assalamu'alaykum warahamtullah wabarakatuh!

Ana ingin sedikit memberikan tambahan dan saran dari tulisan akh.Taufan. Afwan 
bukan maksud ana untuk  mengajak berdebat tapi ana ingin membukan pikiran dan 
pintu diskusi.

Akhy fillah...
Memang benar ketika berdiskusi dalam masalah keshahihan hadits-hadits dari 
sebuah buku kumpulan do'a dan dzikir harus dibarengi dengan ilmu yang kuat. 
Tidak boleh asal sembarangan berucap dan langsung serta-merta 
menyalahkan/melemahkan kualitas dari salah satu kumpulan do'a yang tidak biasa 
kita gunakan. 

 Semisal dalam memandang Al-Ma'surat sebuah karya besar dari Tokoh Islam Hasan 
Al-Bana, bila kita sebagai orang yang tidak menggunakannya dengan beberapa 
alasan tertentu tidak boleh dengan tanpa ilmu menyudutkan atau melemahkan 
kualitas kitab ini. Bilang bahwa buku ini tidak berkualitas karena ada hadits 
dhaif tanpa dukungan suatu dalil/bukti. Begitupula Anda yang sering mengamalkan 
do'a-do'a dari kitab ini tidak boleh fanatik bila datang kabar dari seorang 
ulama yang mentahqiq(meneliti) hadits ini. 

Karena begitulah yang dilakukan oleh Para Imam Empat Mazhab (Abu Hanifah, 
Syafi'i, Malik, Ahmad bin Hambal) yang menjadi teladan kita, salah satu 
diantara mereka adalah "Yang sesuai dengan sunnah Nabi adalah madzhabku, dan 
yang tidak maka campakkanlah itu jauh-jauh"

Saran ana ketika kita membeli atau menggunakan suatu buku kumpulan Do'a-Do'a 
sebaiknya kita melihat isi dari buku itu. Apakah buku itu sudah ada tahqiq-nya 
atau minimal di dalam buku itu dikemukakan sumber pengambilannya (apakah dari 
Al-Quran atau dari Al-Hadits) berdasarkan penafsirannya (maksudnya apakah benar 
do'a itu betul-betul dianjurkan untuk diamalkan pada waktu itu 
(pagi/sore/malam) dan dengan tata cara seperti itu (mis :baca 3x).

Jadi mulailah sedari sekarang kita mulai kritis dalam memilah-memilih buku-buku 
islam terutama buku-buku yang berisi suatu amalan untuk dikerjakan. Keshahihan 
atau kualitas dalil yang diambil oleh buku itu harus bisa dipertanggung 
jawabkan.

Catatan buat Al-Ma'tsurat :
1. Apakah dalam sebuah penerbitan buku kecil Al-Ma'tsurat ini sudah ada catatan 
kaki tentang tahqiq (penelitian) atau dalil pengambilan hukum amalan dari 
do'a-do'a di dalam buku itu?

 Contoh seperti do'a terakhir disana ada do'a Rabithah yang terkenal, apakah 
do'a itu ada contoh dari Nabi dan para sahabat? Kita ingat akan kaidah 
"Seandainya Amalan itu baik, maka Nabi beserta Para Sahabat telah 
mencontohkannya". 

Kita gak salah memohon kepada Allah dengan gaya bahasa sendiri, misal saja 
minta dipermudah ketika menghadapi ujian dengan lafal "Ya Allah, saya memohon 
dipermudah ketika ujian....." Itu boleh. Namun do'a itu hanya dipergunakan bagi 
kita pribadi saja tidak harus dibiasakan dan direkomendasikan ke orang-orang. 
Karena ketika kita ingin merekomendasikannya butuh sebuah dalil. 

Dan seutama-utamanya do'a adalah do'a yang diajarkan dari Al-Quran dan 
Hadits-Hadits yang shahih.

2. Ana akui kitab-kitab besar karangan ulama besar terdahulu seperti Kitab 
Al-Adzkar karya Imam Nawawi tidak luput terjatuh dalam pengambilan 
hadits-hadits yang dhaif. Hal itu dimungkinkan karena keterbatasan informasi 
status hadits dari para ulama itu pada masanya. Mereka telah berusaha 
semaksimal mungkin untuk memasukkan hadits-hadits shahih dari buku doa mereka 
menurut informasi status hadits yang mereka terima.

Jadi bagi kita yang hidup di zaman sekarang, merujuk kepada Ulama yang telah 
mengupdate informasi tentang kualitas suatu hadits yang tentunya dengan 
keutamaan ilmu mereka, seperti Muhaddits abad ini Syaikh Muhammad Nashiruddin 
Al-Albani dan lainnya yang telah teruji keahliannya di bidang ilmu hadits.

Nah sekarang kita meninjau buku Al-Ma'tsurat tersebut, afwan bukannya ana 
mendeskriditkan penulisnya. Siapakah Hasan Al-Bana? Apakah dia seorang Ulama 
dalam bidang hadits? Kita telah kita ketahui bahwa dari sejarah yang ada 
mengatakan bahwa beliau adalah Tokoh Besar pergerakan Islam dan bukan seorang 
yang mengabdikan hidupnya untuk meneliti kualitas hadits (muhadditsin). 

Nah tadi kita telah ketahui bahwa ulama besar yang juga ahli dalam bidang 
hadits seperti Imam Nawawi dan Ibnu Taimiyah saja bisa tak luput dari 
kesalahan. Apalagi Hasan Al-Bana?  

Kita lihat Al-Ma'tsurat karya besar beliau tersebut tidak dicantumkan 
sumber-sumber yang jelas pengambilan do'a-do'a tersebut. Nah ini membuat 
syubhat kepada ummat bukan???
Marilah kita cukup adil untuk menimbang permasalahan ini!!!!

3. Bila saudara-saudaraku di Ikhwanul Muslimin masih ingin mengamalkan kitab 
Al-Ma'tsurat, silahkan saja! Namun, harus dipilah-pilih mana do'a-do'a yang 
sesuai dengan sunnah Rasul dan mana yang tidak. Jelas, ini harus diinformasikan 
kepada teman-teman antum, terutama yang masih awam terhadap masalah ini. 

Sebarkanlah/terbitkanlah buku tahqiq(revisi) Al-Ma'tsurat bila ada dan tarik 
kitab-kitab Al-Ma'tsurat yang sekarang beredar di masyarakat yang didalamnya 
tidak ada keterangan yang jelas tentang kebenaran sumber pengambilan 
do'a-do'anya. 

Karena tentu kita tidak ingin ummat mengamalkan sesuatu yang masih syubhat kan? 
Bila antum mencintai saudara-saudara antum di Ikhwanul Muslimin berikanlah 
pelajaran yang berharga ttg masalah ini.

Kalo itu terasa sulit bagi antum, yah mulailah melunakkan hati untuk 
menggunakan buku-buku do'a yang lain dimana buku tersebut lebih jelas sumber 
pengambilan dalil do'a-do'anya. Ana rekomendasikan :
1. Kitab Tahqiq Al-Adzkar karya ....(afwan lupa)
2. Hisnul Muslim
Setelah itu rekomendasikanlah ke teman-teman antum semuanya.

Sekian saja masukan serta saran ana bagi antum semua terutama akh.Fauzan. Ana 
mohon ampun kepada Allah asal kebodohan ana dalam penulisan posting di milis 
kali ini. Ana juga memohon maaf kepada antum bila ada kata-kata yang tidak 
berkenan. Silahkan disini kita membukan pintu diskusi bukan sebuah perdebatan 
yang tak jelas ujung pangkanya. 

Jazakumullah Khairan Katsiran!
tauFan_S <[EMAIL PROTECTED]> wrote:                                  
AlhamduliLLAAHi wash Shalatu was Salamu `ala RasuliLLAAHi 
 wa `ala `alihi,
 
 Ikhwah wa akhwat fiLLAAH,
 
 Semoga ALLAH SWT senantiasa mengumpulkan kita semua setiap waktu 
 dalam manisnya ibadah, lisan yang basah dengan dzikruLLAAH, tubuh 
 yang penat & letih dalam memperjuangkan ummat & membela agama ALLAH, 
 hati yang ikhlas dan jauh dari hasad & ghill, aamiin ya RABB…
 
 Dan segala puji bagi ALLAH jua, yang dengan nikmat-NYA telah 
 menunjukkan kepada dakwah ini sebagian hasil dari perjuangan para 
 mujahid-NYA, dakwah ini sedikit demi sedikit telah mulai mewarnai 
 kehidupan berpolitik & bernegara, sekalipun masih belajar & walaupun 
 dengan tertatih-tatih & terjungkal disana-sini, ia telah mulai 
 menampakkan berbagai hasil positifnya bagi para penanamnya, 
 liyu'jibuz-zurra'a liyaghizha bihimul kuffar, yang tidak akan 
 diingkari kecuali oleh orang-orang yang menzhalimi dirinya sendiri…
 
 Sekalipun dihujani berbagai kritik & bahkan juga tuduhan, baik secara 
 langsung maupun melalui media massa, tetapi mereka yang berada di 
 dalam sistem dapat melihat adanya perkembangan arus kebaikan & 
 perbaikan yang signifikan dengan masuknya para da'i dalam sistem 
 tersebut, lambat tapi pasti kebatilan mulai tergeser & al-haqq mulai 
 menunjukkan pengaruhnya, waLLAAHu musta'an…
 
 Ikhwah wa akhwat fiddin,
 
 Beberapa hari yang lalu, ada beberapa ikhwah yang mengirim email 
 maupun SMS ke ana, meminta menjelaskan tentang "Dzikir Al-Ma'tsurat" 
 yang ditulis oleh Imam Al-Banna -rahimahuLLAAH- yang katanya banyak 
 disebut sebagai kumpulan dzikir yang dha'if & maudhu', oleh sebagian 
 saudara kita fiddiin…
 
 Ana teringat beberapa waktu yang lalu, saat berkesempatan mengunjungi 
 Islamic Development Bank (IDB) Jeddah bersama beberapa asztidz, saat 
 kami berada di Jeddah, kami bertemu dengan ikhwah disana, dan diminta 
 memberikan taujih. Setelah selesai menyampaikan taujih, nampak ada 
 seorang ulama Jeddah (yang menurut ikhwah disana tidak suka dengan 
 harakah & hizb), ia bertanya demikian: Mengapa Al-Ikhwan mengamalkan 
 doa Al-Ma'tsurat yang merupakan kumpulan hadits-hadits dha'if?
 
 Saat itu saya tidak berkesempatan menjawabnya, karena telah dijawab 
 oleh beberapa ikhwah yang lain, namun nampaknya beliau -
 hafizhahuLLAAH- merasa tidak puas. Maka saat ramah-tamah, saya 
 mendekatinya & terjadi dialog sbb:
 
 Saya: Apakah antum sudah membaca kitab-kitab kumpulan doa & dzikir 
 yang ditulis oleh para ulama kita Salafus Shalih?
 
 Beliau: Sudah, bini'matiLLAAH…
 
 Saya: Apakah antum bisa menunjukkan kepada saya, satu saja dari kitab 
 kumpulan doa mereka itu yang tidak berisi hadits-hadits dha'if?
 
 Beliau: Maksud ustadz?
 
 Saya: Saya memohon jika bisa ditunjukkan kepada saya, ada 1 saja 
 kitab kumpulan doa/dzikir yang ditulis ulama salaf yang bersih dari 
 hadits-hadits dha'if.
 
 Beliau: Wah, ana belum pernah tuh mencek semuanya..
 
 Demikianlah potongan diskusi kami dengan beliau -semoga ALLAH SWT 
 mengampuni saya & beliau-, yang kesemuanya ini menunjukkan substansi 
 masalah yang sebenarnya, yaitu telah beredarnya berbagai isu & fitnah 
 seperti malam yang gelap gulita diantara para aktifis Islam, tanpa 
 didasari sikap husnuzhan & rihabatus-shudur…
 
 Seandainya kita semua berpijak pada prinsip husnuzhan & rihabatush-
 shudur kepada sesama aktifis & da'i Islam, maka kita bisa membagi 
 pekerjaan dakwah ini untuk menggarap berbegai segmen berdasarkan 
 karakteristik khusus (khashais) & spesialisasi (takhassusiyat) dari 
 masing-masing gerakan Islam, dan tidak perlu disibukkan untuk 
 membantah tuduhan-tuduhan yang dilontarkan oleh sesama saudara 
 sendiri, yang malah amat sangat membantu & menguntungkan para musuh-
 musuh Islam untuk memecah-belah ummat, wabiLLAAHi nasta'in..
 
 Kembali ke permasalahan Al-Ma'tsurat, maka ketahuilah wahai ikhwah wa 
 akhwat fiLLAAH a'anakumuLLAAH jami'an, bahwa kalau seorang yang alim, 
 maka mereka akan tahu bahwa tidak ada satupun kitab yang ditulis 
 ulama salafus-shalih yang khusus berisi kumpulan doa & dzikir yang 
 tidak berisi hadits-hadits dha'if, sekedar untuk menyebutkan contoh, 
 sampai kita Al-Adab Al-Mufrad karangan Kibarul Muhaddits (Tokoh 
 Terbesar para Ahli Hadits) yaitu Imam Abi AbdLLAAH Muhammad bin 
 Isma'il bin Ibrahim bin Bardizbah Al-Bukhari (Imam Bukhari) juga 
 banyak mengandung hadits-hadits dha'if…
 
 Demikian pula kitab Al-Amalul Yaumi wa Laylah (baik yang ditulis oleh 
 Imam An-Nasa'i, maupun oleh Imam Ibnu Sunni), kitab Al-Adzkar 
 karangan Imam An-Nawawi, dan bahkan kitab Al-Kalimut Thayyib yang 
 dikarang oleh salah seorang pelopor mujaddid pembersihan bid'ah & 
 khurafat, yaitu Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah -rahimahuLLAAH- (yang 
 telah di-syarah/diberi penjelasan oleh muridnya Imam Ibnul Qayyim 
 dalam kitabnya Al-Wabilus Shayyib) juga bertaburan hadits-hadits 
 dha'if…
 
 Lalu mengapa dengan banyaknya hadits-hadits dha'if dalam tulisan para 
 ulama tersebut lisan mereka diam & tidak menyebarkan fitnah, 
 sementara terhadap Al-Ma'tsurat (yang kalaupun ada hadits dha'ifnya, 
 maka tidaklah sebanyak dalam kitab Al-Kalimut Thayyib-nya Syaikhul 
 Islam) lisan mereka mencaci-maki kepada penulisnya, yang telah 
 mempersembahkan hidupnya untuk Islam & disaksikan oleh banyak orang, 
 kemudian lisan mereka sibuk menyebarkan aib & menggunjingkannya?!
 
 Hanya salah satu dari 2 alasan, apakah karena mereka tidak berilmu, 
 ataukah karena ghill (kedengkian) yang telah bersarang di dalam hati 
 mereka, dan apapun dari kedua sebab itu adalah sangat menyedihkan dan 
 merupakan sebuah kerugian besar..
 
 Ikhwah wa akhwat fiddiin rahimakumuLLAAH,
 
 Jika kita benar-benar berusaha memahami ilmu hadits, maka akan kita 
 ketahui pendapat para muhaddits tidaklah sama, tash-hih maupun 
 tadh'if juga dapat saja berbeda antara seorang muhaddits dengan 
 muhaddits yang lain, maka berpegang kepada pendapat seseorang seperti 
 Syaikh Al-Albani -rahimahuLLAAH- misalnya dalam perbedaan pendapatnya 
 dengan Syaikh Syakir dalam men-shahih-kan & men-dha'if-kan adalah 
 dibolehkan, namun jika menyatakan pasti Syaikh Albani-lah yang benar, 
 maka hal tersebut perlu ditinjau dalam beberapa sisi.
 
 Pertama, apakah yang berkata adalah seorang ahli hadits, sehingga 
 pendapatnya bisa diterima atau yang bicara hanya seorang thalabul-
 ilmi? Kedua, kalaupun dia seorang ahli hadits maka apakah 
 penelitiannya diterima semua peneliti hadits atau berbeda dengan 
 penelitian orang lainnya? Ketiga, kalaupun ada beberapa peneliti 
 menyatakan hal yang sama, maka apakah orang-orang menerima keadilan 
 mereka itu atau merasa tidak ithmi'nan karena dianggap mewakili & 
 memiliki "sikap keberagamaan yang tertentu", dst.
 
 Saya pribadi pernah menemui hal seperti di atas, saat di sebuah web 
 milik saudara kita dikatakan bahwa hadits Piagam Madinah tidak 
 shahih, mu'dhal, dst. Sebagai orang yang ber-husnuzhan pada 
 saudaranya maka saya ber-istighfar karena saya telah berpegang kepada 
 hadits-hadits tersebut (lih. Tulisan saya di millist & Web ini 
 tentang: Koalisi Politik dalam Islam), sayapun ingin merujuknya, 
 namun iseng saya membuka beberapa tulisan di web berkenaan tentang 
 hadits Piagam Madinah tersebut, lalu kemudian saya menemukan bantahan 
 terhadap hal tsb dari sebuah tulisan Syaikh Akram Dhiyauddin Al-Umary 
 yang meneliti masalah tersebut & menemukan bahwa hadits-hadits 
 tersebut walaupun secara tekstual dha'if namun sebenarnya ada di-
 isyaratkan dalam shahih Al-Bukhari.
 
 Demikianlah ikhwah wa akhwat fiLLAAH rahimakumuLLAAH, maka terus-
 terang masalahnya tidak sesederhana yang dikira oleh sebagian orang, 
 dan tentang Al-Ma'tsurat maka sudah banyak orang yang berusaha men-
 tahqiq hadits-hadits-nya, seperti Syaikh Ridhwan Muhammad Ridhwan, 
 Syaikh DR AbduLLAAH Azzam, Syaikh Prof DR Abdul Halim Abu Syuqqah, 
 dll. Maka kalaupun ingin dilakukan diskusi dalam masalah ini, maka 
 tidak boleh dengan hujatan, tuduhan, dsb; karena para peneliti 
 tersebut adalah orang yang berkafa'ah di bidangnya sebagai muhaddits. 
 Karena itu, tidaklah semua itu tuduhan, cercaan & fitnah itu 
 disebarkan, kecuali makin menunjukkan sedikitnya ilmu & rendahnya 
 akhlaq seseorang.
 
 Maka di akhir tulisan ini ana ingin menyampaikan kepada antum semua 
 bahwa kita (AL-IKHWAN) tidak menyukai mengamalkan hadits-hadits yang 
 dha'if apalagi maudhu', kita selalu berusaha berpegang kepada yang 
 shahih semampu kita, hal ini bisa dilihat oleh orang-orang yang 
 inshaf (adil) pada buku-buku tulisan para ulama kita, jikapun ditemui 
 adanya hadits dha'if maka itu bukanlah karena disengaja, melainkan 
 kekhilafan belaka, bedakan dengan saudara kita dari sebagian kaum 
 Sufi atau lainnya, yang memang secara sengaja mengumpulkan kitab dari 
 hadits-hadits dha'if, seperti dalam kitab Durratun Nashihin, 
 Fadha'ilul A'mal, dsb…
 
 Rabbanaghfirlanaa wa li ikhwaninalladzina sabaquna bil iman, wala 
 taj'al fi qulubina ghillan lilladzina amanu… 
 
 
     
                       

       
---------------------------------
 
 Real people. Real questions. Real answers. Share what you know.

Kirim email ke