JURNAL KEMBANG KEMUNING:

MASALAH KETIDAKSINAMBUNGAN SEJARAH


Masalah ketidaksinambungan sejarah ini telah disinggung dalam diskusi tentang 
Manikebu versus Lekra di tahun-tahun 60an. Di negeri ini kukira memang ada 
ketidaksinambungan sejarah, bahkan pada suatu periode yang terjadi bukan hanya 
ketidaksinambungan sejarah tapi bahkan kebutaan sejarah negeri sendiri, 
termasuk dalam hal masalah debat sengit antara Lekra dengan para pendukung 
Manifes Kebudayaan yang sering disingkatg secara sinis dengan Manikebu. Istilah 
Manikebu ini pertama kali digunakan oleh Pramoedya A.Toer di Lentera, ruang 
kebudayaan harian Bintang Timur yang ia asuh. Manikebu adalah kata lain  dari 
"mani kerbau". 

Oleh adanya keadaan ketidaksinambungan sejarah ini maka sejak beberapa tahun di 
negeri ini ada usaha "meluruskan sejarah" -- istilah yang tidak semua orang 
setuju dengan alasan sejarah adalah sejarah. Ia, sejarah itu ada, dan 
memperlihatkan dirinya secara nyata. Lukisan sejarawan tidak lebih dari suatu 
tafsiran. Tafsiran sejarah sering sangat subyektif. Karena itu Prof. Arkoun 
dari Univ. Sorbonne [Paris III] dalam sebuah ceramahnya membedakan dua macam 
sejarah, yaitu sejarah tafsiran alias sejarah politis dan sejarah obyektif. 
Sejarah tafsiran atau politis adalah sejarah yang ditulis demi kepentingan 
politik tertentu dari suatu rezim tertentu. Oleh keberpihakan membuta begini 
maka si penulis tidak segan memutarbalikkan kenyataan dan menciptakan 
kebohongan yang oleh Goebel, menteri penerangan Hitler diberi dasar teori 
"kebohongan akan jadi kebenaran jika dipropagandakan terus-menerus". Tiga puluh 
tahun rezim Orde agaknya merupakan periode "penyebaran kebohongan" sehingga 
"kebohongan itu menjadi "kebenaran", kebenaran pihak pemegang kekuasaan, dan 
penyebaran kebohongan ini dikawal oleh Orde Baru Soeharto dengan pendekatan 
"keamanan dan kestabilan nasional" yang melahirkan ketakutan dan membunuh 
pertanyaan. Pertanyaan menjadi suatu tindak subversif.

Pemutarbalikan data sejarah dan penyebaran luas kebohongan oleh pemegang 
kekuasaan politik akan langsung mempunyai dampak pada masyarakat luas, 
lebih-lebih jika ia dimasukkan ke dalam kurikulum sekolah-sekolah si seluruh 
tingkat. Kebohongan dan pemutarbalikan ini diperkokoh oleh media massa yang 
hadir di rumah-rumah keluarga, menyusup hingga bilik-bilik pribadi saban hari 
sehingga anak-anak yang lahir dan diasuh pada zaman Orba boleh dikatakan tumbuh 
mendewasa dengan ide-ide kebohongan. Kalau kebohongan dan pemutarbalikan ini 
adalah daki-daki dan debu, maka daki dan debu-debu inilah yang menutup jiwa dan 
pikiran satu angkatan paling tidak, sama dekilnya dengan jiwa kaum sektarian. 
Membuang daki-daki dan debu ini bukanlah pekerjaan sederhana seperti membalik 
telapak tangan. Tidakkah masalah ini menjadi bidang garapan para sastrawan?!

Terbitnya berbagai Memoire para saksi sejarah yang masih tersisa dan lepas dari 
pembinasaan fisik, pada masa yang digelapkan sesudah turun panggungnya 
Soeharto, kukira termasuk acuan berguna bagi angkatan muda. Daya kritik tetap 
diperlukan dalam membaca Memoire itu, sebab sering dalam menulis tentang diri 
sendiri, orang gampang terpeleset ke lobang-lobang egosentrik.

Jadi kalau dikatakan di negeri ini ada yang disebut ketidaksinambungan sejarah 
maka penanggungjawab utamanya adalah pemegang kekuasaan politik. Sejarah 
dijadikan alat penopang kekuasaan. Tapi sejarah itu sendiri tetap ada 
sebagaimana adanya kejadian-kejadian itu sendiri. Ia ada sebagaimana dirinya, 
entah disukai atau tidak, menyenangkan atau tidak tapi sebagai data dan 
kejadian ia akan terus berlanjut dan berkesinambungan. Jika dikatakan 
ketidaksinambungan maka ketidaksinambungan itu sendiri, kukira adalah ujud dari 
suatu sejarah tertentu pada periode tertentu. Dari segi ini, aku kira, 
sesungguhnya tidak ada yang disebut ketidaksinambungan sejarah. Yang disebut 
ketidaksinambungan sejarah di atas, kukira, adalah praktek politik terhadap 
sejarah, dan praktek ini ujud dari sebuah sejarah juga. Sejarah sebagaimana 
adanya sejarah. Misalnya: Manikebu atau Lekra, suka atau tidak suka orang 
padanya, keduanya ada dan nyata ada dalam catatan sejarah. Masalahnya: 
Bagaimana kita memahami hakekat peristiwa dan menempatkannya dalam suatu 
rangkaian sari sejarah yang utuh.

Untuk memahami sari ide dan musabab atau roh yang melatari kejadian-kejadian 
ini untuk kepentingan-baik hari ini dan masa depan, kukira menjadi inti dari 
suatu pengkajian dan diskusi. Pengkajian masalah atau renungan, bukanlah 
mengembangkan saling hujat yang tak akan punya ujung, juga bukan pamer jasa dan 
kepahlawanan atau keluarbiasaan diri. Mengabaikan sari ide, mengenyampingkan 
roh, dan pertanyaan-pertanyaan hakiki, hanya akan membawa kita ke jalan buntu 
ketidaktahuan. Hal ini pun kukira berlaku pada saat kita memperbincangkan 
masalah Lekra versus Manikebu. Agar perbincangan jadi efektif, mengena pada 
sasaran barangkali, yang kita perlukan adalah merumuskan pertanyaan-pertanyaan 
dan membahas secara terfokus pertanyaan-pertanyaan itu. Pertanyaan adalah 
dermaga bagi pelayaran kapal pencarian. Dan pencarian ini adalah usaha yang tak 
punya sudah. Kepahaman hanyalah dermaga sementara guna melanjutkan pelayaran 
pencarian lebih lanjut ke penjuru-penjuru lebih luas yaitu peningkatan 
pemanusiawian dan pembudayaan diri manusia. Jika demikian benarkah sejarah itu 
terputus ataukah hanya warna periode ini dan itu berbeda satu dari yang lain -- 
tapi ia adalah salah satu warna saja dari suatu keutuhan lukisan? Menangkap roh 
dan sari ide lukisan inilah kukira yang akan menjadikan perbincangan efektif 
dan berguna serta bisa tersimpul. Agaknya, debat ide dan diskusi nalar memang 
bukan sederhana, tapi kiranya layak dibiasakan dan dipelajari. Kemampuan 
menggunakan sarana ini, kukira bisa dijadikan petunjuk untuk mengetahui tingkat 
kedewasaan yang sudah kita capai sebagai anak manusia.*** 

Paris, Juli 2005.
----------------
JJ.KUSNI


[Non-text portions of this message have been removed]



***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.org
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 
4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED]
5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED]
6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED]
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Kirim email ke