Pandangan anda dan saya mungkin berbeda, hei...ini kan yang namanya
demokrasi, Bagi saya hubungan saya dengan Freeport seperti hubungan cinta
dan kadang benci, namun jelas saya lebih mencintai Freeport, karena saya
sudah merasakan tinggal dan hidup dari uang Freeport. Saya sekolah ke
Amerika juga ada bantuan dari Freeport. Saya adalah lulusan SMP YPJ
Tembagapura, dan tentu ada kenangan yang tidak terlupakan dengan sesama
anak karyawan PT. Freeport Indonesia (atau Freeport Indonesia Incorporated)
Saya melihat Freeport sedikit banyak sudah berusaha untuk meningkatkan
taraf hidup warga Amungme, dan suku2 Irian Sekitar. Bahkan Freeport ikut
membantu para Transmigran dari Sentral2 Pemukiman yang dibangun di
sekitar Timika dan Mapurujaya selama ini.

Menjawab indikator anda:
> 1. Persediaan pangan tercukupi
> (kemarin ini tolol 'kali kitorang sampai tidak punya teknologi
> pengawetan sagu dan tidak punya gudang pangan ?). Jangan sampai ada
> kelaparan lagi.

Karena ini bung, sebenarnya Departemen Pertanian seharusnya masuk dan
mengambil alih pembinaan pertanian bagi masyarakat pegunungan agraris
ini. Mereka bertani disekitar bukit2 yang memang selama ini mereka tanami
ubi2, jagung (kalau tidak salah), berburu babi liar. Bagaimana agar
mereka dapat bertani yang dapat mencukupi kebutuhan mereka, atau mungkin
bahkan dapat juga menunjang kebutuhan umbi2an kota Tembagapura. Nah
kendala yang selama ini mereka hadapi adalah tidak ada informasi
bagaimana bertani yang baik, kendala pupuk, kendala alat pertanian,
kendala hujan yang kadang turun dan kadang jarang (pernah terjadi waktu
tahun lalu, kekeringan yang sedemikian parahnya, rupanya El Nino juga
mempengaruhi daerah Tembagapura sekitar. Dan kalau hujan, yang namanya
banjir besar diatas pegunungan sering terjadi, Banjir besar terjadi tepat
tengah tahun lalu, belum lagi tahun 1991 yang merengut nyawa beberapa
warga Kampung Banti.


>
> 2. Papan dan sandang tercukupi, terutama papan tuh.. ya standar
> kesehatannya pakai yang internasional dong, kalau lantainya tanah
> dibilang cukup ya susah juga.....
> Orang sih boleh-boleh saja pakai koteka, tapi kalau mau pakai celana ya
> mbok ada gitu lho....jangan sampai sudah mau pakai celana...eh...ngga'
> mampu beli celana, itu kan namanya keterlaluan.....

Standard kesehatan, saya rasa Freeport sudah menyediakan Klinik buat
masyarakat sekitar. Imunisasi bagi balita Kampung Banti sekitar. Dan
Hospital di Tembagapura juga melayani masyarakat yang membutuhkan medical
check up, operation, dan kebutuhan kesehatan lainnya.
Sebenarnya koteka itu harus masuk kategori Pakaian Daerah, jangan
dilarang donk, namun juga kita harus memberikan alternatif lainnya kepada
mereka. Persediaan Pakaian mungkin bisa disediakan lewat Obral Murah yang
sering dilakukan oleh PWF (Persatuan Wanita Freeport) yang
diselenggarakan tiap tahun di Sporthall complex. Belum lagi Shopping
Center yang dikelola oleh Pasaraya Sarinah (ALatief). Terkadang selama
ini, pakaian2 dijual oleh karyawan sendiri yang kebetulan juga membuka
dagangan atau toko kecil dirumahnya masing2. Dan harganya tentu tidak
bisa disamakan dengan harga di Jawa atau sekitar...dikarenakan ongkos
transportasi lewat pesawat udara, atau yang biasanya dibawa saat cuti keluar.
Ini masih menjadi kendala, Harga2 yang membumbung tinggi untuk pakaian.
memang masih ada jalan keluar seperti menjual pakaian bekas.

> 3. Pendidikan tersedia sampai perguruan tinggi, dan kalau perlu
> anak-anak itu disebar ke 10 PTN terbaik di Indo, jangan
> dikonsentrasikan di salah satu PTN saja, apalagi tinggalnya di asrama
> Irian....wah...susah... menurut pengamatan saya orang-orang yang gini
> nih jadinya agak susah dibawa "go international" karena emosi / rasa
> kesukuannya masih terlalu kuat....bisa-bisa ujung-ujungnya jadi
> "perkoncoan" lagi.....alias lebih mementingkan kepentingan golongan
> atau sukunya....

Setuju...ini merupakan ide bagus sekali, semoga orang P dan K bisa denger
nih...yang mengelompokkan mereka dari dahulu siapa sih...bukannya memang
ide orde baru supaya ada wisma anak irian. Wah kalau untuk perasaan
emosional saya rasa kita yang indonesianya juga sama nih kalau di LN.
Malahan ada yang tinggal bareng orang Indo, Masak dan makan hanya makanan
Indonesia, bahasa juga hanya bahasa Indonesia (contoh saya gitu)
Memang agak negatif resultnya....

> Sederhana saja, pertama-tama tuh diterapkan untuk suku-suku di
> Tembagapura, sekitar Kuala Kencana dan Timika, terus kalau masih ada
> dana ya "lingkaran geografisnya" diperbesar lagi menurut kemampuan yang
> ada. Lama-lama kan bisa sampai Biak, bisa sampai Ambon lagi....
> Cuma kalau duitnya dikutil sama si rakus itu dan Freeport juga
> membiarkan saja ya ndak pernah tercapai apa yang di atas itu.

Nah itu dia bung, setidaknya konsentrasi kita sekarang ditujukan untuk
Suku Amungme, baru setelah itu turun ke Suku2 di Timika, Pantai Ammamapare,
dan setelah itu harus kita coba untuk seluruh Rakyat Irian.

> Ngomong-ngomong, memang agak susah juga kalau minta 1% dari Freeport.
> Menurut saya lebih mudah minta 1% itu dari "bagiannya" pemerintah RI.
> Bahasa kerennya sekarang tuh "berimbangnya keuangan pusat-daerah"....
> nah...kasih dong.. ke Yayasan Irian atau apa gitu...jangan lagi pakai
> nama Amungme...nanti yang lain malah merasa dianaktirikan. Kalau
> duitnya dikasih ke Pemda....he..he..he....yakin ngga' tuh ngga' ada
> sunatan disitu........ya syukurlah kalau ngga' ada....
> (Sorry agak berprasangka tapi ini cuma berdasarkan pengamatan saja
> secara umum.....; kalau bung Pattiwael sih pasti tahu...kalau ada orang
> berani petentang-petenteng di Sheraton Timika....nah...pasti yang
> ginian nih berani juga melototin kalau ada yang protes masalah uang di
> Pemda....betul ??).

Memang ini dapat menjadi kendala baru dalam pembagian hasil sumber daya
alam, namun kita jangan munafik, yang seharusnya menjadi prioritas untuk
dibangun selama ini adalah yang memang disekitar (mempunyai) sumber daya
alam itu sendiri. Yaitu suku Amungme itu sendiri. Harus ada kerjasama dan
klasifikasi siapa saja yang bisa menerima langsung hasil dari Freeport.
Mungkin dapat menempatkan Wakil2 yang terpelajar dari Suku Amungme
sebagai salah satu pemegang saham minoritas di PT.FI. Hasil dari saham
tersebut dapat disalurkan ke Yayasan yang ditunjuk untuk membina langsung
pembangunan Rakyat Amungme. Nah bukan saja wakil2 rakyat Amungme yang
dapat duduk di Board of Directors, namun juga Wakil2 dari Pemda TK I Irian
Jaya, Wakil dari Pemda Tk II Kabupaten Mimika, nah mereka2 ini yang akan
menyebarkan hasil2 dari pembagian keuntungan Freeport kepada masyarakat
sekitar atau Rakyat Irian secara keseluruhan. Nah jangan sampai lagi yang
terpilih adalah mental2 koruptor seperti Pemerintah Pusat di Jakarta.
Untuk pemerintah Indonesia sendiri, terserah mau punya saham juga, namun
jelas harus digaris bawahi, bahwa saham pemerintah Jakarta harus lebih
kecil dari saham semua pemegang saham...dikarenakan pemerintah pusat
sudah mendapat hasil berupa pajak dan royalti.

Sedangkan untuk pembagian royalti, pajak buat pemerintah, kita juga harus
dapat membagi dalam 3 kategori:
1. Royalti untuk Pemerintah Daerah Tk II Kabupaten Mimika (tentu yang
   terbesar dalam hal ini)
2. Royalti untuk Pemerintah Daerah Tk I Propinsi Irian Jaya
3. Royalti untuk Pemerintah Pusat (Harus selalu yang terkecil)


Andrew Pattiwael

Kirim email ke