Mari Bertengkar Sehat


MENIKAH adalah belajar menghadapi jatuh bangun membangun sebuah mimpi dan
cita berwujud rumah indah pernikahan berpondasi iman yang kuat. Berharap
semua pasangan menginginkan kehidupan yang dibayangkan indah itu akan selalu
hadir sepaket dengan adanya kebersamaan, keharmonisan yang terlingkupi
cinta, setia, sayang dan kasih.



Tapi akankah bisa proses membangun itu berjalan mulus? sandungan serupa batu
dan duri pasti jadi halangan.



Cinta yang diibaratkan kayu lantas melapuk dimakan waktu, rayap serupa orang
ketiga hadir menggerogoti pondasi rumah indah itu. Butuh treatment untuk
menjaga kualitas kayunya tetap terjaga, sebegitu juga ekstra kerja keras
memilih pembasmi jitu agar si rayap tak lagi datang mengganggu.



Pasangan menikah manapun mungkin sedang mati-matian juga menjaga pondasi
rumahnya tak akan rubuh. Inilah ujian yang sama-sama kita lakoni, bahkan
mungkin akan lebih sulit dari sekedar ujian akhir semester atau ujian masuk
perguruan tinggi.



Butuh belajar ekstra, tak hanya suami, istri pun iya. Tak bisa mengandalkan
belajar sistem kebut semalam, karena memang harus belajar setiap hari,
setiap saat. Dan sewaktu-waktu kaki menjegal langkah, kita telah siap diri
bangun dari kejatuhan, karena kita telah pernah belajar menghadapi rasa
sakit itu sebelumnya.



Pada sebuah kehidupan pernikahan ada hal yang ingin sebisa mungkin kita
hindari. Bertengkar. Tapi bisakah?, sedang kadang agak susah mengakomodir
dua ingin yang berbeda dari dua pribadi beda karakter, beda selera.
Memunculkan lalu banyak versi, ada yang rela mengalah demi kebaikan, demi
pasangan, ada yang teguh kukuh tak mau mengalah dan lalu ada yang
memanfaatkan kuasanya, mengandalkan ego agar inginnya terpenuhi, tak pernah
sudi mengalah.



Pertengkaran, seharusnya membuat banyak pasangan belajar, menyibak apa yang
sama-sama dimaui, diingini. Tentang segala hal yang dirasa, dialami atau
dihadapi. Ini seperti sebuah peledakan segala yang menyumpal dada, menyumbat
otak, asal jangan sampai mematikan rasa. Bertengkar yang mungkin akan jadi
melegakan jika kita bisa sama-sama menguasai diri, pun mengolah emosi dengan
baik.



Saya tak menganjurkan kalian bertengkar dengan pasangan, toh saya sendiri
pernah mengalaminya, meski tak sering. Hanya saja jika ini harus terjadi,
setidaknya ada beberapa batas yang harus dipagarkan, agar tak melewati
koridor. Agar pertengkaran tak hanya menjadi sekedar adu urat dan otot
semata. Debat tanpa hasil, tanpa win-win solution yang bisa menjembatani dua
ingin itu.



Sekedar beberapa tips bertengkar sehat, dari saya pribadi..


Pilih masalah



Siapapun pasti kesal dan kecewa pasangannya bikin gregetan dan makan hati,
memicu diri untuk melawannya. Demi ego, jika perlu harus memenangkan
'pertarungan'. Tak disadari, justru semakin dilawan malah memperuncing
masalah. Butuh bijak ternyata untuk bisa memilah milih mana masalah yang
harus dibicarakan dan menyelesaikannya saat itu juga.


Waktu dan Tempat yang tepat



Bertengkar dan berdebatlah jika memang harus, di waktu dan tempat yang tepat
tentunya. Tak mudah meski itu berarti harus menahan diri agar emosi tak
meledak. Seburuk apapun masalah yang membentur kehidupan sebuah keluarga
hendaknya gejolak itu diredam di dalam. Memunculkannya di luar malah hanya
akan mengumbar aib dan mempersilahkan orang lain mengintip private room kita
dan pasangan.



Tak Egois Melebar Masalah



Kesal karena dia datang terlambat menjemput, itu wajar. Tapi menjadi tak
benar jika lantas kekesalan itu merembet ke hal lain. Sisi egois yang kuat
lalu dimunculkan, masih belum memaafkannnya karena terlambat datang, dan
lalu melebarkan masalah, mengulik salah dan alpanya di masa lampau.
Hentikan! Memaksa mengingatkan salah terdahulunya hanya akan malah membuka
luka lama. [mengacu tips 1]



Be a good listener


Bertengkar itu seperti sebuah cara berkomunikasi yang mesti berjalan juga
dua arah. Bijak untuk mau mendengar apapun penjelasan dari sudut pandangnya.
Jadi pendengarlah yang baik, malah membantu untuk mengatasi kesalahpahaman
yang timbul.



Mauku, Maumu Juga



Grundelan dan segala unek-unek memang bagusnya dikeluarkan agar tak
menyumpal isi otak, hati dan pikiran yang hanya akan memunculkan penyakit
hati. Maumu dan maunya adalah harap yang ingin diwujudkan untuk ada dan
tercapai. Share apa yang menjadi ganjalan hati, setidaknya ini membantu
mencari tahu apa yang terbaik untuk diputuskan.



(maya/CN19)


[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke