Assalaamu'alaikum wrwb,

Dari gejala gerakannya menurut saya ini diorganisir oleh orang2 Jakarta yang
dulu2 juga.
Seperti kejadian Tanjung Priok dsb, untuk memfitnah dan menyudutkan umat
Islam.
Orang yang betul2 Islam tidak akan melakukan hal yang demikian.

Islam sendiri tidak pernah membawa pesan sponsor "pengislaman" seperti yang
diungkapkan dalam berita ini, yang ada mah "kristenisasi".
Islam tidak pernah memaksa orang untuk masuk Islam apalagi dengan kekerasan,
kecuali tertindas seperti pada zaman Rasulullah dulu. Jika tertindas dan
mempertahankan yang haq kenapa tidak, ya harus melawan.

Kesimpulannya jelas pelakunya bukan orang yang mengerti Islam bahkan jauh
dari Islam.

----------------------------------------------------------------------------
------
To Dede Nurmansyah yang kebetulan bertugas di Bali, apa benar ada kejadian
ini ?
----------------------------------------------------------------------------
------

Wassalaamu'alaikum wrwb,

Ikhsan Snada


-----Original Message-----
From: Ahmad Syauqie [mailto:[EMAIL PROTECTED]
Sent: Tuesday, February 01, 2005 17:32
To: nasyid-indonesia@yahoogroups.com
Cc: Neng Upiek
Subject: [Nasyid Indonesia] OOT: KASUS PURA BULELENG II

Ada yang bisa mengklarifikasi berita ini ? Kalau benar terjadi, sungguh
sebuah tindakan yang sangat tidak Islami, dan patut disayangkan.

Kalau kejadian di bawah benar terjadi, semoga bisa menjadi perenungan
bagi kita semua. :-)
------------------------

KASUS PURA BULELENG II

Nama saya Wayan Ilham, dan sebelumnya saya pernah menulis tentang kisah
nyata Pura Buleleng di Bali. Oh ya, agama saya Hindu Bali dan saya hanya
sebagai anggota milis yang pasif saja, artinya tidak banyak menulis untuk
milis ini.

Tulisan rekan Muslim di atas tentu saudara tahu siapa penulisnya, dan memang
kami sebagai penduduk Bali sering sekali diejek oleh rekan Muslim sebagai
penembah Berhala atau Kafir atau lainnya.

Walaupun demikian kami tetap sabar, karena masyarakat Bali adalah masyarakat
yang cinta damai sejak dahulu kala, dan kami tidak ingin menyakiti pihak
lain, dan sebagai tuan rumah di tanah sendiri (Bali) justru kami yang lebih
sering disakiti.

Saya pernah menulis tentang penghadangan dan pembakaran Arca Dewa Indra di
kampung Jawa (nama daerah di Bali), itu sudah hampir kami lupakan karena
kejadiannya delapan tahun yang lalu dan di zaman rezim Soeharto lagi. Tapi
yang paling menyakitkan adalah kejadian baru-baru ini, dimana di awal
pemerintahan SBY yang berusaha memberantas SARA ini, justru kejadian yang
sangat memalukan dan memilukan ini terjadi.

Kejadian tersebut diekpos semua koran lokal di Bali dan saya harapkan koran
yang di Jakarta juga meliputnya. Peristiwanya sebagai berikut, pada minggu
lalu masyarakat Jawa di Bali membeli sebidang tanah kosong di wilayah Adat
Kuta, dimana wilayah tersebut adalah tempat sakral bagi kami orang Bali
karena merupakan pusat pemujaan Dewa Brahma di Kuta dan Bali khususnya.

Tanah yang dibeli di Legian tersebut akan didirikan sebuah mesjid yang
dikoordnasi oleh FPBM (Front Pengislaman Bali Madani). Dan tentu saja
masyarakat setempat agak keberatan karena disamping daerah tersebut tidak
ada Muslimnya karena merupakan tempat tinggalnya orang Bali dan sekaligus
obyek wisata.

Mereka yang menamakan dirinya FPBM (Front Pengislaman Bali Madani) yang
menjadi sumber kericuhan.Tanpa mengindahkan peraturan yang berlaku dan
perasaan masyarakat sekitar dengan membangun mesjid tersebut, dan dalam masa
pembangunan saja, suara azan di kumandangkan dengan loudspeaker yang keras
sekali, sehingga menggangu kenyamanan turis dan juga masayarakat Bali yang
tinggal di Legian. Sewaktu para penatua-penatua Hindu Bali meminta kepada
pengurus mesjid tersebut supaya tidak berlebihan dalam menyuarakan azan dan
juga menanyakan apakah pendirian bangunan ibadah tersebut telah ada izinnya.
Maka pengurus mesjid tersebut mengatakan, bahwa peraturan pendirian tempat
ibadah yang berdasarkan SKB 3 menteri, yang syaratnya adalah adanya 80
keluarga pemeluk agama tersebut dan juga izin dari warga tetangga di sekitar
tempat ibadah itu berlaku untuk agama diluar Islam, dan orang Muslim berhak
mendirikan tempat ibadah berupa mesjid dimana saja di tanah Indonesia
termasuk Bali tanpa harus ada ijin apapun. Karena SKB tersebut diberlakukan
untuk orang kafir dalam mendirikan tempat ibadah mereka.

Yang lebih parahnya lagi, bahwa mereka menantang para penatua itu, apakah
pura yang ada di Legian telah mendapatkan ijin dari Menteri agama dan telah
berdasarkan SKB 3 menteri, jika tidak maka pura yang ada di Legian yang akan
di runtuhkan seperti yang telah mereka lakukan terhadap gereja di tanah
Jawa.

Hal tersebut tentu saja membuat para penatua tersebut tersinggung. Sebagai
masyarakat yang cinta damai, penatua-penatua masih bersabar dan bernegoisasi
agar suara azan tersebut tidak mengganggu
warga sekitar. Pernyataan dari penatua tersebut dianggap perang oleh
pengurus mesjid, dan mereka berteriak bahwa Berhala dan patung di Bali akan
dihancurkan satu demi satu sampai habis seperti yang telah dilakukan oleh
Taliban di Afghanistan jika syariat Islam diberlakukan di Indonesia.

Belum puas atas tindakannya tersebut, pada besoknya, maka FPBM tersebut
malah mendatangkan kira-kira 10 truk orang-orang (Jawa) yang dikoordinasi
dari beberapa kampung di Jawa, mereka berdatangan dengan mengikatkan kain di
kepala dengan tulisan FPBM, dan membawa poster bertuliskan "Mesjid Yes, Pura
go to Hell" sambil poster-poster tersebut dibentangkan dan ditunjukkan
kepada turis-turis yang sedang berliburan di Legian. Tentu saja hal tersebut
membuat sebagian masyarakat Bali tersinggung dan terprovokasi, dan sewaktu
hampir terjadi kerusuhan, maka Polisi Anti Hura Hara datang ke lokasi
kejadian dan membubarkan semua orang yang ada disana.

10 Truk tersebut beserta orang-orang yang diorganisir tersebut dikawal
keluar dari Legian. Tetapi sebelum mereka pergi, mereka melontarkan ancaman
akan menghancurkan pura yang ada di Legian dan menjadikan Legian sebagai
tempat yang steril dari Pura.

Pada tanggal 17 Januari, pada malam harinya, datang lagi segerombolan orang
yang mengenakan ikat kepala putih dan langsung menuju ke Pura Dalem
Kahyangan dengan teriakan allahu akbar dan menuju ke lokasi dengan segala
peralatan seperti palu, cangkul dan sebagainya, semua arca, tempat
sembahyang dan lukisan dinding yang bernilai sejarah tersebut dihancurkan.

Pada tanggal 18 Januari, orang-orang tersebut mendatangi lagi tiga pura yang
ada di Legian, yaitu Pura Dalem Penataran Kedonganan, Pura Kati Gadjah dan
Pura Pesambyangan dihancurkan pula, kejadian tersebut dilakukan tengah malam
dan berlangsung cepat. Tidak puas atas pengrusakan yang dilakukan selama 2
malam berturut-turut pada tanggal 19 Januari mereka beraksi lagi, dan kali
ini
mereka melakukan pengrusakan terhadap dua pura, yaitu Pura Pengorengan dan
Pura Lobong. Yang paling mengenaskan, ialah dua pura ini adalah pura
pemujaan keluarga. Artinya pura tersebut didirikan oleh keluarga untuk
berterima kasih kepada Dewa, dan pura Keluarga ini, seperti namanya,
bukanlah merupakan pura umum yang bisa didatangi oleh orang lain, karena
pura keluarga adlaah tempat pemujaan yang bersifat privacy.

Masyarat Bali sangat tersesak akan kejadian tersebut, karena pengrusakan
dilakukan hanya karena masalah yang sangat sepele saja dan juga yang
melakukan tersebut adalah pendatang-pendatang dari Jawa yang pada umumnya
mencari sesuap nasi di Bali. Dari pihak Polda Bali sendiri mengeluarkan
instruksi (yang notabenenya adalah instruksi dari Jakarta) yang kira-kira
bunyinya, bahwa pengrusakan tersebut akan diusut, dan menghimbau penduduk
Bali tidak menyalahkan atau menuduh pelakunya dari agama atau suku tertentu,
karena akan merusak harmonisasi yang telah dibina sekian
lama di Bali, dan sambil mengingatkan bahwa masayarakat Bali adalah
masyarakat cinta damai dan juga jika terjadi kerusuhan di bali, tentu yang
rugi adalah masyarakat Bali sendiri karena tentu wisatawan tidak akan datang
kemari. Sebenarnya untuk mengusut peristiwa ini sangat mudah sekali, dimana
saksinya banyak, dan biang dibalik kerusuhan tersebut adalah FPBM yang
mengerahkan massa dan melakukan pengrusakan Tapi polisi tidak melakukannya,
dan seolah-olah polisi menjadi sangat bodoh sekali dalam mengusut peristiwa
ini.

Masyarakat Bali sudah tahu, bahwa kasus ini hanya akan menjadi "dark number"
sekian yang tidak akan diusut. Seperti pada pengrusakan yang terjadi di Pura
Buleleng, maka pengrusakan Pura tersebut yang dilakukan oleh rekan Muslim
sangat menyesakkan dada setuiap insan masyarakat Bali. Sebenarnya masyarakat
Bali telah sangat toleran menerima warga pendatang, bahkan memberikan sumber
kerjaan bagi pendatang tersebut. Tetapi memang air susu di balas air tuba.
Dan tentu masyarakat Bali cukup bijaksana dalam menghadpai kasus ini, tetapi
yang perlu diperhatikan ialah, bahwa masyarakat Bali juga mempunyai batas
toleransi kesabaran. Dan banyak pendatang lupa bahwa Bali bukanlah Jawa,
kalau di Jawa mereka bisa semena-mena terhadap pemeluk agama lain, bukan
berarti di Bali mereka berbuat sama.

Untuk rekan Muslim yang di milis, kadang saya juga sangat sedih melihat
tulisan kalian, yang selalu menyalahkan pihak lain. Karena anda sangat
menjunjung agama anda, tentu orang lain demikian juga, mengapa selalu
berusaha menyudutkan dan menjelek-jelekkan agama orang lain.

Kalau rekan Muslim percaya bahwa nanti setelah meninggal, maka ada Surga
menanti kalian, demikian juga agama lain. Mengapa sering sekali sumpah
serapah mengatakan orang lain yang bukan Islam akan masuk Neraka Jahanam.
Dan pandangan agama lain juga sama saja, kalian yang akan di masukkan ke
samsaka (neraka). Jadi jika hidup di bumi Nusantara, antar umat beragama
saling rukun,bukankah alangkah baiknya ?



Mari bersama-sama mengharumkan Islam lewat kebudayaan/seni Islami

 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/nasyid-indonesia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



Kirim email ke