[iagi-net-l] Geological Reasons for Demise of Old Hindu Mataram Kingdom (was RE: [iagi-net-l] Hipotesis Telaga Borobudur dan Letusan Merapi AD 1006)

2006-04-28 Terurut Topik Awang Harun Satyana
 yang 
akan meruntuhkan sayap Old Merapi terjadi pada 928 Syaka (1006 AD), angka tahun 
yang disebut-sebut Prasasti Kalkuta sebagai Mahapralaya Jawa ? Sebuah tantangan 
bagi para ahli arkeologi, sejarah, volkanologi, dan geologi ! Betul, banyak 
data baru telah terkumpul, analisis dan interpretasi baru dikemukakan. Namun, 
masih selalu menyisakan ruangan-ruangan untuk perdebatan. Semoga kelak kita 
sampai kepada suatu kebenaran.

Salam,
awang

-Original Message-
From: Budi Brahmantyo [mailto:[EMAIL PROTECTED] 
Sent: Wednesday, April 26, 2006 4:47 PM
To: iagi-net@iagi.or.id
Subject: Re: [iagi-net-l] Hipotesis Telaga Borobudur dan Letusan Merapi AD 1006

Kebanyakan dengan C-14, kecuali yang Gendol dengan K-Ar.

BB


 Pakai C-14 atau  KAr method seperti disebutkan di hal 6?
 - Original Message -
 From: Budi Brahmantyo [EMAIL PROTECTED]
 To: iagi-net@iagi.or.id
 Sent: Wednesday, April 26, 2006 10:23 AM
 Subject: Re: [iagi-net-l] Hipotesis Telaga Borobudur dan Letusan Merapi
 AD  1006


 Pak Koesoema ysh. dan rekan-rekan IAGI ysh juga,

 Metoda dating yang digunakan adalah C-14.
 Saya kutip dari makalah di PIT IAGI 1999 Reconstruction of Old
 Natural Hazards around Kalasan and Its Vicinity, Jogjakarta, from
 Volcanic Stratigraphy Point of View:

 bencana alam letusan G. Merapi yang mengubur candi-candi Hindu
 Buda di Kalasan dsk...terjadi dalam 3 perioda letusan besar, yaitu
 1285
 (1255-1335M), 1570-1600M dan setelah tahun 1660-an (240+/-50 YBP).

 Ada juga dari Christopher Newhall, Sutikno Bronto, Brent Alloway + 15
 co-authors (kalau dikutip bisa ditulis Newhall dgr/dan gerombolannya
 :-) (yang saya punya draft makalahnya May 18, 1998): 10,000 years of
 explosive eruptions of Merapi Volcano, Central Java: Archaeological
 and Modern Implications.

 Saya kutip beberapa:

 hal 6:
 a new K-Ar age from an unusually fresh outcrop of hbl-andesite on the
 south side of one of the hills (of G. Gendol), G. Guling, is 3.44 +/-
 0.09 Ma. This is considerably older than any Merapi rocks that we have
 dated, and considerably older than the oldest age that Camus et.al
 report for Merapi (0.04 Ma).

 hal 13:
 Slip-failure and a catastrophic eruption of Merapi Volcano,
 supposedly in 1006 AD are reputed to have forced the demise of E-ward
 migration of the Mataram civilization of Central Java (Ijzerman, 1891;
 Scheltema, 1912; van Hinloopen Labberton, 1922; van Bemmelen, 1949,
 1956, 1971). However, the idea that the Mataram civilization moved to
 E Java in response to an eruption of Merapi in 1006 AD is certainly
 wrong, because the palace had already been shifted to the Brantas
 delta (E Java) at that time (Boechari, 1976).

 dalam salah satu kesimpulannya:
 we cannot prove that eruptions caused the decentralization of
 civilization in Central Java, but we can say that these early
 eruptions would have been very disruptive, and crops might easily have
 failed. A lake also formed around Candi Borobudur, though the precise
 timing of the lake relative to construction and abandonment of Candi
 Borobudur is uncertain.

 Itu dulu, mudah-mudahan bermanfaat.

 Salam,
 BB



 Saya ingin tahu metoda age dating apa yang digunakan Dr. Sri
 Mulyaningsih  ini, dan berapa tahun hasilnya.
 Memang dengan adanya radiometri ini banyak perkiraan umur dari
 endapan2 Kwarter ini menjadi jauh lebih tua dari diperkirakan
 sebelumnya, sehingga  kita harus mereview kembali. Tetapi itu adalah
 sains, akan terus terjadi  updating , karena sains dan teknologi
 berkembang terus. RPK
 - Original Message -
 From: Budi Brahmantyo [EMAIL PROTECTED]
 To: iagi-net@iagi.or.id
 Sent: Wednesday, April 26, 2006 7:49 AM
 Subject: Re: [iagi-net-l] Hipotesis Telaga Borobudur dan Letusan
 Merapi AD  1006


 Sedikit sumbangan pemikiran...

 Ibu Dr. Sri Mulyaningsih dari Akprind Yk dengan riset S3-nya
 mengenai endapan-endapan volkanik Merapi dan banyak melakukan
 dating, ternyata tidak menemukan endapan-endapan yang berumur 1006
 AD tersebut!

 Jadi saya pikir kita harus melihat kembali pendapat van Bemmelen
 tsb. Karena van Bem hanya mengira-ngira runtuhnya Mataram Hindu
 (bergeser ke Timur) pada akhir milenium tsb diperkirakan karena
 adanya letusan kataklismik Merapi. Ada pun volkanik Gendol yang
 diduga van Bem sebagai produk 1006 AD, kalau tidak salah ternyata
 umurnya jauh sangat tua.

 Contoh koreksi lain van Bem (dan von Koenigswald) misalnya umur
 Danau Bandung Purba yang didasarkan dari tipologi alat batu obsidian
 sebagai 6000 - 3000 tahun yang lalu, padahal Dam (1994) dengan
 dating yang lengkap dari endapan danaunya, dengan pasti diketahui
 bahwa Danau Bandung Purba telah terbentuk sejak 125.000 th yl dan
 surut 16.000 th yl.

 Jadi kalau di buku van Bem (the Geology of Indonesia), orang-orang
 purbakala Dago Pakar naik perahu ke Kendan (Cicalengka) untuk
 mencari obsidian pada 6000 - 3000 th yl pada permukaan danau 720 m
 dpl, dalam pandangan Dam jika konsep berperahunya tetap, mereka
 terbang dengan perahu (karena airnya

Re: [iagi-net-l] Hipotesis Telaga Borobudur dan Letusan Merapi AD 1006

2006-04-25 Terurut Topik dyah kusuma
hallo pak awang,

he3 menarik nih ceritanya, btw memangnya letusan 1006
memang ada ya pak [merupakan letusan besar merapi?]?

saya pernah juga liat borobudurnya dari atas menoreh,
waktu pengenalan geologi lapangan 2002 lalu, bagus
bgt!

salam,
wida

--- Awang Harun Satyana [EMAIL PROTECTED] wrote:

 W.O.J. Nieuwenkamp, seorang arsitek, pemahat,
 pelukis, etnolog (semacam antropolog) Belanda di
 Indonesia tahun 1933 mengeluarkan hipotesis yang
 menggegerkan kalangan para sejarahwan saat itu :
 bahwa Borobudur dulunya dibangun di tengah-tengah
 telaga seperti bunga teratai di tengah kolam.
 Hipotesisnya itu pertama kali ditulisnya di majalah
 umum yang terbit di Belanda (”Het Boroboedoermeer” –
 Algemeen Handelsblaad, Deen Haag, 9 September 1933).
 Boroboedoermeer = telaga Borobudur. Kemudian
 ditulisnya lagi tanggal 2 Mei 1937 dalam majalah
 yang sama dengan judul artikel ”Boroboedoer en
 omgeving” (Borobudur dan sekitarnya). Dua tulisan
 ini telah menyulut polemik yang hebat, dan para ahli
 geologi tersohor zaman itu pun mendapat tantangan
 yang berat untuk membuktikan apakah benar dulu ada
 danau mengelilingi candi Buddha terbesar di dunia
 itu. Nah..., tak kurang dari M.G.R. Rutten dan R.W
 van Bemmelen – dua tokoh geologi Indonesia - turut
 menyelidiki hipotesis Nieuwenkamp tersebut. Pendek
 cerita, baik Rutten maupun van Bemmelen membenarkan
 hipotesis Nieuwenkamp itu. Buku spektakular van
 Bemmelen, ”The Geology of Indonesia” (1949) sedikit
 memuat hipotesis tersebut, dan van Bemmelen
 menghubungkannya dengan erupsi Merapi tahun 1006,
 angka tahun yang berasal dari van Bemmelen.
  
 Sebagai seorang arsitek dan etnolog, Nieuwenkamp
 tahu bahwa Borobudur adalah sebuah bangunan agung
 yang menggambarkan perwujudan bunga teratai untuk
 menghormati Maitreya, Buddha yang akan datang ke
 dunia ini. Menurut ajaran Buddha, Maitreya akan
 lahir di tengah-tengah sebuah bunga teratai yang
 melambangkan kesucian dalam agama Buddha. Inilah
 terjemahan tulisan Nieuwenkamp, ”Andaikata kita
 berdiri di tengah telaga itu, kita dapat menikmati
 keindahan panorama sekeliling Borobudur.
 Bayang-bayangnya terpantul di permukaan telaga yang
 jernih dan tenang. Di sekelilingnya hamparan padi
 menguning, hutan menghijau, dan perbukitan Menoreh
 membentang di batas selatan. Gunung Sumbing di
 barat, Merapi-Merbabu-Andong dan Telomoyo di timur,
 dan gunung Tidar terpaku di tengah hamparan sisi
 utara. Sungguh panorama yang mengagumkan”.
  
 Daerah sekeliling Borobudur itu sekarang ada yang
 bernama Tanjung, Bumisegoro, Sabrangrowo, dan
 sebagainya. Secara toponimi (asal-usul nama daerah),
 jelas mengindikasi adanya telaga/rawa di sekitar
 itu.
  
 Adalah van Bemmelen, diilhami oleh penelitiannya di
 wilayah Bandung tahun 1933, berhipotesis bahwa
 Telaga Borobudur terjadi akibat bendungan
 piroklastika Merapi menyumbat aliran Kali Progo di
 kaki timurlaut Perbukitan Menoreh. Itu terjadi
 sebelum Borobodur didirikan tahun 830-850. Dan
 adalah van Bemmelen juga yang berhipotesis (bisa
 dibaca di bukunya : the Geology of Indonesia) yang
 menyebutkan bahwa piroklastika Merapi pada letusan
 besar tahun 1006 telah menutupi danau Borobudur
 menjadi kering dan sekaligus menutupi candi ini –
 lenyap dari sejarah, sampai ditemukan kembali oleh
 tim van Erp pada tahun 1907-1911. Kalau melihat
 gambar peta dan penampang geologi volkano-tektonik
 Gunung Merapi (van Bemmelen, 1949), akan tahulah
 kita bahwa ”nasib” Borobudur sepanjang sejarahnya
 telah banyak ditentukan oleh merosot-runtuhnya
 dinding baratdaya Merapi. Dan, ke arah situ pulalah
 sekarang pun banyak piroklastika hasil letusan
 Merapi ditumpahkan.
  
 Sebagai gunungapi teraktif di dunia, yang di
 sekelilingnya telah dari zaman purba peradaban
 manusia tumbuh dan berkembang, mau tak mau Merapi
 sedikit banyak punya peranan pada maju dan mundurnya
 peradaban di sekelilingnya.
  
 Salam,
 awang
  
_  
 
 
 --
 No virus found in this incoming message.
 Checked by AVG Free Edition.
 Version: 7.1.385 / Virus Database: 268.4.6/323 -
 Release Date: 4/24/2006
 
 
 --
 No virus found in this outgoing message.
 Checked by AVG Free Edition.
 Version: 7.1.385 / Virus Database: 268.4.6/323 -
 Release Date: 4/24/2006
 
 
 --
 No virus found in this incoming message.
 Checked by AVG Free Edition.
 Version: 7.1.385 / Virus Database: 268.4.6/323 -
 Release Date: 4/24/2006
 
 
 -- 
 No virus found in this outgoing message.
 Checked by AVG Free Edition.
 Version: 7.1.385 / Virus Database: 268.4.6/323 -
 Release Date: 4/24/2006
  
 


__
Do You Yahoo!?
Tired of spam?  Yahoo! Mail has the best spam protection around 
http://mail.yahoo.com 

-
To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id
To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id
Visit IAGI Website: http://iagi.or.id

Pembayaran iuran anggota ditujukan ke:
Bank Mandiri Cab. Wisma Alia 

RE: [iagi-net-l] Hipotesis Telaga Borobudur dan Letusan Merapi AD 1006

2006-04-25 Terurut Topik Awang Harun Satyana
Ya Wida, coba cek di buku van Bemmelen pada section evolution of physiographic 
zone, jangan di section volcanology. Tidak disebutkan darimana asal angka tahun 
1006 itu. Hanya, angka ini kelihatannya telah dipakai banyak para ahli maka 
tahun ini ada perayaan 1000 tahun letusan gunung Merapi dengan mengadakan acara 
volcano gathering di Yogya. Teman-teman di volkanologi mungkin telah melakukan 
banyak dating absolut piroklastika hasil letusan tersebut, untuk mengkalibrasi 
pendapat van Bemmelen. Dan, van Bemmelen menyebutkan letusan 1006 adalah 
letusan paroxysmal (besar-besaran).

Di artikel lepas, van Bemmelen pernah meneliti juga berakhirnya Kerajaan 
Mataram akibat letusan ini. Hal ini masih menjadi bahan perdebatan, ada yang 
setuju ada yang tidak. Saya pikir ahli-ahli kita sekarang jauh lebih mampu 
membuktikan hubungan erupsi Merapi ini dengan mundurnya kerajaan di Jawa 
tersebut.

Van Bemmelen kelihatannya selalu berpendapat bahwa evolusi volkanisme erat 
berkaitan dengan tektonik. Banyak gunungapi yang ditelitinya dari Sumatra 
sampai Banda selalu menunjukkan pola-pola runtuhan sayap gunungapi akibat 
proses volkano-tektonik, termasuk pembentukan Danau Toba dan merosotnya sayap 
utara kompleks Bromo ke Selat Madura. Setiap runtuhan sayap akan mengakibatkan 
kompresi di kaki gunungapi. Untuk Merapi, maka Gendol Hills di BD Merapi adalah 
kompleks perbukitan hasil kompresi lereng yang collapse.

Salam,
awang

-Original Message-
From: dyah kusuma [mailto:[EMAIL PROTECTED] 
Sent: Tuesday, April 25, 2006 2:07 PM
To: iagi-net@iagi.or.id
Subject: Re: [iagi-net-l] Hipotesis Telaga Borobudur dan Letusan Merapi AD 1006

hallo pak awang,

he3 menarik nih ceritanya, btw memangnya letusan 1006
memang ada ya pak [merupakan letusan besar merapi?]?

saya pernah juga liat borobudurnya dari atas menoreh,
waktu pengenalan geologi lapangan 2002 lalu, bagus
bgt!

salam,
wida

--- Awang Harun Satyana [EMAIL PROTECTED] wrote:

 W.O.J. Nieuwenkamp, seorang arsitek, pemahat,
 pelukis, etnolog (semacam antropolog) Belanda di
 Indonesia tahun 1933 mengeluarkan hipotesis yang
 menggegerkan kalangan para sejarahwan saat itu :
 bahwa Borobudur dulunya dibangun di tengah-tengah
 telaga seperti bunga teratai di tengah kolam.
 Hipotesisnya itu pertama kali ditulisnya di majalah
 umum yang terbit di Belanda (”Het Boroboedoermeer” –
 Algemeen Handelsblaad, Deen Haag, 9 September 1933).
 Boroboedoermeer = telaga Borobudur. Kemudian
 ditulisnya lagi tanggal 2 Mei 1937 dalam majalah
 yang sama dengan judul artikel ”Boroboedoer en
 omgeving” (Borobudur dan sekitarnya). Dua tulisan
 ini telah menyulut polemik yang hebat, dan para ahli
 geologi tersohor zaman itu pun mendapat tantangan
 yang berat untuk membuktikan apakah benar dulu ada
 danau mengelilingi candi Buddha terbesar di dunia
 itu. Nah..., tak kurang dari M.G.R. Rutten dan R.W
 van Bemmelen – dua tokoh geologi Indonesia - turut
 menyelidiki hipotesis Nieuwenkamp tersebut. Pendek
 cerita, baik Rutten maupun van Bemmelen membenarkan
 hipotesis Nieuwenkamp itu. Buku spektakular van
 Bemmelen, ”The Geology of Indonesia” (1949) sedikit
 memuat hipotesis tersebut, dan van Bemmelen
 menghubungkannya dengan erupsi Merapi tahun 1006,
 angka tahun yang berasal dari van Bemmelen.
  
 Sebagai seorang arsitek dan etnolog, Nieuwenkamp
 tahu bahwa Borobudur adalah sebuah bangunan agung
 yang menggambarkan perwujudan bunga teratai untuk
 menghormati Maitreya, Buddha yang akan datang ke
 dunia ini. Menurut ajaran Buddha, Maitreya akan
 lahir di tengah-tengah sebuah bunga teratai yang
 melambangkan kesucian dalam agama Buddha. Inilah
 terjemahan tulisan Nieuwenkamp, ”Andaikata kita
 berdiri di tengah telaga itu, kita dapat menikmati
 keindahan panorama sekeliling Borobudur.
 Bayang-bayangnya terpantul di permukaan telaga yang
 jernih dan tenang. Di sekelilingnya hamparan padi
 menguning, hutan menghijau, dan perbukitan Menoreh
 membentang di batas selatan. Gunung Sumbing di
 barat, Merapi-Merbabu-Andong dan Telomoyo di timur,
 dan gunung Tidar terpaku di tengah hamparan sisi
 utara. Sungguh panorama yang mengagumkan”.
  
 Daerah sekeliling Borobudur itu sekarang ada yang
 bernama Tanjung, Bumisegoro, Sabrangrowo, dan
 sebagainya. Secara toponimi (asal-usul nama daerah),
 jelas mengindikasi adanya telaga/rawa di sekitar
 itu.
  
 Adalah van Bemmelen, diilhami oleh penelitiannya di
 wilayah Bandung tahun 1933, berhipotesis bahwa
 Telaga Borobudur terjadi akibat bendungan
 piroklastika Merapi menyumbat aliran Kali Progo di
 kaki timurlaut Perbukitan Menoreh. Itu terjadi
 sebelum Borobodur didirikan tahun 830-850. Dan
 adalah van Bemmelen juga yang berhipotesis (bisa
 dibaca di bukunya : the Geology of Indonesia) yang
 menyebutkan bahwa piroklastika Merapi pada letusan
 besar tahun 1006 telah menutupi danau Borobudur
 menjadi kering dan sekaligus menutupi candi ini –
 lenyap dari sejarah, sampai ditemukan kembali oleh
 tim van Erp pada tahun 1907-1911. Kalau melihat
 gambar peta dan

Re: [iagi-net-l] Hipotesis Telaga Borobudur dan Letusan Merapi AD 1006

2006-04-25 Terurut Topik Rovicky Dwi Putrohari
 
 membuktikan hubungan erupsi Merapi ini dengan mundurnya kerajaan di Jawa 
 tersebut.

 Van Bemmelen kelihatannya selalu berpendapat bahwa evolusi volkanisme erat 
 berkaitan dengan tektonik. Banyak gunungapi yang ditelitinya dari Sumatra 
 sampai Banda selalu menunjukkan pola-pola runtuhan sayap gunungapi akibat 
 proses volkano-tektonik, termasuk pembentukan Danau Toba dan merosotnya sayap 
 utara kompleks Bromo ke Selat Madura. Setiap runtuhan sayap akan 
 mengakibatkan kompresi di kaki gunungapi. Untuk Merapi, maka Gendol Hills di 
 BD Merapi adalah kompleks perbukitan hasil kompresi lereng yang collapse.

 Salam,
 awang

 -Original Message-
 From: dyah kusuma [mailto:[EMAIL PROTECTED]
 Sent: Tuesday, April 25, 2006 2:07 PM
 To: iagi-net@iagi.or.id
 Subject: Re: [iagi-net-l] Hipotesis Telaga Borobudur dan Letusan Merapi AD 
 1006

 hallo pak awang,

 he3 menarik nih ceritanya, btw memangnya letusan 1006
 memang ada ya pak [merupakan letusan besar merapi?]?

 saya pernah juga liat borobudurnya dari atas menoreh,
 waktu pengenalan geologi lapangan 2002 lalu, bagus
 bgt!

 salam,
 wida

 --- Awang Harun Satyana [EMAIL PROTECTED] wrote:

  W.O.J. Nieuwenkamp, seorang arsitek, pemahat,
  pelukis, etnolog (semacam antropolog) Belanda di
  Indonesia tahun 1933 mengeluarkan hipotesis yang
  menggegerkan kalangan para sejarahwan saat itu :
  bahwa Borobudur dulunya dibangun di tengah-tengah
  telaga seperti bunga teratai di tengah kolam.
  Hipotesisnya itu pertama kali ditulisnya di majalah
  umum yang terbit di Belanda (Het Boroboedoermeer –
  Algemeen Handelsblaad, Deen Haag, 9 September 1933).
  Boroboedoermeer = telaga Borobudur. Kemudian
  ditulisnya lagi tanggal 2 Mei 1937 dalam majalah
  yang sama dengan judul artikel Boroboedoer en
  omgeving (Borobudur dan sekitarnya). Dua tulisan
  ini telah menyulut polemik yang hebat, dan para ahli
  geologi tersohor zaman itu pun mendapat tantangan
  yang berat untuk membuktikan apakah benar dulu ada
  danau mengelilingi candi Buddha terbesar di dunia
  itu. Nah..., tak kurang dari M.G.R. Rutten dan R.W
  van Bemmelen – dua tokoh geologi Indonesia - turut
  menyelidiki hipotesis Nieuwenkamp tersebut. Pendek
  cerita, baik Rutten maupun van Bemmelen membenarkan
  hipotesis Nieuwenkamp itu. Buku spektakular van
  Bemmelen, The Geology of Indonesia (1949) sedikit
  memuat hipotesis tersebut, dan van Bemmelen
  menghubungkannya dengan erupsi Merapi tahun 1006,
  angka tahun yang berasal dari van Bemmelen.
 
  Sebagai seorang arsitek dan etnolog, Nieuwenkamp
  tahu bahwa Borobudur adalah sebuah bangunan agung
  yang menggambarkan perwujudan bunga teratai untuk
  menghormati Maitreya, Buddha yang akan datang ke
  dunia ini. Menurut ajaran Buddha, Maitreya akan
  lahir di tengah-tengah sebuah bunga teratai yang
  melambangkan kesucian dalam agama Buddha. Inilah
  terjemahan tulisan Nieuwenkamp, Andaikata kita
  berdiri di tengah telaga itu, kita dapat menikmati
  keindahan panorama sekeliling Borobudur.
  Bayang-bayangnya terpantul di permukaan telaga yang
  jernih dan tenang. Di sekelilingnya hamparan padi
  menguning, hutan menghijau, dan perbukitan Menoreh
  membentang di batas selatan. Gunung Sumbing di
  barat, Merapi-Merbabu-Andong dan Telomoyo di timur,
  dan gunung Tidar terpaku di tengah hamparan sisi
  utara. Sungguh panorama yang mengagumkan.
 
  Daerah sekeliling Borobudur itu sekarang ada yang
  bernama Tanjung, Bumisegoro, Sabrangrowo, dan
  sebagainya. Secara toponimi (asal-usul nama daerah),
  jelas mengindikasi adanya telaga/rawa di sekitar
  itu.
 
  Adalah van Bemmelen, diilhami oleh penelitiannya di
  wilayah Bandung tahun 1933, berhipotesis bahwa
  Telaga Borobudur terjadi akibat bendungan
  piroklastika Merapi menyumbat aliran Kali Progo di
  kaki timurlaut Perbukitan Menoreh. Itu terjadi
  sebelum Borobodur didirikan tahun 830-850. Dan
  adalah van Bemmelen juga yang berhipotesis (bisa
  dibaca di bukunya : the Geology of Indonesia) yang
  menyebutkan bahwa piroklastika Merapi pada letusan
  besar tahun 1006 telah menutupi danau Borobudur
  menjadi kering dan sekaligus menutupi candi ini –
  lenyap dari sejarah, sampai ditemukan kembali oleh
  tim van Erp pada tahun 1907-1911. Kalau melihat
  gambar peta dan penampang geologi volkano-tektonik
  Gunung Merapi (van Bemmelen, 1949), akan tahulah
  kita bahwa nasib Borobudur sepanjang sejarahnya
  telah banyak ditentukan oleh merosot-runtuhnya
  dinding baratdaya Merapi. Dan, ke arah situ pulalah
  sekarang pun banyak piroklastika hasil letusan
  Merapi ditumpahkan.
 
  Sebagai gunungapi teraktif di dunia, yang di
  sekelilingnya telah dari zaman purba peradaban
  manusia tumbuh dan berkembang, mau tak mau Merapi
  sedikit banyak punya peranan pada maju dan mundurnya
  peradaban di sekelilingnya.
 
  Salam,
  awang
 
 _
 
 
  --
  No virus found in this incoming message.
  Checked by AVG Free Edition.
  Version: 7.1.385 / Virus Database: 268.4.6/323 -
  Release Date: 4/24/2006

Re: [iagi-net-l] Hipotesis Telaga Borobudur dan Letusan Merapi AD 1006

2006-04-25 Terurut Topik Alman
 mengkalibrasi pendapat van Bemmelen. Dan, van
 Bemmelen menyebutkan letusan 1006 adalah letusan paroxysmal (besar-besaran).
 
  Di artikel lepas, van Bemmelen pernah meneliti juga berakhirnya Kerajaan
 Mataram akibat letusan ini. Hal ini masih menjadi bahan perdebatan, ada yang
 setuju ada yang tidak. Saya pikir ahli-ahli kita sekarang jauh lebih mampu
 membuktikan hubungan erupsi Merapi ini dengan mundurnya kerajaan di Jawa
 tersebut.
 
  Van Bemmelen kelihatannya selalu berpendapat bahwa evolusi volkanisme
 erat berkaitan dengan tektonik. Banyak gunungapi yang ditelitinya dari
 Sumatra sampai Banda selalu menunjukkan pola-pola runtuhan sayap gunungapi
 akibat proses volkano-tektonik, termasuk pembentukan Danau Toba dan
 merosotnya sayap utara kompleks Bromo ke Selat Madura. Setiap runtuhan sayap
 akan mengakibatkan kompresi di kaki gunungapi. Untuk Merapi, maka Gendol
 Hills di BD Merapi adalah kompleks perbukitan hasil kompresi lereng yang
 collapse.
 
  Salam,
  awang
 
  -Original Message-
  From: dyah kusuma [mailto:[EMAIL PROTECTED]
  Sent: Tuesday, April 25, 2006 2:07 PM
  To: iagi-net@iagi.or.id
  Subject: Re: [iagi-net-l] Hipotesis Telaga Borobudur dan Letusan Merapi
 AD 1006
 
  hallo pak awang,
 
  he3 menarik nih ceritanya, btw memangnya letusan 1006
  memang ada ya pak [merupakan letusan besar merapi?]?
 
  saya pernah juga liat borobudurnya dari atas menoreh,
  waktu pengenalan geologi lapangan 2002 lalu, bagus
  bgt!
 
  salam,
  wida
 
  --- Awang Harun Satyana [EMAIL PROTECTED] wrote:
 
   W.O.J. Nieuwenkamp, seorang arsitek, pemahat,
   pelukis, etnolog (semacam antropolog) Belanda di
   Indonesia tahun 1933 mengeluarkan hipotesis yang
   menggegerkan kalangan para sejarahwan saat itu :
   bahwa Borobudur dulunya dibangun di tengah-tengah
   telaga seperti bunga teratai di tengah kolam.
   Hipotesisnya itu pertama kali ditulisnya di majalah
   umum yang terbit di Belanda (Het Boroboedoermeer –
   Algemeen Handelsblaad, Deen Haag, 9 September 1933).
   Boroboedoermeer = telaga Borobudur. Kemudian
   ditulisnya lagi tanggal 2 Mei 1937 dalam majalah
   yang sama dengan judul artikel Boroboedoer en
   omgeving (Borobudur dan sekitarnya). Dua tulisan
   ini telah menyulut polemik yang hebat, dan para ahli
   geologi tersohor zaman itu pun mendapat tantangan
   yang berat untuk membuktikan apakah benar dulu ada
   danau mengelilingi candi Buddha terbesar di dunia
   itu. Nah..., tak kurang dari M.G.R. Rutten dan R.W
   van Bemmelen – dua tokoh geologi Indonesia - turut
   menyelidiki hipotesis Nieuwenkamp tersebut. Pendek
   cerita, baik Rutten maupun van Bemmelen membenarkan
   hipotesis Nieuwenkamp itu. Buku spektakular van
   Bemmelen, The Geology of Indonesia (1949) sedikit
   memuat hipotesis tersebut, dan van Bemmelen
   menghubungkannya dengan erupsi Merapi tahun 1006,
   angka tahun yang berasal dari van Bemmelen.
  
   Sebagai seorang arsitek dan etnolog, Nieuwenkamp
   tahu bahwa Borobudur adalah sebuah bangunan agung
   yang menggambarkan perwujudan bunga teratai untuk
   menghormati Maitreya, Buddha yang akan datang ke
   dunia ini. Menurut ajaran Buddha, Maitreya akan
   lahir di tengah-tengah sebuah bunga teratai yang
   melambangkan kesucian dalam agama Buddha. Inilah
   terjemahan tulisan Nieuwenkamp, Andaikata kita
   berdiri di tengah telaga itu, kita dapat menikmati
   keindahan panorama sekeliling Borobudur.
   Bayang-bayangnya terpantul di permukaan telaga yang
   jernih dan tenang. Di sekelilingnya hamparan padi
   menguning, hutan menghijau, dan perbukitan Menoreh
   membentang di batas selatan. Gunung Sumbing di
   barat, Merapi-Merbabu-Andong dan Telomoyo di timur,
   dan gunung Tidar terpaku di tengah hamparan sisi
   utara. Sungguh panorama yang mengagumkan.
  
   Daerah sekeliling Borobudur itu sekarang ada yang
   bernama Tanjung, Bumisegoro, Sabrangrowo, dan
   sebagainya. Secara toponimi (asal-usul nama daerah),
   jelas mengindikasi adanya telaga/rawa di sekitar
   itu.
  
   Adalah van Bemmelen, diilhami oleh penelitiannya di
   wilayah Bandung tahun 1933, berhipotesis bahwa
   Telaga Borobudur terjadi akibat bendungan
   piroklastika Merapi menyumbat aliran Kali Progo di
   kaki timurlaut Perbukitan Menoreh. Itu terjadi
   sebelum Borobodur didirikan tahun 830-850. Dan
   adalah van Bemmelen juga yang berhipotesis (bisa
   dibaca di bukunya : the Geology of Indonesia) yang
   menyebutkan bahwa piroklastika Merapi pada letusan
   besar tahun 1006 telah menutupi danau Borobudur
   menjadi kering dan sekaligus menutupi candi ini –
   lenyap dari sejarah, sampai ditemukan kembali oleh
   tim van Erp pada tahun 1907-1911. Kalau melihat
   gambar peta dan penampang geologi volkano-tektonik
   Gunung Merapi (van Bemmelen, 1949), akan tahulah
   kita bahwa nasib Borobudur sepanjang sejarahnya
   telah banyak ditentukan oleh merosot-runtuhnya
   dinding baratdaya Merapi. Dan, ke arah situ pulalah
   sekarang pun banyak piroklastika hasil letusan
   Merapi

Re: [iagi-net-l] Hipotesis Telaga Borobudur dan Letusan Merapi AD 1006

2006-04-25 Terurut Topik Rovicky Dwi Putrohari
On 4/25/06, Alman [EMAIL PROTECTED] wrote:
 Lho..?
 Bukannya Raja Darmawangsa tewas beserta petinggi kerajaan Mataram Hindu
 justru karena letusan 1006 Merapi tsb. Lalu putranya, Airlangga yang selamat
 pindah ke Jawa Timur dan mendirikan kerajaan baru...

Wah kalo gitu datingnya adalah kepunahan Darmawangsa ya 
Brati bukan karena diserang Sriwijaya donk !
Barangkali adanya penyerangan itu hanya klaimnya Sriwijaya, atau
sriwijaya memanfaatkan kondisi alam yg sedang kacau utk menyerang
darmawangsa.

rdp

-
To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id
To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id
Visit IAGI Website: http://iagi.or.id

Pembayaran iuran anggota ditujukan ke:
Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta
No. Rek: 123 0085005314
Atas nama: Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI)

Bank BCA KCP. Manara Mulia
No. Rekening: 255-1088580
A/n: Shinta Damayanti

IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi
-



Re: [iagi-net-l] Hipotesis Telaga Borobudur dan Letusan Merapi AD 1006

2006-04-25 Terurut Topik basuki puspoputro
Pak Awang,
   
  Anda dapat menyumbang geowisata tentang borobudur dengan membuat tulisan 
secara populer untuk dimuat di majalah umum/pariwisata misal intisari. Saya 
yakin akan menarik banyak pembaca dan akan menjadi bahan bagi pemandu wisata 
ataupun flyer, UUD, ujung-ujungnya duit, yaitu banyak wisata datang. Sungguh 
kontribusi mulia.
  Kalau memerlukan asisten kami sukarela membantu.
   
  Yangkung

Awang Harun Satyana [EMAIL PROTECTED] wrote:
  W.O.J. Nieuwenkamp, seorang arsitek, pemahat, pelukis, etnolog (semacam 
antropolog) Belanda di Indonesia tahun 1933 mengeluarkan hipotesis yang 
menggegerkan kalangan para sejarahwan saat itu : bahwa Borobudur dulunya 
dibangun di tengah-tengah telaga seperti bunga teratai di tengah kolam. 
Hipotesisnya itu pertama kali ditulisnya di majalah umum yang terbit di Belanda 
(”Het Boroboedoermeer” – Algemeen Handelsblaad, Deen Haag, 9 September 1933). 
Boroboedoermeer = telaga Borobudur. Kemudian ditulisnya lagi tanggal 2 Mei 1937 
dalam majalah yang sama dengan judul artikel ”Boroboedoer en omgeving” 
(Borobudur dan sekitarnya). Dua tulisan ini telah menyulut polemik yang hebat, 
dan para ahli geologi tersohor zaman itu pun mendapat tantangan yang berat 
untuk membuktikan apakah benar dulu ada danau mengelilingi candi Buddha 
terbesar di dunia itu. Nah..., tak kurang dari M.G.R. Rutten dan R.W van 
Bemmelen – dua tokoh geologi Indonesia - turut menyelidiki hipotesis Nieuwenkamp
 tersebut. Pendek cerita, baik Rutten maupun van Bemmelen membenarkan hipotesis 
Nieuwenkamp itu. Buku spektakular van Bemmelen, ”The Geology of Indonesia” 
(1949) sedikit memuat hipotesis tersebut, dan van Bemmelen menghubungkannya 
dengan erupsi Merapi tahun 1006, angka tahun yang berasal dari van Bemmelen.

Sebagai seorang arsitek dan etnolog, Nieuwenkamp tahu bahwa Borobudur adalah 
sebuah bangunan agung yang menggambarkan perwujudan bunga teratai untuk 
menghormati Maitreya, Buddha yang akan datang ke dunia ini. Menurut ajaran 
Buddha, Maitreya akan lahir di tengah-tengah sebuah bunga teratai yang 
melambangkan kesucian dalam agama Buddha. Inilah terjemahan tulisan 
Nieuwenkamp, ”Andaikata kita berdiri di tengah telaga itu, kita dapat menikmati 
keindahan panorama sekeliling Borobudur. Bayang-bayangnya terpantul di 
permukaan telaga yang jernih dan tenang. Di sekelilingnya hamparan padi 
menguning, hutan menghijau, dan perbukitan Menoreh membentang di batas selatan. 
Gunung Sumbing di barat, Merapi-Merbabu-Andong dan Telomoyo di timur, dan 
gunung Tidar terpaku di tengah hamparan sisi utara. Sungguh panorama yang 
mengagumkan”.

Daerah sekeliling Borobudur itu sekarang ada yang bernama Tanjung, Bumisegoro, 
Sabrangrowo, dan sebagainya. Secara toponimi (asal-usul nama daerah), jelas 
mengindikasi adanya telaga/rawa di sekitar itu.

Adalah van Bemmelen, diilhami oleh penelitiannya di wilayah Bandung tahun 1933, 
berhipotesis bahwa Telaga Borobudur terjadi akibat bendungan piroklastika 
Merapi menyumbat aliran Kali Progo di kaki timurlaut Perbukitan Menoreh. Itu 
terjadi sebelum Borobodur didirikan tahun 830-850. Dan adalah van Bemmelen juga 
yang berhipotesis (bisa dibaca di bukunya : the Geology of Indonesia) yang 
menyebutkan bahwa piroklastika Merapi pada letusan besar tahun 1006 telah 
menutupi danau Borobudur menjadi kering dan sekaligus menutupi candi ini – 
lenyap dari sejarah, sampai ditemukan kembali oleh tim van Erp pada tahun 
1907-1911. Kalau melihat gambar peta dan penampang geologi volkano-tektonik 
Gunung Merapi (van Bemmelen, 1949), akan tahulah kita bahwa ”nasib” Borobudur 
sepanjang sejarahnya telah banyak ditentukan oleh merosot-runtuhnya dinding 
baratdaya Merapi. Dan, ke arah situ pulalah sekarang pun banyak piroklastika 
hasil letusan Merapi ditumpahkan.

Sebagai gunungapi teraktif di dunia, yang di sekelilingnya telah dari zaman 
purba peradaban manusia tumbuh dan berkembang, mau tak mau Merapi sedikit 
banyak punya peranan pada maju dan mundurnya peradaban di sekelilingnya.

Salam,
awang

_ 


--
No virus found in this incoming message.
Checked by AVG Free Edition.
Version: 7.1.385 / Virus Database: 268.4.6/323 - Release Date: 4/24/2006


--
No virus found in this outgoing message.
Checked by AVG Free Edition.
Version: 7.1.385 / Virus Database: 268.4.6/323 - Release Date: 4/24/2006


--
No virus found in this incoming message.
Checked by AVG Free Edition.
Version: 7.1.385 / Virus Database: 268.4.6/323 - Release Date: 4/24/2006


-- 
No virus found in this outgoing message.
Checked by AVG Free Edition.
Version: 7.1.385 / Virus Database: 268.4.6/323 - Release Date: 4/24/2006



Send instant messages to your online friends http://uk.messenger.yahoo.com 

Re: [iagi-net-l] Hipotesis Telaga Borobudur dan Letusan Merapi AD 1006

2006-04-25 Terurut Topik Budi Brahmantyo
Sedikit sumbangan pemikiran...

Ibu Dr. Sri Mulyaningsih dari Akprind Yk dengan riset S3-nya mengenai
endapan-endapan volkanik Merapi dan banyak melakukan dating, ternyata
tidak menemukan endapan-endapan yang berumur 1006 AD tersebut!

Jadi saya pikir kita harus melihat kembali pendapat van Bemmelen tsb.
Karena van Bem hanya mengira-ngira runtuhnya Mataram Hindu (bergeser ke
Timur) pada akhir milenium tsb diperkirakan karena adanya letusan
kataklismik Merapi. Ada pun volkanik Gendol yang diduga van Bem sebagai
produk 1006 AD, kalau tidak salah ternyata umurnya jauh sangat tua.

Contoh koreksi lain van Bem (dan von Koenigswald) misalnya umur Danau
Bandung Purba yang didasarkan dari tipologi alat batu obsidian sebagai
6000 - 3000 tahun yang lalu, padahal Dam (1994) dengan dating yang lengkap
dari endapan danaunya, dengan pasti diketahui bahwa Danau Bandung Purba
telah terbentuk sejak 125.000 th yl dan surut 16.000 th yl.

Jadi kalau di buku van Bem (the Geology of Indonesia), orang-orang
purbakala Dago Pakar naik perahu ke Kendan (Cicalengka) untuk mencari
obsidian pada 6000 - 3000 th yl pada permukaan danau 720 m dpl, dalam
pandangan Dam jika konsep berperahunya tetap, mereka terbang dengan perahu
(karena airnya sebenarnya jauh sudah surut saat itu). Mungkin 6000 - 3000
th yl sudah berupa ranca (rawa), nama geografis Sunda yang banyak
tersebar di Dataran Bandung.

Salam,
BB




 On 4/25/06, Alman [EMAIL PROTECTED] wrote:
 Lho..?
 Bukannya Raja Darmawangsa tewas beserta petinggi kerajaan Mataram
 Hindu justru karena letusan 1006 Merapi tsb. Lalu putranya, Airlangga
 yang selamat pindah ke Jawa Timur dan mendirikan kerajaan baru...

 Wah kalo gitu datingnya adalah kepunahan Darmawangsa ya 
 Brati bukan karena diserang Sriwijaya donk !
 Barangkali adanya penyerangan itu hanya klaimnya Sriwijaya, atau
 sriwijaya memanfaatkan kondisi alam yg sedang kacau utk menyerang
 darmawangsa.

 rdp

 - To
 unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id
 To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id
 Visit IAGI Website: http://iagi.or.id

 Pembayaran iuran anggota ditujukan ke:
 Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta
 No. Rek: 123 0085005314
 Atas nama: Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI)

 Bank BCA KCP. Manara Mulia
 No. Rekening: 255-1088580
 A/n: Shinta Damayanti

 IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
 IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi
 -




-
To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id
To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id
Visit IAGI Website: http://iagi.or.id

Pembayaran iuran anggota ditujukan ke:
Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta
No. Rek: 123 0085005314
Atas nama: Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI)

Bank BCA KCP. Manara Mulia
No. Rekening: 255-1088580
A/n: Shinta Damayanti

IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi
-



RE: [iagi-net-l] Hipotesis Telaga Borobudur dan Letusan Merapi AD 1006

2006-04-25 Terurut Topik Iman Argakoesoemah
Kalau pakai primbon jawa barangkali korelasinya bisa menjadi R  90 %.

-Original Message-
From: Rovicky Dwi Putrohari [mailto:[EMAIL PROTECTED]
Sent: Tuesday, April 25, 2006 4:09 PM
To: iagi-net@iagi.or.id
Subject: Re: [iagi-net-l] Hipotesis Telaga Borobudur dan Letusan Merapi
AD 1006


Nah ada angkat tahun 1006 ?
Mari kita cocokkan dengan sejarah di Jawa ... yg aku cuplik dibawah sana.

Spertinya tahun 1006 agak sdikit mleset dengan pentarikhan yg
dilakukan oleh sejarawan. Tahun itu tahun penyerangan Sriwijaya ke
Darmawangsa. Perang ini menewaskan Darmawangsa. Dan sepertinya menjadi
cikal bakal kerajaan Kediri pada tahun 1042.

nah apa yg terjadi tahun 1006 dengan Merapi.
Kalau letusannya cukup besar tentunya menjadi catatan sejarah. Tetapi
sepertinya tidak ada catatan sejarah mengenai peristiwa itu

korelasinya kurang pas barangkali.

RDP

==
http://www.jawapalace.org

   Zaman Indonesia – Kuno

Pada kira-kira th. 78 Masehi : Diperkirakan permulaan Kerajaan dengan
nafas Hindu sekaligus merupakan permulaan metode perthitungan Tahun di
Jawa.

Abad IV-V : Kerajaan Hindu di Jawa Barat Tarumanegara. Raja :
Purnawarman.dengan Ibu kota Jansinga. dan di Jawa Tengah berdiri 
Kerajaan Kalingga.

414 : Perkunjungan Fa Hien musafir Tionghoa ke Indonesia.
433 dan 435 : Dua kali terjadi perkunjungan utusan Tarumanegara ke Tiongkok.
Kira-kira th. 450 M : Di Kalimantan : kerajaan Muarakaman atau Kutai.
Raja-rajanya : Kudungga, Asjwawarman dan Mulawarman.
Kira-kira th. 650 M : Di Sumatera berdiri : kerajaan Melayu dan Sriwijaya..
Kira-kira th. 700 M : Kerajaan Melayu runtuh. Sriwijaya berkuasa.
Pusat pemerintahan berada di  Palembang sekaligus sebagai  pusat agama
Budha dan ilmu pengetahuan di Sumatra

Kira-kira th. 732 M : Wangsa Sanjaya merubah nama Kalingga dengan
Mataram. Ia menjadi raja pertama Mataram Hindu. dengan Ibu kota :
Medang Kamulan. Masa ini juga merupakan masa pendirian candi-candi
Siwa di Gunung Dieng.

Kira-kira th. 750-850 M : Sailendra dari Sriwijaya menguasai Jawa
Tengah.,juga masa berdirinya candi-candi : Borobudur, Candi Mendut,
Candi Kalasan.

Kira-kira th. 800 M : Mataram Hindu terdesak. Keluarga Sanjaya
menyingkir ke  wilayah  Jawa Tengah

Kira-kira th. 925 M : Jawa Tengah ditinggalkan, di Jawa Timur mulai
didirikan kerajaaan-kerajaan  (925-1042)

Kira-kira th. 929-947 M : Empu Sindok, raja pertama Jawa Timur, pusat
: Singasari.

947-990 : Sri Isyana Tunggawijaya, puteri Sindok memerintah.
990-1007 : Pemerintah Darmawangsa.Pada  zaman ini diterjemahkan Kitab
Mahabarata dari bahasa Sansekerta ke dalam huruf dan bahasa Jawa.
991-992 : Peristiwa Penyerangan Darmawangsa ke Sriwijaya, namun gagal.
1006-1007 : Sriwijaya menuntut balas. Darmawangsa tewas.
1010 : Utusan terdiri dari bupati-bupati meminta pada Airlangga,
menantu Darmawangsa untuk mengendalikan pemerintahan.
1019-1041 : Pemerintahan Airlangga berdiri dengan  Ibu kota:
Kahuripan. Pada zaman ini  Empu Kanwa menciptakan : Kitab
Arjunawiwaha.
1028-1035 : Airlangga turun tahta. Kerajaan yang dengan susah payah
dibagi dua untuk kedua putranya. Jenggala dengan ibu kota
Kahuripan,dan Panjalu atau Kediri dengan ibu kota Daha.

Kerajaan Kediri (1042 – 1222)

Terjadilah peperangan antara kedua putra Airlangga untuk merebut
hegemoni. Akhirnya Kediri berkuasa. Pengaruhnya sampai ke Indonesai
Timur.
1115-1134 : Pemerintahan Kamicwara I. Dalam zamannya Empu Darmaja
menjiptakan : Smaradahana.
1135-1157 : Jayabaya,merupakan  Raja ,sekaligus dikenal ahli-nujum.
Masa ini, Empu Sedah menterjemahkan sebagian Mahabrata: Bratayuda. ada
juga Pujangga lain yang hidup yaitu :Empu Panuluh.
1157-1171 : Sarweswara
1171-1181 : Areyyeswara
1181-1185 : Kroncharyadipa
1185-1194 : Karmicwara II
1194-1200 : Sarweswara
1200-1222 : Kertajaya
1222 : Kertajaya dikalahkan oleh Ken Angrok, raja Singasari
1222-1227 : Pemerintahan Ken Angrok bergelar Rajasa, raja pertama
Singasari. Pusatnya berada di  Tumapel
1227 : Ken Angrok dibunuh oleh anak tirinya Anusapati.
1227-1248 : Pemerintahan Anusapati.
1248 : Tohjaya memerintah.
1248-1268 : Ranggawuni ( Sriwisnuwardana).
1268-1292 : Kertanegara raja terakhir Singasari.
1275 : Ekspedisi ke Melayu. Sriwijaya ditaklukan.
1284 : Ekspedisi ke Bali
1289 : Hubungan Singasari dengan Kubilai Khan, Kaisar Tiongkok, menjadi buruk.
1292 : Serangan atas Singasari oleh Jayakatwang, anak Kertajaya.

On 4/25/06, Awang Harun Satyana [EMAIL PROTECTED] wrote:
 Ya Wida, coba cek di buku van Bemmelen pada section evolution of 
 physiographic zone, jangan di section volcanology. Tidak disebutkan darimana 
 asal angka tahun 1006 itu. Hanya, angka ini kelihatannya telah dipakai banyak 
 para ahli maka tahun ini ada perayaan 1000 tahun letusan gunung Merapi dengan 
 mengadakan acara volcano gathering di Yogya. Teman-teman di volkanologi 
 mungkin telah melakukan banyak dating absolut piroklastika hasil letusan 
 tersebut, untuk mengkalibrasi pendapat van Bemmelen. Dan, van Bemmelen

Re: [iagi-net-l] Hipotesis Telaga Borobudur dan Letusan Merapi AD 1006

2006-04-25 Terurut Topik Budi Brahmantyo
Pak Koesoema ysh. dan rekan-rekan IAGI ysh juga,

Metoda dating yang digunakan adalah C-14.
Saya kutip dari makalah di PIT IAGI 1999 Reconstruction of Old Natural
Hazards around Kalasan and Its Vicinity, Jogjakarta, from Volcanic
Stratigraphy Point of View:

bencana alam letusan G. Merapi yang mengubur candi-candi Hindu Buda di
Kalasan dsk...terjadi dalam 3 perioda letusan besar, yaitu 1285
(1255-1335M), 1570-1600M dan setelah tahun 1660-an (240+/-50 YBP).

Ada juga dari Christopher Newhall, Sutikno Bronto, Brent Alloway + 15
co-authors (kalau dikutip bisa ditulis Newhall dgr/dan gerombolannya :-)
(yang saya punya draft makalahnya May 18, 1998): 10,000 years of explosive
eruptions of Merapi Volcano, Central Java: Archaeological and Modern
Implications.

Saya kutip beberapa:

hal 6:
a new K-Ar age from an unusually fresh outcrop of hbl-andesite on the
south side of one of the hills (of G. Gendol), G. Guling, is 3.44 +/- 0.09
Ma. This is considerably older than any Merapi rocks that we have dated,
and considerably older than the oldest age that Camus et.al report for
Merapi (0.04 Ma).

hal 13:
Slip-failure and a catastrophic eruption of Merapi Volcano, supposedly
in 1006 AD are reputed to have forced the demise of E-ward migration of
the Mataram civilization of Central Java (Ijzerman, 1891; Scheltema, 1912;
van Hinloopen Labberton, 1922; van Bemmelen, 1949, 1956, 1971). However,
the idea that the Mataram civilization moved to E Java in response to an
eruption of Merapi in 1006 AD is certainly wrong, because the palace had
already been shifted to the Brantas delta (E Java) at that time
(Boechari, 1976).

dalam salah satu kesimpulannya:
we cannot prove that eruptions caused the decentralization of
civilization in Central Java, but we can say that these early eruptions
would have been very disruptive, and crops might easily have failed. A
lake also formed around Candi Borobudur, though the precise timing of the
lake relative to construction and abandonment of Candi Borobudur is
uncertain.

Itu dulu, mudah-mudahan bermanfaat.

Salam,
BB



 Saya ingin tahu metoda age dating apa yang digunakan Dr. Sri
 Mulyaningsih  ini, dan berapa tahun hasilnya.
 Memang dengan adanya radiometri ini banyak perkiraan umur dari endapan2
 Kwarter ini menjadi jauh lebih tua dari diperkirakan sebelumnya,
 sehingga  kita harus mereview kembali. Tetapi itu adalah sains, akan
 terus terjadi  updating , karena sains dan teknologi berkembang terus.
 RPK
 - Original Message -
 From: Budi Brahmantyo [EMAIL PROTECTED]
 To: iagi-net@iagi.or.id
 Sent: Wednesday, April 26, 2006 7:49 AM
 Subject: Re: [iagi-net-l] Hipotesis Telaga Borobudur dan Letusan Merapi
 AD  1006


 Sedikit sumbangan pemikiran...

 Ibu Dr. Sri Mulyaningsih dari Akprind Yk dengan riset S3-nya mengenai
 endapan-endapan volkanik Merapi dan banyak melakukan dating, ternyata
 tidak menemukan endapan-endapan yang berumur 1006 AD tersebut!

 Jadi saya pikir kita harus melihat kembali pendapat van Bemmelen tsb.
 Karena van Bem hanya mengira-ngira runtuhnya Mataram Hindu (bergeser
 ke Timur) pada akhir milenium tsb diperkirakan karena adanya letusan
 kataklismik Merapi. Ada pun volkanik Gendol yang diduga van Bem
 sebagai produk 1006 AD, kalau tidak salah ternyata umurnya jauh sangat
 tua.

 Contoh koreksi lain van Bem (dan von Koenigswald) misalnya umur Danau
 Bandung Purba yang didasarkan dari tipologi alat batu obsidian sebagai
 6000 - 3000 tahun yang lalu, padahal Dam (1994) dengan dating yang
 lengkap dari endapan danaunya, dengan pasti diketahui bahwa Danau
 Bandung Purba telah terbentuk sejak 125.000 th yl dan surut 16.000 th
 yl.

 Jadi kalau di buku van Bem (the Geology of Indonesia), orang-orang
 purbakala Dago Pakar naik perahu ke Kendan (Cicalengka) untuk mencari
 obsidian pada 6000 - 3000 th yl pada permukaan danau 720 m dpl, dalam
 pandangan Dam jika konsep berperahunya tetap, mereka terbang dengan
 perahu (karena airnya sebenarnya jauh sudah surut saat itu). Mungkin
 6000 - 3000 th yl sudah berupa ranca (rawa), nama geografis Sunda
 yang banyak tersebar di Dataran Bandung.

 Salam,
 BB




 On 4/25/06, Alman [EMAIL PROTECTED] wrote:
 Lho..?
 Bukannya Raja Darmawangsa tewas beserta petinggi kerajaan Mataram
 Hindu justru karena letusan 1006 Merapi tsb. Lalu putranya,
 Airlangga yang selamat pindah ke Jawa Timur dan mendirikan kerajaan
 baru...

 Wah kalo gitu datingnya adalah kepunahan Darmawangsa ya 
 Brati bukan karena diserang Sriwijaya donk !
 Barangkali adanya penyerangan itu hanya klaimnya Sriwijaya, atau
 sriwijaya memanfaatkan kondisi alam yg sedang kacau utk menyerang
 darmawangsa.

 rdp





-
To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id
To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id
Visit IAGI Website: http://iagi.or.id

Pembayaran iuran anggota ditujukan ke:
Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta
No. Rek: 123 0085005314
Atas nama

Re: [iagi-net-l] Hipotesis Telaga Borobudur dan Letusan Merapi AD 1006

2006-04-25 Terurut Topik R.P. Koesoemadinata

Pakai C-14 atau  KAr method seperti disebutkan di hal 6?
- Original Message - 
From: Budi Brahmantyo [EMAIL PROTECTED]

To: iagi-net@iagi.or.id
Sent: Wednesday, April 26, 2006 10:23 AM
Subject: Re: [iagi-net-l] Hipotesis Telaga Borobudur dan Letusan Merapi AD 
1006




Pak Koesoema ysh. dan rekan-rekan IAGI ysh juga,

Metoda dating yang digunakan adalah C-14.
Saya kutip dari makalah di PIT IAGI 1999 Reconstruction of Old Natural
Hazards around Kalasan and Its Vicinity, Jogjakarta, from Volcanic
Stratigraphy Point of View:

bencana alam letusan G. Merapi yang mengubur candi-candi Hindu Buda di
Kalasan dsk...terjadi dalam 3 perioda letusan besar, yaitu 1285
(1255-1335M), 1570-1600M dan setelah tahun 1660-an (240+/-50 YBP).

Ada juga dari Christopher Newhall, Sutikno Bronto, Brent Alloway + 15
co-authors (kalau dikutip bisa ditulis Newhall dgr/dan gerombolannya :-)
(yang saya punya draft makalahnya May 18, 1998): 10,000 years of explosive
eruptions of Merapi Volcano, Central Java: Archaeological and Modern
Implications.

Saya kutip beberapa:

hal 6:
a new K-Ar age from an unusually fresh outcrop of hbl-andesite on the
south side of one of the hills (of G. Gendol), G. Guling, is 3.44 +/- 0.09
Ma. This is considerably older than any Merapi rocks that we have dated,
and considerably older than the oldest age that Camus et.al report for
Merapi (0.04 Ma).

hal 13:
Slip-failure and a catastrophic eruption of Merapi Volcano, supposedly
in 1006 AD are reputed to have forced the demise of E-ward migration of
the Mataram civilization of Central Java (Ijzerman, 1891; Scheltema, 1912;
van Hinloopen Labberton, 1922; van Bemmelen, 1949, 1956, 1971). However,
the idea that the Mataram civilization moved to E Java in response to an
eruption of Merapi in 1006 AD is certainly wrong, because the palace had
already been shifted to the Brantas delta (E Java) at that time
(Boechari, 1976).

dalam salah satu kesimpulannya:
we cannot prove that eruptions caused the decentralization of
civilization in Central Java, but we can say that these early eruptions
would have been very disruptive, and crops might easily have failed. A
lake also formed around Candi Borobudur, though the precise timing of the
lake relative to construction and abandonment of Candi Borobudur is
uncertain.

Itu dulu, mudah-mudahan bermanfaat.

Salam,
BB




Saya ingin tahu metoda age dating apa yang digunakan Dr. Sri
Mulyaningsih  ini, dan berapa tahun hasilnya.
Memang dengan adanya radiometri ini banyak perkiraan umur dari endapan2
Kwarter ini menjadi jauh lebih tua dari diperkirakan sebelumnya,
sehingga  kita harus mereview kembali. Tetapi itu adalah sains, akan
terus terjadi  updating , karena sains dan teknologi berkembang terus.
RPK
- Original Message -
From: Budi Brahmantyo [EMAIL PROTECTED]
To: iagi-net@iagi.or.id
Sent: Wednesday, April 26, 2006 7:49 AM
Subject: Re: [iagi-net-l] Hipotesis Telaga Borobudur dan Letusan Merapi
AD  1006



Sedikit sumbangan pemikiran...

Ibu Dr. Sri Mulyaningsih dari Akprind Yk dengan riset S3-nya mengenai
endapan-endapan volkanik Merapi dan banyak melakukan dating, ternyata
tidak menemukan endapan-endapan yang berumur 1006 AD tersebut!

Jadi saya pikir kita harus melihat kembali pendapat van Bemmelen tsb.
Karena van Bem hanya mengira-ngira runtuhnya Mataram Hindu (bergeser
ke Timur) pada akhir milenium tsb diperkirakan karena adanya letusan
kataklismik Merapi. Ada pun volkanik Gendol yang diduga van Bem
sebagai produk 1006 AD, kalau tidak salah ternyata umurnya jauh sangat
tua.

Contoh koreksi lain van Bem (dan von Koenigswald) misalnya umur Danau
Bandung Purba yang didasarkan dari tipologi alat batu obsidian sebagai
6000 - 3000 tahun yang lalu, padahal Dam (1994) dengan dating yang
lengkap dari endapan danaunya, dengan pasti diketahui bahwa Danau
Bandung Purba telah terbentuk sejak 125.000 th yl dan surut 16.000 th
yl.

Jadi kalau di buku van Bem (the Geology of Indonesia), orang-orang
purbakala Dago Pakar naik perahu ke Kendan (Cicalengka) untuk mencari
obsidian pada 6000 - 3000 th yl pada permukaan danau 720 m dpl, dalam
pandangan Dam jika konsep berperahunya tetap, mereka terbang dengan
perahu (karena airnya sebenarnya jauh sudah surut saat itu). Mungkin
6000 - 3000 th yl sudah berupa ranca (rawa), nama geografis Sunda
yang banyak tersebar di Dataran Bandung.

Salam,
BB





On 4/25/06, Alman [EMAIL PROTECTED] wrote:

Lho..?
Bukannya Raja Darmawangsa tewas beserta petinggi kerajaan Mataram
Hindu justru karena letusan 1006 Merapi tsb. Lalu putranya,
Airlangga yang selamat pindah ke Jawa Timur dan mendirikan kerajaan
baru...


Wah kalo gitu datingnya adalah kepunahan Darmawangsa ya 
Brati bukan karena diserang Sriwijaya donk !
Barangkali adanya penyerangan itu hanya klaimnya Sriwijaya, atau
sriwijaya memanfaatkan kondisi alam yg sedang kacau utk menyerang
darmawangsa.

rdp






-
To unsubscribe, send email to: iagi-net