Re: [Forum-Pembaca-KOMPAS] OPINI: Kontroversi RUU Pencucian Uang
paling tidak sukses memotong kepala ular beleduk,walaupun tanpa disadari badan ularnya berhasil menumbuhkan kepala yang baru. Pada 21 Juli 2010 08:27, baswati basw...@postpi.com menulis: 1998 itu revolusi bukan reformasi yang meegang bola saja letoy Tue, 2010-07-20 at 23:51 +0700, ingan apul sitepu wrote: mau kontroversi atau sepakat sepertinya tidak terlalu pengaruh bagi Rakyat,jika mental spiritual aparat dan pejabat negara masih seperti saat ini saya pesimis undang undang tsb efektif. Tetapi apakah Revolusi bisa lebih efektif menyembuhkan penyakit kronis Negri ini ??? [Non-text portions of this message have been removed]
Re: [Forum-Pembaca-KOMPAS] OPINI: Kontroversi RUU Pencucian Uang
1998 itu revolusi bukan reformasi yang meegang bola saja letoy Tue, 2010-07-20 at 23:51 +0700, ingan apul sitepu wrote: mau kontroversi atau sepakat sepertinya tidak terlalu pengaruh bagi Rakyat,jika mental spiritual aparat dan pejabat negara masih seperti saat ini saya pesimis undang undang tsb efektif. Tetapi apakah Revolusi bisa lebih efektif menyembuhkan penyakit kronis Negri ini ???
Re: [Forum-Pembaca-KOMPAS] OPINI: Kontroversi RUU Pencucian Uang
mau kontroversi atau sepakat sepertinya tidak terlalu pengaruh bagi Rakyat,jika mental spiritual aparat dan pejabat negara masih seperti saat ini saya pesimis undang undang tsb efektif. Tetapi apakah Revolusi bisa lebih efektif menyembuhkan penyakit kronis Negri ini ??? Pada tanggal 20/07/10, bambangsoesa...@yahoo.com bambangsoesa...@yahoo.com menulis: Penguatan Fungsi dan Indepedensi PPATK Bambang Soesatyo Anggota Pansus RUU PPTPU/ Komisi III DPR Pembahasan RUU Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (PPTPU) antara pemerintah dan DPR yg berlangsung alot dari Kamis (15/7) hingga Minggu (18/7), dilanjutkan pekan depan. Adapun pasal tentang hak penyelidikan telah disepakati didrop dan diganti dengan pemeriksaan non pro justicia agar tdk bertentangan dengan KUHAP. Dengan di drop nya Hak Penyelidikan, maka otomatis kewenangan penyelidikan yg ada pada pasal2 lain yg terkait dg turunan penyelidikan menjadi berubah. Permintaan hak penyadapan diganti dg rekomendasi. Pasal ttg hak pemblokiran dirubah menjadi permintaan pemblokiran. DPR juga meminta PPATK memperbaiki atau menyempurnakan beberapa pasal dari rancangan undang-undang (RUU) Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (PPTPU). Perbaikan RUU itu perlu agar pembahasan pekan depan tdk lagi terkendala dg adanya perbedaan pandang antar pemerintah sendiri. PEKAN lalu. tepatnya jelang pertengahan Juli 2010, saya mempermasalahkan beberapa pasal dari rancangan undang-undang (RUU) Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (PPTPU). Saya langsung menempatkan beberapa masalah itu ke dalam ruang publik, agar publik tahu asal-usul persoalan ini. Lebih dari itu, isu ini memuat persoalan atau kepentingan publik.Menyangkut jutaan rekening milik masyarakat di bank-bank dalam negeri. Maka, sebagai anggota Pansus DPR untuk RUU PPTPU, menjadi kewajiban saya menginformasikan masalah ini kepada publik. Saya, dan juga rekan-rekan lain di DPR, berbulat sepakat bahwa institusi Pusat Pelaporan dan Analisis Keuangan (PPATK) harus terus diperkuat dari waktu ke waktu, sedangkan Undang-undang (UU) No.15/2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang wajib disempurnakan sesuai kebutuhan dan perkembangan tantangannya. Kalau UU-nya akan terus mengalami penyempurnaan, menjadi kewajiban DPR pula untuk membentengi PPATK dari kemungkinan kooptasi oleh pihak mana pun, termasuk penguasa (istana) dan si kaya. Intinya, independensi PPATK harus selalu terjaga. Sekarang ini, kita gelisah, karena Ketua PPATK kita menerima begitu saja tugas dan fungsi lain yang diberikan presiden. Kita ragu apakah PPATK kita masih independen. Apakah ia berani mengungkapkan transaksi mencurigakan dari ring satu istana yang secara telanjang mata rakyat menyaksikan mereka kian makmur dan tambun. Pencucian uang adalah proses atau perbuatan yang menggunakan uang hasil tindak pidana Dengan perbuatan itu, uang disembunyikan atau dikaburkan asal usulnya oleh si pelaku, untuk kemudian dimunculkan kesan itu uang halal. UU.No.15/2002 mengenal dua tindak pidana pencucian uang, yakni aktif dan pasif. Tindak pidana aktif berarti seseorang sengaja menempatkan, transfer, menghibahkan, membayar, menitipkan, membawa ke luar negeri, menukarkan uang hasil tindak pidana dengan tujuan mengaburkan atau menyembunyikan asal usul uang itu, sehingga muncul kesan sebagai uang halal. Tindak pidana pasif bisa dituduhkan kepada setiap orang yang menerima atau menguasai penempatan, pentransferan, pembayaran, penerima hibah, sumbangan, penitipan, penukaran uang-uang yang berasal dari tindak pidana itu, dengan tujuan sama yaitu mengaburkan atau menyembunyikan asal-usul uang. Oleh para ahli di dalam dan luar negeri, UU No.15/2002 pernah dinilai belum efektif, karena banyak celah yang memungkinkan pelaku tindak pidana lolos dari jerat hukum. Selama bertahun-tahun kita terus didesak untuk menyempurnakan UU ini. Jika tidak disempurnakan mengikuti standar universal, perekonomian Indonesia berisiko dikenai sanksi. Namun kita juga harus waspada isi RUU tersebut jangan sampai disusupi kepentingan asing. Misalnya menjadi kontra produktif hingga pemilik rekening atau pengusaha menjadi gerah dan ramai-ramai memindahkan uangnya ke bank asing atau ke luar negeri. Bukan rahasia lagi hari-hari ini banyak berkeliaran di Jakarta agen-agen bank asing yang menjajakan jasa penyimpanan uang yang aman dan dijamin tidak akan terdektesi dan terjangkau oleh hukum kita. Benar, sejak mengadopsi kebijakan antipencucian uang pada 2000, Indonesia menjadi anggota organisasi pemberantasan pencucian uang di kawasan ini yang beranggotakan sekitar 25 negara, yakni Asia Pacific Group on Money Laundering. Di bawah sorotan institusi ini, kita terus didesak menyempurnakan UU anti pencucian uang. Tapi, sekali kita tidak boleh mengorbankan kepentingan nasional dengan 'bungkus' seolah-olah pemberantasan korupsi. Kita juga harus sadar, jangan sampai UU itu dijadikan alat
[Forum-Pembaca-KOMPAS] OPINI: Kontroversi RUU Pencucian Uang
Penguatan Fungsi dan Indepedensi PPATK Bambang Soesatyo Anggota Pansus RUU PPTPU/ Komisi III DPR Pembahasan RUU Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (PPTPU) antara pemerintah dan DPR yg berlangsung alot dari Kamis (15/7) hingga Minggu (18/7), dilanjutkan pekan depan. Adapun pasal tentang hak penyelidikan telah disepakati didrop dan diganti dengan pemeriksaan non pro justicia agar tdk bertentangan dengan KUHAP. Dengan di drop nya Hak Penyelidikan, maka otomatis kewenangan penyelidikan yg ada pada pasal2 lain yg terkait dg turunan penyelidikan menjadi berubah. Permintaan hak penyadapan diganti dg rekomendasi. Pasal ttg hak pemblokiran dirubah menjadi permintaan pemblokiran. DPR juga meminta PPATK memperbaiki atau menyempurnakan beberapa pasal dari rancangan undang-undang (RUU) Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (PPTPU). Perbaikan RUU itu perlu agar pembahasan pekan depan tdk lagi terkendala dg adanya perbedaan pandang antar pemerintah sendiri. PEKAN lalu. tepatnya jelang pertengahan Juli 2010, saya mempermasalahkan beberapa pasal dari rancangan undang-undang (RUU) Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (PPTPU). Saya langsung menempatkan beberapa masalah itu ke dalam ruang publik, agar publik tahu asal-usul persoalan ini. Lebih dari itu, isu ini memuat persoalan atau kepentingan publik.Menyangkut jutaan rekening milik masyarakat di bank-bank dalam negeri. Maka, sebagai anggota Pansus DPR untuk RUU PPTPU, menjadi kewajiban saya menginformasikan masalah ini kepada publik. Saya, dan juga rekan-rekan lain di DPR, berbulat sepakat bahwa institusi Pusat Pelaporan dan Analisis Keuangan (PPATK) harus terus diperkuat dari waktu ke waktu, sedangkan Undang-undang (UU) No.15/2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang wajib disempurnakan sesuai kebutuhan dan perkembangan tantangannya. Kalau UU-nya akan terus mengalami penyempurnaan, menjadi kewajiban DPR pula untuk membentengi PPATK dari kemungkinan kooptasi oleh pihak mana pun, termasuk penguasa (istana) dan si kaya. Intinya, independensi PPATK harus selalu terjaga. Sekarang ini, kita gelisah, karena Ketua PPATK kita menerima begitu saja tugas dan fungsi lain yang diberikan presiden. Kita ragu apakah PPATK kita masih independen. Apakah ia berani mengungkapkan transaksi mencurigakan dari ring satu istana yang secara telanjang mata rakyat menyaksikan mereka kian makmur dan tambun. Pencucian uang adalah proses atau perbuatan yang menggunakan uang hasil tindak pidana Dengan perbuatan itu, uang disembunyikan atau dikaburkan asal usulnya oleh si pelaku, untuk kemudian dimunculkan kesan itu uang halal. UU.No.15/2002 mengenal dua tindak pidana pencucian uang, yakni aktif dan pasif. Tindak pidana aktif berarti seseorang sengaja menempatkan, transfer, menghibahkan, membayar, menitipkan, membawa ke luar negeri, menukarkan uang hasil tindak pidana dengan tujuan mengaburkan atau menyembunyikan asal usul uang itu, sehingga muncul kesan sebagai uang halal. Tindak pidana pasif bisa dituduhkan kepada setiap orang yang menerima atau menguasai penempatan, pentransferan, pembayaran, penerima hibah, sumbangan, penitipan, penukaran uang-uang yang berasal dari tindak pidana itu, dengan tujuan sama yaitu mengaburkan atau menyembunyikan asal-usul uang. Oleh para ahli di dalam dan luar negeri, UU No.15/2002 pernah dinilai belum efektif, karena banyak celah yang memungkinkan pelaku tindak pidana lolos dari jerat hukum. Selama bertahun-tahun kita terus didesak untuk menyempurnakan UU ini. Jika tidak disempurnakan mengikuti standar universal, perekonomian Indonesia berisiko dikenai sanksi. Namun kita juga harus waspada isi RUU tersebut jangan sampai disusupi kepentingan asing. Misalnya menjadi kontra produktif hingga pemilik rekening atau pengusaha menjadi gerah dan ramai-ramai memindahkan uangnya ke bank asing atau ke luar negeri. Bukan rahasia lagi hari-hari ini banyak berkeliaran di Jakarta agen-agen bank asing yang menjajakan jasa penyimpanan uang yang aman dan dijamin tidak akan terdektesi dan terjangkau oleh hukum kita. Benar, sejak mengadopsi kebijakan antipencucian uang pada 2000, Indonesia menjadi anggota organisasi pemberantasan pencucian uang di kawasan ini yang beranggotakan sekitar 25 negara, yakni Asia Pacific Group on Money Laundering. Di bawah sorotan institusi ini, kita terus didesak menyempurnakan UU anti pencucian uang. Tapi, sekali kita tidak boleh mengorbankan kepentingan nasional dengan 'bungkus' seolah-olah pemberantasan korupsi. Kita juga harus sadar, jangan sampai UU itu dijadikan alat 'gebuk' bagi penguasa pada lawan-lawan politiknya. Sekadar menyegarkan ingatan, sejak 2001, oleh Gugus Tugas Aksi Keuangan untuk Pencucian Uang atau FATF (FinancialAction Task Force on Money Laundering), Indonesia dimasukan dalam daftar negara yang tidak kooperatif menangani antipencucian uang sesuai standar FATF. Baru pada 2005, dalam pertemuan tahunan FATF