http://www.kompas.com/kompas-cetak/0503/04/utama/1599778.htm
Jumat, 04 Maret 2005 Para Rektor Eks IKIP dan Profesor Prihatin terhadap Situasi Pendidikan Jakarta, Kompas - Para rektor eks Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan bersama para profesor dan aktivis organisasi nonpemerintah yang bergerak dalam bidang pendidikan, Kamis (3/3), mengungkapkan keprihatinan terhadap arah kebijakan pendidikan nasional yang tidak jelas. Mereka juga mengingatkan agar pemerintah tidak melepaskan tanggung jawab negara dalam penyelenggaraan pendidikan dan mendesak agar pendidikan dasar benar-benar dibebaskan dari semua bentuk pungutan. Rektor Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Soetjipto menilai pendidikan nasional saat ini mengalami disfungsi dan menuju ke arah yang salah. Pendidikan, kata Soetjipto, tidak bisa dijalankan hanya berdasarkan perasaan tanpa didasarkan ilmu tentang pendidikan. "Selama ini kebijakan pendidikan cenderung terpotong-potong, sering menimbulkan kejutan, dan tidak terjamin kontinuitasnya. Itu semua karena kebijakan yang diambil tidak didasarkan pada penilaian dan evaluasi pendidikan secara nasional," ujar Soetjipto. Ketua Umum Ikatan Sarjana Ilmu Pendidikan Indonesia Soedijarto mengemukakan, kebijakan pendidikan yang ada sekarang cenderung merespons suatu persoalan tanpa mengerti apa permasalahan yang sebenarnya terjadi. "Kita terlalu terburu-buru memberi obat, sementara penyakitnya belum tahu," kata Soedijarto. Rencana memberlakukan badan hukum pendidikan (BHP), kata Soedijarto, merupakan contoh respons yang tidak tepat terhadap persoalan yang terjadi dalam pendidikan di Indonesia. Kebijakan itu mengasumsikan orang Indonesia kaya raya sehingga dananya bisa dikeruk untuk membiayai pendidikan. Padahal, pendapatan per kapita orang Indonesia hanya sekitar 600 dollar AS per tahun, jauh dari pendapatan per kapita di Amerika Serikat (AS) yang telah mencapai 30.000 dollar AS per tahun atau Singapura sebesar 21.000 dollar AS per tahun. "Di Singapura pun tidak ada BHP," ujar Soedijarto. Philotheus Tuerah, Deputi Rektor Universitas Negeri Manado (UNM), mengingatkan, di dalam konstitusi telah ditegaskan bahwa negara bertanggung jawab untuk mencerdaskan bangsa. Oleh karena itu, penyelenggaraan pendidikan pertama-tama merupakan tanggung jawab negara, bukan masyarakat. Karena itu pula, kata Tuerah, konsep BHP harus ditolak apabila konsep itu tidak sesuai dengan amanat konstitusi. Soal subsidi silang Rencana pemerintah untuk memberlakukan sistem subsidi silang, menurut Soedijarto, merupakan kebijakan yang tidak tepat. Di banyak negara maju, baik orang kaya maupun orang miskin sama-sama tidak bayar untuk memperoleh pendidikan wajib. Oleh karena itu, Soedijarto mendesak agar pemerintah segera memberlakukan kebijakan wajib belajar secara gratis untuk semua anak usia wajib belajar. Dana, kata Soedijarto, tidak jadi masalah apabila pemerintah menjalankan konstitusi yang mengharuskan pemerintah menyediakan anggaran pendidikan minimal 20 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). "Kalau pemerintah tidak berani menunda-nunda konstitusi tentang pembentukan Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah Konstitusi, pemilihan presiden dan kepala daerah secara langsung, tetapi mengapa kita berani melanggar ketentuan konstitusi tentang pendidikan?" kata Soedijarto. Tentang gagasan subsidi silang dalam pembiayaan pendidikan sebetulnya tidak mesti diterjemahkan secara sempit di tingkat operasional. Argumentasi bahwa tidak adil jika orang kaya dibebaskan dari biaya pendidikan memang tidak sepenuhnya salah. Hanya saja, model pelaksanaannya tidak mesti orang-orang kaya itu langsung membayar mahal-sebagai bentuk subsidi bagi yang tak berpunya-biaya pendidikan itu di tingkat sekolah. Di beberapa negara, pola subsidi semacam itu bisa dalam bentuk subsidi tidak langsung melalui mekanisme pajak. Contohnya, seperti dikemukakan oleh Lodi Paat, dari Koalisi Pendidikan, mereka yang semakin besar kekayaannya dikenai pajak yang juga semakin besar. Sebagian perolehan pajak itu langsung diperuntukkan khusus bagi pembangunan pendidikan. Dengan mekanisme semacam ini, secara tidak langsung telah terjadi apa yang disebut subsidi silang. Melalui pajak, orang- orang yang lebih berpunya telah ikut mendanai kegiatan pendidikan, baik untuk anaknya maupun anak-anak bangsa lainnya. Mekanisme subsidi silang semacam ini selain sederhana, juga jauh lebih bermakna. Soal ujian nasional Mantan Rektor Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) Jakarta Annah Suhaenah menyebut ujian nasional sebagai contoh kebijakan pendidikan yang tidak jelas. Dalam dunia pendidikan, keprihatinan utama bukan terletak pada hasil semata, tetapi juga pada prosesnya. Dengan melaksanakan ujian nasional, seolah-olah pemerintah hanya mau menagih ujungnya tanpa mau bertanya pada dirinya sendiri, yakni sejauh mana pemerintah menjalankan tanggung jawabnya agar tercapai hasil yang diinginkan. Pengamat pendidikan HAR Tilaar mengemukakan pentingnya kekuatan masyarakat digalang untuk merespons pendidikan yang tidak punya arah. Tilaar juga mengusulkan diselenggarakannya kongres pendidikan untuk membahas persoalan ujian nasional, guru dan pendidikan guru, kurikulum, pengelolaan perguruan tinggi, maupun politisasi jabatan-jabatan pendidikan saat ini. Tilaar juga mempertanyakan menghilangnya para ahli pendidikan dari jajaran pejabat Departemen Pendidikan Nasional. "Sekarang ini justru ahli rayap yang menentukan pendidikan kita. Apa kita ini rayap- rayap?" kata Tilaar dengan nada sarkastis. (wis/ine) ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> Give the gift of life to a sick child. Support St. Jude Children's Research Hospital's 'Thanks & Giving.' http://us.click.yahoo.com/lGEjbB/6WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM --------------------------------------------------------------------~-> *************************************************************************** Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.uni.cc *************************************************************************** __________________________________________________________________________ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED] 5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED] 6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED] Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/