Re: [iagi-net-l] Migrasi dan Spesiasi Pygmy Stegodon cariangensis ? (was Re: [iagi-net-l] Proses studi Dr dan Guru Besar)
Satu abstrak dan dua paper : (1) A new discovery of Stegodon in Early Pliocene sediments from the Sumedang area (West Jawa, Indonesia) - abstrak, (2) Pygmy Stegodon dari Desa Cariang, Kec. Tomo, Kab. Sumedang, Jawa Barat : Sebuah Pemberitahuan - paper Buletin Geologi ITB v. 34/1, 2002, dan (3) Landscape development preceding Homo erectus immigration into Central Java, Indonesia : the Sangiran Formation Lower Lahar - paper in press untuk jurnal Palaeogeography, Palaeoclimatology, Palaeoecology 2004 yang ditulis oleh Pak Zaim dkk. baik sebagai author maupun co-author telah diberikan Pak Zaim untuk saya minggu lalu. Terima kasih banyak Pak Zaim. Paper no.(1) dan (2) saya yakin akan punya kontribusi yang besar buat khazanah pengetahuan purbakala Jawa Barat yang selama ini sangat tertinggal oleh penemuan2 purbakala di Jawa Tengah-Jawa Timur, khususnya di sepanjang lembah Sungai Bengawan Solo. Padahal, kalau mengikuti geologi regional Jawa, Jawa Barat mestinya lebih lama sebagai terestrial dan mungkin uplift-nya di Plio-Pleistosen juga paling tinggi. Artinya, mestinya hewan dan manusia purba lebih banyak di Jawa Barat. Di samping itu, dari segi alur migrasi vertebtrata dan manusia purba kalau benar dari Sundaland atau India, maka mestinya Jawa Barat dulu yang dicapai sebelum migrasi ke timur menuju Jawa Tengah-Jawa Timur dan Nusa Tenggara. Mungkin penelitian paleontologi yang tidak representatif di sini penyebabnya. Bagaimanapun, temuan beberapa fosil vertebrata di daerah Sumedang seperti dilaporkan Pak Zaim dkk., hominid, atau sekedar situsnya seperti di Gua Pawon Padalarang adalah kabar menggembirakan buat pengetahuan purbakala Jawa Barat. Khusus fosil (geraham - molar) stegodon kerdil di Cariang, Pak Zaim telah mengemukakan ciri-ciri geraham spesies itu dan membandingkannya dengan semua temuan stegodon di tempat-tempat lain (Sumba, Timor, Cirebon, Sambungmacan, dll.) dan meyakini bahwa yang di Cariang adalah spesies tersendiri. Di dalam abstraknya, Pak Zaim mengakui bahwa temuan fosil gajah kerdil di Sumedang itu tidak cocok dengan pendapat bahwa spesies kerdil biasanya ditemukan di pulau2 kecil seperti yang saya sebutkan di bawah sebagai teori biogeografi pulau. Artinya, kalau Jawa Barat adalah pulau besar saat Early Pleistocene itu kok ada spesies kerdil ? van Den Bergh (1995) juga pernah menemukan fosil stegodon besar di Flores yang umurnya lebih muda daripada fosil stegodon kerdil. Barangkali masih diperlukan pemahaman lebih lanjut soal evolusi dan migrasi stegodon ini, khususnya di Jawa Barat. Juga paleogeografi saat itu. Untuk fosil stegodon di Cariang yang jelas ada perubahan besar dari Late Pliocene Kaliwangu yang marin ke Early Pleistocene Citalang yang terrestrial, mungkin ini pulau volkanik sebab Citalang banyak disusun oleh endapan lahar. Persis seperti Lower Lahar Unit (LLU) Pucangan di Sangiran Dome yang mendahului hominid Homo erectus di sana. Sekali lagi, terima kasih Pak Zaim atas paper2-nya yang menarik. Salam, Awang Awang Satyana [EMAIL PROTECTED] wrote: Kebetulan Pak Zaim sedang mendiskusikan temuan spesies gajah purba kerdil (seberapa kerdil ?) yang dinamakan Stegodon cariangensis, saya jadi ingat sebuah pertanyaan di seputar migrasi dan spesiasi stegodon2 ini di Indonesia. Belwood (2001 - Purbakala Indonesia-Malaysia) menyebutkan pada Pliosen Akhir 2 Ma, fauna mamalia Siva-Malaya (terminologi Koenigswald untuk karakteristik fauna dari India-Asia) mulai menginjakkan kakinya di Jawa Tengah dan Jawa Barat yang baru terangkat di atas laut (Jawa Timur masih tenggelam ? - sejak Paleogen memang bagian timur Jawa lebih tenggelam dibanding baratnya, juga untuk semua tepi timur Sundaland). Fauna2 tsb menurut penemuan fosil adalah : stegodon, kudanil (?), dan kijang. Dari publikasi yang lain, (Groves, 1985), menyebutkan bahwa pada Plio-Pleistosen, fauna2 Siva-Malaya ini bermigrasi melalui tiga jalur : (1) Jawa-Bali-Selat Lombok-Nusa Tenggara-Flores-Timor; (2) Kalimantan-Sulawesi, (3) Kalimantan-Filipina. Hooijer (1968) pernah menyebutkan stegodon pigmi di Jawa Timur. Sartono (1969) menemukan Stegodon timorensis, dan Sartono (1979) menyebutkan temuan Stegodon sumbaensis. Di Sulawesi, dalam kelompok fauna Cabenge yang masih Siva-Malaya juga ditemukan Stegodon. Penyebarannya di Sulawesi masih diperdebatkan apakah dari Sangihe ke Sulawesi atau dari Kalimantan ke Sulawesi, terus apakah sudah mulai tercampur dengan kelompok fauna Sino-Malaya (asal Cina-Asia). Dalam hal ini, geologi bisa membantu dalam identifikasi keberadaan land-bridge pada umur-umur itu, juga umur lapisan2 pengandung fosil. Tetapi, ada juga konsep bahwa stegodon bisa berenang jauh, tidak perlu land-bridge. Sebuah konsep bilang bahwa stegodon mengalami pengerdilan (pigmisasi) sebagai akibat keterkungkungan pada pulau-pulau yang ukurannya relatif kecil. Dalam biogeografi pernah dikeluarkan konsep bahwa ukuran pulau sebanding dengan ukuran dan variasi jenis (teori
[iagi-net-l] Migrasi dan Spesiasi Pygmy Stegodon cariangensis ? (was Re: [iagi-net-l] Proses studi Dr dan Guru Besar)
Kebetulan Pak Zaim sedang mendiskusikan temuan spesies gajah purba kerdil (seberapa kerdil ?) yang dinamakan Stegodon cariangensis, saya jadi ingat sebuah pertanyaan di seputar migrasi dan spesiasi stegodon2 ini di Indonesia. Belwood (2001 - Purbakala Indonesia-Malaysia) menyebutkan pada Pliosen Akhir 2 Ma, fauna mamalia Siva-Malaya (terminologi Koenigswald untuk karakteristik fauna dari India-Asia) mulai menginjakkan kakinya di Jawa Tengah dan Jawa Barat yang baru terangkat di atas laut (Jawa Timur masih tenggelam ? - sejak Paleogen memang bagian timur Jawa lebih tenggelam dibanding baratnya, juga untuk semua tepi timur Sundaland). Fauna2 tsb menurut penemuan fosil adalah : stegodon, kudanil (?), dan kijang. Dari publikasi yang lain, (Groves, 1985), menyebutkan bahwa pada Plio-Pleistosen, fauna2 Siva-Malaya ini bermigrasi melalui tiga jalur : (1) Jawa-Bali-Selat Lombok-Nusa Tenggara-Flores-Timor; (2) Kalimantan-Sulawesi, (3) Kalimantan-Filipina. Hooijer (1968) pernah menyebutkan stegodon pigmi di Jawa Timur. Sartono (1969) menemukan Stegodon timorensis, dan Sartono (1979) menyebutkan temuan Stegodon sumbaensis. Di Sulawesi, dalam kelompok fauna Cabenge yang masih Siva-Malaya juga ditemukan Stegodon. Penyebarannya di Sulawesi masih diperdebatkan apakah dari Sangihe ke Sulawesi atau dari Kalimantan ke Sulawesi, terus apakah sudah mulai tercampur dengan kelompok fauna Sino-Malaya (asal Cina-Asia). Dalam hal ini, geologi bisa membantu dalam identifikasi keberadaan land-bridge pada umur-umur itu, juga umur lapisan2 pengandung fosil. Tetapi, ada juga konsep bahwa stegodon bisa berenang jauh, tidak perlu land-bridge. Sebuah konsep bilang bahwa stegodon mengalami pengerdilan (pigmisasi) sebagai akibat keterkungkungan pada pulau-pulau yang ukurannya relatif kecil. Dalam biogeografi pernah dikeluarkan konsep bahwa ukuran pulau sebanding dengan ukuran dan variasi jenis (teori biogeografi pulau). Pertanyaan saya Pak Zaim, stegodon2 pigmi telah ditemukan (Hooijer, Sartono, Bergh, dll.) di pulau-pulau kecil yang terisolasi seperti di Mindanao, Flores, Sumba, dan Timor. Katakanlah mereka bermigrasi dari daratan besar (Sundaland ? - Jabar mestinya sebagian besar masih bagian Sundaland saat Pliosen-Plistosen itu) ke timur melalui Selat Lombok, melintai Wallace Line dan ditemukan di pulau2 Nusa Tenggara lalu mereka berevolusi menjadi pigmi (seleksi alam). Nah, kalau ada stegodon pigmi di pulau besar (katakanlah stegodon temuan Pak Zaim di Cariang, Sumedang itu), maka ini memerlukan keterangan tersendiri dalam hal migrasi dan spesiasi Stegodon cariangensis itu. Apakah stegodon biasa dan pigmi hidup bersamaan juga merupakan suatu konsepsi. Untuk vertebrata purba Jawa, Vos et al. (1982) pernah membagi tarikh2 umurnya menjadi : Satir (2-1.5 Ma), Cisaat (1.2 Ma), Trinil (0.9 Ma), Kedung Brubus (0.8 Ma), Ngandong (? Ma), dan Punung (110-70 ribu tyl). Temuan Pak Zaim kira-kira masuk tarikh mana. Kalau konsep yang pigmi berasal dari yang ukuran biasa adalah benar, maka semua stegodon pigmi mestinya lebih muda dari stegodon berukuran biasa. Tetapi, Bergh (1995) menyebutkan bahwa stegodon besar di Flores sebenarnya lebih muda daripada spesies pigmi. Nah...? Artinya, mungkin telah terjadi lebih dari satu episode migrasi stegodon. Bagaimana hubungan Stegodon cariangensis dengan stegodon besar, migrasi, umur dan proses spesiasinya apakah Pak Zaim bahas di paper itu ? Sekarang tidak ada gajah tersebar secara alamiah di Jawa, Nusa Tenggara, Kalimantan, dan Sulawesi. Padahal zaman Pliosen-Plistosen di wilayah2 inilah banyak ditemukan fosil2 gajah stegodon. Penyebaran mundur sejak Holosen sampai di Semenanjung Malaya dan Sumatra. Sea transgression Holosen barier-nya kelihatannya. Pak Zaim, apakah saya bisa dapat soft-copy paper Stegodon cariangensis yang di Buletin Geologi ITB vol.34,no.1 (2002) itu ? Terima kasih. Salam, Awang zaim [EMAIL PROTECTED] wrote: Rekan2 IAGInet yth., Benar sekali apa yang dikatakan oleh Pak Sigit Sukmono. Di Departemen Teknik Geologi FIKTM-ITB yang telah Assistant Professor (Lektor) = 10 orang, Associate Professor (Lektor Kepala) = 12 orang. Jadi kalau hanya Associate Professor (Lektor Kepala) saja kita mestinya ya punya banyak (belum lagi dari Geologi UGM,UNPAD,UPN,USAKTI) dan tidak perlu risau merasa kalah dengan Dr.Nelson Tanusu. Namun yang Full Professor (=Professor = Guru Besar) dalam geologi ini yang menyedihkan, sekarang rada langka, karena dari seluruh PTN dan PTS di Indonesia, Guru Besar (Aktif) Geologi hanya : 6 orang (ITB=2;UNPAD=2;UGM=1;UPN=1) dan bisa jadi 8 orang jika ditambah 2 orang Guru Besar dari Dept. Teknik Geofisika ITB (mereka memang dibesarkan di Geologi). Tentang hak patent, ya jadi suatu tantangan bagi para geologist dan geophysist kita untuk bisa mematent-kan (bukan mematekkan/mematikan) karyanya. Kalau untuk paleontologist, karya yang dipatent-kan adalah menemukan / mengusulkan nama genus dan/atau spesies baru, yang namanya