[EMAIL PROTECTED] wrote:

Assalamualaikum Wr. Wb.,

Wa 'alaikumus salaam warahmatullahi wabarakaatuh,

Ambo mandapekaan ado seorang yang tidak puas ateh jawaban khatib yang
membahas menurunkan sarung waktu sholat.

Allah subhanahu wa ta'ala berfirman (yang artinya):

"Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah; dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya." (QS. al-Hasyr 59:7)

Perkara isbal (menurunkan kain melebihi mata kaki) merupakan salah satu perkara yang hampir-hampir terlupakan oleh banyak orang. Pembahasan masalah ini secara lengkap relatif panjang namun di sini saya kutipkan sebagian saja. Mohon maaf masih agak panjang. Jika ada yang berminat artikel lengkapnya nanti saya kirimkan via japri saja.

Pertama, banyak hadits mengenai masalah ini berstatus shahih sehingga tidak perlu diragukan.

Rasullullah Shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda (yang artinya):

“Batas sarung seorang mukmin sampai pertengahan betis, dan dibolehkan sampai kedua mata kaki, dan yang di bawah mata kaki tempatnya di dalam neraka, dan barangsiapa menyeret sarungnya dengan sombong, Allah tidak akan melihatnya pada hari kiamat.” (HR. Malik, Abu Dawud, An-Nasai, Ibnu Majah dan lainnya).

Terdapat perselisihan pendapat dalam memahami apakah isbal diharamkan secara mutlak ataukah diharamkan hanya jika sombong. Namun di sini tidak boleh menggunakan adanya perselisihan pendapat sebagai dasar bermudah-mudah.

Dalam hadits di atas ternyata disebutkan dua hal yakni:
1. berisbal secara mutlak yang pelakunya diancam dengan 'tempatnya di dalam neraka' 2. berisbal karena sombong yang pelakunya diancam dengan 'Allah tidak akan melihatnya pada hari kiamat' yakni tidak dipedulikan

Hadits Abu Bakar kurang dijadikan dalil untuk membolehkan berisbal tanpa sombong karena ucapan Abu Bakar radhiallahu 'anhu "Sesungguhnya salah satu sisi pakaianku melorot kecuali jika aku menjaganya". Syaikh Bin Baz rahimahullah berkata:

“Maksud (ucapan) beliau shallallahu 'alaihi wa sallam (terhadap Abu Bakar) adalah bahwa orang yang menjaga pakaiannya apabila melorot lalu menaikkannya, dia tidak termasuk orang yang melabuhkan pakaian secara sombong, karena dia tidak melakukan hal itu dengan sengaja. Tetapi hanyalah sarung itu terkadang melorot lalu dia menaikkannya. Tidak diragukan bahwa ini dimaafkan (karena tidak sengaja)…”

Begitu juga ada beberapa hadits yang menunjukkan Nabi menyeret pakaiannya namun dalam keadaan tergesa-gesa jadi bukan karena disengaja.

Selain itu jika seseorang bermudah-mudah dalam berisbal dengan alasan bahwa dirinya tidak sombong, perlu diperhatikan hadits berikut (yang artinya):

"Jauhilah olehmu isbal, karena ia termasuk perbuaan yang sombong" (HR Abu Daud, Turmudzi dengan sanad yang shahih).

Ternyata perbuatan isbal itu sendiri termasuk perbuatan yang sombong sehingga kita diperintahkan untuk menjauhinya. Isbal ini berlaku untuk semua jenis pakaian.

Dan dari Ibnu Umar radhiallahu 'anhuma, Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda (yang artinya):

"Isbal berlaku bagi sarung, gamis, dan sorban. Barang siapa yang menurunkan pakaiannya karena sombong, tidak akan dilihat oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala di hari kiamat." (HR. Abu Daud, Nasa'i, dan Ibnu Majah).

Dengan demikian isbal adalah perbuatan terlarang. Bahkan Imam adz-Dzahabi memasukkannya ke dalam kitabnya al-Kabaa-ir (Dosa-dosa Besar).

Isbal di sini berbeda hukumnya untuk perempuan. Sebagaimana dijelaskan dalam hadits berikut:

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda (yang artinya):

"Siapa yang melabuhkan pakaiannya karena sombong, Allah tidak akan memandangnya pada hari kiamat." Ummu Salamah radhiyallahu 'anha bertanya, "Apa yang harus diperbuat oleh wanita terhadap ujung pakaian mereka?" Rosulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab, "Turunkan sejengkal." Ummu Salamah berkata, "Bila demikian kakinya akan tersingkap." Rosulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Turunkan sehasta, jangan lebih dari itu." Dalam riwayat lain: Rosulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memberi keringanan pada ummahatul mu`minin (untuk menambah) sejengkal, dan mereka minta tambah, maka Rosulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menambahkannya. (HR. Tirmidzi, Abu Dawud, Ibnu Majah)

Sebagai penutup marilah kita lihat teladan dari seorang shahabat yang mulia, Umar ibnul Khaththab radhiallahu 'anhu tatkala sakit.

Ibnu Mas’ud radhiallahu 'anhu bercerita: “Seorang pemuda masuk kepada Umar radhiallahu 'anhu dan memujinya. Kemudian Umar radhiallahu 'anhu melihat anak muda tersebut ternyata sarungnya di bawah mata kaki. Kemudian Umar radhiallahu 'anhu berkata kepadanya: “Wahai anak saudaraku, angkatlah sarungmu karena itu lebih taqwa kepada Rabbmu dan lebih bersih bagi pakaianmu. Kemudian Ibnu Mas’ud radhiallahu 'anhu berkata: “Alangkah mengagumkan Umar ini! Ia melihat hak Allah atasnya dan ia tidak memakannya.” (Yaitu ketika ia dalam keadaan sakit dan ia tetap beramar ma’ruf nahi mungkar) (Hadits riwayat Bukhari, Muslim dan Ibnu Syaibah).

Allahu ta'ala a'lam.

Semoga Allah menjadikan kita teguh di atas Sunnah. Mohon maaf jika ada kesalahan atau kurang berkenan. Kebenaran hanyalah dari Allah azza wa jalla sedangkan kesalahan datang dari diri saya sendiri dan syaithan.

Wassalaamu 'alaikum warahmatullahi wabarakaatuh,

--
Ahmad Ridha ibn Zainal Arifin ibn Muhammad Hamim
(l. 1980M/1400H)




_____________________________________________________
Berhenti/mengganti konfigurasi keanggotaan anda, silahkan ke: http://rantaunet.org/palanta-setting
------------------------------------------------------------
Tata Tertib Palanta RantauNet:
http://rantaunet.org/palanta-tatatertib
____________________________________________________

Kirim email ke