Precedence: bulk ISTIQLAL (21/9/99)# 3500 TENTARA TUMBAL PETUALANGAN SUHART0 DI TIMTIM Oleh: Sulangkang Suwalu Tewas atau cacat seumur hidup sebagai akibat terlibat dalam suatu peperangan, adalah soal biasa. Itu suatu resiko. Persoalannya: apakah keterlibatannya dalam peperangan itu untuk kepentingan kemerdekaan atau penjajahan? Bila untuk kenentingan kemerdekaan, maka tewas atau cacat seumur hidup yang diderita seseorang, itu adalah suatu kehormatan. Sebaliknya,bila ia tewas atau cacat seumur hidup untuk kepentingan menjajah wilayah negara lain, maka itu adalah suatu yang nista, sebagai agresor. Bagaimana dengan anggota ABRI yang tewas atau cacat seumur hidup akibat menyerbu Timtim di bawah komando Suharto? Apakah mereka dapat disebut sebagai pejuang kemerdekaan, atau sebagai agresor? Yang sudah pasti di mata rakyat Timtim yang patriotik, mereka itu adalah agresor, mereka adalah penjahat. Rakyat Indonesia yang berpegangan teguh pada Mukaddimah UUD 1945, yang mengakui "hak menentukan nasib sendiri bagi setiap bangsa", juga akan menilai demikian. Tentu akan lain halnya, di mata pendukung petualangan Suharto di Timtim, yang bertujuan menguasai Timtim. Untuk mengetahui sikap pendukung petualangan Suharto ke Timtim tsb, marilah kita simak apa yang dikatakan Wiranto, Menhankam/Pangab, seperti yang diberitakan Surabaya Post. JANGAN DIANGGAP KESALAHAN Diberitakan bahwa TNI tak mampu mencapai zero accident. Karena itu Menghankam/Pangab TNI Jenderal Wiranto mempersilahkan pasukan perdamaian PBB masuk ke Timtim. "Ketika itu saya katakan kepada utusan PBB, ujar Wiranto, yang mampu membuat jaminan keamanan di Timtim hingga zero accident seperti ditetapkan dunia internasional, hanyalah Tuhan. Kami tak malu mengakui bila kami memang tak mampu memenuhi indikator koridor, seperti yang ditetapkan dunia itu, yaitu no shooting, no burning, no kidnapping". Hal itu diucapkan Wiranto di depan para purnawirawan dan generasi muda FKPPI dalam acara HUT Pepabri dan Keluarga Besar FKPPI di gedung Lemhanas, Jakarta, Minggu (12/9). Henurut Wiranto, TNI setuju masuknya pasukan misi pemelihara perdamaian ke Timtim itu, bukan karena TNI tak mampu karena kwalitas personel pasukan yang mulai menurun. "Mohon jangan dianggap keputusan politik itu adalah kesalahan. Mengapa? Saya tak rela bila rekan-rekan saya yang sudah gugur dengan pengabdian dan keikhlasan itu semata-mata hanya membela suatu kesalahan, saya ingin mereka tenteram dalam ketenangan, dengan membela kebenaran saat itu," tambah Wiranto. Dijelaskan, sekitar 1.500 tentara TNI gugur dalam perang di Timtim dan lebih 2.000 orang yang kini cacat. "Apakah mereka berjuang untuk suatu kekhilafan, saya kira itu tidak adil," katanya. Apakah arti penilaian Wiranto tentang korban TNI yang tewas dan cacat seumur hidup berkat perang menyerbu Timtim? Benarkah mereka menjadi korban karena membela sesuatu yang dianggap benar saat itu? Benarkah tidak adil menilai bahwa mereka "berjuang" untuk suatu kehilafan? Bukankah mereka berperang untuk mendukung suatu petualangan ke Timtim ketika itu? Marilah kita cermati. MENJEGAL PEMBUKAAN UUD 1945 Jenderal Yoga, melalui bukunya "Memori Jenderal Yoga " mengemukakan latar belakang TNI menyerbu Timtim pada tahun 1975. Antara lain dikatakannya bahwa kemelut politik yang terjadi di Timtim sangat menggelisahkan Pemerintah RI. Terlebih lagi setelah diketahui bahwa pemerintah Portugal cenderung membela Fretilin, suatu kelompok politik di Timor Portugis yang berhaluan komunis. Meskipun Timtim merupakan teritorial negara lain, namun kecenderungan yang mengarah pada dominasi kaum komunis disana, jelas tidak akan menguntungkan Indonesia. Pangkalan komunis di wilayah itu akan menyedot perhatian yang sangat besar, karena bisa menjadi basis infiltrasi yang membahayakan keamanan nasional. Kekhawatiran akan semakin kuatnya pengaruh komunis di Timor Portugis, kata Yoga Sugama, mendorong pemerintah bersikap sangat waspada. Salah satu wujud kewaspadaan pemerintah RI dalam menghadapi proses dekolonisasi yang berlangsung di Timor Portugis, adalah aparat intelijen mengantisipasi perkembangan yang terjadi disana. BAKIN membentuk gatuan operasi yang digebut dengan nama "Operasi Komodo". Operasi ini dipimpin langsung oleh kepala BAKIN Yoga Sugama sedang wakilnya adalah Wakil BAKIN Ali Murtopo. "Operasi Komodo" yang lebih merupakan field preparation operation intelijen berusaha menjalin kontak dengan beberapa pihak, yang ingin berintegrasi dengan Indonesia. Sebagai buah dari operasi Komodo ini, maka tanggal 7 Sept 1975, UDT, Kota dan Trabalhista mengirim Petisi berisi 31 pasal kepada presiden RI untuk menjelaskan sikap mereka mengenai masa depan Timor Portugis. Pasal 5 dari Petisi itu berbunyi: "Rakyat Timor Timur dan daerah-daerah yang berada di bawah kekuasaannya meminta kepada pemerintah RI untuk mengambil langkah-langkah, yang dipandang perlu untuk menetralisir semua orang komunis dan para simpatisannya, baik mereka muncul dipermukaan atau yang tersembunyi". Pembicaraan yang lebih intensif dengan para pemimpin gerakan pro Indonesia inilah kemudian yang berkembang dari "Operasi Komodo" menjadi "Operasi Seroja" yang menyerbu Timtim. Karena kekuatan yang tak seimbang, DIKUASAI SOEHARTO Dengan demikian, keinginan pemerintahan Suharto untuk mencegah tetangganya didominasi komunis, sementara berhasil. Jelas benar, bahwa pemerintahan Orde Baru Suharto, serupa dengan kaum imperialis yang memaksakan kehendaknya kepada tetangganya (yang tak berdaya) agar mengikuti kemauannya. Ini berarti pemerintah Indonesia merampas hak menentukan nasib sendiri bagi bangsa Maubere di Timtim. Jelas benar, bahwa pemerintahan Orde Baru dalam menentukan sikapnya terhadap Timor Timur,mengabaikan atau menjegal isi Mukaddimah UUD 1945, yang mengakui hak menentukan nasib sendiri bagi setiap bangsa. Jelasnya: "Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan pri kemanusiaan dan pri keadilan". Jika pemerintahan Orde Baru Suharto tidak menjegal Mukaddimah UUD 1945, tentu dia akan menghormati hak tetangganya untuk mengatur dirinya sendiri tidak akan mencampurinya, apalagi menyerbu negara tetangga tsb. Orde Baru Suharto telah menempatkan Indonesia sebagai negeri penjajah di Timtim. Jelas, bahwa tindakan penyerbuan Timtim dimulai dengan Operasi Komodo yang dilakukan BAKIN dibawah pimpinan Yoga Sugama, untuk mancegah tetangganya menganut ideologi yang lain dari ideologi dirinya. Sebuah petualangan. Wiranto boleh saja mengatakan tak rela bila rekan-rekannya yang telah terbunuh atau cacat seumur hidup, sebagai akibat melakukan penyerbuan ke Timtim atas komando Suharto, dianggap sebagai membela suatu kesalahan. Hal itu wajar saja. Karena Wiranto memang mendukung petualangan Suharto yang menjegal Mukaddimah UUD 1945. Bagi Wiranto tampaknya petualangan Suharto menyerbu ke Tintim itu sebagai suatu hal yang benar, bukan hal yang salah. Meskipun benarnya hanya saat itu, saat Suharto berkuasa. Padahal penyerbuan ke Timtim itu adalah suatu kesalahan, malah itu merupakan suatu kejahatan, memaksakan kehendak kepada negara lain, sebuah agresi. Dalih bisa saja dicari: seakan "penyerbuan" itu atas permintaan sebagian rakyat Timtim. Padahal apa yang dikatakan permintaan itu, dipersiapkan oleh Operasi Komodo intelijen BAKIN. Tujuan Wiranto dengan pernyataannya itu, untuk menenteramkan keluarga TNI yang telah menjadi korban dalam penyerbuan itu, baik yang tewas atau cacat seumur hidup. Keluarga tsb sangat gelisah. Mereka merasakan telah dijadikan tumbal oleh Orde Baru Suharto. Mereka tak dapat mengatakan dirinya telah gugur atau cacat seumur hidup karena berjuang untuk Indonesia Merdeka. Telunjuk telah bersilang di hidung mereka, bahwa mereka adalah menjadi alat untuk menjajah Timor Timur, mereka alat untuk mengagresi dari Orde Baru Suharto. *** ---------- SiaR WEBSITE: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist/maillist.html