Re: [iagi-net-l] Migrasi dan Spesiasi Pygmy Stegodon cariangensis ? (was Re: [iagi-net-l] Proses studi Dr dan Guru Besar)

2004-04-15 Terurut Topik Awang Satyana
Satu abstrak dan dua paper : (1) A new discovery of Stegodon in Early Pliocene 
sediments from the Sumedang area (West Jawa, Indonesia) - abstrak, (2) Pygmy Stegodon 
dari Desa Cariang, Kec. Tomo, Kab. Sumedang, Jawa Barat : Sebuah Pemberitahuan - paper 
Buletin Geologi ITB v. 34/1, 2002, dan (3) Landscape development preceding Homo 
erectus immigration into Central Java, Indonesia : the Sangiran Formation Lower Lahar 
- paper in press untuk jurnal Palaeogeography, Palaeoclimatology, Palaeoecology 2004 
yang ditulis oleh Pak Zaim dkk. baik sebagai author maupun co-author telah diberikan 
Pak Zaim untuk saya minggu lalu. Terima kasih banyak Pak Zaim.
 
Paper no.(1) dan (2) saya yakin akan punya kontribusi yang besar buat khazanah 
pengetahuan purbakala Jawa Barat yang selama ini sangat tertinggal oleh penemuan2 
purbakala di Jawa Tengah-Jawa Timur, khususnya di sepanjang lembah Sungai Bengawan 
Solo. Padahal, kalau mengikuti geologi regional Jawa, Jawa Barat mestinya lebih lama 
sebagai terestrial dan mungkin uplift-nya di Plio-Pleistosen juga paling tinggi. 
Artinya, mestinya hewan dan manusia purba lebih banyak di Jawa Barat. Di samping itu, 
dari segi alur migrasi vertebtrata dan manusia purba kalau benar dari Sundaland atau 
India, maka mestinya Jawa Barat dulu yang dicapai sebelum migrasi ke timur menuju Jawa 
Tengah-Jawa Timur dan Nusa Tenggara. Mungkin penelitian paleontologi yang tidak 
representatif di sini penyebabnya. Bagaimanapun, temuan beberapa fosil vertebrata di 
daerah Sumedang seperti dilaporkan Pak Zaim dkk., hominid, atau sekedar situsnya  
seperti di Gua Pawon Padalarang adalah kabar menggembirakan buat pengetahuan
 purbakala Jawa Barat.
 
Khusus fosil (geraham - molar) stegodon kerdil di Cariang, Pak Zaim telah mengemukakan 
ciri-ciri geraham spesies itu dan membandingkannya dengan semua temuan stegodon di 
tempat-tempat lain (Sumba, Timor, Cirebon, Sambungmacan, dll.) dan meyakini bahwa yang 
di Cariang adalah spesies tersendiri. Di dalam abstraknya, Pak Zaim mengakui bahwa 
temuan fosil gajah kerdil di Sumedang itu tidak cocok dengan pendapat bahwa spesies 
kerdil biasanya ditemukan di pulau2 kecil seperti yang saya sebutkan di bawah sebagai 
teori biogeografi pulau. Artinya, kalau Jawa Barat adalah pulau besar saat Early 
Pleistocene itu kok ada spesies kerdil ? van Den Bergh (1995) juga pernah menemukan 
fosil stegodon besar di Flores yang umurnya lebih muda daripada fosil stegodon kerdil.
 
Barangkali masih diperlukan pemahaman lebih lanjut soal evolusi dan migrasi stegodon 
ini, khususnya di Jawa Barat. Juga paleogeografi saat itu. Untuk fosil stegodon di 
Cariang yang jelas ada perubahan besar dari Late Pliocene Kaliwangu yang marin ke 
Early Pleistocene Citalang yang terrestrial, mungkin ini pulau volkanik sebab Citalang 
banyak disusun oleh endapan lahar. Persis seperti Lower Lahar Unit (LLU) Pucangan di 
Sangiran Dome yang mendahului hominid Homo erectus di sana.
 
Sekali lagi, terima kasih Pak Zaim atas paper2-nya yang menarik.
 
Salam,
Awang
 
Awang Satyana [EMAIL PROTECTED] wrote:
Kebetulan Pak Zaim sedang mendiskusikan temuan spesies gajah purba kerdil (seberapa 
kerdil ?) yang dinamakan Stegodon cariangensis, saya jadi ingat sebuah pertanyaan di 
seputar migrasi dan spesiasi stegodon2 ini di Indonesia. Belwood (2001 - Purbakala 
Indonesia-Malaysia) menyebutkan pada Pliosen Akhir 2 Ma, fauna mamalia Siva-Malaya 
(terminologi Koenigswald untuk karakteristik fauna dari India-Asia) mulai menginjakkan 
kakinya di Jawa Tengah dan Jawa Barat yang baru terangkat di atas laut (Jawa Timur 
masih tenggelam ? - sejak Paleogen memang bagian timur Jawa lebih tenggelam dibanding 
baratnya, juga untuk semua tepi timur Sundaland). Fauna2 tsb menurut penemuan fosil 
adalah : stegodon, kudanil (?), dan kijang. 

Dari publikasi yang lain, (Groves, 1985), menyebutkan bahwa pada Plio-Pleistosen, 
fauna2 Siva-Malaya ini bermigrasi melalui tiga jalur : (1) Jawa-Bali-Selat Lombok-Nusa 
Tenggara-Flores-Timor; (2) Kalimantan-Sulawesi, (3) Kalimantan-Filipina. Hooijer 
(1968) pernah menyebutkan stegodon pigmi di Jawa Timur. Sartono (1969) menemukan 
Stegodon timorensis, dan Sartono (1979) menyebutkan temuan Stegodon sumbaensis. Di 
Sulawesi, dalam kelompok fauna Cabenge yang masih Siva-Malaya juga ditemukan Stegodon. 
Penyebarannya di Sulawesi masih diperdebatkan apakah dari Sangihe ke Sulawesi atau 
dari Kalimantan ke Sulawesi, terus apakah sudah mulai tercampur dengan kelompok fauna 
Sino-Malaya (asal Cina-Asia). Dalam hal ini, geologi bisa membantu dalam identifikasi 
keberadaan land-bridge pada umur-umur itu, juga umur lapisan2 pengandung fosil. 
Tetapi, ada juga konsep bahwa stegodon bisa berenang jauh, tidak perlu land-bridge. 

Sebuah konsep bilang bahwa stegodon mengalami pengerdilan (pigmisasi) sebagai akibat 
keterkungkungan pada pulau-pulau yang ukurannya relatif kecil. Dalam biogeografi 
pernah dikeluarkan konsep bahwa ukuran pulau sebanding dengan ukuran dan variasi jenis 
(teori 

[iagi-net-l] Migrasi dan Spesiasi Pygmy Stegodon cariangensis ? (was Re: [iagi-net-l] Proses studi Dr dan Guru Besar)

2004-03-31 Terurut Topik Awang Satyana
Kebetulan Pak Zaim sedang mendiskusikan temuan spesies gajah purba kerdil (seberapa 
kerdil ?) yang dinamakan Stegodon cariangensis, saya jadi ingat sebuah pertanyaan di 
seputar migrasi dan spesiasi stegodon2 ini di Indonesia. Belwood (2001 - Purbakala 
Indonesia-Malaysia) menyebutkan pada Pliosen Akhir 2 Ma, fauna mamalia Siva-Malaya 
(terminologi Koenigswald untuk karakteristik fauna dari India-Asia) mulai menginjakkan 
kakinya di Jawa Tengah dan Jawa Barat yang baru terangkat di atas laut (Jawa Timur 
masih tenggelam ? - sejak Paleogen memang bagian timur Jawa lebih tenggelam dibanding 
baratnya, juga untuk semua tepi timur Sundaland). Fauna2 tsb menurut penemuan fosil 
adalah : stegodon, kudanil (?), dan kijang. 
 
Dari publikasi yang lain, (Groves, 1985), menyebutkan bahwa pada Plio-Pleistosen, 
fauna2 Siva-Malaya ini bermigrasi melalui tiga jalur : (1) Jawa-Bali-Selat Lombok-Nusa 
Tenggara-Flores-Timor; (2) Kalimantan-Sulawesi, (3) Kalimantan-Filipina. Hooijer 
(1968) pernah menyebutkan stegodon pigmi di Jawa Timur. Sartono (1969) menemukan 
Stegodon timorensis, dan Sartono (1979) menyebutkan temuan Stegodon sumbaensis. Di 
Sulawesi, dalam kelompok fauna Cabenge yang masih Siva-Malaya juga ditemukan Stegodon. 
Penyebarannya di Sulawesi masih diperdebatkan apakah dari Sangihe ke Sulawesi atau 
dari Kalimantan ke Sulawesi, terus apakah sudah mulai tercampur dengan kelompok fauna 
Sino-Malaya (asal Cina-Asia). Dalam hal ini, geologi bisa membantu dalam identifikasi 
keberadaan land-bridge pada umur-umur itu, juga umur lapisan2 pengandung fosil. 
Tetapi, ada juga konsep bahwa stegodon bisa berenang jauh, tidak perlu land-bridge. 
 
Sebuah konsep bilang bahwa stegodon mengalami pengerdilan (pigmisasi) sebagai akibat 
keterkungkungan pada pulau-pulau yang ukurannya relatif kecil. Dalam biogeografi 
pernah dikeluarkan konsep bahwa ukuran pulau sebanding dengan ukuran dan variasi jenis 
(teori biogeografi pulau). Pertanyaan saya Pak Zaim, stegodon2 pigmi telah ditemukan 
(Hooijer, Sartono, Bergh, dll.) di pulau-pulau kecil yang terisolasi seperti di 
Mindanao, Flores, Sumba, dan Timor. Katakanlah mereka bermigrasi dari daratan besar 
(Sundaland ? - Jabar mestinya sebagian besar masih bagian Sundaland saat 
Pliosen-Plistosen itu) ke timur melalui Selat Lombok, melintai Wallace Line dan 
ditemukan di pulau2 Nusa Tenggara lalu mereka berevolusi menjadi pigmi (seleksi alam). 
Nah, kalau ada stegodon pigmi di pulau besar (katakanlah stegodon temuan Pak Zaim di 
Cariang, Sumedang itu), maka ini memerlukan keterangan tersendiri dalam hal migrasi 
dan spesiasi Stegodon cariangensis itu. Apakah stegodon biasa dan pigmi hidup bersamaan
 juga merupakan suatu konsepsi.
 
Untuk vertebrata purba Jawa, Vos et al. (1982) pernah membagi tarikh2 umurnya  menjadi 
: Satir (2-1.5 Ma), Cisaat (1.2 Ma), Trinil (0.9 Ma), Kedung Brubus (0.8 Ma), Ngandong 
(? Ma), dan Punung (110-70 ribu tyl). Temuan Pak Zaim kira-kira masuk tarikh mana. 
Kalau konsep yang pigmi berasal dari yang ukuran biasa adalah benar, maka semua 
stegodon pigmi mestinya lebih muda dari stegodon berukuran biasa. Tetapi, Bergh (1995) 
menyebutkan bahwa stegodon besar di Flores sebenarnya lebih muda daripada spesies 
pigmi. Nah...? Artinya, mungkin telah terjadi lebih dari satu episode migrasi 
stegodon. Bagaimana hubungan Stegodon cariangensis dengan stegodon besar, migrasi, 
umur dan proses spesiasinya apakah Pak Zaim bahas di paper itu ? 
 
Sekarang tidak ada gajah tersebar secara alamiah di Jawa, Nusa Tenggara, Kalimantan, 
dan Sulawesi. Padahal zaman Pliosen-Plistosen di wilayah2 inilah banyak ditemukan 
fosil2 gajah stegodon. Penyebaran mundur sejak Holosen sampai di Semenanjung Malaya 
dan Sumatra. Sea transgression Holosen barier-nya kelihatannya.
 
Pak Zaim, apakah saya bisa dapat soft-copy paper Stegodon cariangensis yang di Buletin 
Geologi ITB vol.34,no.1 (2002) itu ? Terima kasih.
 
Salam,
Awang


zaim [EMAIL PROTECTED] wrote:
Rekan2 IAGInet yth.,
Benar sekali apa yang dikatakan oleh Pak Sigit Sukmono.
Di Departemen Teknik Geologi FIKTM-ITB yang telah Assistant Professor
(Lektor) = 10 orang, Associate Professor (Lektor Kepala) = 12 orang. Jadi
kalau hanya Associate Professor (Lektor Kepala) saja kita mestinya ya
punya banyak (belum lagi dari Geologi UGM,UNPAD,UPN,USAKTI) dan tidak perlu
risau merasa kalah dengan Dr.Nelson Tanusu.
Namun yang Full Professor (=Professor = Guru Besar) dalam geologi ini yang
menyedihkan, sekarang rada langka, karena dari seluruh PTN dan PTS di
Indonesia, Guru Besar (Aktif) Geologi hanya : 6 orang
(ITB=2;UNPAD=2;UGM=1;UPN=1) dan bisa jadi 8 orang jika ditambah 2 orang Guru
Besar dari Dept. Teknik Geofisika ITB (mereka memang dibesarkan di
Geologi).
Tentang hak patent, ya jadi suatu tantangan bagi para geologist dan
geophysist kita untuk bisa mematent-kan (bukan mematekkan/mematikan)
karyanya. Kalau untuk paleontologist, karya yang dipatent-kan adalah
menemukan / mengusulkan nama genus dan/atau spesies baru, yang namanya