http://www.sinarharapan.co.id/berita/0502/19/opi02.html
Depkominfo, Reinkarnasi Departemen Penerangan? Oleh Gun Gun Heryanto Tanggal 31 Januari lalu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) No. 9 tahun 2005. Perpres tersebut, mengatur tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan, Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Negara RI. Hal ini, merupakan upaya pemerintahan SBY yang hingga kini masih terus berbenah. Seolah berlomba dengan waktu, SBY-Kalla berupaya meningkatkan kinerja, terlebih setelah 100 hari awal pemerintahannya lebih banyak menuai kritik dari berbagai kalangan. Satu hal yang menarik, di dalam Perpres tersebut Kementerian Negara Komunikasi dan Informasi (Kominfo) berubah menjadi Departemen Komunikasi dan Informatika (Depkominfo). Di organisasi Depkominfo tersebut, selain ada jabatan menteri juga terdapat sekretaris jenderal, tiga direktur jenderal, seorang inspektur jenderal, seorang kepala badan pengembangan dan penelitian SDM, serta staf ahli. Ketiga dirjen tersebut, terbagi menjadi Dirjen Pos dan Telekomunikasi (sebelumnya masuk dalam Departemen Perhubungan), Dirjen Aplikasi Telematika, serta Dirjen Sarana Komunikasi dan Diseminasi Informasi. Sepintas tak ada masalah dengan perubahan tersebut, karena dari segi anggaran pemerintah memprediksikan semuanya terkendali. Menteri Kominfo Sofyan Jalil misalnya, dalam rapat kerja dengan Komisi I DPR, Senin 7 Februari lalu menegaskan tak akan ada pembengkakan anggaran. Dengan asumsi, anggaran untuk departemen yang baru itu, hanyalah pemindahbukuan dari Kominfo ditambah dengan anggaran Dirjen Postel serta Lembaga Informasi Nasional yang terintegrasi dalam departemen yang baru tersebut. Kerancuan Wewenang Jika kita mau saksama memperhatikan perubahan ini, titik rawan justru bukan semata pada pembengkakan anggaran melainkan pada substansi peran, tugas, dan kewenangan Depkominfo ke depan. Menurut penulis, ada beberapa substansi dari keberadaan Depkominfo yang mengkhawatirkan jika tidak dikritisi secara dini. Pertama, Depkominfo masih memiliki bagian penyiaran yang ditangani Asisten Deputi Penyiaran. Tentunya dengan demikian, urusan perizinan frekuensi juga masih menjadi kewenangan Depkominfo. Keberadaan bagian penyiaran ini, menjadi satu hal yang rancu, karena di saat yang sama kita memiliki Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Eksistensi KPI tidak main-main, karena memiliki legitimasi sangat kuat yakni Undang-Undang Penyiaran No. 32 tahun 2002, sementara Asisten Deputi Penyiaran sandaran hukum keberadaannya sangat lemah. Memang, bagaimanapun kegiatan pemancaran siaran melalui sarana transmisi dalam spektrum elektromagnetik menggunakan ranah publik yang merupakan sumber daya alam terbatas. Oleh karenanya, harus diatur secara jelas, terlebih di era industri penyiaran yang seringkali tak cukup memberikan akses bagi rakyat kebanyakan untuk memanfaatkannya. Namun, haruskah pengaturan itu tetap dilakukan pemerintah, seperti halnya melalui Dirjen Radio, Televisi dan Film (RTF) Departemen Penerangan (Deppen) di era Orde Baru? Kalau di Depkominfo masih memiliki bagian penyiaran dan masih turut masuk dalam regulasi siaran, apa bedanya Depkominfo dengan Deppen? Sekedar mengingatkan, KPI sebagai lembaga negara yang bersifat independen dan bertugas mengatur hal-hal mengenai penyiaran, telah cukup lama terbentuk. Mereka juga telah diuji kelayakannya di DPR. Dalam UU No. 32 tahun 2002, Pasal 8 ayat 2 KPI mempunyai wewenang di antaranya: menetapkan standar program siaran. Tentunya berbeda dengan kewenangan Dirjen RTF dulu, KPI tidak boleh melakukan politik koorporasi dengan memaksakan standar program penguasa bagi pelaksanaan penyiaran. Melainkan mengatur standar program yang betul-betul bermanfaat dan dibutuhkan oleh publik. KPI juga berwenang menyusun peraturan dan menetapkan pedoman perilaku penyiaran, berwenang mengawasi pelaksanaan peraturan dan pedoman perilaku penyiaran serta standar program siaran, berwenang memberi sanksi terhadap pelanggaran, dan terakhir berwenang melakukan koordinasi atau kerja sama dengan pemerintah, lembaga penyiaran dan masyarakat. Tentu saja, apa yang harus dilakukan KPI tersebut, dalam konteks pelaksanaan tugas dan kewajiban menjamin masyarakat memperoleh informasi yang layak dan benar sesuai dengan hak asasi manusia. Membangun iklim persaingan yang sehat antar-lembaga penyiaran dan industri terkait, serta memelihara tatanan informasi nasional yang adil, merata dan seimbang (Pasal 8 ayat 3). Dengan melihat wewenang, tugas dan kewajiban KPI tersebut, sudah sepantasnya bagian penyiaran dibubarkan dan kewenangannya disatukan dengan KPI. Kita punya contoh cukup baik, saat bagian pers di Deppen dialihkan ke Dewan Pers, sehingga jabaran kerja menjadi lebih jelas, tidak tumpang tindih. Titik krusial kedua yang harus dikritisi adalah terkait dengan struktur koordinasi. Depkominfo berpotensi menjadi reinkarnasi Deppen karena diletakkan di bawah koordinasi Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan. Seyogyanya, pengelolaan dunia komunikasi dan informatika di Indonesia tidak lagi berada di ranah politik, karena suka atau tidak suka akan berpotensi memberikan jalan bagi siapa pun orang yang berkuasa, untuk nantinya menjadikan Depkominfo sebagai agen propaganda. Cara berpikir yang menempatkan Depkominfo di bawah koordinasi Menkopolkam, merupakan cara berpikir yang rawan masalah. Akibat negatif yang bisa muncul, agenda kebijakan Depkominfo lebih berpotensi melayani kepentingan politik pemerintah daripada rakyat. Kalaupun Depkominfo dianggap pemerintah SBY relevan untuk eksis, maka diharapkan ada political will untuk membuat formula bagi Depkominfo untuk melayani kesejahteraan rakyat terutama di bidang komunikasi dan informatika. Jika Depkominfo memainkan diri secara utuh sebagai ideological state apparatus dengan berupaya menyeragamkan in-formasi bagi khalayak maka cenderung akan mengembangkan komunikasi yang bersifat satu arah (one way traffic of communication). Dal hal ini, isi pesan yang disampaikan akan sarat dengan kepentingan pemerintah sebagai komunikator dan tidak membutuhkan umpan balik dari komunikannya. Masa Depan Depkominfo Pembentukan Depkominfo bisa jadi tak sepenuhnya bersifat negatif. Jika desain kebijakan publik yang dirumuskan diarahkan bagi kepentingan publik, terutama untuk menyebarkan media tradisional ke daerah-daerah terutama wilayah terpencil, keberadaannya bisa menjadi positif. Pemerintah SBY-Kalla, merupakan pemerintah yang memiliki legitimasi kuat karena dipilih langsung oleh rakyat. Wajar jika ekspektasi rakyat juga sangat tinggi, mengingat jargon "Bersama Kita Bisa" untuk menuju perubahan seolah menjadi harapan di tengah kondisi yang serba gelap-gulita. Tugas terberat pemerintah SBY-Kalla, sebenarnya adalah mewujudkan visi yang sama di antara elemen bangsa untuk bangkit dari berbagai masalah. Caranya, tentu saja diawali dengan menyosialisasikan berbagai kebijakan pemerintah hingga ke akar rumput (grass root). Di sinilah nilai strategis Depkominfo ke depan. Bukan menjadi organisasi elitis yang sibuk mengurusi izin frekuensi, melakukan TV pool, sibuk mendatangi media massa untuk memberikan teguran karena media tersebut gencar melakukan kritik. Melainkan, mengefektifkan information center di berbagai daerah dan berbagai kelompok masyarakat seperti petani, nelayan, para pekerja non-formal yang tentunya didesain sesuai kebutuhan nyata mereka. Penulis adalah Pengamat Komunikasi di Institute of Social Transformations forDemocracy Jakarta Copyright © Sinar Harapan 2003 ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> Give underprivileged students the materials they need to learn. Bring education to life by funding a specific classroom project. http://us.click.yahoo.com/4F6XtA/_WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM --------------------------------------------------------------------~-> *************************************************************************** Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.uni.cc *************************************************************************** __________________________________________________________________________ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED] 5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED] 6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED] Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/