MEDIA INDONESIA
Jum'at, 07 Oktober 2005


Teologi Bunuh Diri
Zuhairi Misrawi, penulis Buku 'Islam Melawan Terorisme'


THOMAS Friedman, dalam sebuah kolomnya menulis, ''Agama apa lagi yang 
mengabsahkan bunuh diri ini?'' Pakar globalisasi ini sedang mengomentari bom 
bunuh diri di London. Ia hampir tidak percaya bila bom bunuh diri dikaitkan 
dengan agama tertentu. Tapi faktanya, bom bunuh diri kerap kali diakui oleh 
pelakunya sebagai tiket untuk menuju 'surga'. Karen Armstrong dalam The Holy 
War juga mencatat secara detail tentang genealogi perang suci dan teologi 
kemartiran dalam agama-agama.

Nah, identifikasi sementara bahwa pelaku bom Bali adalah bom bunuh diri perlu 
mendapatkan catatan tersendiri. Setidaknya diperlukan pelacakan genealogis dan 
teologis untuk melihat sejauh mana agama memberikan dorongan dan pengaruh bagi 
aksi bom bunuh diri.

Memang harus diakui, agama apa pun tidak mengajarkan bunuh diri, termasuk 
Islam. Grand Syaikh al-Azhar, Sayyed Thanthawi dalam salah satu fatwanya 
menyebut bom bunuh diri sebagai perbuatan dikutuk Tuhan dan di luar tradisi 
Islam. Sebab bom bunuh diri mengakibatkan kemudaratan daripada kemaslahatan. 
Menurut beliau, bom bunuh diri telah menyebabkan anak-anak, kalangan perempuan, 
dan orang tua kehilangan nyawa. Padahal dalam pandangan para ulama terdahulu, 
anak-anak, ibu-ibu, dan orang tua renta tidak boleh dibunuh dalam situasi 
perang sekalipun. Bahkan, pendeta pun tidak boleh diperangi atau dibunuh.

Dalam Alquran disebutkan, perang atau pembunuhan yang direkomendasikan adalah 
perang defensif, yaitu memerangi mereka yang memerangi atau melanggar 
perdamaian (qathilu alladzina yuqathilunakum). Bukan hanya itu, dilarang untuk 
menantang perang dan melakukan kejahatan (QS Al-Baqarah: 190).

Dalam tafsirnya, al-Qurtuby menyebutkan bahwa ayat tersebut sebagai abrogasi 
atas surah al-Tawbah ayat 5 yang memerintahkan agar memerangi orang-orang 
musyrik. Artinya, setelah turunnya ayat tersebut tidak diperkenankan lagi 
memerangi orang-orang musyrik secara serampangan. Perang atas orang-orang 
musyrik harus dibatasi sejauh mereka memerangi umat Islam. Bila tidak memerangi 
umat Islam, hukum yang diberlakukan adalah perdamaian dan keharmonisan sesuai 
dengan konsensus dan konstitusi yang berlaku.

Itulah pesan-pesan suci yang diajarkan Islam kepada umatnya agar mengedepankan 
dan mengutamakan kemanusiaan. Sebisa mungkin menghindari perang terhadap 
kelompok lain. Karen Armstrong mengisahkan sebagai penjelasan dari ayat di 
atas, bahwa tatkala Rasulullah hendak memerangi Quraisy Mekah untuk membebaskan 
Kakbah dari patung-patung berhala, Rasulullah tidak melukai orang-orang Pagan 
dan mereka yang tidak seiman. Rasulullah datang hanya untuk menghancurkan 
patung-patung itu. Lalu beliau kembali ke Madinah setelah menyelesaikan tugas 
sucinya.

Nah, hakikatnya Islam adalah agama yang jauh dari penyerangan secara 
sewenang-wenang, apalagi serampangan sebagaimana bom bunuh diri di Bali. Islam 
secara doktrinal sesungguhnya melanjutkan dari agama-agama sebelumnya untuk 
menguatkan dan mengukuhkan nilai-nilai kedamaian. Dalam sebuah hadis 
disebutkan, agama-agama sesungguhnya ibarat sebuah rumah yang sudah jadi. Nabi 
Muhammad SAW hanya meletakkan satu batu-bata di bagian pojok rumah itu. 
Batu-bata tersebut adalah fondasi moral.

Lalu pertanyaannya, kenapa muncul bom bunuh diri? Harus diyakini, bom bunuh 
diri sebagai sebuah bentuk resistensi yang mengatasnamakan agama adalah 
fenomena modern. Artinya, pelbagai bentuk bom bunuh diri selalu terkait dengan 
dua hal:

Pertama, fenomena politik. Munculnya konsep negara-bangsa telah membentuk 
nasionalitas-nasionalitas yang berbasis budaya dan tradisi keagamaan. Beberapa 
wilayah sekarang sedang berjuang untuk membangun nasionalitas atau 
negara-bangsa yang merdeka. Contoh terhangat adalah Palestina. Rakyat Palestina 
dalam kurun waktu yang lama berjuang untuk kemerdekaan dan pembebasan dari 
Israel. Tapi akses dan kesempatan untuk mencapai cita-cita tersebut selalu 
kandas, bahkan hampir pada titik kemustahilan. Dalam situasi yang seperti itu, 
rakyat Palestina sering kali menggunakan bom bunuh diri sebagai sebuah bentuk 
perlawanan yang paling efektif terhadap Israel. Apalagi rakyat Palestina tidak 
mempunyai senjata secanggih tentara Israel.

Di sini, bom bunuh diri sebagai fenomena politik daripada sebagai fenomena 
keagamaan atau istilah yang paling tepat adalah perlawanan politik yang 
menggunakan legitimasi agama.

Kedua, bom bunuh diri sebagai bentuk perlawanan atas Barat, terutama dalam 
konteks ketidakadilan ekonomi maupun ketidakadilan politik. Di banyak tempat, 
bom bunuh diri selalu ditujukan bagi pusat-pusat turis asing. Bom bunuh diri di 
Mesir, Riyadh, dan Indonesia kerap menargetkan sentra-sentra orang Barat. 
Pilihannya selalu hotel, kedutaan besar, dan tempat pariwisata yang dipadati 
turis asing.

Secara konseptual, fenomena tersebut merupakan salah satu bentuk benturan 
peradaban. Artinya, wajah peradaban yang cenderung mendiskriminasikan yang 
lain, tentu saja menimbulkan kebencian dari pihak yang didiskriminasikan. 
Akibatnya, bom bunuh diri dijadikan sebagai salah satu alternatif untuk melawan 
ketidakadilan Barat. Pada masa pra-modern sulit ditemukan adanya bom bunuh diri 
sesemarak fenomena mutakhir, hatta pada zaman Nabi sekalipun, karena perbuatan 
seperti bom bunuh diri tidak sesuai dengan etika kemanusiaan, lebih-lebih etika 
keagamaan.

Oleh karena itu, sebagai sebuah teologi atau kesadaran keagamaan, bom bunuh 
diri adalah sebuah bentuk teologi pasca-modern. Artinya lebih dipengaruhi 
fenomena-fenomena yang muncul pasca-modern. Fenomena bom bunuh diri tersebut 
terkait dengan dua faktor determinan, yaitu internal dan eksternal. Ke dalam, 
masyarakat agama tatkala berpolitik cenderung dihadapkan pada minimnya 
pembelajaran dan artikulasi politik.

Artinya, pilihan untuk mengungkapkan aspirasi politik hanya menggunakan 
fasilitas yang tersedia dalam doktrin keagamaan yang sempit. Bahkan ada 
anggapan bahwa agama adalah politik, dan sebaliknya politik sebagai agama. Oleh 
karena itu, fenomena politisasi agama merupakan ancaman serius bagi komunitas 
agama-agama, karena agama bisa dipersempit menjadi racikan bom bunuh diri.

Bukan hanya itu, belakangan muncul sikap apologetik, bahwa harus membedakan 
antara agama dan umatnya. Agama sangat mulia dan umatnya yang keliru. Sikap 
seperti ini terkesan lari dari tanggung jawab. Karena faktanya, antara agama 
dan umat tidak bisa dipisahkan. Agama telah memengaruhi umat, dan umat juga 
mengintervensi agama. Karena itu, sikap yang arif adalah langkah kritis atas 
pelbagai kemungkinan pemahaman yang sewenang-wenang atas agama dan politisasi 
agama.

Sejarah reformasi agama patut dijadikan teladan untuk mengatasi fenomena bom 
bunuh diri. Artinya, perlu pemahaman yang baru yang senantiasa diperbarui dalam 
rangka menangkap makna emansipatoris dan menyelesaikan masalah-masalah 
pascamodern. Di antaranya, perlu dakwah bahwa pengatasnamaan agama untuk tujuan 
kekerasan dan pembunuhan adalah perbuatan yang hina-dina dan dikutuk Tuhan.

Dengan demikian, meminjam istilah yang digunakan Thomas Friedman di atas, bahwa 
tidak pada tempatnya bila agama terlibat terlalu jauh dalam pelbagai aksi 
kekerasan, utamanya bom bunuh diri. Friedman mengimbau agar setiap agama 
berdakwah kepada umatnya untuk mengakhiri segala bentuk kekerasan. Sebab bila 
kalangan agamawan diam, maka norma keagamaan akan disalahtafsirkan sebagai 
norma kekerasan.***

[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Help save the life of a child. Support St. Jude Children's Research Hospital.
http://us.click.yahoo.com/ons1pC/lbOLAA/E2hLAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. http://www.ppi-india.org
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Reading only, http://dear.to/ppi 
4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED]
5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED]
6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED]
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



Kirim email ke