NOTE dari Vincent Liong: 
Meskipun saya sebenarnya memutuskan untuk cuek, malas
membalas tulisan-pihak-pihak yang hanya bertujuan
mendiskreditkan saya, ketika saya membaca bahwa dalam
tulisan ini sdr. Manneke Budiman menulis secara
sistematis, jelas dan menurut pengamatan saya belum
tampak ada usaha pembunuhan karakter. Oleh karena itu
saya memutuskan untuk membalas tulisan sdr. Manneke
Budiman.




at:
http://groups.yahoo.com/group/Forum-Pembaca-Kompas/message/38101
[01] Manneke Budiman wrote:

He he he, Sdr. Juswan ketipu juga toh? Ini bukan dalam
rangka 'tiuan Kompatiologis' lho, ya. Memang nama asli
saya Tanya aja ama Debby Sumual. Namun, jangan
khawatir. Anda bukan satu-satunya yang keliru sangka.
Saya kasih tahu sedikit rahasianya: kalau manneke itu
dobel -n, menandakan jender maskulin. Kalau Ineke,
Tineke, dsb yang betul -n satu, tanda bahwa itu
feminin. Tapi, kalau ada yang harus disalahkan dalam
hal ini, maka yang salah adalah orang tua saya yang
agak jahil dan iseng kasih nama aneh-aneh.


Vincent Liong answer:

Bilamana tidak dianggap menyinggung sebenarnya saya
lebih suka memanggil sdr. Manneke Budiman dengan
sebutan ibu bukan bapak. Ini dilakukan bukan masalah
anda pria atau wanita berdasarkan jenis alat kelamin,
melainkan karena tingkat feminim yang saya lihat lebih
menonjol dibanding maskulin. Ini bukan karena soal
anggapan miring seperti gay, lesbian atau transsexual,
bagi saya yang bermain di sistem memori yang tidak di
taraf fisikal dan prilaku tampak melainkan di mental
seseorang maka penilaian ibu atau bapak bagi saya
lebih melihat dari karakteristik memori individu
feminim atau maskulin. Mengapa sdr. Manneke Budiman
bisa membalas email saya dengan cukup fokus tanpa
pembunuhan karakter tetapi sedikit malu-malu kucing,
ini disebabkan karena tingkat yang cukup menonjol pada
karakter memori feminim tsb.




at:
http://groups.yahoo.com/group/Forum-Pembaca-Kompas/message/38101
[02] Manneke Budiman wrote:

Soal beda karakter dan gaya menulis di kalangan
praktisi Kompatiologi, baiknya saya terima saja
sebagai bagian dari kemajemukan para penekun ilmu ini.
Untung
juga ada jubir yang "halus, lembut, santun dan
menggemaskan" seperti Sdr. Cornelia, jadi bisa
mengimbangi Sdr. Vincent yang meletup-letup.

Tapi, rupanya semuanya itu "by design," ya? Memang
para 'guru kecil' harus selalu kreatif mencari cara
supaya tak dikecilkan terus oleh para Guru Besar.
Mungkin juga, status 'guru kecil' itulah yang
menyebabkan munculnya terus kreatifitas karena mereka
masih jauh dari kemapanan. Jika suatu waktu jadi Guru
Besar, itu tanda kita hrus hati-hati. Ibaratnya
seperti orang berulang tahun: makin tua, makin dekat
liang kubur. Makin jadi Guru Besar, makin mati
kreatifitasnya.


Vincent Liong answer:

Masalah play “by design” tujuan utamanya bukan untuk
memperjuangkan ilmu kompatiologi yang menurut standart
ilmupengetahuan barat dianggap belum mapan. Baik
kompatiologi belum atau sudah mapan tetap cara ini
akan ditempuh oleh praktisi kompatiologi. Ini bukan
masalah kreatifitas tetapi masalah di mana posisi
bidang kompatiologi ,dan di mana para praktisinya
bermain?

Dalam kasus ilmupengetahuan ala blok barat memang
benar;”Makin jadi Guru Besar, makin mati
kreatifitasnya.” Tetapi hal ini tidaklah benar bila
disamakan untuk para praktisi kompatiologi. Dalam
kasus kompatiologi semakin menjadi guru besar maka
semakin tampak kreatif permainannya (meski sebenarnya
bukan ngawur melainkan ada sistem perhitungan yang
matangnya, hanya masalahnya semakin susah tampak dan
ditebak).

Ada beberapa urutan lefel proses belajar praktikal
kompatiologi yang sudah boleh saya bocorkan karena
secara pemikiran saya lihat sudah sedikit mengenai ke
arah tsb:
* Lefel 01 : Kemampuan intepretasi lintas bahasa /
variabel.
* Lefel 02 : Kemampuan konflik mental tanpa bermain
‘stimulus dan respon yang tampak’ (berupa attact dan
defense mekanisme).
dst-dst-dst (masih dirahasiakan)

Maka dari itu bilamana para ilmuan hasil copy&paste
birokrasi pendidikan ala blok barat menyindir bahwa
kompatiologi belum mapan, maka sindiran orang
kompatiologi adalah penguasaan diri para ilmuan bahkan
guru besar hasil birokrasi pendidikan ala blok barat
yang katanya berkualitas amat lemah. 

Play “by design” adalah permainan terukur dan
terencana yang dimainkan oleh para praktisi
kompatiologi untuk membuktikan kepada diri para ilmuan
aliran blok barat bahwa ilmu sosial yang base on
perilaku yang tampak sangat lemah bila diadu dengan
ilmu kompatiologi, harapannya agar para ilmuan
ilmupengetahuan blok barat mulai bersikap mawas diri
bukan hanya merasa mapan saja karena toh lulus
scanning pas ujian soal kemampuan copy & paste hafalan
mereka.

Dalam ujian kompatiologi lefel 2 ujian biasa dilakukan
dengan mengadu kemampuan konflik mental sesama
praktisi kompatiologi yang sudah cukup lihai untuk
makan atau jalan-jalan bersama tanpa ada stimulus
perilaku yang tampak baik berupa attact atau defense
mekanisme. Pihak yang kalah akan menyadari kekalahan
dan membuat dirinya ditonton oleh para
petarung/peserta yang lain ketika menghadapi situasi
bahwa dirinya melakukan defense atau attact mekanisme
di prilaku yang tampak, ketika sesama peserta/petarung
yang lain tidak memberikan stimulus awal apapun baik
yang bersifat attact atau defense. Bagi praktisi
kompatiologi yang kalah akan dengan sendirinya
berusaha keras memperbaiki penguasaan memori dan
permainan konflik mentalnya agar di kesempatan yang
lain tidak kalah bermain lagi.

Nah kalau dalam dunia maillist, metode diadaptasi dari
ujian kompatiologi lefel 2. Bisa tampak dari pola
permainan para praktisi kompatiologi yang bermain
dengan tidak mengambil inisiatif lebih dulu
‘menyerang’ (stimulus attact atau defense mekanisme)
pribadi atau lembaga. Hanya menyerang pribadi atau
lembaga bilamana secara prilaku yang tampak pihak
lawan (pribadi atau lembaga tsb) mengambil inisiatif
untuk melakukan defense atau attact mekanisme terlebih
dahulu yang terkesan lucu karena tidak dimulai oleh
pihak para praktisi kompatiologi dengan stimulus
prilaku yang tampak. Perhitungan yang matang perlu
dilakukan ketika para praktisi kompatiologi membuat
tulisan yang dipertahankan untuk secara prilaku yang
tampak tidak menyerang dengan defense atau attact
mekanisme terhadap pihak lawan, melainkan secara bawah
sadar menyerang penguasaan diri (mental) pihak lawan
yang mengontrol defense dan attact mekanismenya. Anda
bisa baca-baca sendiri bahwa selama ini Vincent Liong
tidak menyerang bilamana tidak diserang lebih dahulu. 

Kami sempat sebal berat dan menujukkan sikap tidak
bersahabat kami dengan pihak Psikologi Universitas
Indonesia, hal ini disebabkan oleh prilaku yang tampak
yang mereka lakukan dengan menggunakan kekuasaannya
ngerjain salahsatu pengembang kompatiologi sehingga
dengan terpaksa harus hengkang secepatnya, kehilangan
nama baik karena pembunuhan karakter dan pekerjaan
dari Universitas Indonesia dan satu universitas swasta
lainnya, dimana dalam kasus ini pihak kompatiologi
tidak memulai lebih dahulu melakukan perilaku attact
atau defense mekanisme yang tampak. Jadi seperti nga
ngapa-ngapain diserang secara histeris dan ngawur,
lalu pihak kompatiologi melakukan defense mekanisme
untuk melindungi diri lalu pihak Psikologi UI marah
karena belum pernah ada yang berani meminta bantuan
publik/massa secara tertulis bilamana ditindas oleh
birokrasi pendidikan pemerintah macam Psikologi UI.




at:
http://groups.yahoo.com/group/Forum-Pembaca-Kompas/message/38101
[03] Manneke Budiman wrote:

Kembali soal gaya tulisan. Memang betul, tulisan tak
selalu secara tradisional berfungsi sebagai penyampai
maksud. Tulisan secara sengaja bisa dipakai sebagai
sarana untuk mengelabuhi, untuk menutupi maksud
sebenarnya, untuk membantuk citra tertentu tentang
penulisnya yang mungkin tak sesuai dengan kepribadian
dia yang sesungguhnya. Tapi, apa tujuan dari semua
taktik ini? Untuk mempermainkan orang lain dan
emosinya? Jika lalu ada orang yang menanggapi
dengan emosional, bagaimana Anda sendiri tahu apakah
dia betul emosi atau sebetulnya juga cengengesan di
depan layar komputer, sama seperti Anda?

Lewat tulisan, kita bisa mengira bahwa kita sedang
mengibuli orang lain. Tapi lewat tulisan juga, kita
bisa saja mengira bahwa kita sedang mengibuli orang
padahal sebetulnya, di saat yang sama, kita juga
sedang dikibuli. Jadi, dalam 'permainan' seperti ini,
peranan atau manfaat Kompatiologi apa? Ini pertanyaan
serius lho, bukan lagi cengengesan untuk mengibuli
Anda. Saya belum cukup mahir untuk mempraktikan ajaran
Kompatiologi dalam soal kibul-mengibul ini.


Vincent Liong answer:

Nah, bagi ilmuan sosial ala blok barat menghadapi
praktisi kompatiologi memang seperti orang disuruh
bertarung dengan menutup mata, dan menutup telinga,
ha-ha-ha benar-benar sama persis dengan yang anda
sebut di atas. Karena ilmupengetahuan kompatiologi
base on penguasaan memori, maka ilmuan kompatiologi
biasanya tahu hal pemetaan tsb, masalahnya mau pakai
strategi apa? Lain strategi lain pula pilihannya.
Bukan kalau tahu lalu harus bilang tahu, semua khan
“by design”.

Dalam ilmupengetahuan ala blok barat khan base nya
dari ‘kapitalisme’ (penguasaan believe sistem oleh
sekelompok kecil pemegang kapital). Pendidikan yang
sok mapan yang dianggap terbaik saat ini juga base on
model kapitalime, kemapanan believe sistem yang
standart adalah target utama. Maka dari itu dalam ilmu
sosial ala blok barat ada pelajaran yang namanya
kepribadian, dalam kompatiologi tidak ada pelajaran
yang namanya kepribadian, ini karena ilmupengetahuan
barat yang suka membuat labeling yang jugemental
sedangkan kompatiologi tidak suka mengurusi labeling
orang lain karena tidak mau dirinya dapat karma
bilamana dijadikan korban pembunuhan karakter. 

Ilmupengetahuan blok barat menguasai masyarakat dengan
cara membuat masyarakat menyakini hanya
ilmupengetahuan ala blok barat yang pantas dianggap
benar, bisa aja ada kebenaran lain tetapi secara
mentah-mentah dianggap tidak mapan. Hal ini tidak beda
terjadi baik itu di agama, ilmupengetahuan, dlsb yang
dianut oleh orang blok barat; Semua adalah soal
kesepakatan aturan main, pembagian kekuasaan,
keyakinan tanpa perlu bukti yang dilihat sendiri,
dlsb. 

Tetapi sistem ala blok barat ini sudah mendekati
ajalnya. Saya khan sempat menyebutkan soal “the end of
science”. Ini bukan soal ilmupengetahuan barat semua
stop lalu tutup universitasnya, melainkan:
* Ilmupengetahuan barat tidak dapat berkembang lebih
jauh disebabkan oleh urutan metodologi penelitiannya
yang sudah terbalik 180’ dengan kebiasaan para penemu
pemula yang biasanya tahap korelasi antar teori yang
ada dikerjakan paling terakhir, yang saat ini semua
berlaku dengan urutan: korelasi antar teori yang ada
lalu observasi lalu experimen, atau korelasi antar
teori yang ada lalu experimen lalu observasi, dan yang
paling banyak terjadi adalah korelasi antar teori yang
ada lalu stop karena toh sudah merasa mapan bergelar. 

* Blok barat sama seperti soal ilmupengetahuannya baik
itu di soal agama sampai ekonomi terlalu bergantung
pada believe sistem. Agama & spiritual ala blok barat
hanya bermain kesepakatan soal kebenaran yang terus
menargetkan ekxpansi dan berebut konsumen antar agama
yang satu dengan yang lain. Dalam hal ekonomi seperti
halnya RRT(Republik Rakyat Tionghoa), pertumbuhakn
ekonomi bisa menyaingi blok barat bukan karena mereka
menggunakan sistem kapitalis seperti pembelaan diri
penganut ilmupengetahuan blok barat, melainkan karena
mereka menggunakan adaptasi dari ke value base sistem
ala negara sosialis yang rules of the game nya lebih
simple dan costumize karena tidak terbatasi oleh
penguasaan believe sistem seperti negara negara blok
barat. Bagi orang blok barat cara seperti yang
ditempuh RRT ini sering dikatakan tidak etis, biasa
lah kebiasaan orang-orang yang merasa mapan aliran. 

Pertanyaannya, kita mau mapan karena di bawah
penguasaan believe sistem (kapitalisme) secara nama
dan aliran tetapi kosong isinya karena hanya disket
yang diberi copy&paste hasil kesepakatan rapat para
manusia berkepentingan, atau mau berkarya secara
langsung tetapi tidak disebut dan dilabelkan mapan.
Semoga saja gerakan para praktisi kompatiologi mampu
mempercepat hal back to basic ini. Kita ini khan orang
asia yang aslinya menekankan nilai-nilai mendasar
(value base) jadi nanti-nantinya kembali ke sistemnya
orang asia hanya tunggu waktu.




at:
http://groups.yahoo.com/group/Forum-Pembaca-Kompas/message/38101
[04] Manneke Budiman wrote:

Jikalaupun ada miliser yang menanggapi tulisan para
Kompatiolog dengan serius, saya pikir that's because
they want to take you seriously, karena mereka
menghormati Kompatiologi dan para komunikatornya,
alih-alih menganggapnya angin lalu. Dan saya pikir
juga tak ada salahnya dari pihak para Kompatiolog
menghormati keseriusan yang mereka perlihatkan dengan
cara berhenti bermain-main dan menjadikan orang lain
objek eksperimen. Di dunia akademis yang mungkin
begitu dipandang rendah oleh para Kompatiolog,
menjadikan manusia sebagai objek eksperimen saja masih
ada kode etiknya.

Masa Kompatiologi sebagai ilmu alternatif tak punya
semacam kode etik ilmu pengetahuan juga? Atau kode
etik juga dianggap sebagai cuma 'cut and paste' belaka
dan tak layak dibicarakan? Saya kok tidak percaya
bahwa inilah adanya. menertawakan orang lain sebagai
objek observasi bukan tujuan akhir Kompatiologi,
bukan?


Vincent Liong answer:

Dalam sistem ilmupengetahuan ala blok barat selalu ada
penguasa satu ilmu misalnya dosen, guru besar, dlsb
sehingga experimen tetap dalam posisi penguasa dan
proletar, dalam kompatiologi kita saling mendidik jadi
tidak ada yang lebih tinggi atau yang lebih rendah. 

Setiap praktisi punya tanggungjawab sebagai pendidik
yang costumize untuk membuka orang dari ikatan believe
sistem yang menggunakan alasan kemapanan tanpa isi
yang bisa berguna secara costumize.

Sebuah ilmu hanya berkembang bila individunya tetap
pada taraf skeptis tertentu; Bukan seperti skeptis ala
ilmuan blok barat dimana tanpa perlu perdebatan bisa
langsung menganggap mapan apa yang diajarkan oleh
penguasa birokrasi pendidikan bahwa itu mapan, tetapi
skeptis total terhadap apapun yang baru yang belum
disahkan oleh para penguasa birokrasi pendidikan, ini
mah namanya eksklusif bukan skeptis ala ilmuan yang
benar caranya.

Kompatiologi mengajarkan untuk selalu memulai
perjalanan di tiap individu dengan sikap skeptis
terhadap apapun termasuk believe sistem gurunya
sendiri. Maka dari itu dengan merasa diri bodoh maka
praktisi kompatiologi masih bisa seperti penemu pemula
belajar dengan tahap; observasi dengan range tertentu
untuk mencari variasi, variabel dan langguage yang
tepat lalu experimen (keuntungan hal ini adalah bisa
dicari penyelesaian yang lebih simple dan costumize
karena belum dibumbui believe sistem apapun yang luas
tetapi tidak fokus) lalu kolerasi perbandingan dengan
teori dan ilmupengetahuan yang ada. Jadi ketika
melakukan tahap observasi dan experimen tidak
terganggu oleh propaganda berupa penekanan kolerasi
perbandingan dengan ilmupengetahuan yang sudah ada;
yang sangat dipentingkan oleh para pemain believe
sistem (kapitalisme) karena tujuannya persetujuan pada
kesepakatan tanpa mengalami mengapa persetujuan bisa
sampai tercapai. Bagi praktisi kompatiologi belajar
ilmupengetahuan ala blok barat tetap berguna bilamana
bisa membatasi diri untuk sekedar menguasai variasi
tatabahasa tertentu, tetapi tetap dengan sarat tidak
mengambil believe mentah-mentah tanpa proses mengetest
kebenarannya tanpa prejudgement yang individual.
 
Peran pendidik ini disadari bukan diwajibkan atau
dibuatkan aturan semacam kode etik karena menggunakan
value base sistem. Semua adalah pemetaan dan
pengukuran. Bilamana seorang praktisi kompatiologi
berencana melakukan suatu tindakan dengan tujuan
tertentu maka pertimbangannya banyak; Pertama
keuntungan dan kerugian yang dihadapi diri sendiri,
lalu keuntungan dan kerugian masing-masing pihak lain,
lalu aksi reaksi satu sama lain. Lalu untung rugi soal
seberapa pentingnya dan seberapa tenaga yang perlu
dikeluarkan, dlsb. Cabang-cabang alternatif dari
berbagai sisi dipetakan dulu sebelum bermain. Etika
bukan dari penilaian orang lain tetapi konsekwensi
baik atau buruk yang harus diterima diri sendiri
secara fair sesuai pilihan yang dipiluh sebelumnya.




at:
http://groups.yahoo.com/group/Forum-Pembaca-Kompas/message/38101
[05] Manneke Budiman wrote:

Di dalam ilmu yang saya pelajari, kami tidak pernah
menarik garis yang rigid antara dunia nyata dan dunia
rekaan, atau istilah kerennya kini, 'dunia maya.' Apa
yang kami asumsikan fiktif bisa jadi ternyata nyata,
dan apa yang kami tanggapi sebagai kenyataan ternyata
bisa juga dibangun di atas kefiksian. Bahkan dalam
kepercayaan suatu agama, seluruh kenyataan yang ada di
depan mata kita ini cuma maya adanya.

Maka itu, paling tidak saya pribadi, selalu berusaha
menyikapi tulisan orang dengan serius karena saya
menghormati penulisnya, dan percaya bahwa jika orang
menulis--seringan apapun gaya tulisannya--pasti ada
sesuatu yang penting yang ingin ia sampaikan kepada
orang lain. Saya khawatir jika tidak bersikap serius,
saya akan malah menyakiti hati si penulis karena
melecehkan pemikirannya. Bahwa jika ternyata si
penulis cuma mau main-main saja, tak ada salahnya juga
untuk
menyikapinya dengan serius. Lebih fatal lagi jika saya
bersikap tak serius menanggapi pemikiran seseorang,
padahal ternyata ia mengharapkan untuk ditanggapi
secara serius. Dalam hal ini, jelas tak ada yang
namanya 'empati.'

Seandainyapun saya berhasil mengecoh orang, membuat
emosinya terbakar, dsb, kepuasan macam apa yang saya
dapatkan? dalam hal apa itu menguntungkan saya?
Akankah saya tertawa sambil berkata dengan bangga pada
diri sendiri: "Teori saya terbukti. Alangkah hebatnya
saya."? Saya yakin ini juga bukan tujuan utama
Kompatiologi, bukan?

Ayo, jangan bosan mencerahkan orang-orang di milis
ini. Semoga dengan cara 'unik' ini, kami juga bisa
turut menyumbang bagi kemajuan Kompatiologi. Di dalam
ilmu konvensional yang saya pelajari, ilmuwan
dikehendaki untuk menjadi rendah hati dan tidak
menepuk dada sendiri, atau menyembah ilmunya sendiri.
Seperti
kata Anda, setiap orang adalah guru, baik untuk
dirinya sendiri maupun untuk orang lain.

Maaf ya jika saya salah duga soal tujuan Kompatiologi.
Ternyata bukan untuk merangkul dan menjangkau orang
banyak. Berarti pengertian saya tentang lilin
selama ini keliru, ya. Saya kira nyala lilin itu tak
sekadar nyala tetapi menarik segala yang ada di
kegelapan untuk datang mendekat. Ternyata tidak, ya?

manneke


Vincent Liong answer:

Memang tujuannya bukan secara terburu-buru merangkul
dan menjangkau sebanyak mungkin orang. Hanya orang
yang telah siap yang akan dengan sendirinya datang
menyapa para praktisi kompatiologi untuk bergabung.
Barrier-barrier ini penting, dalam pengalaman kami
seorang terutama bila ybs punya gelar akademis yang
tinggi maka akan beresiko semacam “postpower sindrom”
yang akut bilamana belum siap mental menjadi sadar
diri dengan belajar kompatiologi. Mungkin lebih bisa
merasa nyaman dan tetap memiliki kemapanan dengan
tetap menganggap atau berusaha mempropagandakan bahwa
kompatiologi itu mistik. Coba anda bayangkan bilamana
seorang guru besar fak ilmupengetahuan sosial lalu
belajar kompatiologi, lalu menemukan bahwa
ilmupengetahuannya yang base on perilaku yang tampak
amat terbatas. Bisa-bisa merasa useless sekali
sekolah-lama-lama dan turun pamor ketika tahu bahwa
ilmu prilaku yang tampak begitu mudah dipermainkan dan
dikalahkan oleh ilmu kompatiologi yang sifatnya
penguasaan karakteristik memori dan konflik mental
tanpa ada stimulus prilaku yang tampak sekecil apapun.
Baru sampai situ, kalau saya sudah nyampe ke virus
memori bisa tambah malu lagi. Coba bagaimana kalau
orang yang memiliki gelar akademis tinggi seperti
marah-marah sendiri, main jabatan seenak udele dewe
untuk ngerjain orang yang makan ice cream atau hanya
diam senyum-senyum aja, tidak marah dan tidak
membalas, untuk kepentingan almost nothing.

Maka itu ada istilah; “When the student is ready, the
teacher will come.”
Kalau belum ready mendingan jangan dech…
Memangnya siap Manneke Budiman kehilangan kemapanan
?!?!?!
Kalau belum siap jangan main api lho…

ttd,
Vincent Liong



Send instant messages to your online friends http://au.messenger.yahoo.com 


posting : psikologi_net@yahoogroups.com
berhenti menerima email : [EMAIL PROTECTED]
ingin menerima email kembali : [EMAIL PROTECTED]
keluar dari milis : [EMAIL PROTECTED]
----------------------------------------
sharing artikel - kamus - web links-downloads, silakan bergabung di 
http://psikologi.net
---------------------------------------- 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/psikologi_net/

<*> Your email settings:
    Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
    http://groups.yahoo.com/group/psikologi_net/join
    (Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
    mailto:[EMAIL PROTECTED] 
    mailto:[EMAIL PROTECTED]

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



Kirim email ke