http://groups.yahoo.com/group/psikologi_transformatif/message/7306
--- In [EMAIL PROTECTED],
audifax - <[EMAIL PROTECTED]> wrote:

Jeni:
  Saya yakin anda pernah mengalami kelelahan temporal,
baik kelelahan fisik maupun pola pikir yang
acak-acakan dan bingung.
  Saat itu anda bukanlah diri anda yang sebenarnya,
anda hanya mengikuti arus yang ada dari pagi hingga
petang dan seterusnya karena memang begitu dunia
materialistis dan pragmatis harus diimbangi. Biasanya
ada dua hal yang mampu menghentikan kebiasaan anda
yang gila kerja, yakni karena jatuh sakit dan ketika
anda sudah merindukan eksistensialisme diri anda yang
sebenarnya maka anda akan menjauh dan sendirian,
dengan begitu anda menjadi tenang. Hal ini biasanya
tidak berlangsung lama karena anda kembali
menyesuaikan diri dengan dunia logis secara cepat.
  
  Audifax:
  Menarik. Mengingatkan saya akan apa yang pernah
diungkapkan Martin Heidegger tentang Dasein dan
dasman. Dasein, adalah seperti yang Jeni ungkapkan,
orang yang merindukan eksistensialisme diri sebenarnya
dan menjauh, menyendiri. Sedangkan dasman adalah orang
yang tenggelam dalam arus keseharian, dalam kerumunan,
sehingga diripun melenyap dalam kerumunan itu.
Kerumunan orang Katolik, kerumunan muslim, kerumunan
mahasiswa, kerumunan etnis dsb. Dalam kerumunan, tak
ada Jeni, Audifax, Priatna, Kartono, dan sebagainya
itu
  
  Tulisan Jeni saya pikir adalah sesuatu yang menarik
untuk disimak. Kenapa? Bukankah kita sering menemui
refleksi semacam ini? Peristiwa semacam itupun
(berjalan di atas bara dengan kekuatan pikiran) toh
juga bukan hal yang terlalu istimewa. Ya, itu semua
juga benar, namun satu yang emnarik adalah refleksi
dan analisa atas apa yang dialami dalam sebuah tulisan
seperti ini justru muncul dari seorang yang berlatar
pendidikan teknik, dan bisa saya katakan, sangat
jarang dari orang yang berlatar psikologi.
  
  Jika beberapa waktu yang lalu saya menuliskan
tentang IN-THE-NAME-OF-THE-PSYCHOLOGY dan mendapat
reaksi keras dari kalangan psikologi mainstream yang
tergabung di milis PSIINDONESIA, maka fenomena
bagaimana seorang Jeni menulis ini bisa menjadi salah
satu bukti lagi. Bukti lain? Banyak. Mungkin kita
lihat saja ke depan pada fenomena Gempa Jogja ini.
  
  Saya pikir bagaimana genuinitas melihat realita
itulah yang sebenarnya sangat jarang terjadi di
kalangan psikologi. Seperti terlihat pada reaksi Toge
Aprilianto di milis PSIINDONESIA pada bagian di mana
saya mencontohkan seorang Mbok Sum yang warungnya
menjadi fasilisasi pluralitas. Bagian tulisan saya
berikut:
  
  Satu-satunya kemungkinan agar psikologi dapat mulai
menyumbang pada penyelesaian masalah nirhumanitas dan
penerimaan kemajemukan bangsa ini, adalah dengan mulai
belajar berpikir inklusif.
  
  Saya justru merasa seorang Mbok Suminem di Ledok
Sayidan, seperti dikisahkan Bernhard Kieser dalam
diskusi di Jogja beberapa waktu lalu, jauh lebih bisa
menyumbang bagi permasalahan nirhumanitas dan
bagaimana menerima pluralitas. Rumah Mbok Sum menjadi
warung, pagi hari ibu-ibu berkumpul di situ untuk
belanja dan ngrumpi; malam hari tuan-tuan kampung
bertemu di situ untuk ngopi dan ngrasani. Di rumah
warung Mbok Sum dibangun ketetanggaan; di situ semua
sama tahu; yang tidak cocok pun ketemu di situ,
menjadi sesama warga.
  
  Jadi, penyelesaian masalah nirhumanitas dan
bagaimana menerima kemajemukan pada bangsa ini, tidak
membutuhkan kehadiran ribuan lulusan dari pendidikan
psikologi manapun di Indonesia saat ini. Apa yang
dibutuhkan Indonesia adalah berpuluh juta Mbok Sum
untuk 200 juta jiwa penduduk yang terdiri dari sekian
ribu etnis dan adat yang mencirikannya masing-masing,
untuk lima agama dan berbagai kepercayaan berikut
perbedaannya satu sama lain; untuk keunikan
masing-masing manusia dengan segala kelebihan dan
kekurangannya; serta untuk menjaga tetap hidupnya
ke-Bhinneka-an bangsa ini dan bagaimana masing-masing
bisa berkisah sesuai kehidupan dan keunikan diri.
  
  Direaksi Toge Aprilianto dengan pemikiran berikut:
  
  kalo disebutkan kita butuh orang-orang seperti mbok
sum di yogya itu, ah.. dalam skala lokal sih banyak
kok orang-orang seperti itu. lagian, apa lalu
maksudnya psikologi dituntut menciptakan orang-orang
seperti itu? ah.. aku kuatir malah jadi menyimpang
dari esensi ilmunya deh. lagian, itu juga akan
melanggar aspek keunikan dong. jadi, ya biar aja ada
orang yang seperti mbok sum dan ada orang yang seperti
dr azahari dkk. damai dalam keberagaman kan katanya,
jadi ya ga perlu deh orang dituntut harus gini harus
gitu. pake prinsip etika universal aja:kebebasanku
berbatasan dengan kebebasan orang lain, jadi aku perlu
bersepakat ketika kebebasan yang aku mau, memasuki
wilayah kebebasan orang lain. hehe.. hehe..
  
  Jadi, seperti inilah pemahaman akan apa itu
pluralitas di kalangan seorang calon master psikologi.
Mungkin itu pula yang dia maksud “esensi ilmunya”.
Saya sendiri tidak habis pikir bagaimana bisa ada dr
azahari dan pemikiran damai dalam keberagaman atau
etika universal: kebebasanku berbatasan dengan
kebebasan orang lain, jadi aku perlu bersepakat ketika
kebebasan yang aku mau, memasuki wilaah orang lain.
  
  Inilah yang saya katakan bahwa orang-orang psikologi
hanya terjebak dalam jargon dan teori. Bahkan mungkin
tidak ngerti apa yang diucapkannya sendiri.
  
  
  Atau Prof Sarlito yang mereaksi tulisan saya sebagai
awal hujatan terhadap psikologi dengan kalimat:
  
  Loh, ada apa ini?
  Kok tiba-tiba, dimulai dengan emailnya  audifax, ada
email yang mendiskreditkan
  psikolog seperti ini? Apa maksudnya sih?
  
  tapi kemudian memforward sejumlah kesimpulan dari
mahasiswa yang kurang lebih senada dengan tulisan saya
di milis dosen UI
  
  Halo-halo,
  
  Ini ada masukan lagi dari alumni.
  Bacalah dengan falsafah: "Kipas-kipas mencari
angin,Badan panas Kepala
  dingin".
  
  Sws
    

  
  
  setelah gw baca, gw pikir ini waktunya bagi para
mahasiswa psikologi, sarjana psikologi, dan ilmuwan
psikologi lainnya untuk introspeksi diri.
  
  
  tadi hasil ngobrol-ngobrol bareng beberapa anak
profesi KLA dan KLD yang s1-nya dari UI dan ATMA, kami
menyimpulkan bahwa kalo kami lihat sekilas, memang:
  
  1. kita memang mudah memberi label kepada seseorang.
kalo gak salah dulu mbak tini pernah bilang kalo ini
memang kelemahan seseorang yang kuliah di psikologi
  dan kita harus hati-hati akan hal ini.
  
  2. kita sebagai seseorang yang pernah kuliah di
psikologi juga manusia. kita bisa moody, bisa
bermasalah malah bisa  mengalami gangguan, jadi jangan
menyangkal saat orang bilang kita egois, sentimentil,
mudah ngambek dan sebagainya. kita udah gak bisa
ngumpet di belakang kalimat, "psikologi untuk anda".
sering-seringlah introspeksi diri.
  
  3. fakultas psikologi dibilang kumpulan orang-orang
kaya. kita lihat aja fakultas kita sekarang, laptop
bertebaran dimana-mana dan parkiran mobil mahasiswa
fakultas psikologi bisa menumpuk-numpuk sampai di
belakang fakultas hukum. pertama kita bisa bersyukur
bahwa teman-teman kita berada karena kita bisa pake
laptop temen tanpa harus mengantri labkom yang selalu
penuh. kedua tumpangan mobil untuk pulang lebih
banyak. tapi kalo kita bandingin dengan masyarakat di
luar kampus UI, UI memang menara gading yang mewah
menonjol dan eksklusif.
  
  4. bapak dan guru-guru di bidang psikologi
bermasalah. kita liat aja freud dan kawan-kawan.
mereka memang orang-orang bermasalah kok, jadi kenapa
musti kita tersinggung. tapi mereka gak duduk diam,
mereka coba membuat teori-teori yang membahas hal-hal
tersebut. kalo liat saat ini, kita juga sulit untuk
nyangkal bahwa memang banyak dosen psiko UI yang
memang aneh bin ajaib dan tidak menerapkan pengetahuan
yang mereka ketahui (seperti empati hehehehe).
  
  5. kita memang eksklusif sehingga banyak orang luar
gak kenal psikologi. berapa banyak orang psikologi
yang menulis buku, artikel dan menjadi pembicara
seminar? (kemaren gw baru ngobrol bareng trainer non
psikologi, mereka bilang psikologi saat ini tidak
menjadi pilihan sebagai pembicara seminar karena
banyak menggunakan jargon dan teori). berapa acara
yang kita buat untuk mengenalkan psikologi? Kita
  sebagai orang yang kuliah di psikologi seringkan
diminta untuk meramal dan "membaca" orang lain, ini
membuktikan bahwa psikologi masih dianggap sebagai
  dukun, paranormal dan ahli parapsikologi lainnya.
  
  6. kita juga gak bisa nyangkal bahwa psikologi bisa
dipelajari oleh semua orang. psikologi membahas
mengenai kehidupan sehari-hari yang tidak dialami
hanya oleh kita, tapi juga mereka yang non psikologi.
  
  7. oh iya hampir ketinggalan. kita waktu s1 kan
memang diajari teori doang, jadi jangan marah kalo
orang lain bilang bahwa kita cuma tau teori. kalo ini
mah salah
  kurikulum, kita gak tau prakteknya teori-teori
tersebut karena jarang praktikum dan labnya gak pernah
bisa dipake.
  
  8. kalo masalah pacaran, gw gak bisa komen.
  
  Jadi ini waktunya kita untuk introspeksi dan
memperbaiki psikologi ke depannya. Maap jadi panjang,
pengen ngeluarin uneg-uneg mengenai kekecewaan kepada
  psikologi ajah.
  
  Bagaimana mungkin dua pendapat yang sama bisa
direaksi berbeda? Bagaimana penjelasannya pendapat
saya (dan reply Gus Adhyim) dalam
IN-THE-NAME-OF-THE-PSYCHOLOGY bisa diterima sebagai
hujatan sedangkan pendapat ‘alumni’sebagai masukan?
  
  Jika beberapa waktu lalu saya mengajak anda semua
belajar logika melalui contoh “pendapat Socrates”,
maka inilah kontekstualisasi dari “logika”:
  
  Premis Mayor: Semua pendapat dari penjahat adalah
salah
  Premis Minor: Socrates adalah penjahat
  Konklusi: Pendapat Socrates benar
  
  Mungkin pendapat Jeni berikut ini bisa jadi refleksi
buat orang-orang psikologi. Refleksi untuk belajar apa
itu psike. (Semoga ada yang mau meneruskan ke milis
PSIINDONESIA)
  
  Jeni:
  Karena dalam beberapa aspek anda dituntut untuk
menjadi benar-benar logis dan kaku. Tidak ada
pelindung bagi anda sehingga hal terpenting yang bisa
dilakukan adalah bertahan dalam batas waktu tak
ditentukan karena yang menjadi penting dalam kehidupan
seperti ini adalah "Apa posisi anda?", "Apakah anda
adalah yang terbaik diantara yang lain?", "Seberapa
besar penghargaan yang anda punya?" dan seputar hal
yang semacam itu saja.
  
  Dengan model berpikir seperti itu maka komunikasi
terbaik yang anda dapat adalah ketika kita berbicara
satu sama lain tanpa mengetahui latar belakang,siapa
dia dan bagaimana kehidupannya sehari-hari serta tanpa
rasa keingintahuan untuk menyelidiki. Dengan begitu
kita mampu mengenal seseorang sebagai dirinya sendiri
yang tanpa gelar, jabatan maupun sejarah baik-buruk
hidupnya. Tidak jarang anda akan berbicara dengan
ramah dan spontan justru pada orang yang baru saja
anda kenal atau untuk sekedar mengetahui apakah mereka
memiliki pola pikir yang sama.
  
  Ketika anda menulis maka anda tidak bisa
menyembunyikan diri anda yang sebenarnya, mudah dibaca
dan transparant.Tanpa batasan umur serta tanpa latar
belakang.
  
  Mengenal seorang individu dalam kehidupan
sehari-hari mengandung "resiko" bahwa siapa yang kita
kenal bukan lah dirinya yang sebenarnya. Saya percaya
beberapa individu memiliki "bahasanya" sendiri yang
tidak bisa dia komunikasikan terhadap orang lain,
terhadap individu-individu sebayanya yang tidak akan
dipahami begitu saja. Terus bertransformasi dan
beradaptasi adalah salah satu jalan keluar,
   
  


Jeni Sudarwati <[EMAIL PROTECTED]> wrote:    Pemain
yang Mengira Dirinya Menonton
  
  
 
Jeni Sudarwati :
  http://groups.yahoo.com/group/jenisudarwati
  
  Ketika itu bulan Maret, saya berjalan sebanyak
kurang lebih lima langkah diatas bara api yang apinya
berkobar tinggi ketika minyak gas disiramkan sehingga
api menyala setinggi dada lalu mereda dan menyisakan
bara merah menyala. Hawa di Malang pada malam hari
sangat dingin, terasa rumput-rumput basah dibawah kaki
saya yang tidak memakai sepatu sehingga berada di
depan bara sebelum berjalan membuat api terasa hangat.

  
  Setelah menarik lalu melepaskan nafas berulang kali,
maka saya mulai melangkahkan kaki pertama menginjak
bara, kedua dan seterusnya. Bara apinya tidak boleh
dilihat dan fokus pada satu titik serta konsentrasi
dengan menggunakan auto suggestion atau yang lebih
dikenal dengan kekuatan pikiran.
Setelah kurang lebih lima langkah, kaki saya tidak
merasakan panas dan masih baik-baik saja. Pukul 1 dini
hari saya kembali ke kamar hotel dan selang beberapa
menit telapak kaki kiri mulai terasa perih sedangkan
telapak kaki kanan baik-baik saja. Saya lihat telapak
kaki kiri sedikit melepuh sehingga saya tiup-tiup dan
kipas-kipas karena kepanasan tapi tidak berbahaya,
lalu itu tak terasa saya sudah tertidur dan pagi hari
sudah baik-baik saja.
  
  Apa yang saya pikirkan setelah itu adalah kekuatan
pikiran yang mampu menggerakkan seluruh jasmani, bahwa
apa yang kita pikirkan secara garis besar maka itulah
yang akan terjadi pada kita. Meskipun begitu saya
tidak menganjurkan anda melakukan hal yang sama tanpa
dilengkapi keamanan yang memadai karena cukup
beresiko, anda bisa terbakar.
  
  Saya baca di "The Varieties of Religious Experience
( Perjumpaan dengan Tuhan ) hal.197 Bab Verifikasi
tertulis seperti ini : "Akan tetapi, kita jumpai pula
bahwa gerakan penyembuhan-pikiran, yang memiliki
filsafat yang secara diametral bertentangan dengan
pendapat ini, mengajukan klaim yang persis sama.
Gerakan ini mengatakan, jalani hidup dengan anggapan
bahwa Anda benar, dan praktis setiap hari akan
terbukti bahwa anda benar. Proposisi-proposisi yang
akan diverifikasikan oleh pengalaman fisik dan mental
Anda adalah bahwa energi-energi pengontrol alam
bersifat personal, bahwa pikiran-pikiran pribadi anda
merupakan daya, dan bahwa kekuatan alam semesta akan
langsung menanggapi permohonan dan kebutuhan
individual anda."
  
  Hampir tindakan yang kita percaya bisa dilakukan dan
mampu untuk kita lakukan maka alam memberi respon
secara otomatis dimana kita sendiri adalah pusat
penggeraknya. Jika kita diam maka efek yang terjadi
pada diri kita juga tidak ada, semua terjadi secara
sebanding dengan apa yang kita keluarkan.
  
  
  Vakumnya kekuatan pikiran dan dialog terbaik :
 
Saya yakin anda pernah mengalami kelelahan temporal,
baik kelelahan fisik maupun pola pikir yang
acak-acakan dan bingung.
Saat itu anda bukanlah diri anda yang sebenarnya, anda
hanya mengikuti arus yang ada dari pagi hingga petang
dan seterusnya karena memang begitu dunia
materialistis dan pragmatis harus diimbangi. Biasanya
ada dua hal yang mampu menghentikan kebiasaan anda
yang gila kerja, yakni karena jatuh sakit dan ketika
anda sudah merindukan eksistensialisme diri anda yang
sebenarnya maka anda akan menjauh dan sendirian,
dengan begitu anda menjadi tenang. Hal ini biasanya
tidak berlangsung lama karena anda kembali
menyesuaikan diri dengan dunia logis secara cepat.
  
  Karena dalam beberapa aspek anda dituntut untuk
menjadi benar-benar logis dan kaku. Tidak ada
pelindung bagi anda sehingga hal terpenting yang bisa
dilakukan adalah bertahan dalam batas waktu tak
ditentukan karena yang menjadi penting dalam kehidupan
seperti ini adalah "Apa posisi anda?", "Apakah anda
adalah yang terbaik diantara yang lain?", "Seberapa
besar penghargaan yang anda punya?" dan seputar hal
yang semacam itu saja.
  
  Dengan model berpikir seperti itu maka komunikasi
terbaik yang anda dapat adalah ketika kita berbicara
satu sama lain tanpa mengetahui latar belakang,siapa
dia dan bagaimana kehidupannya sehari-hari serta tanpa
rasa keingintahuan untuk menyelidiki. Dengan begitu
kita mampu mengenal seseorang sebagai dirinya sendiri
yang tanpa gelar, jabatan maupun sejarah baik-buruk
hidupnya. Tidak jarang anda akan berbicara dengan
ramah dan spontan justru pada orang yang baru saja
anda kenal atau untuk sekedar mengetahui apakah mereka
memiliki pola pikir yang sama.
  
  Ketika anda menulis maka anda tidak bisa
menyembunyikan diri anda yang sebenarnya, mudah dibaca
dan transparant.Tanpa batasan umur serta tanpa latar
belakang.
  
  Mengenal seorang individu dalam kehidupan
sehari-hari mengandung "resiko" bahwa siapa yang kita
kenal bukan lah dirinya yang sebenarnya. Saya percaya
beberapa individu memiliki "bahasanya" sendiri yang
tidak bisa dia komunikasikan terhadap orang lain,
terhadap individu-individu sebayanya yang tidak akan
dipahami begitu saja. Terus bertransformasi dan
beradaptasi adalah salah satu jalan keluar, dalam
beberapa sesi kehidupan maka kita tidak bisa
membicarakan sesi kehidupan yang lainnya sehingga kita
terus membaginya ke dalam sesi-sesi yang berbeda
dengan situasi dan kondisi bermacam-macam tetapi bukan
berarti dalam hal ini individu tersebut berkepribadian
ganda karena berbeda satu sama lain melainkan sikap
eksistensi untuk terus bertahan dalam banyak kondisi
dan situasi nyata, semua dilakukan dalam keadaan
sadar. Menjadi bermacam-macam manusia dalam waktu yang
sama yang orang kebanyakan tidak akan paham, hampir
tidak mungkin untukmenggabungkannya menjadi satu
karena setiap
kali dicoba selalu gagal.
  
  Yang tidak baik dalam hal ini adalah sering kalinya
melakukan perbandingan dengan masa lalu maupun sesi
kehidupan yang lain sehingga kehilangan minat untuk
berinteraksi, sekedar ngobrol, berbasa-basi dengan
orang sekitar, kecuali anda yang sedang minat untuk
berbicara terlebih dahulu. Hal ini patut di kontrol
karena sering kali untuk sekedar mendengarkan orang
lain berbicara, anda membutuhkan konsentrasi lebih
dari biasanya. Tentu untuk menghindari ketersinggungan
dari lawan bicara yang hanya di lihat saja tapi tidak
didengarkan. Kesan sedikit pendiam akan menjadi salah
satu sudut pandang orang lain terhadap anda padahal
sebenarnya anda tidak pendiam sama sekali melainkan
anda tidak merasa cocok dan melihatnya sebagai
pembicaraan yang buang-buang waktu saja.
  
  Menyimpan kesadaran seperti ini tidak selalu nyaman,
kadang anda merasa tertekan dan lelah karena kesadaran
itu sendiri. Kesadaran yang anda miliki mempunyai dua
sisi mata uang, kesadaran yang tidak dimiliki banyak
orang sekaligus yang anda sesali karena kesadaran itu
terkadang menjadi penghalang dalam mengejar pencapaian
yang dianggap logis oleh banyak orang.
  
  Jika anda mengalami hal semacam ini maka bagilah
hidup yang anda jalani ke dalam sesi-sesi yang
berbeda, lebih baik jika tidak ada yang timpang di
antara semua sesi. Aturlah semua secara proporsional
meski kita sama-sama diberi 24 jam setiap harinya.
  
  Cintailah diri kita yang pekerja keras untuk
pencapaian dalam dunia logis yang ditarget kebanyakan
orang sekaligus segera sisihkan diri kita yang pekerja
keras di dunia logis tapi jarang berpikir.
  
 
Jeni Sudarwati ~ 25 Mei 2006

Send instant messages to your online friends http://au.messenger.yahoo.com


posting : psikologi_net@yahoogroups.com
berhenti menerima email : [EMAIL PROTECTED]
ingin menerima email kembali : [EMAIL PROTECTED]
keluar dari milis : [EMAIL PROTECTED]
----------------------------------------
sharing artikel - kamus - web links-downloads, silakan bergabung di http://psikologi.net
----------------------------------------




SPONSORED LINKS
Bali indonesia Indonesia hotel


YAHOO! GROUPS LINKS




Kirim email ke