Balasan: [keluarga-islam] Anda bertanya.... saya ambilkan jawaban
Assalaamu'alaikum .. Maaf kang wandy saya nggak bisa membantu anda dalam hal ini, saya hanya berkesempatan untuk meng - copy paste - kan buat anda beberapa arsip diskusi tentang bolehnya bersolawat dengan awalan sayyidina, diantaranya kiriman mas Dodindra dan pak Nashir Akhmad. Bila anda masih penasaran juga silahkan ditanyakan kepada ahlinya. Bertanyalah kepada yang hidup, janganlah bertanya kepada benda mati. Sekali lagi mohon dimaafkan bila tidak memuaskan anda. Salam, Achmad Munif = Dodindra wrote : Om Fatih dan Om Nasir , serta saudaraku yang dirohmati Alloh,Mengawalkan kata "Sayyidina" dalam sholawat, baik di dalam maupun diluar shalat, bukanlah Bid'ah.Menurut Mahdzab Syafi'i, hukumnya mubah dan Sunnah, karena merupakanetika dalam memanggil dan menyebut nama Nabi SAW kekasih Alloh,pemimpin panutan Ummat, pemberi syafaat pertama di hari kiamat kelak.Hal ini dilakukan sesuai dengan cara Alloh ketika memberi gelaran padaNabi Muhammad SAW.Alloh SWT, dalam memanggil Nabi SAW, seringnya diberi gelaran pulayaitu Rosululloh, atau juga Nabiyyulloh, tidak hanya MAD saja, cobaingat lafal Syahadat.Hadits yang mensarankan agar membaca dengan yang baik ketikabersholawat dan ada kata-kata SAYYIDINA atau SAYYID,adalah :Ibnu Mas'ud berkata : " Sesungguhnya Nabi SAW bersabda : Bila Inginmembaca sholawat kepadaku maka bacalah dengan baik, maka sesungguhnyakamu tidak tahu bahwa itu akan diperlihatkan kepadaku, maka katakanlah: Yaa Alloh, jadikanlah sholawatMU dan RohmatMU serta BErkahMU atasBAginda sebagai utusan (SAYYIDINA MURSALIN) dan Imam bagi orang yangtaqwa serta penutup para Nabi, sebagai hamba-MU dan utusanMU, panutankebaikan dan rosul pembawa rohmat. Ya Alloh, jadikanlah dan berikanlahkedudukan yang Mulia kepada orang yang membangunkan orang-orang yangpertama dan yang terakhir " ( HR. Dailamy )Juga, hadis dari Abi Hurairah berkata: nabi SAW bersabda : Saya adalahtuanya (Sayyidu) anak cucu Adam dihari Kiamat nanti, dan orang pertamayang dibangkitkan dari kubur, orang pertama yang memberikan syafa'atdan yang memberi mandat untuk memberi syafa'at ( HR. Imam Muslim )Ada hadits-hadits lainnya, namun cukuplah hadits diatas untuk menambahwawasan kita bersama, agar tidak gampang-gampang menebar kata Bid'ahbagi saudara kita seIman, sesama Muslim yang berbeda pengamalannyadengan kita.Semoga Alloh membimbing dan menetapkan kita dishirothol mustaqiimNYA,amiin.Wal'asri innal insaanalafii kusrin, illalladziina amannuwa'amilush-sholihati watawashoubilhaqqi watawashoubish-shobri.Wassalamualaykum warohmatullohi wabarokatuhu,dodi indra --- In keluarga-islam@yahoogroups.com http://id.f556.mail.yahoo.com/ym/[EMAIL PROTECTED]YY=91554order=downsort=datepos=4view=ahead=b, "Nashir Ahmad M." mk_mtwf02@ wrote: [Q.S. 24.An-Nuur 63]. "Janganlah kamu jadikan panggilan Rasul diantara kamu seperti panggilan sebahagian kamu kepada sebahagian (yang lain). Sesungguhnya Allah telah mengetahui orang-orang yang berangsur- angsur pergi di antara kamu dengan berlindung (kepada kawannya), maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih."wandysulastra [EMAIL PROTECTED] menulis: ---Sampai disini saya setuju sekali pak Munif.. Justru yang sedang kita diskusikan ini adalah masalah hujjah atau landasan tersebut. Jika memang ada diantara Kitab Fiqh Ulama2 salaf yang mengajarkan pembacaan sholawat dengan penambahan "Sayyidina", mungkin permasalahan ini tidak akan ada. Namun sepanjang yang saya ketahui, tidak ada satu pun kitab Ulama Salaf yang menyebutkan penambahan tersebut. Selain tersebut di dalam Hadits2 yang Shahih, diantara Kitab2 yang menjadi Referensi Bunyi sholawat tanpa penambahan 'sayyidina' adalah seperti yang disebutkan Pak Fatih yaitu Kitab Bulughul Maram karya Al-Hafizh Ibnu Hajar, kemudian juga di dalam Kitab Al-Umm - Imam Syafi'i, kemudian juga disebutkan dalam kitab Majmu' karya Imam Nawawi dan Kitab Raudhah. Demikian juga menurut Wazir bin Hubairah Al-Hanbali dalam kitab Al-Ifshah yang dikutip oleh Ibnu Rajab dalam Kitab Dzailuth Thabaqat.Ulama Salaf di dalam kitab2nya kesemuanya mengajarkan bunyi Sholawat tanpa penambahan "Sayyidina" sebagaimana juga bunyi Syahadat yang diajarkan oleh Rasuulullah " Wa asyhadu anna Muhammadar Rasulullah". Mungkin Pak Munif bisa bantu memberi informasi tentang Ulama yang telah berijtihad dengan penambahan kata "Sayyidina" tersebut?WnSAss.Wr.Wb. Apakah Anda Yahoo!?Kunjungi halaman depan Yahoo! Indonesia yang baru! __._,_.___ Ilmu merupakan harta abstrak titipan Allah Subhanahu wata'ala kepada seluruh manusia yang akan bertambah bila terus diamalkan, salah satu pengamalannya adalah dengan membagi-bagikan ilmu itu kepada yang membutuhkan. Janganlah sombong dengan ilmu yang sedikit, karena jika Allah Subhanahu wata'ala berkehendak ilmu itu akan sirna dalam sekejap, beritahulah orang yang tidak tahu, tunjukilah orang yang minta petunjuk, amalkanlah ilmu
Re: Balasan: [keluarga-islam] Anda bertanya.... saya ambilkan jawaban
Alhamdulillah, untuk saya pribadi mengenai masalah Teks Sholawat yang shahih ini telah saya tanyakan kepada mahluk hidup yang dalam pengajian saya disebut ustadz... :) Insya Allah saya telah bertanya kepada beberapa ustadz yang memang menguasai masalah ini (dalam hal ini ilmu fiqih dan ilmu hadits). Saya pun pernah menanyakan hal ini di beberapa forum konsultasi seperti di radio2 yang dalam kajian subuh suka mengadakan sesi tanya jawab untuk mengetahui apa pendapat mereka mengenai hal ini, dan alhamdulillah jawabannya adalah sama seperti yang tersebut dalam kitab2 Ulama Salaf. Jadi Saya kutipkan keterangan2 tersebut hanya sebagai kroscek bahwasanya ustadz2 tersebut tidak asal ngomong tanpa mempelajari keterangan2 yang berasal dari Hadits2 yang shahih dan kitab2 ulama Salaf. Wassalam WnS --- In keluarga-islam@yahoogroups.com, Achmad Munif [EMAIL PROTECTED] wrote: Assalaamu'alaikum .. Maaf kang wandy saya nggak bisa membantu anda dalam hal ini, saya hanya berkesempatan untuk meng - copy paste - kan buat anda beberapa arsip diskusi tentang bolehnya bersolawat dengan awalan sayyidina, diantaranya kiriman mas Dodindra dan pak Nashir Akhmad. Bila anda masih penasaran juga silahkan ditanyakan kepada ahlinya. Bertanyalah kepada yang hidup, janganlah bertanya kepada benda mati. Sekali lagi mohon dimaafkan bila tidak memuaskan anda. Salam, Achmad Munif = Dodindra wrote : Om Fatih dan Om Nasir , serta saudaraku yang dirohmati Alloh, Mengawalkan kata Sayyidina dalam sholawat, baik di dalam maupun di luar shalat, bukanlah Bid'ah. Menurut Mahdzab Syafi'i, hukumnya mubah dan Sunnah, karena merupakan etika dalam memanggil dan menyebut nama Nabi SAW kekasih Alloh, pemimpin panutan Ummat, pemberi syafaat pertama di hari kiamat kelak. Ilmu merupakan harta abstrak titipan Allah Subhanahu wata'ala kepada seluruh manusia yang akan bertambah bila terus diamalkan, salah satu pengamalannya adalah dengan membagi-bagikan ilmu itu kepada yang membutuhkan. Janganlah sombong dengan ilmu yang sedikit, karena jika Allah Subhanahu wata'ala berkehendak ilmu itu akan sirna dalam sekejap, beritahulah orang yang tidak tahu, tunjukilah orang yang minta petunjuk, amalkanlah ilmu itu sebatas yang engkau mampu. Yahoo! Groups Links * To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/keluarga-islam/ * Your email settings: Individual Email | Traditional * To change settings online go to: http://groups.yahoo.com/group/keluarga-islam/join (Yahoo! ID required) * To change settings via email: mailto:[EMAIL PROTECTED] mailto:[EMAIL PROTECTED] * To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] * Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/
Re: Balasan: [keluarga-islam] Anda bertanya.... saya ambilkan jawaban
Bismillahirrohmanirrohiim, Ass.Wr.Wb. Saudaraku semua yang dirohmati Alloh SWT, apa nggak sebaiknya masalah ini kita tutup ? Bukankah akan lebih berfaedah jika kita lanjutkan untuk berdiskusi atau bermusyawaroh tentang hal-hal yang lain ? Semoga hal ini bisa diterima... Sebagai tambahan wawasan, soal bunyi bacaan sholawat ini ( Baik yang diyakini oleh Om Wandy, serta yang sejenis dengan yang saya sampaikan ada), monggo ditelaah pada kitab berikut : 1. Iqamat Ash-Shalat wa As-Sunnah Fiha, Ibnu Majah. 2. Al Kabir, Ath-Thabarani 3. Jami'ush - Shoghir, As-Suyuthi Agar ringkas, bisa pula dibaca buku terjemah berjudul : Keutamaan Shalawat Fadhilah Amal, Syaikh Abdul Aziz Asy-Syanawi, Penerjemah : H.Anshori Umar S, penerbit Pustaka Al Kautsar, Jakarta. Dibuku inipun kedua macam bacaan tadi juga ada, namun riwayatnya berbeda dari yang pernah saya sampaikan. Saudaraku, yang dirohmati Alloh, rasanya masalah ini, kita serahkan sajalah kepada masing-masing untuk mengimani dan mengamalkannya. Tidak perlu diperpanjang lagi. Masih baik jika mau mengamalkan sholawat, apapun yang dibaca, dari pada yang tidak mau bersholawat, bukankah demikian ? Lebih baik, mari kita siapkan hati kita, wadah untuk menampung maghfiroh Alloh SWT yang sebentar lagi akan dicurahkan bagi umat yang mau menerimanya di bulan Romadhon nanti. Wadah kita kita cuci dengan saling memaafkan, dan istighfar sebanyak-banyaknya, dilapisi dengan lapisan sholawat, agar tidak bocor ketika menerima curahan maghfiroh Alloh SWT nanti. Saya mohon maaf atas segala kekeliruan, kesalahan, baik yang sengaja maupun yang tidak saya ketahui kesengajaannya pada saudaraku semua. Semoga Alloh menolong kita semua, agar masih sampai dibulan Romadhon untuk menerima ampunanNYA, amiin. wassalam, dodi In keluarga-islam@yahoogroups.com, wandysulastra [EMAIL PROTECTED] wrote: Alhamdulillah, untuk saya pribadi mengenai masalah Teks Sholawat yang shahih ini telah saya tanyakan kepada mahluk hidup yang dalam pengajian saya disebut ustadz... :) Insya Allah saya telah bertanya kepada beberapa ustadz yang memang menguasai masalah ini (dalam hal ini ilmu fiqih dan ilmu hadits). Saya pun pernah menanyakan hal ini di beberapa forum konsultasi seperti di radio2 yang dalam kajian subuh suka mengadakan sesi tanya jawab untuk mengetahui apa pendapat mereka mengenai hal ini, dan alhamdulillah jawabannya adalah sama seperti yang tersebut dalam kitab2 Ulama Salaf. Jadi Saya kutipkan keterangan2 tersebut hanya sebagai kroscek bahwasanya ustadz2 tersebut tidak asal ngomong tanpa mempelajari keterangan2 yang berasal dari Hadits2 yang shahih dan kitab2 ulama Salaf. Wassalam WnS --- In keluarga-islam@yahoogroups.com, Achmad Munif munif2006@ wrote: Assalaamu'alaikum .. Maaf kang wandy saya nggak bisa membantu anda dalam hal ini, saya hanya berkesempatan untuk meng - copy paste - kan buat anda beberapa arsip diskusi tentang bolehnya bersolawat dengan awalan sayyidina, diantaranya kiriman mas Dodindra dan pak Nashir Akhmad. Bila anda masih penasaran juga silahkan ditanyakan kepada ahlinya. Bertanyalah kepada yang hidup, janganlah bertanya kepada benda mati. Sekali lagi mohon dimaafkan bila tidak memuaskan anda. Salam, Achmad Munif = Dodindra wrote : Om Fatih dan Om Nasir , serta saudaraku yang dirohmati Alloh, Mengawalkan kata Sayyidina dalam sholawat, baik di dalam maupun di luar shalat, bukanlah Bid'ah. Menurut Mahdzab Syafi'i, hukumnya mubah dan Sunnah, karena merupakan etika dalam memanggil dan menyebut nama Nabi SAW kekasih Alloh, pemimpin panutan Ummat, pemberi syafaat pertama di hari kiamat kelak. Ilmu merupakan harta abstrak titipan Allah Subhanahu wata'ala kepada seluruh manusia yang akan bertambah bila terus diamalkan, salah satu pengamalannya adalah dengan membagi-bagikan ilmu itu kepada yang membutuhkan. Janganlah sombong dengan ilmu yang sedikit, karena jika Allah Subhanahu wata'ala berkehendak ilmu itu akan sirna dalam sekejap, beritahulah orang yang tidak tahu, tunjukilah orang yang minta petunjuk, amalkanlah ilmu itu sebatas yang engkau mampu. Yahoo! Groups Links * To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/keluarga-islam/ * Your email settings: Individual Email | Traditional * To change settings online go to: http://groups.yahoo.com/group/keluarga-islam/join (Yahoo! ID required) * To change settings via email: mailto:[EMAIL PROTECTED] mailto:[EMAIL PROTECTED] * To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] * Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/
Re: Balasan: [keluarga-islam] Anda bertanya.... saya ambilkan jawaban
Baiklah, untuk menutup diskusi ini, berikut saya kutipkan penjelasan dari seorang ULAMA yang layak untuk kita dengarkan penjelasannya mengenai larangan ghuluw (berlebihan) dalam memuji Nabi Muhammad saw. Termasuk dalam masalah ini adalah penambahan lafaz 'Sayyidina' dalam sholawat yang sesungguhnya tidak pernah ada diajarkan oleh Rasulullah dalam hadits-hadits yang shahih. Mudah-mudahan dapat bermanfaat untuk rekan-rekan lainnya. Jikapun ada yang tidak setuju dan masih ingin mengagungkan Rasulullah secara berlebih, itu adalah hak anda. Apakah anda lebih mengikuti Keterangan dari Nash yang menyebutkan hal tersebut dengan sangat jelas, atau mengikuti logika sebagian orang yang ingin berlebih-lebihan dalam beribadah.. Semuanya terserah anda, kewajiban kita hanyalah sekedar mengingatkan dan menasehati... :) -- Larangan Ghuluw (Berlebih-lebihan) dalam Memuji Nabi Muhammad saw Oleh : Yazid bin Abdul Qadir jawas Ghuluw artinya melampaui batas. Dikatakan: gholaa, yaghluu, ghuluw jika ia melampaui batas dalam ukuran. Allah azza wa jall berfirman: Janganlah kamu melampaui batas dalam agamamu (QS. An-Nisaa': 171) Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda: Jauhkanlah diri kalian dari ghuluw (berlebih-lebihan) dalam agama, karena sesungguhnya sikap ghuluw ini telah membinasakan orang-orang sebelum kalian. [1] Salah satu sebab yang membuat seseorang menjadi kufur adalah sikap ghuluw dalam beragama, baik kepada orang shalih atau dianggap wali, maupun ghuluw kepada kuburan para wali, hingga mereka minta dan berdo'a kepadanya padahal ini adalah perbuatan syirik akbar. Sedangkan ithra' artinya melampaui batas (berlebih lebihan) dalam memuji serta berbohong karenanya. Dan yang dimaksud dengan ghuluw dalam hak Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam adalah melampaui batas dalam menyanjungnya, sehingga mengangkatnya di atas derajatnya sebagai hamba dan Rasul (utusan) Allah Subhaanahu wa ta'ala, menisbatkan kepada-nya sebagian dan sifat sifat Ilahiyyah. Hal itu misalnya dengan memohon dan meminta pertolongan kepada beliau, tawassul dengan beliau, atau tawassul dengan kedudukan dan kehormatan beliau, bersumpah dengan nama beliau, sebagai bentuk 'ubudiyyah kepada selain Allah Subhaanahu wa ta'ala, perbuatan ini adalah syirik. Dan yang dimaksud dengan ithra' dalam hak Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam adalah berlebih-lebihan dalam memujinya, padahal beliau telah melarang hal tersebut melalui sabda beliau: Janganlah kalian berlebih-lebihan dalam memujiku, sebagaimana orang- orang Nasrani telah berlebih-lebihan memuji Isa putera Maryam. Aku hanyalah hamba-Nya, maka katakanlah, 'Abdullaah wa Rasuuluhu' (hamba Allah dan Rasul-Nya). [2] Dengan kata lain, janganlah kalian memujiku secara bathil dan janganlah kalian berlebih-lebihan dalam memujiku. Hal itu sebagaimana yang telah dilakukan oleh orang-orang Nasrani terhadap Isa 'alaihis salam sehingga mereka menganggapnya memiliki sifat Ilahiyyah. Karenanya, sifatilah aku sebagai mana Rabb-ku memberi sifat kepadaku, maka atakanlah: Hamba Allah dan Rasul (utusan)-Nya. [3] Abdullah bin asy-Syikhkhir rodhiallaahu 'anhu berkata, Ketika aku pergi bersama delegasi bani 'Amir untuk menemui Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam , kami berkata kepada beliau, Engkau adalah sayyid (penghulu) kami! (sayyidinaa-pen) Spontan Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam menjawab: Sayyid (penghulu) kita adalah Allah Tabaaraka wa Ta 'aala! Lalu kami berkata, Dan engkau adalah orang yang paling utama dan paling agung kebaikannya. Serta merta beliau shallallaahu 'alaihi wa sallam mengatakan: Katakanlah sesuai dengan apa yang biasa (wajar) kalian katakan, atau seperti sebagian ucapan kalian dan janganlah sampai kalian terseret oleh syaitan. [4] Anas bin Malik rodhiallaahu 'anhu berkata,'Sebagian orang berkata kepada beliau, Wahai Rasulullah, wahai orang yang terbaik antara kami dan putera orang yang terbaik di antara kami! Wahai sayyid kami (sayyidinaa-pen) dan putera penghulu kami! Maka seketika itu juga Nabi shallallaahu #145;alaihi wa sallam bersabda: Wahai manusia, ucapkanlah dengan yang biasa (wajar) kalian ucapkan! Jangan kalian terbujuk oleh syaitan, aku (tidak lebih) adalah Muhammad, hamba Allah dan Rasul-Nya. Aku tidak suka kalian mengangkat (menyanjung)ku di atas (melebihi) kedudukan yang telah Allah berikan kepadaku. [5] Beliau shallallaahu 'alaihi wa sallam membenci jika orang-orang memujinya dengan berbagai ungkapan seperti: Engkau adalah sayyidku, engkau adalah orang yang terbaik di antara kami, engkau adalah orang yang paling utama di antara kami, engkau adalah orang yang paling agung di antara kami. Padahal sesungguhnya beliau shallallaahu alaihi wa sallam adalah makhluk yang paling utama dan paling mulia secara mutlak. Meskipun demikian, beliau shallallaahu alaihi wa sallam melarang mereka agar menjauhkan mereka dan sikap melampaui batas dan berlebih-lebihan dalam menyanjung hak beliau shallallaahu
Re: Balasan: [keluarga-islam] Anda bertanya.... saya ambilkan jawaban
Hm... excellent closing.. Wassalam, Anto --- wandysulastra [EMAIL PROTECTED] wrote: Baiklah, untuk menutup diskusi ini, berikut saya kutipkan penjelasan dari seorang ULAMA yang layak untuk kita dengarkan penjelasannya mengenai larangan ghuluw (berlebihan) dalam memuji Nabi Muhammad saw. Termasuk dalam masalah ini adalah penambahan lafaz 'Sayyidina' dalam sholawat yang sesungguhnya tidak pernah ada diajarkan oleh Rasulullah dalam hadits-hadits yang shahih. Mudah-mudahan dapat bermanfaat untuk rekan-rekan lainnya. Jikapun ada yang tidak setuju dan masih ingin mengagungkan Rasulullah secara berlebih, itu adalah hak anda. Apakah anda lebih mengikuti Keterangan dari Nash yang menyebutkan hal tersebut dengan sangat jelas, atau mengikuti logika sebagian orang yang ingin berlebih-lebihan dalam beribadah.. Semuanya terserah anda, kewajiban kita hanyalah sekedar mengingatkan dan menasehati... :) -- Larangan Ghuluw (Berlebih-lebihan) dalam Memuji Nabi Muhammad saw Oleh : Yazid bin Abdul Qadir jawas Ghuluw artinya melampaui batas. Dikatakan: gholaa, yaghluu, ghuluw jika ia melampaui batas dalam ukuran. Allah azza wa jall berfirman: Janganlah kamu melampaui batas dalam agamamu (QS. An-Nisaa': 171) Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda: Jauhkanlah diri kalian dari ghuluw (berlebih-lebihan) dalam agama, karena sesungguhnya sikap ghuluw ini telah membinasakan orang-orang sebelum kalian. [1] Salah satu sebab yang membuat seseorang menjadi kufur adalah sikap ghuluw dalam beragama, baik kepada orang shalih atau dianggap wali, maupun ghuluw kepada kuburan para wali, hingga mereka minta dan berdo'a kepadanya padahal ini adalah perbuatan syirik akbar. Sedangkan ithra' artinya melampaui batas (berlebih lebihan) dalam memuji serta berbohong karenanya. Dan yang dimaksud dengan ghuluw dalam hak Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam adalah melampaui batas dalam menyanjungnya, sehingga mengangkatnya di atas derajatnya sebagai hamba dan Rasul (utusan) Allah Subhaanahu wa ta'ala, menisbatkan kepada-nya sebagian dan sifat sifat Ilahiyyah. Hal itu misalnya dengan memohon dan meminta pertolongan kepada beliau, tawassul dengan beliau, atau tawassul dengan kedudukan dan kehormatan beliau, bersumpah dengan nama beliau, sebagai bentuk 'ubudiyyah kepada selain Allah Subhaanahu wa ta'ala, perbuatan ini adalah syirik. Dan yang dimaksud dengan ithra' dalam hak Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam adalah berlebih-lebihan dalam memujinya, padahal beliau telah melarang hal tersebut melalui sabda beliau: Janganlah kalian berlebih-lebihan dalam memujiku, sebagaimana orang- orang Nasrani telah berlebih-lebihan memuji Isa putera Maryam. Aku hanyalah hamba-Nya, maka katakanlah, 'Abdullaah wa Rasuuluhu' (hamba Allah dan Rasul-Nya). [2] Dengan kata lain, janganlah kalian memujiku secara bathil dan janganlah kalian berlebih-lebihan dalam memujiku. Hal itu sebagaimana yang telah dilakukan oleh orang-orang Nasrani terhadap Isa 'alaihis salam sehingga mereka menganggapnya memiliki sifat Ilahiyyah. Karenanya, sifatilah aku sebagai mana Rabb-ku memberi sifat kepadaku, maka atakanlah: Hamba Allah dan Rasul (utusan)-Nya. [3] Abdullah bin asy-Syikhkhir rodhiallaahu 'anhu berkata, Ketika aku pergi bersama delegasi bani 'Amir untuk menemui Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam , kami berkata kepada beliau, Engkau adalah sayyid (penghulu) kami! (sayyidinaa-pen) Spontan Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam menjawab: Sayyid (penghulu) kita adalah Allah Tabaaraka wa Ta 'aala! Lalu kami berkata, Dan engkau adalah orang yang paling utama dan paling agung kebaikannya. Serta merta beliau shallallaahu 'alaihi wa sallam mengatakan: Katakanlah sesuai dengan apa yang biasa (wajar) kalian katakan, atau seperti sebagian ucapan kalian dan janganlah sampai kalian terseret oleh syaitan. [4] Anas bin Malik rodhiallaahu 'anhu berkata,'Sebagian orang berkata kepada beliau, Wahai Rasulullah, wahai orang yang terbaik antara kami dan putera orang yang terbaik di antara kami! Wahai sayyid kami (sayyidinaa-pen) dan putera penghulu kami! Maka seketika itu juga Nabi shallallaahu alaihi wa sallam bersabda: Wahai manusia, ucapkanlah dengan yang biasa (wajar) kalian ucapkan! Jangan kalian terbujuk oleh syaitan, aku (tidak lebih) adalah Muhammad, hamba Allah dan Rasul-Nya. Aku tidak suka kalian mengangkat (menyanjung)ku di atas (melebihi) kedudukan yang telah Allah berikan kepadaku. [5] Beliau shallallaahu 'alaihi wa sallam membenci jika orang-orang memujinya dengan berbagai ungkapan seperti: Engkau adalah sayyidku, engkau adalah orang yang terbaik di antara kami, engkau adalah orang yang paling utama di antara kami, engkau adalah orang yang paling agung di antara kami. Padahal sesungguhnya beliau shallallaahu alaihi wa sallam
Balasan: Re: Balasan: [keluarga-islam] Anda bertanya.... saya ambilkan jawaban
Terima kasih kang Wandy sudah bersedia menutup pintu "Anda bertanya saya ambilkan jawaban" yang saya bukakan kemarin, tetapi rupanya anda lupa menguncinya. Makanya sekarang saya ambilkan kuncinya biar lebih aman dan terkendali. Buat mas Anto Sulistianto jangan hanya tepuk tangan saja, silahkan buruan masuk sebelum pintunya benar-benar dikunci, nanti kedinginan di luar lhoo. udah sekarang saya gembok yach.kang Silahkan anda berpanjang-panjang argumen untuk sekedar menyimpulkan bahwa kami yang bersholawat dengan diawali "sayyidina" dengan sebutan "berlebihan" "ghuluw" atau yang lainnya .. biarkanlah kami memahami setiap informasi yang ada dengan bekal akal dan logika yang telah Allah SWT karuniakan kepada kami. Saya mencoba menelusuri bacaan yang anda kutipkan di bawah yang isinya nggak beda jauh dengan posting yang sudah dikirimkan sebelumnya, dan rekan kita pak Nashir mas dodindra pun sudah mengirimkan HR maupun ayat Qur'an yang isinya anjuran untuk memuliakan Muhammad sebagai RosuluLLoh dan penghulu para Nabi yang telah Allah karuniakan kepada Beliau SAW. Ketahuilah saudaraku kamibersolawat dengan didahului kata "sayyidina" tidak ada setitik niatpun dari hati kami untuk mengagungkan Beliau SAW di atas keagungan Allah SWT, Beliau tetaplah makhluq Allah SWT yang paling mulia diantara seluruh makhluq yang telah Allah ciptakan.Oh... ya saya jadi teringat dengan reposting anda sebelumnya . bahwa setiap amal ibadah haruslah sesuai dengan yang telah dicontohkan RosuluLLoh SAW. Misalkan ada HR begini "Sholluuu kama ro aitumuuni usholliy", terus Beliau SAW sholat di atas pasir dengan diberi tikar seadanya. kemudian kita melakukan sholat diatas lantai masjid yang bermarmer+sajadah dari kain wool yang mahaldan ada pendingin udara..apakah kita sudah berlebihan ...? atau misalkan kita menjalankan kewajiban mencari 'ilmu dengan mendengarkan ceramah melalui radio / televisi apakah kita sudah berlebihan ...? (kan rosuluLLoh SAW belum pernah mencontohkan yang demikian bukan.?). Ini permisalan saya saja dengan akal dan logika yang telah Allah SWT karuniakan, nggak usah ditanggapi serius yach. karena memang tidak ada nash yang menjelaskan demikian.Mungkin baru seperti itu 'ilmu yang saya dapatkan dari sekian milyar khazanah informasi yang telah Allah SWT tebarkan di muka bumi-Nya, untuk itu kamipun cukup berhati-hati untuk tidak merasa benar dengan apa yang kebetulan telah Allah SWT karuniakan tersebut. Sekali lagi. silahkan anda amalkan semua 'ilmu yang telah anda yakini, dan biarkanlah kami menjalankan amal ibadah sesuai dengan keyakinan kami.Mohon dimaafkan bila ternyata ada kata atau kalimat yang kurang berkenan.. selamat menyongsong bulan mulia yang insya Allah dikaruniakan kepada kita di tahun ini. Marhaban yaa Romadlon. Allohumma a'inni 'ala dzikrika wa syukrika wa khusni 'ibaadatika amien...Salam, _ Achmad Munifwandysulastra [EMAIL PROTECTED] menulis: Baiklah, untuk menutup diskusi ini, berikut saya kutipkan penjelasan dari seorang ULAMA yang layak untuk kita dengarkan penjelasannya mengenai larangan ghuluw (berlebihan) dalam memuji Nabi Muhammad saw. Termasuk dalam masalah ini adalah penambahan lafaz 'Sayyidina' dalam sholawat yang sesungguhnya tidak pernah ada diajarkan oleh Rasulullah dalam hadits-hadits yang shahih. Mudah-mudahan dapat bermanfaat untuk rekan-rekan lainnya. Jikapun ada yang tidak setuju dan masih ingin mengagungkan Rasulullah secara berlebih, itu adalah hak anda. Apakah anda lebih mengikuti Keterangan dari Nash yang menyebutkan hal tersebut dengan sangat jelas, atau mengikuti logika sebagian orang yang ingin berlebih-lebihan dalam beribadah.. Semuanya terserah anda, kewajiban kita hanyalah sekedar mengingatkan dan menasehati... :)--Larangan Ghuluw (Berlebih-lebihan) dalam Memuji Nabi Muhammad sawOleh : Yazid bin Abdul Qadir jawasGhuluw artinya melampaui batas.Dikatakan: "gholaa, yaghluu, ghuluw " jika ia melampaui batas dalam ukuran. Allah azza wa jall berfirman:"Janganlah kamu melampaui batas dalam agamamu" (QS. An-Nisaa': 171)Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda:"Jauhkanlah diri kalian dari ghuluw (berlebih-lebihan) dalam agama, karena sesungguhnya sikap ghuluw ini telah membinasakan orang-orang sebelum kalian." [1]Salah satu sebab yang membuat seseorang menjadi kufur adalah sikap ghuluw dalam beragama, baik kepada orang shalih atau dianggap wali, maupun ghuluw kepada kuburan para wali, hingga mereka minta dan berdo'a kepadanya padahal ini adalah perbuatan syirik akbar.Sedangkan ithra' artinya melampaui batas (berlebih lebihan) dalam memuji serta berbohong karenanya. Dan yang dimaksud dengan ghuluw dalam hak Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam adalah melampaui batas dalam menyanjungnya, sehingga mengangkatnya di atas derajatnya sebagai hamba dan Rasul (utusan) Allah Subhaanahu wa ta'ala, menisbatkan kepada-nya sebagian dan sifat sifat Ilahiyyah. Hal itu misalnya