkan kitab Al-Kalimut Thayyib yang 
dikarang oleh salah seorang pelopor mujaddid pembersihan bid'ah & 
khurafat, yaitu Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah -rahimahuLLAAH- (yang 
telah di-syarah/diberi penjelasan oleh muridnya Imam Ibnul Qayyim 
dalam kitabnya Al-Wabilus Shayyib) juga bertaburan hadits-hadits 
dha'if…

Lalu mengapa dengan banyaknya hadits-hadits dha'if dalam tulisan para 
ulama tersebut lisan mereka diam & tidak menyebarkan fitnah, 
sementara terhadap Al-Ma'tsurat (yang kalaupun ada hadits dha'ifnya, 
maka tidaklah sebanyak dalam kitab Al-Kalimut Thayyib-nya Syaikhul 
Islam) lisan mereka mencaci-maki kepada penulisnya, yang telah 
mempersembahkan hidupnya untuk Islam & disaksikan oleh banyak orang, 
kemudian lisan mereka sibuk menyebarkan aib & menggunjingkannya?!

Hanya salah satu dari 2 alasan, apakah karena mereka tidak berilmu, 
ataukah karena ghill (kedengkian) yang telah bersarang di dalam hati 
mereka, dan apapun dari kedua sebab itu adalah sangat menyedihkan dan 
merupakan sebuah kerugian besar..

Ikhwah wa akhwat fiddiin rahimakumuLLAAH,

Jika kita benar-benar berusaha memahami ilmu hadits, maka akan kita 
ketahui pendapat para muhaddits tidaklah sama, tash-hih maupun 
tadh'if juga dapat saja berbeda antara seorang muhaddits dengan 
muhaddits yang lain, maka berpegang kepada pendapat seseorang seperti 
Syaikh Al-Albani -rahimahuLLAAH- misalnya dalam perbedaan pendapatnya 
dengan Syaikh Syakir dalam men-shahih-kan & men-dha'if-kan adalah 
dibolehkan, namun jika menyatakan pasti Syaikh Albani-lah yang benar, 
maka hal tersebut perlu ditinjau dalam beberapa sisi.

Pertama, apakah yang berkata adalah seorang ahli hadits, sehingga 
pendapatnya bisa diterima atau yang bicara hanya seorang thalabul-
ilmi? Kedua, kalaupun dia seorang ahli hadits maka apakah 
penelitiannya diterima semua peneliti hadits atau berbeda dengan 
penelitian orang lainnya? Ketiga, kalaupun ada beberapa peneliti 
menyatakan hal yang sama, maka apakah orang-orang menerima keadilan 
mereka itu atau merasa tidak ithmi'nan karena dianggap mewakili & 
memiliki "sikap keberagamaan yang tertentu", dst.

Saya pribadi pernah menemui hal seperti di atas, saat di sebuah web 
milik saudara kita dikatakan bahwa hadits Piagam Madinah tidak 
shahih, mu'dhal, dst. Sebagai orang yang ber-husnuzhan pada 
saudaranya maka saya ber-istighfar karena saya telah berpegang kepada 
hadits-hadits tersebut (lih. Tulisan saya di millist & Web ini 
tentang: Koalisi Politik dalam Islam), sayapun ingin merujuknya, 
namun iseng saya membuka beberapa tulisan di web berkenaan tentang 
hadits Piagam Madinah tersebut, lalu kemudian saya menemukan bantahan 
terhadap hal tsb dari sebuah tulisan Syaikh Akram Dhiyauddin Al-Umary 
yang meneliti masalah tersebut & menemukan bahwa hadits-hadits 
tersebut walaupun secara tekstual dha'if namun sebenarnya ada di-
isyaratkan dalam shahih Al-Bukhari.

Demikianlah ikhwah wa akhwat fiLLAAH rahimakumuLLAAH, maka terus-
terang masalahnya tidak sesederhana yang dikira oleh sebagian orang, 
dan tentang Al-Ma'tsurat maka sudah banyak orang yang berusaha men-
tahqiq hadits-hadits-nya, seperti Syaikh Ridhwan Muhammad Ridhwan, 
Syaikh DR AbduLLAAH Azzam, Syaikh Prof DR Abdul Halim Abu Syuqqah, 
dll. Maka kalaupun ingin dilakukan diskusi dalam masalah ini, maka 
tidak boleh dengan hujatan, tuduhan, dsb; karena para peneliti 
tersebut adalah orang yang berkafa'ah di bidangnya sebagai muhaddits. 
Karena itu, tidaklah semua itu tuduhan, cercaan & fitnah itu 
disebarkan, kecuali makin menunjukkan sedikitnya ilmu & rendahnya 
akhlaq seseorang.

Maka di akhir tulisan ini ana ingin menyampaikan kepada antum semua 
bahwa kita (AL-IKHWAN) tidak menyukai mengamalkan hadits-hadits yang 
dha'if apalagi maudhu', kita selalu berusaha berpegang kepada yang 
shahih semampu kita, hal ini bisa dilihat oleh orang-orang yang 
inshaf (adil) pada buku-buku tulisan para ulama kita, jikapun ditemui 
adanya hadits dha'if maka itu bukanlah karena disengaja, melainkan 
kekhilafan belaka, bedakan dengan saudara kita dari sebagian kaum 
Sufi atau lainnya, yang memang secara sengaja mengumpulkan kitab dari 
hadits-hadits dha'if, seperti dalam kitab Durratun Nashihin, 
Fadha'ilul A'mal, dsb…

Rabbanaghfirlanaa wa li ikhwaninalladzina sabaquna bil iman, wala 
taj'al fi qulubina ghillan lilladzina amanu… 

Kirim email ke