Precedence: bulk


PERNYATAAN KADISPEN POLRI ASAL BUNYI

        JAKARTA (SiaR, 4/9/99). Pernyataan Kadispen Polri Brigjen Togar
Sianipar yang dilansir berbagai media massa nasional tentang eksodus
wartawan dari Timtim sangat tidak manusiawi. Dan pernyataan itu menunjukkan
bahwa aparat Polri tidak bisa menjamin wartawan yang bekerja di Timtim.
Terkesan Polri dan TNI bekerjasama dengan milisi untuk menteror,
mengintimidasi dan menembak wartawan yang bertugas di Timtim.

        Bahkan Sianipar membantah bahwa wartawan yang keluar dari Timtim itu
ketakutan karena tindakan milisi. "Mereka tidak eksodus, tapi rotasi
pekerjaan. Itu benar. Tapi kepergiannya bukan karena situasi yang mendesak,
tapi karena ada rotasi. Diantara mereka karena penugasannya telah selesai
sehingga wajar kalau TNI AU memberikan fasilitas bantuan transportasi,"
jelas Togar. Hal itu juga dilakukan wartawan asing yang meninggalkan Timtim
karena sudah selesai tugasnya," kata Togar kepada pers di Mabes Polri, Jl
Trunojoyo, Jakarta Selatan, Jum'at (3/9) kemarin.

        Menanggapi pernyataan itu, seorang wartawan yang eksodus karena
dicari milisi Aitarak kepada SiaR mengatakan pernyataan Sianipar itu
menunjukkan bahwa polisi sudah tidak mampu mengendalikan milisi yang
mengancam keselamatan wartawan di Timtim. "Itu pernyataan yang tidak
berdasarkan fakta yang terjadi di lapangan. Kami ditodongi senjata oleh
milisi persis dibelakang Brimob. Malah Brimob hanya menonton tanpa mengambil
tindakan apapun," kata wartawan itu.

        Data yang diterima SiaR hingga saat ini adalah, sekitar 176 wartawan
sudah meninggalkan Timtim pekan ini karena diancam untuk dibunuh oleh
milisi. Sedangkan aparat keamanan sama sekali tidak memberikan perlindungan
keselamatan bagi wartawan yang bertugas di daerah itu.

        Dalam eksodus Jumat (3/9) kemarin terdapat juga beberapa wartawan
lokal Timtim, karena mereka juga menjadi target dari milisi Aitarak. "Kami
meninggalkan Timtim untuk mengantisipasi kemungkinan yang terjelek yang
terjadi di Timtim," kata Santina Araujo koresponden media asing kepada
Bisnis Indonesia.

        Untuk bisa meyakinkan Kadispen Polri tentang fakta kekerasan
terhadap wartawan, berikut SiaR menurunkan kronologi kekerasan terhadap
wartawan di Timtim:

Rabu, 25 Agustus: Koresponden Time Magazine John Stanmeyer dan asistennya
Heriyanto diserang milisi Aitarak ketika mengambil foto kantor kelompok
bersenjata itu.

Kamis, 26 Agustus: Sejumlah wartawan diserang dalam bentrokan antara pro
integrasi dan pro kemerdekaan. Dalam bentrokan itu wartawan Kompas, Kornelis
Kewa Ama Khayam ditembak oleh milisi Aitarak. Lima butir peluru yang
bersarang didadanya berhasil ditahan oleh rompi anti peluru yang dia pakai.
Namun Kornelis mengalami luka tembak di kakinya serta sepeda motor miliknya
dibakar oleh milisi. Selain itu, pada waktu bersamaan tiga wartawan
Indonesia ditodongi pistol oleh milisi Aitarak. Kejadian itu persis didepan
Brimob. Sekitar 150 milisi Aitarak mengepung truk militer dimana lima
wartawan, termasuk Marianne Kearner (Canberra Times), berlindung. 
        "Bunuh mereka, bunuh semua orang Australia," teriak para milisi itu.
Selain pengepungan itu, milisi Aitarak juga menembak satu awak kamera
Selandia Baru dan dua awak kamera dari Australia yang mencoba merekam
kejadian itu. Reporter Irish Times, Tjitske Lingsma terkena tendangan di
tulang iganya dan diancam granat tangan. Dalam kerusuhan itu fotografer
Reuters Beawiharta ditembak oleh milisi Aitarak. Sedangkan 30 wartawan
terpaksa pindah dari Hotel Tourismo ke Hotel Dili setelah anggota milisi
Aitarak masuk ke tempat penginapan itu dengan mengacungakn pistol dan
senjata tajam. Fotografer AP David Longstreath dan awak kamera AP Television
News David Copeland diserang milisi-milisi itu.

Jumat, 27 Agustus: Anggota milisi Aitarak dengan senjata dan samurai
memblokir akses wartawan ke Des Memo, Maliana. Mereka mengancam petugas Unamet.

Sabtu, 28 Agustus: Anggota milis Aitarak menyerang sekelompok wartawan yang
merekam pertemuan para milisi.

Senin, 30 Agustus: Rumah milik Panca, reporter Radio Lorosae, dibakar milisi
karena  karena laporan kekerasan yang dilakukan oleh milisi terhadap warga
masyarakat yang disiarkan oleh radio itu. 

Selasa, 1 September: Sejumlah wartawan termasuk reporter BBC Jonathan Head,
mendapat serangan di luar kantor PBB di Dili. Head hampir tewas dalam
peristiwa itu. ***


----------
SiaR WEBSITE: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist/maillist.html

Kirim email ke