Re: [wanita-muslimah] Re: Muslimah Feminists: 'Islam must not be used to discriminate agai

2009-02-18 Terurut Topik L.Meilany
Flora, 
Wahyu mungkin seorang yg lain diantara para pria
Bangga juga, sebagai kakaknya, dulu waktu di rumah kami 
dididik harus bisa semuanya. Ndak ada itu ini tugas perempuan, ini tugas laki2.

Jadi meskipun perempuan juga harus bisa mbetulin genting, ngerti mbenerin 
setrikaan.
Alm bapak saya juga lebih bisa masak sayur bening bayam daripada ibu saya.
Ibu saya cuma ahli bikin masakan wolanda yg bumbunya cuma garam, merica, pala, 
peterseli.

Tapi realitanya tetap saja 'jam kerja' perempuan selalu lebih banyak daripada 
laki2.
Kata pepatah : Man's work last till set of sun
 Woman's work is never done.
Ada yg dipaksa oleh keadaan suaminya nggak mau tahu, ada yg sukarela ikhlas, 
naluri gitu katanya.
Meskipun nanti kalo di majlis taklim suka curhat2.

Salam, 
l.meilany


  - Original Message - 
  From: Flora Pamungkas "GMail" 
  To: wanita-muslimah@yahoogroups.com 
  Sent: Tuesday, February 17, 2009 8:14 PM
  Subject: [wanita-muslimah] Re: Muslimah Feminists: 'Islam must not be used to 
discriminate agai


  Saya ulang lagi yang pernah saya bilang di sini tahun2 lalu.

  Di Islam, tidak ada kewajiban bagi isteri untuk melakukan masak, bersih2
  rumah, nyuci2, dsb.

  Kalau isteri melakukan hal2 itu, Allah akan memberikan reward atas perbuatan
  baiknya. 

  Si suami justru berhutang budi kepada isteri yang mau mengerjakan hal2
  domestik.

  Tugas isteri hanya mengurus anak (-anak).

  Laki2 Indonesia pada tinggi resistensinya terhadap ajaran Islam spt yg saya
  katakan di atas.

  Budaya kita mengajarkan bahwa pekerjaan domestik adalah urusan perempuan.

  Kilas balik ...

  Seumur hidup saya tak pernah melihat Bapak memegang sapu.

  Untuk itu dari sejak kecil, saya dipersiapkan untuk jadi upik abu. 

  Nyuci piring, nyapu, ngepel, beli minyak tanah ke warung pake jerigen yang
  beratnya minta ampun.

  Sementara my male siblings pada asyik ngelayap maen ketapel, maen gundu
  sampai maghrib. 

  Coba kalau saya punya saudara perempuan, bisa gotong royong berdua ngerjakan
  urusan rumah.

  Ibu sudah capek memasak dan bekerja sebagai guru.

  Dulu waktu anak saya masih kecil, sekolahnya siang jam 13.00 sampai jam
  18.00.

  Jadi pagi2 setelah siapkan sarapan & baju suami, saya masih sempat nyemir
  sepatu suami & membersihkan kaca matanya.

  Teman saya, sambil mesam-mesem kasih komentar: Kok mau-maunya sih, mbak? 

  Saya bingung juga mendengarnya, bukankah ini tugas isteri? Meski suami
  tidak meminta.

  Toh saya sudah berhenti bekerja sejak mengikuti suami ke luar negeri.

  Ngapain lagi kalau bukan ngerjakan yang beginian?

  Malah saya merasa beruntung karena sudah terlatih dari sejak kecil.

  Umur 8 tahun sudah masuk dapur, wajah kebledhosan minyak goreng waktu
  menggoreng krupuk.

  Jari tangan mengelupas kena uap panas waktu mengangkat kukusan saat memasak
  nasi.

  Setelah anak saya sudah gede, sekolahnya pagi. 

  Saya siapkan sarapan dan bekal makan siang utk mereka.

  Tak sempat lagi nyemir sepatu, paling2 bersihkan kaca mata.

  Sebab sayapun juga harus bersiap diri ngantar anak ke sekolah.

  Apalagi suami berangkat pagi sekali, untuk menghindari macet yg bisa bikin
  telat sampai kantor.

  Telat tiba di kantor is a huge shame.

  Dari pengalaman berpindah-pindah negara, ternyata nggak jauh beda yang
  dialami kaum wanita.

  Saya dengar keluhan para karyawati di kantor suami. 

  Capek pulang dari bekerja, eh .. di rumah masih harus menyapu, memasak, dsb.

  Sedang suami mereka enak2 nonton TV menunggu hidangan makan malam siap.

  Malah ada yang sering dipukulin suami, sampai wajahnya bengeb2.

  Dia kabur ke rumah ibunya, tapi toh lusanya sudah balik lagi ke suaminya.

  Saya sampai gemas juga dg wanita itu, kok masih saja bertahan dengan suami
  macam itu.

  Dua tahun lalu, anak saya ada Easter break, 2 minggu, maka saya berlibur
  dan bertemu kembali dg mereka.

  Ngobrol ngalor ngidul, termasuk urusan domestik rumah. 

  Mereka ternganga-nganga, saat saya bilang bahwa suami saya yang membersihkan
  4 kamar mandi dan mem-vacuum carpet.T

  Tak menyangka si mantan boss mereka kok mau ngerjakan hal2 itu di rumah.

  Teman saya yang orang Kanada, pernah ngiri pada saya, karena suaminya tak
  mau tahu dengan urusan rumah.

  OK, akhir kata, saya tidak setuju pendapat mas Werkuwer di bawah ini.

  Suami saya juga mengerjakan domestic chores sebagaimana diajarkan dalam
  Islam, dan yg dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW.

  Kalau rumah tangga saya dicap tidak Islami, saya protes :-D

  Salam,

  Flora

  --

  Re: Muslimah Feminists: 'Islam must not be used to discriminate agai 

  Posted by: "werkuwer" mnug2...@yahoo.com werkuwer 

  Mon Feb 16, 2009 9:34 pm (PST) 

  ini jelas keluarga yg ndak islami. mana ada laki-laki mengerjakan 

  tugas-tugas domestik dalam ayat? 

  --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, "Ari Condro"  

  wrote:

  > 

  &g

[wanita-muslimah] Re: Muslimah Feminists: 'Islam must not be used to discriminate agai

2009-02-17 Terurut Topik herri.permana

Saya pernah bikin artikel tentang ini dul banget...ada yang masih 
punya arsipnya gak

Masak itu sebenarnya kewajiban suami ini masuk dalam bab nyari nafkah,
kan suami wajib memberi makan anak istrinya makanya di kitab-kitab fiqh 
klasik sebagiannya menyatakan masak itu kewajiban suami..penyediaan 
pembantu pun kewajiban suami bila dia mampu..

Seperti saya katakan di awal gak ada perintah bahwa istri harus beres-
beres dll.Kalo melahirkan , menyusui itu emang kodrat ce , tapi masak , 
beres-beres , cuci baju dll itu cuma konstruksi sosial yang sengaja 
diciptakan baik dengan atau tidak dengan dalil(h) agama.

saya sendiri gak masak , soalnya cuma bisa bikin mie instan doang 
hehehe jadinya yah istri yang masak saya nyuci baju..

Udah gak jamannya lagi pake konstruksi sosial kuno kayak gitu , liat 
aja film bule yang drama keluarga biasanya suami yang nyiapin sarapan.

Kalo mau main isu kodrad indra perasa co itu lebih peka makanya 
pencicip anggur misalnya selalu co , dan koki terbaik selalu co..
jadi sebenarnya co itu dikodratkan buat masak tapi suka malas sih
enakkan langsung aaamm..

--- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, "werkuwer"  wrote:
>
> kalau mau protes, silakan saja layangkan protes anda. tugas suami 
> adalah mencari nafkah dan menafkahi istri dan anaknya. tugas istri 
> ya melayani suami dan anak-anaknya. sesederhana itu. kalau di kanada 
> suami ndak mau mbantu istri, dia harus mampu menyediakan dana untuk 
> housekeeper. kalau ndak mampu (nafkah pas-pasan) ya harus 
> mengerjakan kebutuhannya sendiri, meskipun secara keagamaan masih 
> tetep saja ndak islami.  
> 



[wanita-muslimah] Re: Muslimah Feminists: 'Islam must not be used to discriminate agai

2009-02-17 Terurut Topik werkuwer
kalau mau protes, silakan saja layangkan protes anda. tugas suami 
adalah mencari nafkah dan menafkahi istri dan anaknya. tugas istri 
ya melayani suami dan anak-anaknya. sesederhana itu. kalau di kanada 
suami ndak mau mbantu istri, dia harus mampu menyediakan dana untuk 
housekeeper. kalau ndak mampu (nafkah pas-pasan) ya harus 
mengerjakan kebutuhannya sendiri, meskipun secara keagamaan masih 
tetep saja ndak islami.  

--- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, "Flora Pamungkas \"GMail\"" 
 wrote:
>
> Saya ulang lagi yang pernah saya bilang di sini tahun2 lalu.
> 
> Di Islam, tidak ada kewajiban bagi isteri untuk melakukan masak, 
bersih2
> rumah, nyuci2, dsb.
> 
> Kalau isteri melakukan hal2 itu, Allah akan memberikan reward atas 
perbuatan
> baiknya.  
> 
> Si suami justru berhutang budi kepada isteri yang mau mengerjakan 
hal2
> domestik.
> 
> Tugas isteri hanya mengurus anak (-anak).
> 
> Laki2 Indonesia pada tinggi resistensinya terhadap ajaran Islam 
spt yg saya
> katakan di atas.
> 
> Budaya kita mengajarkan bahwa pekerjaan domestik adalah urusan 
perempuan.
> 
>  
> 
> Kilas balik ...
> 
> Seumur hidup saya tak pernah melihat Bapak memegang sapu.
> 
> Untuk itu dari sejak kecil, saya dipersiapkan untuk jadi upik 
abu.  
> 
> Nyuci piring, nyapu, ngepel, beli minyak tanah ke warung pake 
jerigen yang
> beratnya minta ampun.
> 
> Sementara my male siblings pada asyik ngelayap maen ketapel, maen 
gundu
> sampai maghrib. 
> 
> Coba kalau saya punya saudara perempuan, bisa gotong royong berdua 
ngerjakan
> urusan rumah.
> 
> Ibu sudah capek memasak dan bekerja sebagai guru.
> 
>  
> 
> Dulu waktu anak saya masih kecil, sekolahnya siang jam 13.00 
sampai jam
> 18.00.
> 
> Jadi pagi2 setelah siapkan sarapan & baju suami, saya masih sempat 
nyemir
> sepatu suami & membersihkan kaca matanya.
> 
> Teman saya, sambil mesam-mesem kasih komentar: Kok mau-maunya sih, 
mbak?   
> 
> Saya bingung juga mendengarnya, bukankah ini tugas isteri?  Meski 
suami
> tidak meminta.
> 
> Toh saya sudah berhenti bekerja sejak mengikuti suami ke luar 
negeri.
> 
> Ngapain lagi kalau bukan ngerjakan yang beginian?
> 
> Malah saya merasa beruntung karena sudah terlatih dari sejak kecil.
> 
> Umur 8 tahun sudah masuk dapur, wajah kebledhosan minyak goreng 
waktu
> menggoreng krupuk.
> 
> Jari tangan mengelupas kena uap panas waktu mengangkat kukusan 
saat memasak
> nasi.
> 
>  
> 
> Setelah anak saya sudah gede, sekolahnya pagi. 
> 
> Saya siapkan sarapan dan bekal makan siang utk mereka.
> 
> Tak sempat lagi nyemir sepatu, paling2 bersihkan kaca mata.
> 
> Sebab sayapun juga harus bersiap diri ngantar anak ke sekolah.
> 
> Apalagi suami berangkat pagi sekali, untuk menghindari macet yg 
bisa bikin
> telat sampai kantor.
> 
> Telat tiba di kantor is a huge shame.
> 
>  
> 
> Dari pengalaman berpindah-pindah negara, ternyata nggak jauh beda 
yang
> dialami kaum wanita.
> 
> Saya dengar keluhan para karyawati di kantor suami.  
> 
> Capek pulang dari bekerja, eh .. di rumah masih harus menyapu, 
memasak, dsb.
> 
> Sedang suami mereka enak2 nonton TV menunggu hidangan makan malam 
siap.
> 
> Malah ada yang sering dipukulin suami, sampai wajahnya bengeb2.
> 
> Dia kabur ke rumah ibunya, tapi toh lusanya sudah balik lagi ke 
suaminya.
> 
> Saya sampai gemas juga dg wanita itu, kok masih saja bertahan 
dengan suami
> macam itu.
> 
> Dua tahun lalu, anak saya ada Easter break, 2 minggu, maka  saya 
berlibur
> dan bertemu kembali dg mereka.
> 
> Ngobrol ngalor ngidul, termasuk urusan domestik rumah.  
> 
> Mereka ternganga-nganga, saat saya bilang bahwa suami saya yang 
membersihkan
> 4 kamar mandi dan mem-vacuum carpet.T
> 
> Tak menyangka si mantan boss mereka kok mau ngerjakan hal2 itu di 
rumah.
> 
> Teman saya yang orang Kanada, pernah ngiri pada saya, karena 
suaminya tak
> mau tahu dengan urusan rumah.
> 
>  
> 
> OK, akhir kata, saya tidak setuju pendapat mas Werkuwer di bawah 
ini.
> 
> Suami saya juga mengerjakan domestic chores sebagaimana diajarkan 
dalam
> Islam, dan yg dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW.
> 
> Kalau rumah tangga saya dicap tidak Islami, saya protes :-D
> 
>  
> 
>  
> 
> Salam,
> 
> Flora
> 
>  
> 
> --
> 
>  
> 
> Re: Muslimah Feminists: 'Islam must not be used to discriminate 
agai 
> 
> Posted by: "werkuwer" mnug2...@...   werkuwer 
> 
> Mon Feb 16, 2009 9:34 pm (PST) 
> 
>  
> 
>  
> 
> ini jelas keluarga yg ndak islami. mana ada laki-laki mengerjakan 
> 
> tugas-tugas domestik dalam ayat? 
> 
>  
> 
> --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, "Ari Condro"  
> 
> wrote:
> 
> > 
> 
> > Kenapa sih bukan suaminya yg tugas cuci piring ? Ane yg bagian 
> 
> cuci piring tuh di rumah. Ini warisan dari kebiasaan bokap.
> 
> > 
> 
> > Ebes malah lebih ekstrim lagi, yg ngepel, cuci pakaian dan bikin 
> 
> minum, yg ngerjain ebes sendiri. Padahal ebes ini tentara lho. Yg 
> 
> identik dengan maskulin.
> 
> > 
> 
> > Ane aja malu sama tingkat kerajinan bokap.
> 
> > 
> 
> > 
> 
> > sal

[wanita-muslimah] Re: Muslimah Feminists: 'Islam must not be used to discriminate agai

2009-02-17 Terurut Topik Flora Pamungkas "GMail"
Saya ulang lagi yang pernah saya bilang di sini tahun2 lalu.

Di Islam, tidak ada kewajiban bagi isteri untuk melakukan masak, bersih2
rumah, nyuci2, dsb.

Kalau isteri melakukan hal2 itu, Allah akan memberikan reward atas perbuatan
baiknya.  

Si suami justru berhutang budi kepada isteri yang mau mengerjakan hal2
domestik.

Tugas isteri hanya mengurus anak (-anak).

Laki2 Indonesia pada tinggi resistensinya terhadap ajaran Islam spt yg saya
katakan di atas.

Budaya kita mengajarkan bahwa pekerjaan domestik adalah urusan perempuan.

 

Kilas balik ...

Seumur hidup saya tak pernah melihat Bapak memegang sapu.

Untuk itu dari sejak kecil, saya dipersiapkan untuk jadi upik abu.  

Nyuci piring, nyapu, ngepel, beli minyak tanah ke warung pake jerigen yang
beratnya minta ampun.

Sementara my male siblings pada asyik ngelayap maen ketapel, maen gundu
sampai maghrib. 

Coba kalau saya punya saudara perempuan, bisa gotong royong berdua ngerjakan
urusan rumah.

Ibu sudah capek memasak dan bekerja sebagai guru.

 

Dulu waktu anak saya masih kecil, sekolahnya siang jam 13.00 sampai jam
18.00.

Jadi pagi2 setelah siapkan sarapan & baju suami, saya masih sempat nyemir
sepatu suami & membersihkan kaca matanya.

Teman saya, sambil mesam-mesem kasih komentar: Kok mau-maunya sih, mbak?   

Saya bingung juga mendengarnya, bukankah ini tugas isteri?  Meski suami
tidak meminta.

Toh saya sudah berhenti bekerja sejak mengikuti suami ke luar negeri.

Ngapain lagi kalau bukan ngerjakan yang beginian?

Malah saya merasa beruntung karena sudah terlatih dari sejak kecil.

Umur 8 tahun sudah masuk dapur, wajah kebledhosan minyak goreng waktu
menggoreng krupuk.

Jari tangan mengelupas kena uap panas waktu mengangkat kukusan saat memasak
nasi.

 

Setelah anak saya sudah gede, sekolahnya pagi. 

Saya siapkan sarapan dan bekal makan siang utk mereka.

Tak sempat lagi nyemir sepatu, paling2 bersihkan kaca mata.

Sebab sayapun juga harus bersiap diri ngantar anak ke sekolah.

Apalagi suami berangkat pagi sekali, untuk menghindari macet yg bisa bikin
telat sampai kantor.

Telat tiba di kantor is a huge shame.

 

Dari pengalaman berpindah-pindah negara, ternyata nggak jauh beda yang
dialami kaum wanita.

Saya dengar keluhan para karyawati di kantor suami.  

Capek pulang dari bekerja, eh .. di rumah masih harus menyapu, memasak, dsb.

Sedang suami mereka enak2 nonton TV menunggu hidangan makan malam siap.

Malah ada yang sering dipukulin suami, sampai wajahnya bengeb2.

Dia kabur ke rumah ibunya, tapi toh lusanya sudah balik lagi ke suaminya.

Saya sampai gemas juga dg wanita itu, kok masih saja bertahan dengan suami
macam itu.

Dua tahun lalu, anak saya ada Easter break, 2 minggu, maka  saya berlibur
dan bertemu kembali dg mereka.

Ngobrol ngalor ngidul, termasuk urusan domestik rumah.  

Mereka ternganga-nganga, saat saya bilang bahwa suami saya yang membersihkan
4 kamar mandi dan mem-vacuum carpet.T

Tak menyangka si mantan boss mereka kok mau ngerjakan hal2 itu di rumah.

Teman saya yang orang Kanada, pernah ngiri pada saya, karena suaminya tak
mau tahu dengan urusan rumah.

 

OK, akhir kata, saya tidak setuju pendapat mas Werkuwer di bawah ini.

Suami saya juga mengerjakan domestic chores sebagaimana diajarkan dalam
Islam, dan yg dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW.

Kalau rumah tangga saya dicap tidak Islami, saya protes :-D

 

 

Salam,

Flora

 

--

 

Re: Muslimah Feminists: 'Islam must not be used to discriminate agai 

Posted by: "werkuwer" mnug2...@yahoo.com   werkuwer 

Mon Feb 16, 2009 9:34 pm (PST) 

 

 

ini jelas keluarga yg ndak islami. mana ada laki-laki mengerjakan 

tugas-tugas domestik dalam ayat? 

 

--- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, "Ari Condro"  

wrote:

> 

> Kenapa sih bukan suaminya yg tugas cuci piring ? Ane yg bagian 

cuci piring tuh di rumah. Ini warisan dari kebiasaan bokap.

> 

> Ebes malah lebih ekstrim lagi, yg ngepel, cuci pakaian dan bikin 

minum, yg ngerjain ebes sendiri. Padahal ebes ini tentara lho. Yg 

identik dengan maskulin.

> 

> Ane aja malu sama tingkat kerajinan bokap.

> 

> 

> salam,



[Non-text portions of this message have been removed]