http://www.mediaindonesia.com/webtorial/klh/index.php?ar_id=NzI5OA==

Tema: Penataan Ruang dan Pertanahan

Meredam Potensi Ecological Conflict
Oleh : Dedi Sasmito Utomo (Guru Geografi SMA Negeri 1 Kras, Kediri)
Tanggal : Minggu, 23 Mei 2010 
 PEMBANGUNAN wilayah, khususnya daerah perkotaan di Indonesia  tidak terlepas 
dari sejarah. Hampir seluruh kota besar di Indonesia tumbuh dan berkembang di 
daerah pesisir atau di lingkungan DAS (Daerah Aliran Sungai) karena sejarah 
menunjukkan bahwa di daerah itulah awal mula masyarakat berinteraksi, membentuk 
komunitas, dan akhirnya membangun daerah tersebut dengan komunitasnya. Sehingga 
tak heran jika di kota-kota besar muncul perkampungan cina (pecinan), 
perkampungan arab, perkampungan india, perkampungan melayu, dan lain-lain. 

Seiring berkembangnya waktu, kota akan mengalami fase kerusakan bahkan kematian 
sehingga akan lahir kota-kota baru melalui desa-desa yang mengalami pertumbuhan 
dan berkembang layaknya sebuah kota. Berawal dari adanya transformasi informasi 
dan budaya, sebuah desa membangun wilayahnya untuk memenuhi tuntutan dari 
perkembangan kota di sekitarnya yang lebih cepat. Sehingga kita mengenal 
daerah-daerah hinterland. Daerah ini juga didukung oleh desa-desa di 
sekitarnya. 

Lambat laun sebuah desa akan kehilangan identitas fisik dan sosialnya. Sebuah 
wilayah yang didominasi areal persawahan yang hijau dan karakteristik 
masyarakat yang humanis akan ditelan oleh perkembangan sebuah kota jika tidak 
mampu menata wilayahnya. 

Pada fase ini sebuah wilayah akan mengalami ecological conflict (istilah 
diciptakan penulis sendiri), yaitu konflik kepentingan lahan yang dapat 
berakibat pada berkurangnya daya dukung lingkungan karena pemanfaatan lahan 
yang tidak pada fungsinya. Salah satunya konflik pemanfaatan lahan permukiman. 

Pemanfaatan lahan di daerah pedesaan didominasi oleh kegiatan pertanian. Hanya 
sebagian kecil lahan yanng dimanfaatkan untuk permukiman. Kondisi yang berbeda 
terjadi di kota yang sebagian besar lahannya dimanfaatkan untuk permukiman dan 
fasilitas lainnya. Walaupun demikian, seiring dengan bertambahnya jumlah 
penduduk di pedesaan, maka lama kelamaan areal pertanian di pedesaan beralih 
fungsi menjadi areal permukiman. 

Masalah kemudian muncul ketika pembangunan permukiman tersebut harus 
mengorbankan lahan pertanian yang relatif subur yang selama ini menjadi sumber 
mata pencaharian penduduk. Di sinilah akan terjadi konflik kepentingan antara 
kebutuhan akan tempat tinggal dan kebutuhan akan mata pencaharian. Tetapi yang 
sering terjadi adalah mengorbankan lahan pertanian untuk permukiman. Akibat 
selanjutnya, para petani akan mencari lahan baru untuk pembukaan lahan 
pertanian, yaitu dengan jalan membuka hutan yang mestinya difungsikan sebagai 
wilayah konservasi. 

Inilah yang disebut sebagai ecological conflict. Berubahnya fungsi suatu lahan 
akan diikuti oleh perubahan fungsi lahan yang lain. Kondisi seperti ini dapat 
menurunkan kualitas lingkungan karena komponen biotik dan abiotik pada setiap 
lahan berbeda-beda. Perubahan ini juga akan merubah tatanan dan interaksi 
antarunsur lingkungan, baik komponen biotik, abiotik, dan sosial-budaya. 

Lingkungan itu sendiri memiliki tatanan atau jalinan hubungan antara satu 
dengan lainnya sehingga membentuk keseimbangan. Jika dengan dibangunnya 
permukiman terjadi perubahan pada salah satu unsurnya, maka tatanan lingkungan 
dan kualitas lingkungan akan terpengaruh. Ada beberapa hal yang dapat 
mengakibatkan penurunan kualitas lingkungan sebagai dampak dari pembangunan 
permukiman, antara lain: 

a. Dampak permukiman terhadap lingkungan biotik. 
Lahan yang dijadikan permukiman dapat berupa daerah pertanian maupun daerah 
yang masih alami seperti hutan. Proses konversi lahan jelas akan mengubah 
habitat berbagai macam makhluk hidup yang tinggal di dalamnya. Jika habitatnya 
rusak, maka akan terjadi beberapa kemungkinan seperti migrasi atau bahkan 
kepunahan.  

b. Dampak permukiman terhadap kualitas lingkungan fisik. 
Keberadaan permukiman pada suatu wilayah secara langsung menutup lahan-lahan 
terbuka dengan bangunan rumah dan berbagai fasilitasnya. Selain itu, aktivitas 
penduduk memberi dampak terhadap kualitas lingkungan tanah, air, dan udara. 

Lebih khusus pada kualitas lingkungan tanah, permukiman seringkali dibangun 
pada daerah dengan topografi yang datar. Lahan-lahan tersebut biasanya berada 
di daerah bantaran sungai atau dataran alluvial di daerah pesisir yang relatif 
subur. Bangunan permukiman akan mematikan produktivitas lahan tersebut dalam 
menghasilkan sumber pangan penduduk. 

Bertambahnya panduduk terus-menerus juga menuntut lahan permukiman yang lebih 
luas. Sebagian penduduk terpaksa atau sengaja merambah daerah lain seperti 
perbukitan atau daerah lereng gunung yang tadinya hutan atau wilayah 
konservasi. Akibatnya semakin banyak lahan yang terbuka akibat dari banyaknya 
vegetasi penutup yang ditebang oleh penduduk sekitar. 

Tidak adanya vegetasi penutup pada suatu lahan dapat berakibat pada hilangnya 
komponen penyubur tanah. Jika terjadi hujan, pengaruh air hujan akan jatuh 
langsung ke atas tanah tanpa tertahan oleh pohon. Pada gilirannya, tanah akan 
mengalami pemadatan dan partikel-partikel tanah yang subur akan tererosi. 
Kekuatan erosi juga mengakibatkan lahan-lahan yang tadinya subur menjadi miskin 
akan unsur-unsur hara. 

Pemanfaatan lahan yang tidak terkendali merupakan dampak dari tidak adanya 
penataan ruang yang jelas di suatu wilayah. Semakin banyaknya areal slum di 
perkotaan merupakan konsekuensi yang harus diterima bukan sebagai beban 
perkotaan, tetapi harus diselesaikan sebagai objek pembangunan dengan cara 
sistem penataan ruang yang jelas. Aglomerasi wilayah permukiman, industri, 
fasilitas publik, area hijau harus ada di wilayah kota. 

Sedangkan banyaknya pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh warga desa 
terkait pembukaan lahan konservasi (pada aspek yang lain masyarakat kota juga 
berperan terhadap pembukaan lahan konservasi, misalnya untuk pembangunan villa 
dan hotel) harus dicarikan solusi yang cerdas yang sama-sama menguntungkan. 

Ada beberapa hal yang ditawarkan penulis terkait penyelesaian masalah di atas, 
antara lain: 

Wilayah pedesaan 


  1.. Menumbuhkan kesadaran yang setinggi-tingginya kepada masyarakat terhadap 
lingkungan agar mereka mampu mewujudkan lingkungan sehat di lingkungan mereka 
sendiri.
  2.. Menciptakan sistem pertanian terpadu. Dengan keterbatasan lahan yang ada 
maka sistem pertanian terpadu menjadi pilihan yang tepat untuk memenuhi 
kebutuhan yang semakin meningkat. Masyarakat tidak perlu lagi merambah hutan 
untuk menambah luas lahan. cukup lahan yang tersedia dapat dimanfaatkan untuk 
menanam berbagai jenis tanaman.
  3.. Meningkatkan pengetahuan mengenai lingkungan hidup sehingga masyarakat 
akan mengetahui akan pentingnya keseimbangan ekosistem. Terganggunya 
keseimbangan ekosistem dapat mengakibatkan terjadinya bencana alam seperti 
tanah longsor. Tentu masyarakat setempat akan menerima langsung jika kondisi 
seperti ini terjadi.
Wilayah perkotaan 

  1.. Pemerintah perlu mengkaji potensi yang dimiliki wilayahnya untuk 
menentukan penataan ruang yang tepat.
  2.. Pemerintah harus memiliki "cetak biru" tentang rencana pembangunan 
sebagai dasar hukum penataan ruang.
  3.. Pemerintah harus memiliki ketegasan terhadap segala bentuk pelanggaran 
masalah lingkungan. Tidak hanya para pelanggar kelas kakap yang biasanya 
dilakukan oleh pengusaha besar atau kepentingan politik yang lebih tinggi, 
tetapi juga para penduduk pendatang karena berpotensi menciptakan areal slum 
yang dapat merusak lingkungan dan wajah kota. 
  4.. Kerusakan lingkungan yang terjadi merupakan wujud dari pola pikir 
masyarakat Indonesia yang masih "ketinggalan". Budaya vandalisme, rasa kurang 
memiliki, nasionalisme yang kurang akan berdampak pada kurang terawatnya 
fasilitas umum yang tersedia. Perilaku seperti ini akan mempercepat rusaknya 
lingkungan yang ada. Oleh karena itu peningkatan standar hidup, tingkat 
pendidikan, dan kesejahteraan salah satu faktor yang dapat mengubah pola pikir 
yang "ketinggalan" atau kalau lebih kasar lagi "kampungan".(*) 


[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke