SEMINAR

"BUKU SEJARAH ALTERNATIF"

***

WAKTU & TEMPAT

Kamis, 10 Desember 2009

09.00 s.d. 13.00 WIB

Ruang Kadarman, Lantai III Gedung Pusat Universitas Sanata Dharma, Jl. Affandi, 
Mrican, Yogyakarta

***
TOPIK DISKUSI & NARASUMBER

• "Historiografi Alternatif" (Hilmar Farid)

• "Pelarangan Buku Sejarah & Hak Asasi Manusia" (Stanley Adiprasetyo)

• "Meninjau Peraturan Hukum Pelarangan Buku" (Afnan Malay)


*****

LATAR BELAKANG

"Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk 
mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, 
memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan 
menggunakan segala jenis saluran yang tersedia".
(Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pasal 28F )

"Everyone has the right to freedom of opinion and expression; this right 
includes freedom to hold opinions without interference and to seek, receive and 
impart information and ideas through any media and regardless of frontiers".
(The United Nations' Universal Declaration of Human Rights, Article 19)



Membaca, memperoleh informasi, adalah Hak Asasi Manusia. Hak untuk memperoleh 
informasi untuk memenuhi perikehidupannya sebagai manusia yang berpikir dan 
sejak fitrahnya adalah merdeka. Hak memperoleh informasi tersebut seimbang pula 
dengan haknya mengemukakan pendapat berdasarkan bacaan/informasi yang ia pilih 
dan baca secara merdeka.

Kendati era Orde Baru dengan versi sejarah yang monolitik telah berakhir, 
kenyataan di Indonesia selama ini ternyata belum menunjukkan terjaminnya hak 
dasar warga negara dalam memperoleh informasi/bacaan serta mengemukakan 
pendapat (menulis) perihal sejarah peristiwa politik Indonesia. Peristiwa 
pembakaran buku sejarah adalah suatu bukti bahwa warga negara Indonesia belum 
terjamin dan terlindungi hak-hak dasarnya. Perkembangan baru-baru ini 
memperlihatkan bahwa tafsir dan penulisan buku sejarah dari perspektif 
alternatif, bukan versi resmi negara, memperoleh tentangan dari beragam elemen 
masyarakat. Ironisnya, pemerintah justru tidak menunjukkan keseriusan dan 
keberpihakannya dalam usaha menjamin dan menegakkan hak-hak asasi tersebut. 
Kondisi yang tak kondusif ini menciptakan ketiadaan alternatif bagi publik, 
khususnya generasi muda, untuk memilih bacaan guna menafsir dan memahami secara 
lebih komprehensif dan arif perihal sejarah bangsanya.

Upaya tafsir dan penulisan sejarah alternatif merupakan suatu bentuk perjuangan 
melepaskan diri dari kolonisasi metodologi historiografi yang selama ini masih 
terjadi. Sebagaimana yang pernah diungkapkan oleh Pramoedya Ananta Toer sebagai 
berikut:

"Penjusunan sedjarah baru adalah juga perdjuangan jang sama sengitnya dengan 
perdjuangan-perdjuangan lain dalam meningkatkan peradaban sesuatu bangsa dan 
peninggian nilai manusia. Tanpa karja ini tiada bangsa itu mempunjai tjermin 
jang datar dan litjin, tiada ditjetjatkan oleh kekuasaan2 jang tidak wadjar, 
atau ketiadapengertian2 jang berkepalabatu. Sumber2 baru harus ditemukan bahkan 
jang kadang2 tidak punja persangkutan dengan jang tradisional. Namun 
pendjeladjahan baru ini harus dilakukan dengan berani. Setiap titik sinar mesti 
ditangkap, ditjari azas hidupnya, dan dikembangkan" (Toer 1962)

Persoalan pelarangan buku, pembubaran diskusi buku, bahkan pembakaran buku yang 
terus berlangsung tentu sangat memprihatinkan karena sama saja dengan 
membungkam dan meniadakan kemungkinan munculnya fakta dan dialog dengan 
pandangan baru mengenai berbagai permasalahan yang menyangkut kehidupan publik. 

http://www.facebook.com/event.php?eid=186617759805&index=1

http://www.facebook.com/group.php?v=app_2373072738&gid=190439351763#/group.php?v=info&gid=190439351763

*****

Catatan:
Peserta diharap berpartisipasi dalam "Pernyataan Sikap" menentang pelarangan 
buku yang melanggar HAM. Apabila tidak dapat hadir namun bersedia dicantumkan 
nama dan profesi/organisasinya, silahkan kirim pernyataan dukungan ke alamat 
email bukusejarahalterna...@yahoo.com

Kirim email ke