Mendoakan Pemimpin Kaum Muslimin -Negeri Indonesia-
Ditulis pada 3 Juni 2008 oleh Abu Harun | Sunniy Salafy






Termasuk nasihat bagi penguasa adalah mendo’akan bagi mereka taufik dan hidayah 
keikhlasan niat dan amal, mendoakan mereka supaya mendapat aparat-aparat 
pemerintahan yang shalih. Perlu diketahui bahwa termasuk sebab lurus dan 
baiknya seorang penguasa adalah mendapat menteri yang jujur yang membantunya 
dalam melaksanakan kebaikan, mengingatkannya jika terlupa, dan menolongnya jika 
ingat. Ini merupakan sebab datangnya taufiq Allah kepadanya
Hendaklah mendo’akan kebaikan bagi orang lain, dan penguasa adalah orang yang 
paling berhak mendapatkannya. Karena kebaikan penguasa adalah kebaikan umat, 
medo’akan mereka merupakan do’a yang paling penting dan nasihat yang paling 
berguna. Yaitu mendoakan semoga para penguasa tersebut mendapat taufiq kepada 
kebenaran, semoga mereka mendapat pertolongan, semoga Allah memberi mereka 
pembantu-pembantu yang shalih dan semoga Allah membebaskannya dari kejahatan 
dirinya dan dari kejahatan teman-teman yang jahat. Mendoakan penguasa agar 
mendapat taufiq dan hidayah serta mendapat hati yang ikhlas dan amal yang benar 
merupakan kewajiban terpenting dan merupakan ibadah yang paling utama.
-Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz-
Dalam kitab Muraja’at fi Fiqhil Waqi’ As Sunnah wal Fikri ‘ala Dhauil Kitabi wa 
Sunnah,
 
Al Ustadz Faishal Jamil

Di alam yang penuh fitnah sekarang ini, masing-masing manusia mencoba 
mengatasinya dengan cara mereka sendiri terutama ketika menghadapi para 
penguasa yang dhalim atau dianggap dhalim oleh mereka. Sebagian berdemonstrasi 
dan berkoalisi dengan kelompok lain untuk menggulingkan penguasanya. Lainnya 
menggunakan ilmu politiknya. Masing-masing menganggap cara demikianlah yang 
paling tepat dan cepat untuk mengatasi penguasa dhalim. Padahal cara-cara 
demikian tidaklah pernah diajarkan oleh Salafus Shalih, sedangkan mereka 
(Salafus Shalih) adalah sebaik-baik panutan dalam menjalani hidup ini (secara 
individu, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara).
 
Mendoakan kebaikan untuk penguasa adalah salah satu cara yang ditempuh Salafus 
Shalih untuk mengatasi kedhaliman mereka. Karena dengan berdoa kepada Allah 
–agar menyelamatkan rakyat dari kedhaliman penguasanya– memberikan kebaikan dan 
menyadarkan mereka untuk berbuat adil dan bijaksana. Hal ini juga merupakan 
pengamalan dari perintah Allah Ta’ala di dalam firman-Nya :

 
“ … kemudian bila kamu ditimpa kemudlaratan maka hanya kepada-Nya-lah kamu 
meminta pertolongan.” (QS. An Nahl : 53)
 
Diriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud rodhiyallahu ‘anhu, dia berkata: 
"Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
 
‘Akan muncul setelahku atsarah (orang-orang yang mengutamakan diri mereka 
sendiri dan tidak memberikan hak kepada orang yang berhak -red) dan 
perkara-perkara yang kalian ingkari’. Mereka (para shahabat -red) bertanya: 
‘Apa yang engkau perintahkan kepada kami wahai Rasulullah?" Beliau berkata:
 
"Tunaikanlah kewajiban kalian kepada mereka dan mintalah hak kalian kepada 
Allah." (Shahih, HR. Al-Bukhari dan Muslim dalam Shahih keduanya)
 
Al Imam An Nawawi rahimahullah berkata tentang hadits ini : “Di dalam (hadits) 
ini terdapat anjuran untuk mendengar dan taat kepada penguasa walaupun ia 
seorang yang dhalim dan bersikap sewenang-wenang. Berikanlah haknya (sebagai 
pemimpin) yaitu berupa ketaatan, tidak memberontak, dan tidak mengkudetanya, 
bahkan seharusnya dengan sungguh-sungguh memohon kepada Allah Ta’ala untuk 
menyingkirkan gangguannya, menolak kejahatannya, dan memperbaikinya.” (Syarah 
Shahih Muslim 12/183)
 
Mendoakan kebaikan untuk para penguasa adalah suatu perkara yang sangat 
dijunjung tinggi oleh Ahlus Sunnah wal Jamaah, hingga Al Imam Al Barbahari 
rahimahullah menyatakan : “Jika engkau melihat seseorang mendoakan kejelekan 
bagi pemerintah maka ketahuilah bahwa ia adalah pengikut hawa nafsu (ahli 
bid’ah). Dan jika engkau mendengar seseorang mendoakan kebaikan bagi pemerintah 
maka ketahuilah bahwa ia adalah Ahlus Sunnah, Insya Allah.” (Syarhus Sunnah 
halaman 116-117)
 
Fudlail bin ‘Iyyadl seorang Imam Ahlus Sunnah yang menetap di Makkah dan wafat 
pada tahun 187 H menyatakan : 
“Kalaulah aku memiliki suatu doa yang pasti dikabulkan niscaya tidaklah aku 
peruntukkan kecuali untuk penguasa.”
 
Oleh karena itu kami diperintah mendoakan kebaikan dan tidak diperintah untuk 
mendoakan kejelekan bagi mereka walaupun mereka berbuat jahat dan dhalim. 
Karena kejahatan dan kedhaliman mereka (balasan akibatnya) untuk mereka sendiri 
sedangkan kebaikan mereka (balasannya) untuk diri mereka dan kaum Muslimin.”
 
Begitu tegas ucapan Fudlail bin ‘Iyyadl ini sehingga menjadi rujukan Ahlus 
Sunnah dalam menyikapi penguasa, pemerintah, dan pemimpin mereka yang berbuat 
kedhaliman dan ketidakadilan.
 
Adapun tentang lafadh doanya kita dapat melafadhkannya sesuai dengan kehendak 
kita, yang penting mengandung makna yang baik dan permohonan kepada Allah agar 
memperbaiki dan meluruskan penguasa dari penyimpangan-penyimpangan yang selama 
ini mereka lakukan. Khusyu’-lah dalam berdoa dan pilihlah waktu-waktu yang 
maqbul untuk berdoa dan dengan cara yang sesuai tuntunan Rasulullah Shallallahu 
‘Alaihi Wa Sallam.
 
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
“Berdoalah kalian kepadaku niscaya Aku akan mengabulkan doa kalian.” (QS. 
Ghafir : 60)
 
“Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam 
(mengerjakan) perbuatan-perbuatan baik dan mereka berdoa kepada Kami dengan 
penuh harap dan cemas. Dan mereka adalah orang-orang yang khusyu’ kepada kami.” 
(QS. Al Anbiya’ : 90)
 
Dan janganlah mendoakan kejelekan untuk penguasa. Karena yang demikian bukanlah 
akhlak Ahlus Sunnah. Ulama Ahlus Sunnah tidak senang jika mendengar seseorang 
yang mendoakan kejelekan untuk penguasanya. Sebagaimana yang dikhabarkan bahwa 
Al Hasan Al Bashri mendengar seseorang mendoakan kejelekan untuk Al Hajjaj yang 
kekuasaannya terkenal dengan kedhaliman, penindasan, pertumpahan darah, 
pelanggaran terhadap apa yang diharamkan Allah, bahkan sampai ia membunuh 
Abdullah bin Zubair, lalu beliau (Al Hasan Al Bashri) menyatakan : “Janganlah 
engkau melakukannya!”
 
Dengan sikap Al Hasan Al Bashri ini bertambah jelas bagi kita bahwa hak 
penguasa adalah dimintakan kepada Allah agar memperbaiki mereka dan bukan 
mendoakan kejelekan untuk mereka.
 
Dan hendaklah kita juga memperbaiki diri, menjauhi larangan Allah, dan 
mengamalkan perintah-Nya. Karena kedhaliman para penguasa juga disebabkan 
dosa-dosa rakyatnya.
 
Wallahu A’lam.
 
Maraji’ :
1. Syarhus Sunnah. Al Imam Al Barbahari.
2. Muamalatul Hukkam fi Dlauil Kitab was Sunnah. Abdus Salam Barjas.
3. Syarah Shahih Muslim. Al Imam An Nawawi.
4. Bahjatun Nadhirin Syarah Riyadlus Shalihin. Syaikh Salim bin ‘Ied Al Hilali
 
Dari Majalah SALAFY edisi XXX Th 1420/1999 Rubrik Doa


MENEBAR ILMU & TEGAKKAN SUNNAH
http://sunniy.wordpress.com
 


      

Kirim email ke