Precedence: bulk TIMOR LOROSAE DIKUASAI BANDIT DILI, (MateBEAN, 8/9/99). Aksi penjarahan dan perampokan masih terus berlanjut. Setelah keadaan darurat militer diberlakukan, maka praktis milisi pro-integrasi, TNI dan Polri dapat melakukan apa saja. Di kota Dili, semua jalan sepi dan hanya beberapa kendaraan yang mengangkut anggota TNI dan milisi pro-integrasi berkeliaran di mana-mana. Setelah habis-habisan menjarah rumah penduduk dan kantor pemerintah, milisi pro-integrasi bersama anggota TNI merangsak perlengkapan UNAMET. Mobil operasional UNAMET terlihat dibawa oleh milisi pro-integrasi berkeliaran untuk mencari mangsa baru. Situasi di kabupaten lain tidak jauh berbeda. Kami menerima laporan dari Baucau, bahwa kompleks keuskupan diserang hari Selasa (7/9) yang menyebabkan Uskup Basilio Nascimento terluka karena berusaha membela rakyatnya dari kekejaman milisi pro-integrasi. Bersama ratusan orang yang berlindung di sana, Uskup kemudian memilih menyelamatkan diri ke pegunungan. Saat ini keberadaannya belum dapat dipastikan, tapi beberapa saksi mata yang sempat menyelamatkan diri dalam serangan di Baucau memastikan bahwa Uskup dalam keadaan selamat. Di banyak daerah, mayat orang bergeletakan di rumah-rumah tanpa ada yang mengurus. Mereka kebanyakan adalah rakyat yang tidak kuat atau tidak sempat menyelamatkan diri dari kejaran milisi pro-integrasi. Kompleks gereja yang selama ini dianggap sebagai tempat persembunyian yang aman sekarang sudah hancur lebur, rusak dibakar sementara isinya dijarah. Banyak saksi mata yang mengatakan bahwa serangan bukan hanya dilakukan oleh milisi pro-integrasi tapi juga anggota TNI dan Polri. Pola yang umum, milisi pro-integrasi yang melakukan pembakaran dan mengusir rakyat dari persembunyiannya, sementara anggota TNI dan Polri menjarah barang-barang yang ditinggalkan. Di Suai, tiga orang pastor (dua orang asal Timor Lorosae, dan seorang asal Jawa) tewas ditembak oleh milisi Laksaur Merah Putih, hari Selasa (7/9) setelah mereka berusaha membela rakyat yang berlindung di kompleks gereja Suai. Mereka tewas bersama 100 orang lainnya, sementara para pengungsi lainnya berhasil menyelamatkan diri. Di kota Dili, Suster Margarida yang berusia sekitar 80 tahun juga tewas ditembak ketika milisi pro-integrasi menyerang kediaman Uskup Carlos Ximenes Belo di Lecidere. Beberapa kompleks gereja lainnya seperti gereja Motael, seminari Balide, pastoran SVD Kuluhun, juga dibakar oleh milisi pro-integrasi. Di Ermera, kompleks gereja setempat juga diserbu, sehingga Padre Domingos dan Eduardo terpaksa melarikan diri membawa ratusan pengungsi bersama mereka. Ratusan orang diperkirakan tewas, termasuk para pastor dan suster, di dalam rangkaian serangan brutal terhadap kompleks-kompleks ibadah tersebut. Hampir seluruh wilayah Timor Lorosae, terutama kota-kota kabupaten, dikuasai oleh para bandit yang menyebut dirinya TNI, Polri dan milisi pro-integrasi. Keadaan darurat militer membuat para bandit ini bisa beraksi dengan bebas tanpa pengawasan media, UNAMET, maupun lembaga pemantau lainnya. Sejak tanggal 7 September, seluruh fasilitas publik seperti listrik, telekomunikasi dan air sudah dipadamkan, yang membuat penderitaan rakyat makin bertambah. Di mana-mana terlihat rakyat kelaparan dan tidak punya tenaga untuk membela diri dari kekejaman milisi pro-integrasi, TNI dan Polri. Sementara itu para bandit ini telah menyapu bersih semua persediaan logistik, yang sebagian dibawa melintasi perbatasan NTT. Di bandara Comoro terlihat tumpukan barang-barang hasil jarahan yang sudah siap untuk dibawa pulang oleh anggota TNI, Polri dan milisi pro-integrasi. Pada hari Selasa (7/9) sasaran kampanye teror dan intimidasi ini mulai diarahkan kepada anggota TNI dan Polri asal Timor Lorosae yang dianggap 'membangkang' perintah untuk membumihanguskan wilayah tersebut. Batalyon 744/SYB yang anggotanya kebanyakan berasal dari Timor Lorosae sejak hari Minggu (5/9) sudah tidak diberi senjata. Beberapa anggotanya sudah lari meninggalkan pasukan dan bergabung dengan rakyat di hutan-hutan. Langkah serupa diambil anggota Brimob asal Timor Lorosae. Namun beberapa di antaranya bernasib naas, dan menjadi sasaran kekejaman milisi pro-integrasi, TNI dan Polri yang mengadakan operasi 'sapu bersih' di seluruh wilayah. Di beberapa tempat penduduk berusaha melawan operasi pembasmian yang dilakukan oleh milisi pro-integrasi, TNI dan Polri. Di kecamatan Laleia, Manatuto, rakyat setempat mengorganisir diri untuk menahan serangan-serangan. Tapi upaya yang berani itu diperkirakan tidak akan bertahan lama mengingat jumlah penduduk yang tersisa sangat terbatas dan alat-alat pertahanan yang sangat minim. Persediaan pangan dan air yang semakin menipis juga menambah berat beban rakyat untuk mempertahankan diri melawan aksi kejahatan terhadap kemanusiaan oleh pemerintah Indonesia. Di daerah pegunungan Viqueque, seperti Ossu dan Venilale, rakyat setempat juga memberikan perlawanan tapi dengan kondisi yang tidak lebih baik dari daerah-daerah lainnya. Beberapa laporan yang diterima hari Selasa (7/9) memberi harapan bahwa rakyat setempat akan mampu bertahan, walaupun untuk waktu yang sangat singkat. Sementara itu kondisi pengungsi di daerah-daerah pegunungan Timor Lorosae sangat mengenaskan. Persediaan pangan dan air bersih yang sangat terbatas membuat para pengungsi sangat mudah terserang penyakit. Di samping itu mereka juga masih menghadapi ancaman dari milisi pro-integrasi, TNI dan Polri yang setiap saat dapat menyergap mereka di mana saja. Semua jalan menuju sumber air dan makanan sengaja ditutup oleh pasukan TNI dan milisi pro-integrasi, dengan tujuan memaksa rakyat turun dari daerah pegunungan untuk dihabisi. Seorang anggota milisi yang melarikan diri ke pegunungan, menuturkan bahwa rencana pengepungan dan pembantaian itu memang sudah direncanakan sebelumnya oleh TNI. Ratusan anak-anak tercerai dari keluarganya dan menambah kepanikan di tempat pengungsian. Banyak orang yang tidak sempat membawa perlengkapan atau persiapan apa pun sehingga persediaan yang sangat terbatas pun harus dibagi rata di antara mereka. Di NTT saat ini diperkirakan ada sekitar 80.000 orang dari Timor Lorosae yang mengungsi ke sana. Menurut kesaksian sejumlah besar orang kebanyakan mereka dipaksa untuk pindah ke sana sejak hari pemungutan suara oleh milisi pro-integrasi. Kondisi di kamp-kamp pengungsian juga sangat mengenaskan karena milisi pro-integrasi, TNI dan Polri terus melakukan razia, mencari para pendukung kemerdekaan. Di Atambua, seorang pengungsi melihat bagaimana milisi pro-integrasi dengan bantuan anggota TNI menurunkan sejumlah pemuda dari kendaraan yang melintas dan menaikkannya ke atas truk. Baju mereka dibuka secara paksa, dan tangan mereka diikat di belakang kepala lantas dilemparkan ke atas truk. Setelah cukup penuh truk itu pergi dikawal oleh anggota milisi dan TNI, dan sampai saat ini keberadaan mereka tidak diketahui. Diskriminasi terhadap para pengungsi juga terjadi di kamp-kamp pengungsian. Sejumlah ibu yang dicurigai sebagai pendukung kemerdekaan menjadi sasaran caci-maki anggota milisi, dan kadang tindak kekerasan. Milisi pro-integrasi tampaknya berkuasa penuh di kamp-kamp konsentrasi ini. Mereka berkeliaran membawa senjata, mengancam para pengungsi dan mengusir para wartawan yang coba mendekat. Pada hari Senin (6/9) mereka menyerang rombongan UNHCR yang berkunjung untuk melihat kondisi pengungsi di sana. Petugas Polri yang berada di sana hanya menonton para milisi menyerang staf UNHCR, dan tidak mengambil tindakan apa pun untuk mencegah mereka. Dari Kupang dan Atambua dilaporkan bahwa milisi pro-integrasi mulai menguasai kota dan melakukan tindakan-tindakan brutal. Penduduk setempat merasa terancam karena jumlah mereka semakin banyak seiring dibumihanguskannya Timor Lorosae. *** ---------- SiaR WEBSITE: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist/maillist.html