Precedence: bulk Ujungpandang, Indonesia 23 Desember 1998 582 kata BANTUAN LUAR NEGERI YANG DISELEWENGKAN (1) Dana Bank Dunia untuk Paket Buku di Ujungpandang Oleh Buyung Wijaya Kusuma Reporter Crash Program UJUNGPANDANG --- Dana Bantuan Operasional (DBO) dari Bank Dunia untuk sekolah-sekolah di Ujungpandang ternyata dijadikan alasan untuk melakukan pungutan terselubung. PT Intan Pariwara -- perusahaan yang menyalurkan paket buku -- disebut-sebut sudah lebih dahulu mengetahui nama-nama sekolah yang mendapat DBO ketimbang kepala sekolah yang bersangkutan. Perusahaan itu datang memberikan informasi sekaligus menawarkan formulir pesanan buku yang sudah berisi daftar, jumlah, dan harga buku, sehingga kepala sekolah tinggal menandatanganinya. Menurut data Kantor Wilayah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Sulawesi Selatan (Kanwil Depdikbud Sulsel), 146 sekolah dasar (SD) di Ujungpandang yang menerima DBO senilai Rp247 juta itu, masing-masingnya mendapat Rp2 juta. Sementara pencairannya dibagi dalam tiga tahap: pertama Rp1 juta dan dua tahap berikutnya masing-masing Rp500 ribu. Sayang, hampir seluruh kepala sekolah yang ditemui tampak alergi terhadap pertanyaan-pertanyaan wartawan. Mereka memilih diam atau menolak dengan alasan sibuk. Kendati begitu, kejanggalan yang tampak, antara lain dari surat daftar pemesanan buku yang sudah ditandatangani sekalipun mereka belum menerima DBO. Kepala SD Inpres Perumnas IV Ujungpandang, Syarifah Alhabsyie, misalnya, pada 31 Oktober 1998 sudah mendatanganinya, sekalipun ia baru mengambil uang DBO di Kantor Pos Besar Ujungpandang pada 20 November 1998. Syarifah mengaku tidak mengetahui apakah sekolah lain mengambil paket buku dari PT Intan Pariwara. Paket buku serupa juga diterima Noni Utina, Kepala SD Kassi-Kassi I. Noni juga mengaku sudah menerima paket itu sebelum mencairkan dana di kantor pos. Setelah mencairkan dana barulah ia membayar paket tersebut. "Paksaan" pembelian buku kepada setiap sekolah itu diakui Muhammad Hatta Hamzah, Kepala Cabang Dinas Dikbud Kecamatan Tamalate. Menurutnya, penjualan buku diatur oleh Sirajang Muni, Kepala Kantor Dikbud Kecamatan Tamalate. Katanya juga, pernah sebanyak 30 kepala sekolah yang mendapat dana DBO di Tamalate dikumpulkan dan diberi pengarahan oleh Muni agar membeli paket buku tersebut. Waktu itu kepala sekolah setuju saja, karena takut batal mendapatkan DBO. Hamzah mengaku, dirinya pernah didatangi dua kepala sekolah yang mengeluh karena paket buku itu telah mengacaukan rencana anggaran belanja mereka. "Kalau ada yang tidak mengeluh, mungkin soal loyalitas dan menjaga kredibilitas terhadap atasan," ujarnya. Muni sendiri langsung membantah bahwa ia telah memaksa para kepala sekolah. Ia malah mengaku tak pernah bertemu dengan pihak PT Intan Pariwara untuk membicarakan masalah paket buku. Pimpinan Intan Pariwara, Sunardi Yanto, juga membantah keras soal itu. Ia menegaskan bahwa ia tak pernah melakukan paksaan, apalagi menggunakan nama pejabat untuk menjual buku ke sekolah-sekolah. Katanya, selain perusahaannya masih ada penerbit lain yang menawarkan paket buku itu, yakni PT Tiga Serangkai dan PT Airlangga. "Paket yang diributkan harganya cuma lima persen dari sumbangan DBO yang diterima sekolah. Daripada uangnya habis percuma, kami tawarkan buku dari lima bidang studi dengan harga per paket Rp63 ribu," ujarnya. Ia tegaskan, perusahaannya tidak pernah mendapat "surat sakti" dari Dikbud Tamalate dengan keharusan membeli buku bagi setiap kepala sekolah. Sedangkan pertemuannya dengan Muni, katanya, hanya meminta izin untuk menawarkan buku-buku dari perusahaannya. Selain murah, ia mengaku memberikan sedikit sumbangan kepada sekolah yang membeli paket yang ditawarkan. Syarifuddin Saleh, Kakandepdikbud Ujungpandang, menegaskan larangan untuk mengkoordinasi sekolah agar membeli produk tertentu sebagai aturan yang tidak boleh dilanggar. Apalagi menyangkut penggunaan dana bantuan Bank Dunia lewat pemberian DBO bagi SD. Menurutnya, tidak ada masalah kalau mau menggunakan DBO untuk membeli buku, asal inisiatif itu datang dari sekolah yang bersangkutan. Pejabat yang terkena desas-desus mengatur pembelian buku sudah dipanggil menghadap. Ternyata, ketika ditanyai Kakandep, pejabat bersangkutan membantah keras adanya upaya mengatur agar sebuah produk dibeli oleh kepala sekolah dari dana DBO. "Aturan pemanfaatan DBO membolehkan sebagian dana tersebut digunakan untuk membeli buku, asal pembeliannya tidak dikoordinir atau diatur. Jadi, kepala sekolah sendiri yang melakukan pembelian," ujarnya. (Buyung Wijaya Kusuma adalah wartawan harian Kompas dan peserta Program Beasiswa untuk Wartawan LP3Y-LPDS-ISAI) ---------- SiaR WEBSITE: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist/maillist.html