Di Nagari Kambang , Pesisir Selatan ada pula sebuah Rumah Gadang yang didirikan oleh salah satu kaum belahan Suku Kampai. Pada tahun 1984 Kaum Kampai Nyiue Gadiang di Jorong Padang Tabek , Kampuang Medan Baiak , Kanagarian Kambang telah berhasil mencapai kesepakatan kaum untuk mambangkik batang tarandam kaum yang telah lama terpendam karena kelangkaan laki-laki yang pantas untuk meneruskan posisi kepala kaum (penghulu). Pada waktu itu ada salah seorang mamak kaum yang kebetulan menjadi Irjen di Kementerian Kehakiman yang dipandang pantas untuk menjadi Penghulu kaum yaitu H.Kamil Kamka SH. Beliaulah yang bersama kakak perempuannya Hj.Kartini Widya Latif ( isteri alm.Mayjen Purn.Widya Latif asal Payakumbuh) memprakarsai untuk mempersatukan kembali kaum yang dirasakan bila dibiarkan berlarut-larut akan pecah karena berebut harta Pusako Tinggi. Ditanah ulayat kaum ada 2 buah Rumah Gadang yang sangat tua diperkirakan berusia lebih dari 100 tahun dan 3 rumah biasa yang dihuni 5 nenek bersaudara. Pada waktu itu kondisi semua rumah sudah lapuk dan 2 Rumah Gadang telah dirobohkan.

Seluruh keturunan dari 5 nenek bersaudara itu telah sepakat bulat untuk membangun sebuah Balairung dan sebuah Rumah Gadang lengkap dengan 4 rangkiangnya dengan cara beriyuran seluruh warga kaum baik yang diranah maupun yang dirantau sesuai dengan kemampuan masing-masing. Setelah Balairung yang juga mirip Rumah Gadang itu selesai dibangun pada tahun 1985 maka H.Kamil Kamka SH setelah disepakati oleh Ikek Kampai nan Barampek, lalu dikukuhkan olen Ikek nan Ampek yang terdiri dari Suku Kampai, Melayu, Panai dan Tigo Lareh (Kerapatan Adat Nagari Kambang) dilewakan menjadi Kepala kaum dengan gelar Dt.Inyiak Bandaro. Hadir menyaksikan Gubernur Sumbar waktu itu bp.Ir.Azwar Anas dan Menteri Transmigrasi bpk.Martono serta Hasan Basri Durin Dt, Rangkayo Mulie. ketua LKAAM. Pada tahun 1990 Rumah Gadang kaum selesaidibangun dan juga diresmikan dengan dihadiri oleh Gubernur Sumbar waktu itu. Jadi Rumah Gadang dibangun untuk mempersatukan kaum dan upaya melestarikan pusako tinggi yang menjadi identitas kaum.

Setelah Rumah Gadang kaum berdiri barulah muncul problem bagaimana memfungsikan nya dan problem perawatannya. Kepala kaum berdomisili di Jakarta. Hj.Kartini Widya Latif yang diangkat kaum menjadi Bundo Kanduang Tungganai Rumah Gadang juga berdomisili di Jakarta. Yang diangkat jadi Panungkek juga berdomisili dirantau Lampung. Sebagian besar warga kaum yang tergolong cadiak pandai tersebar dirantau. Yang tinggal dirantau relatif miskin dan yang agak cadiak urang sumando yang tidak punya power nan enggan bertindak. Jadi rata-rata sama keadaanya seperti yang diuraikan dalam postingan nakan Nofendri T.Lare dibawah, walaupun rumah Gadangnya relatif masih baru.

Wassalam,

Asmardi Arbi ( 69+, Kampai, Tangsel )



--------------------------------------------------
From: "Nofendri T. Lare" <nof...@gmail.com>
Sent: Tuesday, April 05, 2011 11:52 AM
To: <rantaunet@googlegroups.com>
Subject: [R@ntau-Net] RUMAH GADANG Lakang dek Paneh, Lapuak dek Hujan

KONDISI UMUM rumah gadang atau rumah asal hampir penjuru nagari di Sumatera
Barat memprihatinkan.
Sebagian besar sudah roboh, lapuk, dan hilang. Rumah gadang sebagai salah
satu bentuk ikatan komunal atau pesukuan, nyaris tak berfungsi lagi. Apa
yang menjadi faktor penyebabnya?

Pergeseran pola hidup masyarakat Minang menjadi salah satu penyebab mulai
hilangnya pola dan fungsi-fungsi ruang di rumah gadang (rumah adat
Minangkabau). Pergeseran itu tidak lepas dari meningkatnya aktivitas
masyarakat Minang khususnya yang masih menggunakan rumah gadang sebagai
fasilitas hunian.

Dari beberapa nagari-nagari, wartawan Haluan melaporkan, kondisi rumah
gadang sudah banyak yang roboh, berganti dengan bangunan lain dengan
arsitektur yang disesuaikan dengan zaman kekinian. Yang memiriskan, banyak
rumah gadang dibiarkan hancur dan ditelan lapuk tanpa penghuni.

Nagari Batipuah Baruah, Tanah Datar

Dari Nagari Batipuah Baruah, Tanah Datar, dilaporkan, salah satu pesukuan
suku Koto di Jorong Ladang Laweh, dahulunya memiliki sebuah rumah gadang
sembilan ruang selajang kudo berlari. Di rumah gadang itulah penghulunya
bergelar Dt Berbangso melakukan rapat-rapat dengan anak kemenankan.
Bertahun-tahun, di rumah gadang itu tinggal beberapa keluarga, tetapi kini
tinggal cerita. Rumah gadang itu kosong melompong dan lapuk.
"Sebab semuanya kini sudah tinggal di rumahnya masingmasing.
Rumah gadang semakin goyah dan menunggu rubuh. Rumah gadang kami sudah lapuk karena sudah lebih usianya 100 tahun, dan belum ada rencana membangun baru,"
Kata Dt Berbangso kepada Haluan, Kamis (31/3) di Batipuah Baruah.

Menurutnya, kini membangun rumah gadang seperti masa lalu memang sulit
dilakukan. Kalaupun ada bangunan rumah gadang atau rumah asal yang baru,
itupun kebanyakan dibangun oleh perantau yang berhasil. Bagi orang yang
tinggal di kampung, membangun atau merehabilitasi rumah gadang terasa berat
pada biaya.
"Jangankan membangun rumah gadang, sawah penyandang gelar saja sudah banyak
tergadai akibat melemahnya ekonomi masyarakat.
Menurut adat menggadai itu sebenarnya hanya boleh dilakukan bila rumah
gadang katirisan (atap bocor), mayat terbujur di tengah rumah, dan anak
gadih alun balaki (bersuami)," kata HMA Dt Rangkai Basa, Ketua Kerapatan
Adat Nagari Batipuh Baruah.

Bagi HMA Dt Rangkai Basa, kini yang perlu dipikirkan bersama bagaimana
fungsi rumah gadang bisa hidup kembali. Artinya kalangan penghulu pesukuan
bisa merumuskan persoalan-persoalan yang terjadi di tengah pesukuan masing
masing dengan memungsikan rumah gadang.

Di Batipuh Baruah misalnya, dahulu terdapat 19 buah rumah gadang menurut
jumlah pesukuan dari 7 suku yang terdapat di Batipuh Baruah. "Dan rumah
gadang itu, sebagian terancam roboh," katanya.

Nagari Kota Gadang, Agam

Dari Agam dilaporkan, ternyata mencari rumah gadang di nagarinagari belahan
barat Agam ini cukup sulit karena sebagian besar rumah asal sudah hancur
dimakan zaman, dan hilang dibongkar pemiliknya.

Walau demikian, di Nagari Koto Gadang , Kecamatan Tanjung Raya, masih
ditemukan setidaknya 3 unit rumah gadang. Satu unit di antaranya sudah tidak
dihuni pemiliknya tapi masih tetap dirawat.

Sanibar, (70), pemilik rumah gadang di Jorong Ateh, Nagari Kota Gadang
menuturkan, rumah gadang milik kaummnya itu setidaknya sudah berumur 100
tahun. Dulu didirikan oleh Angku Lareh Koto Gadang, yang masih terbilang
kakeknya.

Dari pantauan Haluan, rumah gadang itu sudah tua dan agak reot. Lantainya
dari kayu arikir minyak sudah banyak yang lapuk dimakan usia. Atap bocor.
Ukiran pada bagian atas pintu dan jendela sengaja dirusak di zaman Jepang.

Rumah gadang itu berlantai datar, pertanda keluarga kaumnya menganut faham
Dt Perpatiah Nan Sabatang. Kamarnya ada 4, dilengkapi dengan dapur dan kamar
penyimpanan peralatan dapur.

Rumah gadang itu ditinggal karena putra-putri Nek Iba merantau. Ia sendiri
merasa "lingau" tinggal sendirian di rumah gadang itu, makanya ia membangun
kedai di depan rumah. Di sanalah ia tinggal.

Ketua Kerapatan Adat Nagari (KAN) Koto Gadang, Muchtar Dt. Asa Rajo Nan
Kuniang, menyebutkan, rumah gadang di nagari itu memang sudah langka. Dulu
banyak, sudah banyak hancur dimakan usia, dan ada pula yang dibongkar
pemiliknya, karena sudah tidak mungkin ditempati. Pemiliknya adalah pasukuan
Pili dan Caniago.

Kendati kondisi rumah gadang Sanibar sendiri mengaku tidak akan menjual
rumah gadangnya kepada siapa pun. Karena rumah gadang itu merupakan pusaka
kaum, yang merupakan simbol kejayaan kaumnya, pasukuan Pili.

Wali Nagari Koto Gadang, E Dt Bandaro mengatakan, salah satu penyebab
rumahgadang tidak ditempati lagi adalah akibat kemajuan zaman. Pasangan
suami istri akan merasa lebih senang tinggal di rumah sendiri, yang juga
dibangun dengan hasil keringat mereka sendiri, ketimbang hidup bersama di
rumah gadang.
"Walau banyak keluarga yang tak menghuni rumah gadang, tetapi tali
kekerabatan mereka tetap terjaga. Bila ada pekerjaan yang membutuhkan
bantuan anggota kaum, seperti "baralek" dan kemalangan, maka seluruh anggota kaum akan bersatupadu membantu dunsanak mereka yang membutuhkan bantuan itu.

Nagari Abai, Solok Selatan

Dari Nagari Abai Kecamatan Sangir Batang Hari, Solok Selatan, di nagari ini
terdapat rumah gadang terpanjang di Sumatra Barat. Rumah gadang yang
memiliki 21 ruang dan 14 gonjong tersebut milik suku Melayu Kampung Dalam,
dengan pimpinan Tuanko Rajo Lelo.

Di antara 14 rumah gadang milik suku 14 di Abai, memang rumah tersebut yang
terpanjang. Semua bangunan rumah gadang berstruktur kelarasan Caniago,
karena terlihat tidak adanya tingkatan-tingkatan, di bagian ajnungannya.
Dalam filosofinya, tagak samo randah, duduk samo tinggi. Meski di antara
suku Caniago, terdapat juga pabalahan dari lareh koto Piliang, diantaranya:
Kampai, Sikumbang, Panai dan Kutianyia.

Menurut Datuk Rajo Penghulu (73), pimpinan adat dari suku Tigo Lareh yang
mempunyai rumah gadang 14 ruang, kebanyakan rumah gadang di Abai tidak lagi
digunakan sebagai tempat tinggal. Tetapi digunakan dalam prosesi adat,
musyawarah suku, dan prosesi kematian.
"Dalam prosesi kematian biasanya si mayat dikafani di bagian depan rumah
gadang," katanya.

Sebagian besar rumah gadang panjang di Abai sudah direhabilitasi, yang
bangunan dindingnnya disemen. Datuk Rajo Penghulu menambahkan, bahwasanya
memang selayaknya rumah gadang tidak disemen dan dipertahankan bentuk
aslinya. Akan tetapi, beberapa tahun belakangan pihak pemerintah ingin
menjadikan rumah gadang panjang di Nagari Abai sebagai tempat wisata.
"Tapi di bagian tonggak tuo, bagian dalamnya masih kayu asli. Hanya di
luarnya saja yang disemen," tambah Datuk.

Ia mengaku, rumah gadang di Abai sangat minim sekali perawatannya. Terlihat dari lantai-lantai papan yang sudah bolong dan dinding di bagian dalam yang
penuh corat-coret dari arang.

Bidar Alam

Sebelum menuju Nagari Abai, di Nagari Bidar Alam, sudah tidak terdapat lagi rumah gadang yang layak huni. Terlihat sepanjang jalan Bidar Alam, sisa-sia
rangkiang yang masih berdiri dengan ketuannya.

Datuk Bandaro Sati, pemuka adat dari suku Tigo Lareh mengatakan, memang
sudah tidak ada lagi rumah gadang di daerah sana.
Hal ini dikarenakan biaya pembuatan dan perawatannya yang mahal.

Salah seorang pemuda, Rizal (25) mengatakan, pihaknya dari suku Kampai akan
membangun lagi rumah gadang milik kamunya, suku Kampai.
"Kami pasamokan. Masingmasing keluarga dikenakan biaya 400 ribu per kepala,
bagi yang sudah dewasa dan sudah mempunya pekerjaan. Dalam perencanaannya
tahun ini, rumah gadang daru suku mereka akan dibangun dengan mempertahankan
bentuk asli, dari bangunan kayu," kata Rizal.
(h/adk/iwandn/msm/har/cw01/cw13/cw14)

Epaper Harian Haluan, Minggu  03 April 2011

Wassalam
Nofend/34+/M-CKRG

=> MARI KITA RAMaIKAN PALANTA SESUAI DENGAN VISI-NYA!!
Forum komunikasi, diskusi dan silaturahmi menggunakan email ini sangat
dianjurkan selalu dalam koridor topik: yang berhubungan dengan Ranah Minang,
Urang Awak di ranah dan rantau, Adat dan Budaya Minangkabau serta Provinsi
Sumatera Barat.

--
.
* Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet http://groups.google.com/group/RantauNet/~
* Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi:
- DILARANG:
 1. E-mail besar dari 200KB;
 2. E-mail attachment, tawarkan di sini & kirim melalui jalur pribadi;
 3. One Liner.
- Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet
- Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting
- Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply
- Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama & mengganti subjeknya.
===========================================================
Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: http://groups.google.com/group/RantauNet/

--
.
* Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain 
wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet 
http://groups.google.com/group/RantauNet/~
* Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi:
- DILARANG:
 1. E-mail besar dari 200KB;
2. E-mail attachment, tawarkan di sini & kirim melalui jalur pribadi; 3. One Liner.
- Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet
- Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting
- Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply
- Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama & mengganti 
subjeknya.
===========================================================
Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/
  • ... Nofendri T. Lare
    • ... Dasriel Noeha
      • ... sjamsir_sjarif
        • ... Dasriel Noeha
    • ... Asmardi Arbi
      • ... Dr.Saafroedin BAHAR
        • ... Sjamsir Alam
          • ... Dr.Saafroedin BAHAR
            • ... Sjamsir Alam
            • ... asfarinal, asfarinal, asfarinal, asfarinal nanang, nanang, nanang, nanang
              • ... Sjamsir Alam
                • ... asfarinal, asfarinal, asfarinal, asfarinal nanang, nanang, nanang, nanang

Kirim email ke