http://www.kompas.com/kompas-cetak/0506/20/opini/1823267.htm

 
Kemiskinan, Modal Sosial, dan Kelembagaan 

Oleh Tata Mustasya



BAHWA mekanisme perekonomian dalam pasar akan melahirkan "si kalah" merupakan 
hal yang wajar. Yang ganjil adalah sikap tidak acuh terhadap nasib si kalah, 
baik oleh masyarakat maupun negara.

Itulah kira-kira yang sedang terjadi dalam berbagai temuan kasus kemiskinan 
belakangan ini. Banyak orang lapar di Jakarta, padahal pada saat bersamaan 
banyak orang berlebih sumber daya ekonomi. Busung lapar terjadi di berbagai 
provinsi meski otonomi daerah- yang seharusnya mendekatkan pelayanan publik 
kepada masyarakat-telah dilaksanakan sekitar lima tahun.

Penjelasan mengenai hal itu, salah satunya, bisa diperoleh dari peraih Nobel 
Bidang Ekonomi tahun 1993, Douglas North. North menyusun teori yang disebut 
ilmu ekonomi kelembagaan.

Menurut dia, kinerja perekonomian hanya bisa bagus jika aspek kelembagaan 
berdinamika sesuai kebutuhan. Tanpa itu, mustahil kebijakan ekonomi- bahkan 
yang ideal secara teknis dan keilmuan-mampu menyelesaikan berbagai 
permasalahan, termasuk kemiskinan.

Surutnya modal sosial

Saya teringat pengalaman masa kecil ketika masih tinggal di sebuah desa di 
Kabupaten Ciamis, Jawa Barat. Ada seorang perempuan jompo di lingkungan tempat 
tinggal saya. Dia praktis tidak memiliki tanah, harta, dan keluarga.

Kemalangan lebih lanjut tidak menimpa nenek itu karena masyarakat bekerja sama 
membantunya. Masyarakat menyediakan tanah, membangun rumah, dan menanggung 
biaya hidup rutin nenek itu. Bukan kebetulan jika penyumbang terbesar adalah 
"pemenang" perekonomian, seorang grosir ubi jalar di tingkat kecamatan.

Francis Fukuyama dan beberapa ilmuwan sosial lainnya menamakan fenomena itu 
sebagai modal sosial. Fukuyama mendefinisikannya sebagai kemampuan yang timbul 
dari kepercayaan (trust) di dalam sebuah masyarakat. Masyarakat bisa mewujudkan 
hal-hal yang tidak bisa dilakukan sendirian, termasuk dalam kasus bantuan untuk 
nenek di kampung halaman saya itu.

Modal sosial telah berfungsi dengan baik sebagai jaring pengaman sosial bagi 
kaum miskin di Indonesia. Bantuan dalam level keluarga besar, komunitas, atau 
dalam relasi pertemanan telah menyelamatkan banyak kaum miskin. Saat terjadi 
krisis ekonomi 1997-1998, lonjakan kaum miskin tidak sebesar yang diduga. 
Sebabnya, banyak orang terkena imbas krisis diselamatkan relasi kekerabatan.

Namun, modal sosial dalam bentuk-bentuk itu sedang dan akan menyurut. Sebabnya, 
bentuk modal sosial itu memerlukan hubungan personal. Padahal, spesialisasi dan 
pembagian kerja (division of labor) cenderung mengarahkan hubungan antarorang 
menjadi bersifat impersonal. Ditambah lagi waktu dan ruang interaksi yang 
tersedia kian sempit. Hal ini terutama tampak jelas di kota-kota besar.

Akibatnya, warga kota besar yang berkecukupan secara ekonomi tidak terdorong 
membantu kaum miskin meski kemiskinan hadir begitu dekat, misalnya dalam bentuk 
rumah kumuh dan tunawisma. Kepedulian mungkin saja masih besar, tetapi relasi 
yang bersifat impersonal menyulitkan aktualisasi kepedulian itu.

Tentu saja modal sosial tidak menyurut sepenuhnya. Seperti yang diidentifikasi 
di Amerika Serikat (Skocpol, 1999), modal sosial di Indonesia juga mengalami 
transformasi. Modal sosial tidak lagi dominan di level komunitas atau keluarga 
besar, tetapi berubah dalam bentuk kelompok-kelompok profesional atau hobi, 
seperti kelompok motor gede, fotografi, dan kelompok pengajian.

Sayang, kelompok-kelompok seperti itu cenderung beranggotakan orang-orang 
dengan strata sosial homogen. Sulit sekali terjadi "pertemuan" antara kaum 
miskin dan kalangan ekonomi menengah ke atas. Bentuk modal sosial seperti ini, 
dengan demikian, kurang efektif untuk menjadi jaring pengaman sosial kemiskinan.

Tidak siapnya kelembagaan

Douglas North-dalam konsep ekonomi kelembagaan- menyebutkan tiga unsur 
kelembagaan. Pertama, aturan formal seperti undang-undang dan peraturan 
pemerintah.

Kedua, aturan nonformal seperti norma, nilai, dan kesepakatan. Ketiga, 
penegakan kedua aturan formal dan nonformal.

Praktis, saat ini, hanya aturan nonformal yang relatif memadai dalam 
kelembagaan pengentasan kemiskinan. Di masa lalu, penegakan aturan nonformal 
dalam bentuk modal sosial berjalan baik. Dalam beberapa kasus, hal itu mampu 
melindungi kaum miskin tanpa adanya aturan formal.

Aturan formal yang melindungi kaum miskin perlu disusun dan diimplementasikan 
untuk kepentingan saat ini dan di masa datang. Spesialisasi dan pembagian kerja 
dalam perekonomian, mau tidak mau, membuat aturan nonformal kurang berfungsi.

Gagasan pengentasan kemiskinan, misalnya, begitu kuat terlihat dalam wacana 
publik. Bagaimanapun, hanya pemerintah yang mampu menyelesaikan masalah 
kemiskinan secara komprehensif dengan berbagai bentuk kebijakan publik.

Sejauh ini pemerintah belum mendorong dinamika kelembagaan sesuai kebutuhan. 
Liberalisasi ekonomi dijalankan, tetapi pemerintah tidak menyediakan semacam 
social security act bagi "si kalah", terutama kaum miskin.

Otonomi daerah-tanpa penataan kelembagaan yang tepat-juga bisa mengaburkan 
pembagian kewajiban pelayanan publik bagi kaum miskin antara pemerintah pusat 
dan pemerintah daerah.

Dengan demikian, sikap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono terkait isu 
kelembagaan dan kemiskinan selayaknya tidak sebatas hanya menghidupkan kembali 
beberapa lembaga yang bermanfaat di masa lalu. Pemerintah harus menata kembali 
dinamika kelembagaan secara menyeluruh, sesuai perkembangan ekonomi dan 
kebutuhan masyarakat.

Perlu diperhatikan juga aspek tahapan waktu yang jelas dalam penataan 
kelembagaan, mencakup jangka pendek, menengah, dan panjang.

Jika tidak, sekali lagi, kebijakan ekonomi yang dianggap ideal dan hebat di 
atas kertas sekalipun tidak akan menyejahterakan publik, terutama kaum miskin. 
Itulah yang telah terjadi selama ini.

Tata Mustasya Peneliti Ekonomi The Indonesian Institute


[Non-text portions of this message have been removed]



***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.org
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 
4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED]
5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED]
6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED]
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Kirim email ke