Re: Redefinisi Matematika
Nasrullah Idris [EMAIL PROTECTED] menulis: Definisi "Matematika" dewasa ini justru memberi saham terhadap "kurang membuminya" atau "kurang apresiatifnya" mata pelajaran tersebut. Definisi "Matematika" masih memberi kesan sebagai sistem dari mekanisme simbol. Ini pun sekaligus memberi kesan bahwa "simbol" lebih dulu muncul ketimbang "Matematika". Bukankah simbol merupakan perangkat penyampaian 'ide' matematika itu sendiri bung NI? Simbol kan tidak punya nilai Seharusnya "Matematika" dipandang sebagai sistem pemecahan problema dari reaksi indera manusia terhadap fenomena alam. Sehingga akan muncul kesan "Matematika" lebih dulu muncul ketimbang "simbol". Apa tidak terbalik? Justru ada fenomena dulu, kemudian perlu pernjelasan. Dan matematika yang menjelaskannya dengan simbol-simbol. Pada saat sebuah disket yang dibaca oleh disk-drive, kan muncul pertanyaan bung NI, gimana bacanya? Ini kan gerakan mekanik. Ternyata pesoalan begini hanya persoalan discrete-even kan ... persoalan suatu state yang kalau diberi input akan tiba ke state berikutnya, malah Alan Turing (1934) sudah memecahkan fenomena yang sama dengan turing-mesin untuk mesin pembaca pita. Ide ini katanya berkembang jadi komputer von neuman dan jadi komputer seperti sekarang. Menurut saya barangkali urutannya 'ide', 'simbol' baru 'implementasi' walau tidak semua bisa diimplementasi. Bayi yang menangis, kemudian terdiam setelah dipangku orangtuanya, berarti proses Matematika pada pikirannya sudah berjalan. Sama juga dengan bayi yang kaget ketika dikejutkan suara gaduh. Kalau di modelkan secara turing-mesin yang paling sederhana barangkali begini bung NI: bayi diam (qo), bayi menangis (q1), dan bayi kaget (q2) adalah suatu state (q), masukkannya: dipangku orang tua(0) atau suara gaduh (1) Jadi untuk kasus diatas bisa disimbolkan sbb.: Bayi yang menangis, kemudian terdiam setelah dipangku orangtuanya, (q1,0) - (q0) state q1 diberi masukkan 0 akan tiba distate q0 bayi yang kaget ketika dikejutkan suara gaduh. (qo,1) - (q2) state qo diberi masukkan 1 akan tiba di state q2 jadi ada fenomena dulu, lalu dicari penjelasannya, lalu di prove secara matematik (pake apa kek: induksi/mesin-turing) melalui suatu simbol-simbol. Karena itulah, "Matematika" harus mengalami Redefinisi. Kenapa perlu redefinisi bung NI? lha yang dulu definisinya apa lalu mau digeser kemana? Wassalam, Teddy Mantoro
Re: Redefinisi Matematika
From: Teddy Mantoro [EMAIL PROTECTED] To: Multiple recipients of list [EMAIL PROTECTED] Date: Tuesday, February 22, 2000 23:19 Subject: Re: Redefinisi Matematika Bagaimana kalau begini : "Matematika sebagai sistim perhitungan yang berurusan dengan berbagai ukuran fenomena alam". Sedangkan angka/simbol hanya adalah bahasa dari setiap perhitungan, agar muncul keseragaman persepsi. Jadi tanpa kehadiran simbol/angka, proses matematika pada manusia sudah berjalan. Misalkan ditangan seorang anak kecil berusia 2 tahun ada sepotong kueh donat. Lalu kita beri donat lainnya. Dalam pikirannya kan sudah ada persepsi penjumlahan. Ya mungkin saja ia tidak tahu dengan simbol/angka bagi itu. Maklum... masih kecil. Malah kata "penjumalah" itu pun dia tidak tahu. Maklum ... perbendaharaan kata yang dikuasainya masih sangat sedikit. Tetapi perubahan pikiran pada dirinya, dari "ketika donat masih satu buah" menjadi "setelah donat lain kita berikan", akan timbul reaksi otaknya yang kalau kita simpulkan sebagai "penjumlahan". Kemudian kalau kita simpulkan dengan angka, maka reaksi otaknya itu adalah "1 + 1". Bukankah itu berarti bahwa proses matematikanya sudah berjalan ? Jadi proses Matematika pada manusia itu lebih dulu muncul ketimbang pengenalan angka/simbol. Hanya saja secara kultural : pengalaman anak kecil itu tidak dipandang sebagai "pelajaran Matematika". Padahal justru pada usia itulah ia mengalami ledakan memori luar biasa serta dampak positif berantainya di kemudian hari. Bagaimana kalau begini : Matematika sebagai "Sarana proses berpikir". Ini berarti berpikir untuk bidang apa saja. Jadi kalau ada guru mengajak murid2nya berhitung seputar tubuh manusia - tanpa menulis di papan tulis sedikit pun - itu berarti mengajak mereka belajar kedokteran. Ini sekaligus mementahkan mitos yang mengidentikkan "Matematika dengan simbol/angka". Salam, Nasrullah Idris
Redefinisi Matematika
Definisi "Matematika" dewasa ini justru memberi saham terhadap "kurang membuminya" atau "kurang apresiatifnya" mata pelajaran tersebut. Definisi "Matematika" masih memberi kesan sebagai sistem dari mekanisme simbol. Ini pun sekaligus memberi kesan bahwa "simbol" lebih dulu muncul ketimbang "Matematika". Seharusnya "Matematika" dipandang sebagai sistem pemecahan problema dari reaksi indera manusia terhadap fenomena alam. Sehingga akan muncul kesan "Matematika" lebih dulu muncul ketimbang "simbol". Bayi yang menangis, kemudian terdiam setelah dipangku orangtuanya, berarti proses Matematika pada pikirannya sudah berjalan. Sama juga dengan bayi yang kaget ketika dikejutkan suara gaduh. Karena itulah, "Matematika" harus mengalami Redefinisi. Salam, Nasrullah Idris