[Forum-Pembaca-KOMPAS] OPINI: Kontroversi RUU Pencucian Uang
Penguatan Fungsi dan Indepedensi PPATK Bambang Soesatyo Anggota Pansus RUU PPTPU/ Komisi III DPR Pembahasan RUU Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (PPTPU) antara pemerintah dan DPR yg berlangsung alot dari Kamis (15/7) hingga Minggu (18/7), dilanjutkan pekan depan. Adapun pasal tentang hak penyelidikan telah disepakati didrop dan diganti dengan pemeriksaan non pro justicia agar tdk bertentangan dengan KUHAP. Dengan di drop nya Hak Penyelidikan, maka otomatis kewenangan penyelidikan yg ada pada pasal2 lain yg terkait dg turunan penyelidikan menjadi berubah. Permintaan hak penyadapan diganti dg rekomendasi. Pasal ttg hak pemblokiran dirubah menjadi permintaan pemblokiran. DPR juga meminta PPATK memperbaiki atau menyempurnakan beberapa pasal dari rancangan undang-undang (RUU) Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (PPTPU). Perbaikan RUU itu perlu agar pembahasan pekan depan tdk lagi terkendala dg adanya perbedaan pandang antar pemerintah sendiri. PEKAN lalu. tepatnya jelang pertengahan Juli 2010, saya mempermasalahkan beberapa pasal dari rancangan undang-undang (RUU) Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (PPTPU). Saya langsung menempatkan beberapa masalah itu ke dalam ruang publik, agar publik tahu asal-usul persoalan ini. Lebih dari itu, isu ini memuat persoalan atau kepentingan publik.Menyangkut jutaan rekening milik masyarakat di bank-bank dalam negeri. Maka, sebagai anggota Pansus DPR untuk RUU PPTPU, menjadi kewajiban saya menginformasikan masalah ini kepada publik. Saya, dan juga rekan-rekan lain di DPR, berbulat sepakat bahwa institusi Pusat Pelaporan dan Analisis Keuangan (PPATK) harus terus diperkuat dari waktu ke waktu, sedangkan Undang-undang (UU) No.15/2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang wajib disempurnakan sesuai kebutuhan dan perkembangan tantangannya. Kalau UU-nya akan terus mengalami penyempurnaan, menjadi kewajiban DPR pula untuk membentengi PPATK dari kemungkinan kooptasi oleh pihak mana pun, termasuk penguasa (istana) dan si kaya. Intinya, independensi PPATK harus selalu terjaga. Sekarang ini, kita gelisah, karena Ketua PPATK kita menerima begitu saja tugas dan fungsi lain yang diberikan presiden. Kita ragu apakah PPATK kita masih independen. Apakah ia berani mengungkapkan transaksi mencurigakan dari ring satu istana yang secara telanjang mata rakyat menyaksikan mereka kian makmur dan tambun. Pencucian uang adalah proses atau perbuatan yang menggunakan uang hasil tindak pidana Dengan perbuatan itu, uang disembunyikan atau dikaburkan asal usulnya oleh si pelaku, untuk kemudian dimunculkan kesan itu uang halal. UU.No.15/2002 mengenal dua tindak pidana pencucian uang, yakni aktif dan pasif. Tindak pidana aktif berarti seseorang sengaja menempatkan, transfer, menghibahkan, membayar, menitipkan, membawa ke luar negeri, menukarkan uang hasil tindak pidana dengan tujuan mengaburkan atau menyembunyikan asal usul uang itu, sehingga muncul kesan sebagai uang halal. Tindak pidana pasif bisa dituduhkan kepada setiap orang yang menerima atau menguasai penempatan, pentransferan, pembayaran, penerima hibah, sumbangan, penitipan, penukaran uang-uang yang berasal dari tindak pidana itu, dengan tujuan sama yaitu mengaburkan atau menyembunyikan asal-usul uang. Oleh para ahli di dalam dan luar negeri, UU No.15/2002 pernah dinilai belum efektif, karena banyak celah yang memungkinkan pelaku tindak pidana lolos dari jerat hukum. Selama bertahun-tahun kita terus didesak untuk menyempurnakan UU ini. Jika tidak disempurnakan mengikuti standar universal, perekonomian Indonesia berisiko dikenai sanksi. Namun kita juga harus waspada isi RUU tersebut jangan sampai disusupi kepentingan asing. Misalnya menjadi kontra produktif hingga pemilik rekening atau pengusaha menjadi gerah dan ramai-ramai memindahkan uangnya ke bank asing atau ke luar negeri. Bukan rahasia lagi hari-hari ini banyak berkeliaran di Jakarta agen-agen bank asing yang menjajakan jasa penyimpanan uang yang aman dan dijamin tidak akan terdektesi dan terjangkau oleh hukum kita. Benar, sejak mengadopsi kebijakan antipencucian uang pada 2000, Indonesia menjadi anggota organisasi pemberantasan pencucian uang di kawasan ini yang beranggotakan sekitar 25 negara, yakni Asia Pacific Group on Money Laundering. Di bawah sorotan institusi ini, kita terus didesak menyempurnakan UU anti pencucian uang. Tapi, sekali kita tidak boleh mengorbankan kepentingan nasional dengan 'bungkus' seolah-olah pemberantasan korupsi. Kita juga harus sadar, jangan sampai UU itu dijadikan alat 'gebuk' bagi penguasa pada lawan-lawan politiknya. Sekadar menyegarkan ingatan, sejak 2001, oleh Gugus Tugas Aksi Keuangan untuk Pencucian Uang atau FATF (FinancialAction Task Force on Money Laundering), Indonesia dimasukan dalam daftar negara yang tidak kooperatif menangani antipencucian uang sesuai standar FATF. Baru pada 2005, dalam pertemuan tahunan FATF
[Forum-Pembaca-KOMPAS] Re: Bara Hasibuan: Pernyataan JK Langgar Etika Negara
Kau yang mulai, kau yang mengakhiri. Kau yang berjanji, kau yang mengingkari Kalau mau jujur, sebagai presiden yang masih memerintah, SBY harus bisa memberi contoh. Ini kan bermula dari tagline kampanye JK-Win 'Lebih cepat, lebih baik', dimana SBY terpancing dengan mengeluarkan sindiran2 dan bahasa bersayap disetiap kesempatan. Dan JK sebenarnya korban dari pada lagu SBY: Setinggi gunung, seribu janji Lain dibibir, lain dihati... Karena sampai usai pileg 3x JK bertemu SBY tetap menyatakan komitmen nya utk tetap bersama-sama. Dan jujur saja, JK sebenarnya tidak terlalu siap maju sebagai capres. Karena, ya itu tadi... terbuai janji. He..he Lanjutkan! Lebih cepat, lebih baek.
[Forum-Pembaca-KOMPAS] OBAMA UNTUK DUNIA, SEBUAH HARAPAN
OBAMA UNTUK DUNIA, SEBUAH HARAPAN Bambang Soesatyo Ketua Komite Tetap Fiskal Dan Moneter Kadin Indonesia DELAPAN tahun kepemimpinan George W Bush di Amerika Serikat (AS) akan dikenang sebagai era penuh siksaan, karena dunia tidak lagi menjadi planet yang aman. Bush dan para Hawkish di sekelilingnya menggelar dua perang; dunia 'dipaksa' selalu siaga satu untuk memerangi terorisme; mengancam Iran sehingga faktor geopolitik tak pernah kondusif. mengacau balau arah pembangunan bangsa-bangsa, termasuk merusak perekonomian AS sendiri, sehingga dunia kini terperangkap dalam krisis finansial. Bagi perekonomian dunia, Bush terus menerus menghembus sentimen negatif, menyebabkan harga energi turun naik tak karu-karuan. Bush akan mengakhiri tugas kepresidenannya dengan membirkan dunia diselimuti ketidakpastian. Proses untuk mengakhiri sewindu ketidaknyamanan dunia itu mudah-mudahan bisa dimulai pada 20 Januari 2009, saat Barack Hussein Obama dilantik menjadi presiden AS ke 44. Obama punya waktu empat tahun, dan kita berharap dia bisa melakukan perubahan agar dunia bergerak ke arah benar. Karena dia dari Partai Demokrat, ekspektasi terhadap kepemimpinan Obama memang amat tinggi. Publik AS, dan juga dunia, langsung mengacu pada delapan tahun era kemamkmuran AS di bawah kepemimpinan Presiden Bill Clinton, juga Demokrat. Pertanyaannya, mampukah Obama menjawab ekspektasi itu? Katakanlah, terlalu berlebihan atau kelewat optimistik. Sebab, Obama mulai melakukan pembenahan ketika perekonomian AS di posisi minus, kacau karena sektor keuangan dan sistem perbankan AS harus diinfusakibat dehidrasi alias keringnya likuiditas. Kepercayaan publik terhadap perbankan, maupun kepercayaan antarbank, ambruk ke titik nol. Biaya pemulihan ekonomi AS tak cukup 700 miliar dolar AS. Artinya, tak cukup dengan memberi bantuan likuiditas ke sektor perbankan AS. Mungkin Obama akan butuh lebih dari 1 trilyun dolar, karena sektor riil AS pun mulai terancam lumpuh. Icon industri AS seperti General Motors dan Ford Motors pun minta diinjeksi untuk menghindari penutupan pabrik dan pemutusan hubungan kerja. Pokoknya, Obama harus berhasil menyadarkan dan membangkitkan semangat warga AS untuk bekerja keras dan membiayai hidupnya dengan efisien. Obama juga harus membuat stimulus untuk menumbuhkan permintaan, agar sektor riil AS mulai berproduksi lagi dan menyerap produk ekspor dari negara lain, termasuk Indonesia. Cukup menjanjikan karena Obama memprioritaskan program penyelamatan ekonomi warga kelas menengah dan keluarga miskin, dengan menciptakan lapangan kerja. Tim ekonomi Obama sedang merancang paket kebijakan stimulus untuk memulihkan sektor riil AS. Juga memberikan moratorium selama tiga bulan bagi para debitur rumah. Selain itu, seperti dijanjikan dalam kampanyenya, Obama juga menerbitkan kebijakan penurunan pajak, serta menyediakan kredit bagi para pekerja berpenghasilan di bawah 200.000 dolar AS. Sebaliknya, presiden AS itu akan menaikkan pajak untuk keluarga berpenghasilan lebih dari 250.000 dolar AS. Nampak jelas bahwa tim ekonomi Obama lebih memilih pemulihan sektor industri untuk menciptakan lapangan kerja baru. Mereka memang peduli pada program penyehatan sektor keuangan dan sistem perbankan. Tapi, di mata para pembantu Obama, komunitas keuangan dan perbankan AS adalah sumber kerusakan. Mereka sendirilah yang harus memperbaiki kerusakan itu. Bisa dipastikan bahwa Obama juga akan menurunkan anggaran untuk operasi militer. Langkah ini akan memperkecil defisit anggaran belanja AS..Juga akan mengurangi impor minyak. Kebijakan ini akan mendorong stabilitas harga minyak di pasar dunia. Lalu, apa yang selayaknya komunitas internasional (dunia) harapkan dari era kepemimpinan Obama? Hanya satu, menjadikan planet ini tempat yang nyaman dan kondusif. Hembuskan sentimen positif bagi perekonomian dan bisnis global. Hanya itu, tak ada yang lain. Dunia berharap Obama tidak menggelar perang baru. juga mentralisir suhu geopolitik guna membangun kepastian global. Kita berharap Obama dan para pembantunya menyimak komitmen G-20, dan pada waktunya menyikapi hasil G-20 dengan konstruktif dan langkah-langkah yang produktif. Sangat penting bagi pemerintah baru AS menyerap aspirasi sebagian besar anggota G620 yang menghendaki adanya wewenang negara/pemerintah mengawasi dan mengatur atau mengintervensi pasar,agar dunia lebih berorientasi pada ekonomi riil, bukan ekonomi finansial yang liar. Mekanisme pasar tidak salah, tetapi menghilangkan wewenang dan fungsi kontrol negara adalah sebuah kesalahan. Sama artinya dengan negara membiarkan berlakunya hukum rimba di pasar.. Untuk mengurangi ketegangan internasional, sekaligus mencptakan proses kemandirian warga Irak dan Afghanistan, Obama perlu menarik pasukan AS secara bertahap dari Irak dan Afghanistan. Jika Obama menawarkan pendekatan diplomatis untuk menyelesaikan masalah nuklir Iran, pendekatan itu merupakan sentimen positif bagi perekonomian dan aktivitas bisnis global. Berkurangnya
[Forum Pembaca KOMPAS] Pidato Putaran Terkahir SBY
Pidato Putaran Terakhir SBY Bambang Soesatyo Ketua Komite Tetap Fiskal dan Moneter Kadin Indonesia Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tampaknya tak menyia-nyiakan sisa waktu yang tersedia untuk mengerek kembali citra yang mulai meredup dipenghujung jabatannya pada pidato kenegaraan penyampaian nota keuangan putaran terakhir 15 Agustus lalu di sidang Paripurna DPR RI. Kecuali orasi pencitraan tentang apa-apa yang telah dicapai, tidak ada sesuatu yang baru. Ketua Umum Kadin Indonesia MS Hidayat bahkan menilai asumsi harga minyak mentah Indonesia (ICP) sebesar 100 dolar AS per barel terlalu optimistis, mengingat kondisi harga minyak dunia masih fluktuaif. MS Hidayat juga menyayangkan anggaran insfrastruktur hanya dipatok 3 persen. Padahal untuk memacu ekonomi dalam negara yang pertumbuhannya tinggi, alokasi anggaran bagi insfrastruktur setidaknya 6 persen dari PDB. Sulit memang, mengharapkan langkah spektakuler dalam sisa waktu yang tidak terlalu banyak lagi. Hanya tinggal hitungan bulan. Namun kalau boleh menyarankan, sebaiknya SBY-JK segera memerintahkan para menteri ekonomi untuk mengkreasi kebijakan ekonomi yang bisa dijadikan instrumen untuk mentransmisikan pertumbuhan ekonomi pada kesejahteraan rakyat (kesra). Sebab, jika tidak prestasi gemilang SBY-JK mewujudkan stabilitas keamanan dan menjerat para koruptor akan direkduksi oleh rakyat jika aspek kesra tidak ditangani dengan maksimal. Klaim pemerintah bahwa pertumbuhan ekonomi semester I sebesar 6,4 persen memang tidak perlu diperdebatkan. namun, pertumbuhan itu harus terus dikritisi karena praktis tak berdampak apa-apa pada aspek ksejahteraan rakyat kebanyakan. Daya beli rakyat yang diimpi-impikan kalangan pengusaha dapat segera puluh kembali, tetap rendah kendati ekonomi terus bertumbuh di atas 6 persen. Pertumbuhan tersebut bahkan juga tidak mampu menyerap angkatan kerja. Kualitas pertumbuhan itu juga sama sekali tak mampu merespon persoalan kemiskinan yang dirasakan terus meluas pasca kenaikan harga BBM, Mei 2008. Pemerintah perlu lebih bertenggang rasa. Jangan berasumsi persoalan selesai dan semua orang happyhanya dengan menyajikan statistik pertumbuhan yang di atas 6 persen itu. Perlu ada kemauan dari para Menteri untuk menghayati apa yang dirasakan rakyat. Statistik makro ekonomi itu sama sekali tak menyelesaikan persoalan Balita kurang gizi, ibu hamil yang bunuh diri karena putus asa kesulitan ekonomi, hingga sektor riil yang terus terpuruk. Presiden sebaiknya mengeluarkan instruksi kepada para menteri ekonomi untuk memperbaiki kinerja dan kualitas pertumbuhan ekonomi nasional. Sebab, Indonesia saat ini butuh pertumbuhan yang mampu merespon masalah kemiskinan dan menyerap angkatan kerja. Bukan angka statistik yang memabukan.
[Forum Pembaca KOMPAS] Krisis Listrik
Pemerintah Diminta Pikirkan Beban Pengusaha Minggu, 13 Juli 2008 | 11:12 WIB Laporan Wartawan Kompas, Orin Basuki JAKARTA, MINGGU - Pelaku usaha berharap pemerintah tidak hanya membahas pemberian sanksi kepada industri yang menolak pengalihan waktu kerja yang akan berlaku efektif mulai 21 Juli 2008. Pemerintah juga perlu memikirkan pemberian sanksi bagi buruh yang menolak dan menuntut uang lembur akibat pengalihan waktu dari hari kerja ke hari libur Sabtu dan Minggu tersebut. Pelaku usaha akan membayar uang lembur apabila waktu bekerja buruh melampaui batas maksimal yang diatur dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan, yakni 40 jam dalam seminggu, ujar Ketua Komite Tetap Fiskal dan Moneter Kamar Dagang dan Industri Indonesia Bambang Soesatyo di Jakarta, Minggu (13/7). Menurut Bambang, dalam kaitan perbaikan mutu pelayanan, pelaku usaha tidak keberatan adanya penyesuaian tarif dasar listrik bagi indusri. Namun, sebelum itu diputuskan, pelaku usaha menuntut diadakannya audit secara menyeluruh terhadap kinerja manajemen PLN, termasuk perhitungan biaya produksi listrik industri PLN yang mencapai Rp 1.300 per kilowatt hour. Audit ini penting karena sudah menjadi rahasia umum bahwa tata kelola energi di PLN selama ini amburadul, tidak efisien, dan tidak transparan. Jangan karena ketidakefisienan serta buruknya manajemen suplai dan distribusi PLN, industri dan masyarakat yang dikorbankan, ujarnya. Pelaku usaha juga mengingatkan pemerintah agar jauh-jauh hari dari sekarang mulai mengantisipasi ketersediaan pasokan batu bara bagi proyek pembangunan 40 PLTU berkapasitas 10.000 megawatt yang saat ini tengah dikerjakan. Sebab, jika tidak, pembangunan PLTU tersebut akan sia-sia dan tidak menjadi solusi krisis listrik. Perlu juga dipikirkan tentang biaya produksi yang akan dikenakan pada industri dan masyarakat, mengingat 75 persen pembangkit baru yang akan dikebut penyelesaiannya pada 2009 itu masih mengandalkan penggunaan batu bara. Padahal, harga batu bara di pasar internasional terus meroket. Minggu ini saja harga batu bara telah di atas 150 dollar AS per ton seiring dengan kenaikan harga minyak mentah dunia. Harga batu bara tahun 2009 pasti akan lebih tinggi lagi. Kalau tingginya harga batu bara tersebut sepenuhnya dibebankan dalam perhitungan tarif dasar listrik industri, tidak banyak industri yang mampu memikulnya. Namun, sebaliknya, apabila dibebankan kepada pemerintah dalam bentuk subsidi, itu akan memberatkan APBN dan keuangan negara akan jebol. Jadi, dalam jangka panjang ke depan harus dicarikan solusi yang memungkinkan PLN tidak tergantung pada ketersediaan batu bara. Yaitu sumber energi alternatif, seperti panas bumi, tenaga surya matahari, tenaga air, dan tenaga nuklir. Disamping tentu saja manajemen PLN sebagai perusahaan negara yang memonopoli pasokan listrik bagi kebutuhan energi nasional harus diperbaiki dan dirombak total agar tercipta manajemen yang andal dan profesional. Sehingga moto PLN: Listrik untuk Kehidupan yang Lebih Baik tidak hanya menjadi slogan karena faktanya telah membuat kehidupan menjadi buruk, ujar Bambang.
[Forum Pembaca KOMPAS] SKB Krisis Listrik
Pelaku usaha berharap pemerintah tidak hanya membahas pemberian sanksi kepada industri yang menolak pengalihan waktu kerja yang akan berlaku efektif mulai 21 Juli 2008, tetapi juga membahas pemberian sanksi bagi buruh yang menolak dan menuntut uang lembur akibat pengalihan waktu dari hari kerja ke hari libur Sabtu dan Minggu tersebut. Pelaku usaha akan membayar uang lembur apabila waktu bekerja buruh melampaui batas maksimal yang diatur dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan, yakni 40 jam dalam seminggu. Dalam kaitan perbaikan mutu pelayanan, pelaku usaha tidak keberatan adanya penyesuaian tarif dasar listrik bagi indusri. namun sebelum itu diputuskan, pelaku usaha menuntut diadakannya audit secara menyeluruh terhadap kinerja manajemen PLN, termasuk perhitungan biay produksi listrik industri PLN yang mencapai Rp 1.300 per kilowatt hour (kwh). Audit ini penting, sebab sudah menjadi rahasia umum bahwa tata kelola energi di PLN selama ini amburadul, tidak efisien dan tidak transparan.Jangan karena ketidak efisienan dan buruknya manajemen suplay dan distribusi PLN, industri dan masyarakay yang dikorbankan. Pelaku usaha juga mengingatkan pemerintah agar jauh-jauh hari dari sekarang sudaj harus mulai mengantisipasi ketersediaan pasokan batubara bagi proyek pembangunan 40 PLTU berkapasitas 10.000 MW yang saat ini tengah dikerjakan. Sebab jika tidak, pembangunan PLTU tersebut akan sia-sia dan tidak menjadi solusi krisis listrik. Perlu juga dipikirkan tentang biaya produksi yang akan dikenakan pada industri dan masayarakat, mengingat 75 persen pembangkit baru yang akan dikebut penyelesaiannya pada 2009 itu masih mengandalkan penggunaan batu bara. Dimana harga batu bara di pasar internasional terus meroket. Minggu ini saja harga batu bara telah di atas 150 dolar AS per ton seiring dengan kenaikan harga minyak mentah dunia. Harga batu bara tahun 2009 pasti akan lebih tinggi lagi. Kalau tingginya harga batu bara tersebut sepenuhnya dibebankan dalam perhitungan tarif dasar listrik industri, maka tidak banyak industri yang mampu memikulnya. Namun sebaliknya, apabila dibebankan pada pemerintah dalam bentuk subsidi, maka itu akan memberatkan APBN dan keuangan negara akan jebol. Jadi, dalam jangka panjang kedepan, harus dicarikan solusi yang memungkinkan PLN tidak tergantung pada ketersediaan batubara. Yaitu sumber energi alternatif seperti panas bumi, tenaga surya mataharo, tenaga air atau tenaga nuklir. Disamping tentu saja manajemen PLN sebagai perusahaan negara yang memonopoli pasokan listrik bagi kebutuhan energi nasional harus diperbaiki dan dirombak total agar tercipta manajemen yang handal dan profesional. Sehingga motto PLN: Listrik Untuk Kehidupan Yang Lebih Baik tidak hanya menjadi slogan karena faktanya telah membuat kehidupan menjadi buruk.
[Forum Pembaca KOMPAS] SBY-JK: Bersama Kita (tidak) Bisa!
BERSAMA KITA (TIDAK) BISA! Bambang Soesatyo Alumni Lemhannas RI, Angkatan 2005 (KSA-XIII) Pengurus Pusat Ikatan Alumni Lemhannas (IKAL) Di tengah riuhnya perhelatan piala Eropa, perhatian masyarakat politik Indonesia mungkin akan sedikit teralihkan dari Swiss dan Austria. Maklum, tak lama lagi, tepatnya 22 Juni 2008, pemilihan Gubernur (Pilgub) Jawa Tengah (Jateng) bakal digelar. Pilgub Jateng itu diikuti lima pasangan calon gubernur (Cagub)-calon wakil gubernur (Cawagub). Pasangan Bambang Sadono-M Adnan diusung Partai Golkar dan Bibit Waluyo-Rustriningsih dijagokan PDIP. Ada lagi pasangan Sukawi-Sudharto (Partai Demokrat-PKS), Muhammad Tamzil-Abdul Rozaq Rais (PPP dan PAN), plus Agus Suyitno-Abdul Kholiq Arif yang dijagokan PKB. Partai Golkar maju ke medan Pilgub Jateng ibarat raksasa yang sedang terluka, menyusul kekalahan mereka di beberapa daerah yang justru menjadi lumbung suara saat pemilu 2004: Jawa Barat dan Sumatera Utara. Selain itu, Golkar juga mengalami penzaliman yang `seolah-olah' tidak di ketahui SBY di beberapa tempat. Kasus terakhir, di Maluku Utara, sebuah keputusan pemerintah yang didasarkan pada fatwa Mahkamah Agung (MA) memutukan calon Gubernur Golkar dinyatakan kalah. Padahal sebelumnya, KPU Pusat telah menyatakan kemenangan menjadi milik Golkar. Pada 2 Juni lalu, Pemerintah menetapkan Thaib Armayn dan Abdul Gani Kasuba (yang diusung Partai Demokrat) sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Maluku Utara terpilih. Mereka mengalahkan pasangan Partai Golkar, Abdul Gafur dan Abdurahman Fabanyo. Putusan itu dinilai telah memakai standar ganda. Sebab, pada kasus yang sama di Pilgub Lampung, pasangan Gubernur dan Wakil Gubernur dari Golkar, yang juga telah mengantungi ketetapan MA, justru tidak diakui. Kasus Pilgub Lampung hingga kini terkatung-katung. Dalam menyikapai kasus Pilgub Lampung, pemerintah memakai salah satu pasal dalam UU No.32/2004 sebagai argumen dan menyatakan bahwa penetapan pasangan calon gubernur dan wakil gubernur terpilih sepenuhnya merupakan kewenangan KPU Propinsi dan KPU Kabupaten/Kota. Karena itu, Presiden, Mendagri, dan MA tidak berhak menetapkan hasil pilkada. Lihat, betapa kontras sikap itu dengan penyikapan pemerintah dalam kasus pilgub Maluku Utara, ketika pasal dalam UU No.32/2004 itu justru tidak pernah dipergunakan dan terkesan disembunyikan rapat-rapat Artikel berjudul `Pohon Beringin Tak Lagi Rindang' yang ditulis saudara Mazhar, Litbang SINDO (13/6), kemudian menarik untuk disimak. Di sana ditegaskan, sebagai pemenang pemilu 2004 yang memiliki jam terbang paling lama, Golkar pantas merasa terluka. Dalam jagat politik, permainan orang dalam Presiden SBY dinilai Golkar sudah sangat kasar dan tak lagi cantik. Tapi, Golkar tak mau lama-lama menoleh ke belakang. Pilgub Jateng sudah di depan mata. Bisa dimaklumi jika Partai Golkar berharap banyak dari Pilgub g ini. Bahkan, setelah serangkaian kekalahan yang dialami, Pilgub Jateng bagaikan pertaruhan hidup mati bagi para pemimpin Partai Golkar periode sekarang. Apalagi, sejumlah survei yang telah dipublikasikan menunjukan, Pilgub Jateng masih memberi harapan bagi Golkar, terutama jika dibandingkan Pilgub Jawa Timur dan Pilgub Bali yang sebentar lagi juga bakal digelar. Jateng memang lumbung suara Partai Demokrasi Indonesia-Perjuangan (PDIP). Tapi, calon Golkar diyakni cukup populer di sana. Pada pemilu legislatig 2004, PDIP menang di Jateng dengan 5.245.879 suara. Dari 29 kabupaten dan enam kota di Jateng, PDIP unggul di 24 kabupaten dan 4 kota. Sisanya dimenangkan Golkar (Rembang dan Kota Salatiga), PKB (Tegal, Pekalongan, dan Kudus), dan PPP (Jepara dan Kota Pekalongan). Namun, belajar dari pengalaman Pilgub Jawa Barat dan Sumatera Utara, terlihat bahwa partai besar yang secara tradisional punya basis suara terbesar di daerah pemilihan tidak otomatis memenangkan Pilgub. Jadi, harus dikatakan bahwa lima kontestan Pilgub Jateng memiliki peluang sama besar. Pada akhirnya, efektivitas kerja mesin politik partai pendukung dan kerja keras pasangan Cagub-Cawagub akan menjadi penentu. Hasil survei Pusat Kajian Kebijakan dan Pembangunan Strategis (Puskaptis) menempatkan Sukawi Sutarip-Sudharto sebagai pasangan paling popular. Puskaptis melakukan survei pada 14-25 April 2008 terhadap 1.191 responden di Jateng. Sukawi-Sudharto unggul di 4 kabupaten dan 2 kota. Namun, Lembaga Survey Nasional (LSN)--bekerja sama dengan Lembaga Studi Teranova-- punya versi lain. LSN memperkirakan, Pilgub Jateng 2008 diwarnai persaingan ketat jago PDIP dengan jago Partai Golkar. Untuk mendapatkan hasil final, Pilgub Jateng mungkin berlangsung dua putaran. Survei LSN menunjukkan pasangan Bibit-Rustriningsih dan Bambang-Adnan meraih dukungan yang nyaris sama besar, sekitar 26,3 persen. Di tempat ketiga pasangan Muhammad Tamzil-Abdul Rozaq Rais (10,9 persen) dan di urutan berikutnya adalah Sukawi Sutarip-Sudharto (10,4 persen) serta Agus Suyitno-Abdul Kholiq Arif (1,9 persen). Potensi golput relatif tinggi, Sekitar
[Forum Pembaca KOMPAS] 10 Tahun Reformasi
10 TAHUN REFORMASI Bambang Soesatyo Ketua Komite Tetap Moneter Dan Fiskal Kadin Indonesia Alumni KSA XIII Lemhannas RI TANGGAL 21 Mei 1998, siang hari, hampir seluruh rakyat Indonesia menerka-nerka,dan berharap-harap cemas di depan televisi. Semua ingin menyimak apa yang akan diumumkan Presiden (waktu itu)Soeharto.Sekarang, kita baru menyadari bahwa itulah momentum kita sedang berancang-ancang di garis start reformasi. Ketika pernyataan yang paling ditunggu-tunggu itu akhirnya terucap juga dari mulut Soeharto--bahwa terhitung sejak saat itu dia mundur dari jabatan Presiden Republik Indonesia--rangkaian kata-kata itu ibarat letupan pistol strat untuk sprint di era reformasi. Semua elemen masyarakat langsung tancap gas. Ibarat race di Formula 1 atau MotoGP, kita semua melakukan start reformasi dengan buruk, tak beraturan. Reformasi dilaksanakan tanpaperencanaan. Tidak ada setting. Juga tak ada pentahapan, bahkan minus kalkulasi risiko sama sekali. Semua kran yang selama puluhan tahun disumbat, mendadak sontak dibuka, tanpa reserve lagi, menyemburkan semangat kebebasan yang hampir saja menggilas semua norma dan etka. Kran kebebasan mengemukakan pendapat, kran kebebasan berserikat, kran kebebasan memilih, semuanya dilepas. nyaris tanpa kendali. Euphoria reformasi menyebabkan kita seperti kuda yang berlari kesana kemari tanpa tali kekang. Akibat start reformasi yang buruk itu, kita saling tabrak sana tabrak sini berulang kli. Tak tanggung-tanggung, beberapa kumpulan orang nekad langsung mengarahkan dan menabrakan semangat reformasinya ke ibukota negara, mendeklarasikan niat pisah dari rumah NKRI. Lainnya ingin punya provinsi atau kabupaten sendiri. Ada yang coba mengobok-obok Pancasila. Elemen besar yang merasa powerful coba mebangun pengkotak-kotakan masyarakat. Premanisme nyaris dihalalkan atas nama demokrasi dan hak asazi. Juga karena punya azasi dan demokratis, ada yang merasa sah-sah saja melanggar aturan atau mengganggu ketertiban umum. Lalu, karena punya otonomi, Pemprov atau pemkab nekad membuat Perda yang bertentangan dengan UUD. Begitulah; kadang seram, tak jarang pula lucu. Di Jakarta, para reformis menggagas perubahan di sana-sini. Sayang, karena perubahan besar dan fundamental yang ingin diwujukan itu tanpa perencanaan, tanpa setting, tanpa pentahapan dan sama sekali mengabaikan risiko besar maupun kecil, kita bisa merasakan sekarang kalau reformasi kita seperti tidak punya arah yang jelas, tidak punya fokus. Ke arah mana Republik melangkah? kita masih bingung menjawabnya, padahal usia reformasi kita sudah satu dekade. UUD 45 berulangkali diamandemen. Kita bentuk DPD, tapi tak tahu untuk apa lembaga tinggi negara yang satu ini. Kita sering mengklaim reformasi dan demokratisasi mencatat progres signifikan dalam bidang politik. Sayangnya, baru pada satu sub sistem politik, yakni sistem pemilihan umum yang bebas dan langsung, baik untuk pemilihan anggota legistlatif pusat dan daerah, pemilihan kepala daerag (gubernur/bupati) hingga pemilihan presiden.Klaim itu tak terbantahkan. Namun, progres itu menjadi tidak berarti jika sub sistem politik lainnya masih berantakan. Kita belum bebas dari kebingungan menetapkan sistem pemerintahan, presidensiil atau parlementer. Berbagai kalangan tak henti-hentinya mengimbau dan mendesak agar pemerintah melaksanakan fungsi memerintah yang melekat padanya. Inilah bukti bahwa banyak orang merasa fungsi pemerintah tidak efektif. Bahkan, belakangan kita baru sadar bahwa Otonomi daerah menderita cacat bawaan. Daerah merasa.boleh meremehkan Jakarta. Diberi anggaran trlyunan rupiah lewat mekanisme DAU (Dana Alokasi Umum), tetapi tidak digunakan membangun daerah. Masa bodoh dengan kemiskinan warganya. DAU malah ditempatkan di instrumen Sertifikat Bank Indonesia (SBI). Sebagai wakil Jakarta, Gubernur tak lebih dilihat sebagai pajangan dari pemerintah pusat. Tak punya wewenang dan kuasa di mata para bupati. Legislatif terkesan banci membakukan UU politik (pemilu dan Pilpres), sehingga persiapan Pemilu harus menunggu .UU baru. Sistem politik nasional pun gagal memerangi perilaku korup yang sudah membudaya di tubuh birokrasi. Reformasi dengan proses demokratisasinya pun tak jarang membuat nyali masyarakat ciut, bahkan putus asa. Kita bisa rasakan betapa tidak nyamannya kehidupan warga Maluku Utara yang awam politik, ketika hasil Pilkada malah melahirkan konflik yang melibatkan pendukung dua kubu yang berseberangan. Bahwa rakyat kebanyakan kecewa dengan arah dan produktvitas reformasi, sulit dibantah. Bagi petani, supir taksi dan angkutan kota, nelayan, pekerja rendahan dan para ibu rumah tangga , produktivitas reformasi diukur dari berapa besar kontribusi era reformasi terhadap turun naiknya kesejahteraan mereka. Jangan dongkol jika rakyat menilai era reformasi sama sekali tidak produktif karena jumlah warga miskin terus bertambah dari ke hari. Kurva kenikmatan dan kenyamanan hidup terus menurun
[Forum Pembaca KOMPAS] PELAKU USAHA PRIHATIN POLISI BERTINDAK REPRESIF
STOP AKSI KEKERASAN TERHADAP MAHASISWA Bambang Soesatyo Ketua Komite Tetap Moneter dan Fiskal Kadin Indonesia Kalangan pelaku usaha menghimbau Pmerintah dan aparat keamanan jangan mengeskalasi kekecewaan publik dan mahasiswa. Mestinya, setelah memberlakukan harga baru BBM,giliran pemerintah dan aparat keamanan mengambil posisi sebagai pihak yang dapat memahami kekecewaan masyarakat. Dengan berada di posisi itu, pemerintah plus aparat keamanan harus menahan diri dan lebih bijaksana menyikapi aksi2 demo anti kenaikan harga BBM oleh mahasiswa. Kalau pemerintah telah meminta rakyat memahami alasan kenaikan BBM, pemerintah juga harus memahami kekecewaan mahasiswa dan masyarakat.Apalagi kenaikan BBM tidak gugur dengan sendirinya oleh rangkaian demontrasi. Kearifan amat diperlukan, agar sikap maupunreaksi pemerintah justru mengeskalasi kekecewaan publik. Serbuan aparat keamanan ke dalam kampus hingga tuduhan bahwa aksi mahasiswa ditunggangi adalah reaksi yang dapat menarik simpati lebih luas dari masyarakat. Tak satupun komponen dalam masyarakat kita happy dengan kenaikan harga BBM. Itu fakta. Dan pemerintah harus realistis menyikapi fakta itu. Kebebasan mengemukakan pendapat tidak sama dengan anarkisme. Aparat keamanan tidak bisa begitu saja menyamakan demonstrasi dengan anarkisme. Setelah peristiwa penyerbuan di kampus Unas, pemerintah harus lebih arif menyikapi perkembangan hari-hari mendatang. Pemerintah harus dapat mencegah tereskalasinya kekecewaan masyarakat. Sebaliknya pemeritah harus mencari cara pendekatan paling efektif agar suasana kembali kondusif.