Media Indonesia Senin, 14 Februari 2005 PENDIDIKAN
Belajar dan Menuai Pengalaman di Negeri Orang SECARA umum, pasar kerja Indonesia masih memberikan preferensi tersendiri bagi para lulusan perguruan tinggi luar negeri. Diakui atau tidak, mereka yang mengenyam pendidikan tinggi luar negeri kerap ditempatkan pada posisi yang lebih tinggi. Meski tidak semua perguruan tinggi luar negeri lebih baik mutunya jika dibandingkan perguruan tinggi dalam negeri, sejumlah keunggulan yang didapatkan lulusan perguruan tinggi luar negeri justru datang dari faktor lingkungan dan pergaulan mereka di sana. Sebut saja faktor penguasaan bahasa asing, kepercayaan diri, serta wawasan. Lulusan perguruan tinggi luar negeri tentunya lebih terasah untuk hal-hal di atas. Berada pada lingkungan yang baru, dengan budaya serta bahasa yang sama sekali lain, menuntut mahasiswa asal Indonesia di luar negeri harus pandai-pandai menyesuaikan diri. Mau tidak mau mereka harus mengasah kemampuan bahasa agar mampu mengikuti perkuliahan dengan baik dan juga mampu berkomunikasi dengan warga negara asing tersebut. Selain itu, mereka juga dituntut untuk belajar hidup mandiri, karena terpisah jauh dari anggota keluarga yang lain. Setelah kembali ke Indonesia, tidak heran banyak lulusan perguruan tinggi luar negeri yang kemudian amat fasih berbahasa asing, karena mereka belajar secara langsung dengan penutur aslinya (native speaker). Kepercayaan diri pun tumbuh seiring dengan terbiasanya mereka yang kuliah di luar negeri untuk menghadapi orang dengan latar belakang budaya. Tak heran, ketika wawancara kerja di Indonesia, banyak lulusan luar negeri yang tampil lebih percaya diri, meski belum tentu lebih pandai dibandingkan lulusan perguruan tinggi dalam negeri. Sejumlah negara, seperti Amerika Serikat (AS), Jerman, Australia, Inggris, Jepang, Belanda, dan belakangan ini Malaysia, menjadi negara yang diserbu para pelajar Indonesia. Adapun latar belakang mengapa negara-negara itu menjadi pilihan pelajar Indonesia amat beragam, sesuai dengan kebutuhan dan minat mereka. Sebetulnya, masih banyak sejumlah negara asing lainnya yang dapat dijadikan pilihan melanjutkan studi. Negara-negara Skandinavia, seperti Norwegia, Swedia, Finlandia, yang memiliki Human Development Index tertinggi di dunia pada dasarnya juga merupakan negara-negara yang cocok untuk belajar. Bahkan perguruan tinggi di negara-negara Skandinavia banyak yang membebaskan mahasiswanya dari biaya perkuliahan. Mahasiswa, termasuk yang berasal dari luar negeri, hanya perlu menanggung biaya hidup saja. Hanya saja, promosi dari institusi pendidikan negara itu masih kurang gencar. Pada dasarnya, mahasiswa Indonesia yang belajar di luar negeri dapat dibedakan ke dalam dua kategori. Pertama, mahasiswa Indonesia yang kuliah dengan mendapatkan beasiswa dari berbagai sumber, dan mereka yang membiayai sendiri perkuliahannya di luar negeri (self payment). Kedua kategori tersebut pada akhirnya membedakan cara mereka untuk mengurus proses perkuliahan itu. Untuk mahasiswa yang menempuh jalur beasiswa, umumnya tidak perlu menempuh langkah yang panjang untuk mengurus lamaran ke perguruan tinggi, dan pengurusan biaya perkuliahan. Dalam hal ini, umumnya, lembaga atau negara pemberi beasiswa hanya mempersyaratkan sejumlah dokumen melalui suatu prosedur bagi para peminat. Proses pemilihan perguruan tinggi dan registrasi administrasi pun dilakukan oleh lembaga itu. Cara seperti ini diberlakukan untuk beasiswa Fulbright (Amerika Serikat/AS), Chevening (Inggris), dan Australia Development Service /ADS (Australia). Hal yang sedikit berbeda diberlakukan oleh beasiswa Belanda, seperti STUNED dan Netherlands Fellowship Programme (NFP). Netherlands Education Center (NEC) sebagai lembaga yang mengurusi kedua beasiswa tersebut mempersyaratkan agar mahasiswa terlebih dahulu mengajukan lamaran ke perguruan tinggi di Belanda, setelah itu baru diperbolehkan melamar beasiswa tersebut. Artinya, mahasiswa mengurus sendiri penerimaan mereka di perguruan tinggi Belanda yang mereka pilih. Persyaratan yang diminta oleh perguruan tinggi tersebut akan mereka cantumkan di situs resmi perguruan tinggi bersangkutan. Bagi mahasiswa yang berminat dengan merogoh kocek sendiri, mau tak mau mereka harus mencari informasi seluas luasnya secara mandiri, baik melalui internet atau mendatangi perwakilan promosi pendidikan negara yang dituju. Secara umum, tidak sulit untuk mendapatkan informasi mengenai nama perguruan tinggi, fakultas, serta sistem pendidikan di negara-negara yang menjadi primadona pelajar Indonesia. Untuk melanjutkan studi di Australia misalnya, peminta dapat mendatangi kantor Australian Education Center (AEC). Selain itu, sejumlah perguruan tinggi Australia seperti menebar jaringan promosinya di Indonesia, terutama di Jakarta. Lembaga-lembaga seperti American-Indonesian Exchange Foundation/AMINEF (untuk AS), German Academic Exchange Service/DAAD (untuk Jerman), NEC (untuk Belanda), Association of International Education Japan/AIEJ (untuk Jepang) merupakan sejumlah lembaga perwakilan pendidikan asing di Jakarta yang dapat mempermudah pencarian data universitas di negara bersangkutan. Melakukan konsultasi dengan lembaga-lembaga di atas sangat dianjurkan sebelum memulai semua perburuan. Ada kemungkinan lembaga pendidikan tersebut akan melakukan pembimbingan secara menyeluruh mulai dari proses melamar perguruan tinggi hingga keberangkatan. Umumnya, lembaga-lembaga itu memberikan supervisi secara cuma-cuma. Cara lain untuk melengkapi diri dengan segudang informasi mengenai perguruan tinggi yang dipilih adalah dengan jalan menjadi anggota milis. Milis [EMAIL PROTECTED] merupakan salah satu milis yang banyak memberikan supervisi mengenai seluk beluk sekolah ke luar negeri. Melalui milis sekolah ke luar negeri, baik lewat jalur beasiswa atau bukan, para anggota dapat mengajukan pertanyaan seputar pendaftaran ke perguruan tinggi, mencari perguruan tinggi sesuai keinginan, pengurusan visa, hingga kemungkinan beasiswa. Moderator atau anggota milis lainnya akan memberikan jawaban terhadap pertanyaan itu. Informasi yang lain dapat diperoleh melalui perkumpulan alumni negara tujuan. Melalui alumni biasanya informasi yang lebih spesifik, seperti kemungkinan kerja paruh waktu, serta perkumpulan mahasiswa di kota tujuan akan lebih rinci didapatkan. Untuk pembiayaan perkuliahan bagi mereka yang self payment, setidaknya orang tua mahasiswa harus memperhitungkan biaya yang mencakup uang sekolah (tuition fee) yang umumnya harus dibayarkan di awal perkuliahan, biaya hidup (termasuk akomodasi), asuransi, biaya perjalanan, serta tiket pesawat untuk bepergian ke negara tujuan. Umumnya, perguruan tinggi di luar negeri memberikan rincian dana yang dibutuhkan selama masa perkuliahan mahasiswa tersebut. Dari rincian itu, orang tua atau penanggung dana perkuliahan si calon mahasiswa membuat kalkulasi sendiri mengenai jumlah uang yang akan dibawa ke negara bersangkutan. Berkaitan dengan pendanaan, masa perkuliahan untuk tingkat sarjana di luar negeri umumnya bervariasi mulai dari tiga tahun hingga empat tahun. Sedangkan untuk pascasarjana umumnya lamanya perkuliahan berkisar dalam kurun waktu satu hingga dua tahun. Lama perkuliahan ini perlu dipertimbangkan sebelumnya. Mahasiswa yang belajar di luar negeri dituntut untuk mampu mengatur pengelolaan uangnya sendiri. Biaya hidup yang umumnya lebih tinggi jika dibandingkan di dalam negeri membuat mahasiswa tersebut harus berpikir ulang dalam penggunaan uang. Bagi mereka yang memiliki bekal uang pas-pasan, kerja paruh waktu bisa menjadi solusi. Sejumlah negara memberikan kelonggaran kepada mahasiswa asing untuk bekerja paruh waktu dengan jam yang dibatasi per minggunya. Penghasilan yang diperoleh pun bervariasi, sesuai dengan jenis pekerjaan yang dilakukan. Seperti yang kerap diceritakan mereka yang sempat mengenyam pendidikan di luar negeri, sejumlah pekerjaan yang mungkin tidak dilakukan mahasiswa Indonesia di luar negeri saat berada di negaranya sendiri, akhirnya mereka lakukan di negara tujuan studinya, sebagai salah satu upaya untuk menambah pendapatan. Bekerja paruh waktu sebagai pengantar koran, pelayan restoran, baby sitter, penempel barcode di pusat perbelanjaan merupakan semacam romantika hidup yang mereka jalani di perantauan. Namun, semua itu memberikan pengalaman manis yang tak terlupakan ketika mereka kembali ke Tanah Air. Banyak pengalaman bermanfaat yang dapat dipetik dengan mengenyam pendidikan di luar negeri, selain sekadar mengejar ijazah semata. Sejumlah prosedur rumit dan proses asimilasi dengan budaya baru, serta lika-liku lainnya yang dihadapi mahasiswa Indonesia di negara lain menjadi semacam kawah candradimuka bagi mereka untuk lebih tangguh dalam menghadapi masa depan. (Tomi Haryadi/B-1) [Non-text portions of this message have been removed] ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> Help save the life of a child. Support St. Jude Children's Research Hospital's 'Thanks & Giving.' http://us.click.yahoo.com/mGEjbB/5WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM --------------------------------------------------------------------~-> *************************************************************************** Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.uni.cc *************************************************************************** __________________________________________________________________________ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED] 5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED] 6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED] Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/