Mungkin sebagian dari kita masih ada yang menilai
secara sempit masalah yang berkenaan dengan
keistimewaan Ahlul Bait keturunan Nabi S.A.W, sebagai
suatu hal yang berlebihan. Mereka menganggap ini
sebagai suatu sarana untuk berbangga diri dan juga
dapat menimbulkan berbagai macam fitnah. Pada dasarnya
hal ini tidak perlu terjadi apabila mereka dengan
kepala dingin dan hati yang bersih mau menggali,
mempelajari dan memahami secara sungguh-sungguh apa
yang disyari'atkan oleh agama. Namun demikian,
Alhamdulillah masih ada sementara orang di antara kita
yang menanggapi hal ini secara positif dan
konstruktif. Menurut hemat kami penilaian dan
tanggapan yang kurang simpatik juga dapat terjadi
dikarenakan kurangnya perhatian atau kurang mendarah
dagingnya akan tuntutan Allah SWT dan Rasul-Nya,
sehingga wajar tampak keraguan dan kekhawatirannya
terhadap berbagai reaksi yang akan timbul dari
orang-orang daripada terhadap yang seharusnya lebih
ditakuti, dita'ati dan dikhawatirkan ancamannya iaitu
kepada Allah SWT.

Namun Alhamdulillah sampai kapanpun Allah SWT akan
menghiasi bumi ini dengan orang-orang yang senantiasa
memiliki perhatian dan tanggungjawab serta kecintaan
terhadap Ahlul Bait keturunan Rasulullah SAW secara
tulus ikhlas dari lubuk hati yang bersih.

Kemudian marilah kita perhatikan hadits-hadits berikut
ini:
 
"Dari Zaid ibni al-Arqom bahawasanya Rasulullah SAW
bersabda: Wahai sekalian manusia! Sesungguhnya aku
adalah hamba Allah SWT, utusan Tuhanku (Malaikat
Izroil) hampir tiba, maka aku harus memenuhi
panggilan-Nya. aku tinggalkan bagi kalian dua perkara:

Yang pertama: "Kitabullah, di dalamnya terdapat
petunjuk juga pelita, maka beramal dan berpeganglah
padanya." Maka Baginda  menyuruh berpedoman dan
mengembalikan sandaran pada Kitabullah. Kemudian sabda
Baginda,

Yang kedua   : "Dan Ahlul-Baitku, aku ingatkan akan
Allah perihal Ahlul-Baitku, aku ingatkan akan Allah
perihal Ahlul-Baitku, aku ingatkan akan Allah perihal
Ahlul-Baitku." (H.R. Muslim)

Rasulullah SAW bersabda:
 
"Aku tinggalkan bagi kalian dua perkara: Kitabullah",
ia merupakan tali yang terentang antara langit dan
bumi dan "Keturunanku Ahlul Bait", sesungguhnya
keduanya itu tidak akan berpisah hingga kembali
kepadaku di Telaga Haudh." (Dikeluarkan oleh Imam
Ahmad bin Hanbal dari Zaid bin Tsabit dan dari shahih
Bukhari Muslim, dari Abu Syaiban, Abu Ya'la, dan Ibnu
Sa'ad).

Thabrani mengetengahkan hadits dari Ibnu 'Abbas r.a.
yang mengatakan bahwa Rasulullah SAW bersabda:
 
"Dua kaki seorang hamba pada hari kiamat tak dapat
tergerak hingga ia ditanya tentang empat perkara:
untuk apa umurnya dihabiskan, untuk apa jasadnya ia
rusakkan (dipergunakan), kemana hartanya ia infaqkan
dan darimana ia peroleh, dan ditanya tentang
kecintaannya terhadap Ahlul Baitku".
Perlunya Mensyukuri Atas Keberadaan Keturunan Nabi
S.A.W

Nabi Muhammad SAW sebagai Rasul SAW (utusan)
diturunkan oleh Allah SWT, telah mengingatkan dan
menyampaikan kepada kita berbagai macam permasalahan
(baik berupa perkataan, perbuatan dan persetujuan) di
antaranya yang berkenaan dengan tuntutan tanggungjawab
terhadap Ahlul Bait keturunan Baginda SAW (yang lebih
dikenal dengan Hadits Tsaqolain). Risalah yang dibawa
adalah merupakan tugas yang diamanatkan oleh Allah SWT
kepada baginda SAW dan segala sesuatu yang telah
disampaikan kepada umat manusia tersebut bukan menurut
kehendak hawa nafsunya sendiri, melainkan atas wahyu
dari Allah SWT.

Sebagaimana telah ditegaskan oleh Allah SWT dalam
firman-Nya:
 
"Dan tidaklah dia (Nabi Muhammad SAW) mengucapkan
sesuatu menurut kemahuan hawa nafsunya, melainkan
adalah wahyu yanh diwahyukan (Allah SWT) padanya".
(Q.S. An-Najm: 3-4)

Yang disampaikan oleh Nabi SAW bisa saja berupa berita
gembira, peringatan, janji keberuntungan, ancaman dan
lain seterusnya. Dan dua perkara yang telah
disampaikan oleh Nabi SAW sebelumnya, kiranya terasa
berat, mengingat tanggungjawab, perhatian dan tuntutan
yang terkandung di dalamnya. Tuntutan tanggungjawab
ini diamanatkan Nabi SAW kepada umatnya, sehingga ini
berarti menunjukkan keberlangsungan kandungan hadits
tersebut hingga akhir masa. Walaupun berbentuk
peringatan, hadits-hadits tersebut menunjukkan rahmat,
kenikmatan dari Allah SWT dan berkah Nabawiyyah yang
wajib disyukuri, dijaga dengan semestinya, serta
selalu menyebut-nyebutnya menurut jalan yang diredhai
Allah SWT.

Allah SWT berfirman:
 
"Dan adapun dengan nikmat dari Tuhanmu, maka
sampaikanlah (sebut-sebutkanlah)" (Q.S. Adh-Dhuha: 11)

Rasulullah SAW pernah bersabda:
 
"Menyebut-nyebut nikmat Allah SWT adalah (tanda)
bersyukur, meninggalkannya bererti kufur (ingkar).
Barangsiapa yang tidak mensyukuri nikmat yang sedikit,
ia tidak akan mensyukuri nikmat yang banyak. Dan
barangsiapa tidak bersyukur (berterima kasih) pada
manusia, bererti ia tidak bersyukur kepada Allah SWT.
Berjama'ah (bersatu) adalah rahmat dan bercerai-berai
adalah 'azab/siksa". 
(H.R. Baihaqi)

Rasulullah SAW bersabda:
 
"Barangsiapa mendapat nikmat Allah, maka Allah senang
melihat bekas-bekas nikmat-Nya itu pada hamba-Nya".
(Allah senang/suka melihat nikmat-Nya itu masih
membekas atau dipergunakan oleh hamba-Nya pada hal-hal
yang benar dan diredhai-Nya). 
(H.R. Ahmad dan dishahihkan  oleh Al-Albani dalam
"Al-Misykat")

Arti bersyukur atas nikmat Allah dan
menyebut-nyebutnya, adalah: memanfaatkan, memfungsikan
dan menempatkannya pada hal-hal yang diredhai oleh
Allah SWT, sehingga dari nikmat-nikmat itu akan
berdatangan nikmat-nikmat Allah yang lain yang
mengiringinya sebagai jawapan Allah atas rasa syukur
hamba-Nya.

Allah SWT berfirman:
 
"Sesungguhnya jika kalian bersyukur pasti Aku (Allah
SWT) akan benar-benar menambah (nikmat) kepada kalian
dan jika kalian kufur (mengingkari), maka sesungguhnya
azab-Ku (siksa-Ku ) sangat keras (pedih)". (Q.S.
Ibrahim: 7)

Tidak selayaknya dalam rangka menyampaikan
nikmat-nikmat Allah dan memfungsikannya serta
menjaganya pada hal-hal yang baik, benar dan wajar,
masih saja ada seseorang atau kaum yang tidak
menyenanginya. Lebih dari itu malah ia benci, iri hati
bahkan sampai-sampai ia berani bertindak dengan
tindakan atau perilaku yang melanggar syari'at Allah
dan Rasul-Nya, sehingga dari pelampiasan sifat iri
hati ini, ia tidak segan-segan menghilangkan,
memutuskan karunia berupa nikmat Allah SWT yang
dikaruniakan-Nya kepada seseorang atau sesuatu kaum.
Termasuklah karunia Allah itu berupa ditakdirkannya
seseorang terlahir dari ayah yang berasal dari
keturunan Ahlul-Bait Rasulullah SAW.

Paling tidak, adakalanya, kerana tidak rela dan kurang
imannya, ia akan melontarkan bermacam-macam fitnah
serta penilaian negatif lainnya dengan alasan yang
menurutnya sesuai untuk hal tersebut. Sungguh Allah
SWT Maha Mengetahui atas perbuatan dan maksudnya itu. 
Seperti yang tersurat dalam firman Allah SWT:
 
"Ataukah mereka manusia (masih) merasa iri hati
terhadap apa-apa yang telah diberikan Allah pada
orang-orang (yang merupakan) karunia-Nya". (Q.S.
An-Nisa: 54)

Wahai yang iri dan dengki hati, hentikanlah serta
lepaskanlah sifat jahatmu itu, sebab kalau tidak,
sebentar lagi pasti Allah SWT akan mengambil suati
tindakan padamu. Camkanlah akan peringatan yang
datangnya dari Allah SWT dan Rasul-Nya, agar tidak
menyesal serta merugi di kemudian hari.
Tanda Orang Yang Bertaqwa, Ia Akan Memuliakan
Orang-Orang Yang Ada Hubungan Dengan Nabi Muhammad SAW

Seorang hamba belum dianggap bertaqwa kepada Allah SWT
selagi ia belum mentaati Rasul-Nya. Tidaklah tergolong
orang-orang yang bertaqwa apabila berbuat sampai
menyakiti, menyalahi dan tidak menghargai wasiat
Rasulullah SAW termasuk yang demikian itu adalah
memutuskan tali nasab seorang syarifah dengan Baginda
Nabi SAW.

Aslafuna-Ashsholihun (6) tidak ada yang berbuat
demikian apalagi menganjurkannya. Banyak hadis Nabi
SAW yang menekankan betapa seharusnya menjadi suatu
kewajiban bagi seorang muslim untuk menghormati,
menjaga dan memelihara hubungan nasab seseorang dengan
Nabi Muhammad SAW.

Beliau SAW bersabda:
 
"Jagalah kehormatanku di dalam sahabat-sahabatku dan
orang-orang yang bersambung kefamilian denganku. Maka
barangsiapa menjaga (kehormatan) aku dalam hal tentang
mereka, Allah akan melihatnya di dunia dan di akhirat
(dengan pandangan rahmat). Dan barangsiapa tidak
menjaga kehormatanku dalam hal tentang mereka itu,
maka Allah akan membiarkannya (jauh dari pandangan
rahmat). Dan barangsiapa dibiarkan Allah, kelak tentu
akan ditindak oleh Allah SWT". 
(H.R. Al-Baghawi dari 'Iyadh Al-Anshori r.a. Jami'us
Shoghir: 267)

Aslafuna-Ashsholihun dari yang bukan Ahlul-Bait
(keturunan ) Nabi SAW karena ilmu dan pemahamannya
serta kenal betul dengan yang demikian, di antara
mereka ada yang menjalin hubungan kekeluargaan dengan
menikahkan puterinya (anak wanitanya) dengan lelaki
yang bernasabkan kepada Rasulullah SAW (sayyid/syarif)
atau meminta sayyid tersebut untuk berkenan menikahi
puterinya, yang mana puteri tersebut mereka didik,
mereka pelihara dan mereka jaga dengan baik dan benar
sehingga menjadi puteri yang shalihah. Hal ini
dilakukan semata dengan harapan dapat memperoleh
hubungan kefamilian dengan Rasulullah SAW, melalui
anaknya (puterinya). Lagi pula mereka meyakininya
sebagai suatu hal yang dapat membawa berkah, bukan
karena harapan tuntutan duniawi.

Apabila memperhatikan, mempelajari dan memahami
hadis-hadis Nabi SAW, mengenal nasab Ahlul-Bait,
niscaya sungguh wajar sekali memelihara tali hubungan
kefamilian dengan Baginda Nabi SAW tersebut. Oleh
sebab itu seorang syarifah diwajibkan menjaga dirinya
agar tidak menikah dengan selain Sayyid atas landasan
dalil-dalil yang jelas.

Penetapan hal ini bukanlah 'ashobiah (fanatisme
kesukuan), sebagaimana kebanyakan yang telah
dituduhkan oleh orang-orang yang tidak mengerti dan
tidak bertanggungjawab. Hal ini terjadi mungkin
dikarenakan sifat benci dan tidak rela serta tidak
adanya rasa hormat, sehingga dituduhkan hal yang
demikian itu sebagai mengada, mau menang sendiri dan
mau untung sendiri atau bermacam-macam tuduhan lain
yang mereka tuduhkan sebagai tindakan fanatisme
kesukuan ('ashobiah), sehingga tidak ada satu celah
untuk membaur, penuh kesombongan dan memecah-belahkan
ummat.

Semasa Nabi Muhammad SAW hidup pun, persangkaan jelek
seperti ini sudah ada, terutama yang berhubungan
dengan keluarga Nabi SAW dan orang-orang yang dekat
kepada Nabi SAW. Namun Allah SWT, Zat Yang Maha
Mengetahui lagi Maha Mendengar langsung memberikan
jawaban melalui wahyu-Nya kepada baginda Nabi Muhammad
SAW. Sebagaimana yang telah diriwayatkan oleh Abul
Hasan tentang sebuah hadis dari orang tuanya yang mana
hadis ini berasal dari Sayyidina Ali bin Abi Tholib
r.a: "Bahawasanya pada suatu hari datang kaum
Muhajirin dan Anshor kepada Nabi SAW, mereka berkata:
Ya Rasulullah SAW! Anda tentu memerlukan barang-barang
untuk nafkah dan kebutuhan anda sendiri, juga untuk
menjamu para utusan yang datang menghadap anda.
Ambillah harta kekayaan kami dan pergunakanlah menurut
kemauan anda atau simpanlah jika anda mau
menyimpannya".

Pada saat itu turunlah Malaikat Jibril a.s.
menyampaikan wahyu kepada Rasulullah SAW:
 
"Katakanlah (wahai Muhammad), Aku tidak minta upah
apapun kepada kalian atas (da'wah risalah yang
kusampaikan) selain agar kalian berkasih sayang kepada
kerabat". 
(Q.S. As-Syura: 23)

Beberapa orang munafik yang ada dalam rombongan mereka
itu berkata di antara mereka sendiri: "Yang membuat
Rasulullah SAW tidak mau menerima tawaran itu ialah
karena ia hendak mendesak supaya kita mencintai
kerabatnya setelah ia wafat". Sungguh! Perkataan ini
adalah suatu kedustaan yang sangat besar sekali.

Atas celotehan mereka itu, turunlah firman Allah SWT:
 
"Ataukah mereka mengatakan: Dia (Muhammad) telah
mengadakan kedustaan terhadap Allah. Jika Allah
menghendaki niscaya Dia mengunci mati hatimu. Allah
(berkuasa) menghapuskan yang batil dan membenarkan
yang hak denga kalimat-kalimat-Nya (Al-Quran).
Sesungguhnya Dia (Allah) Maha Mengetahui segala yang
tersembunyi di dalam dada". 
(Q.S. As-Syura: 24)

Setelah wahyu tersebut diterima Rasul SAW, maka beliau
mengutus seorang sahabat untuk menanyakan apa benar
ada orang yang berkata seperti itu?

Di antara rombongan yang pernah datang menghadap
Rasulullah SAW menjawab: "Ada beberapa orang di antara
kami yang berkata sekasar itu dan kami sendiri sangat
tidak menyukainya".

Utusan Rasulullah SAW itu kemudian membacakan ayat
tersebut di atas Q.S. As-Syura: 24 kepada mereka. Demi
mendengar ayat yang ditujukan Allah SWT khusus kepada
mereka tersebut, maka menangislah mereka, menyesali
semua perkatan yang pernah dilontarkan kepada Nabi
SAW. Kemudian setelah itu turunlah firman Allah SWT
kepada Beliau SAW.
 
"Dan Dia (Allah SWT) yang berkenan menerima taubat
dari hamba-hamba-Nya, memaafkan kesalahan-kesalahan
dan (Dia) mengetahui apa-apa yang kalian perbuat". 
(Q.S. As-Syura: 25)

Khabar Asbabun Nuzul (7) ayat ini juga diriwayatkan
oleh Imam Ahmad bin Hanbal, Thabrani dan Al-Hakim
berasal dari Ibnu Abbas. Ibnu Abbas pernah ditanya dan
ia menjelaskan apa yang dimaksud dengan al-Qurba
(kerabat, dalam ayat 23: As-Syura) adalah "aal"
(keluarga) Ahlul-Bait Nabi SAW. 
Dan jawaban dari tuntutan ayat tersebut jauh sekali
serta mustahil dapat dianggap sebagai imbalan bagi
Rasulullah SAW karena Allah SWT telah memerintahkan
Nabi SAW  untuk mengatakan secara jelas perihal
da'wahnya. Sebagaimana firman Allah SWT:
 
"Katakanlah (wahai Nabi), aku tidak minta upah apapun
kepada kalian atas hal itu (da'wah risalah yang telah
disampaikan) dan aku bukanlah termasuk orang yang
mengada-ada". 
(Q.S. As-Shaad: 86)

Pemberlakuan kafaah bagi syarifah tidak dapat
digolongkan sebagai adat, dan juga bukanlah 'ashobiah,
sebab yang dapat digolongkan adat adalah apabila tidak
ada perintah dan larangan seperti dalam syari'at,
apalagi jika ia bertentangan dengan syari'at, yang
demikian malah harus ditinggalkan.

Sedangkan masalah kafaah bagi syarifah, ia memang
disyari'atkan karena ada sandaran dalil-dalilnya dalam
Al-Quran dan Al-Hadis. Sedang 'Ashobiah yang ada pada
umumnya biasanya menyebabkan putusnya tali jalinan
persaudaraan, hubungan kemasyarakatan yang bersifat
saling benci, saling menghina atau memboikot,
menjelek-jelekan suku lain bahkan berlanjut saling
bentrok atau sampai dapat menyebabkan peperangan
antara mereka. Hal semacam inilah yang dilarang dan
diancam Rasulullah SAW bagi ummatnya sebagaimana
terjadi antara bani 'Aus dan Khozraj.

Rasulullah SAW bersabda:
 
"Dan tidak termasuk golongan kamiorang yang
menganjurkan 'ashobiah, dan tidaklah termasuk golongan
kami orang yang berperang atas 'ashobiah, serta bukan
pula golongan kami orang mati atas (sebab) 'ashobiah".

(H.R. Abu Daud)
Memuliakan Orang Mulia Adalah Pancaran Sifat Taqwanya
Seseorang

Agama Islam secara umum menilai setiap manusia
berdasarkan Iman, Ilmu, Amal dan Taqwanya. Namun Islam
tidak pernah menafikan masalah keberadaan pertalian
nasab dengan seseorang. Bahkan Islam menetapkan
beberapa hukum yang berkenaan dengan orang yang
bertalian nasab kepada Nabi SAW. Terbukti dalam
kitab-kitab fiqih tulisan Aslafuna-Ashsholihun, kita
temukan mereka menetapkan dan menyediakan bab-bab
khusus berkenaan dengan perihal keluarga Nabi Muhammad
SAW.

Jadi Iman, Ilmu, Amal dan Taqwa bukanlah bererti
sebagai suatu perkara yang dapat menyingkirkan
keberadaan nilai penghormatan kepada mereka yang
diberi keistmewaan oleh Allah SWT. Sebagaimana yang
pernah diungkapkan secara keliru oleh sebagian orang.

Di antaranya seperti yang pernah diungkapkan oleh
Sayid Sabiq (Dosen Universitas Al-Azhar) dalam bukunya
yang berjudul Da'watul Islam (apa ini mungkin
kesalahan/kekeliruan dari penterjemahnya atau bahkan
ada maksud-maksud tertentu dari penterjemahnya,
Wallahu a'lam?) di situ tertulis pernyataan sebagai
berikut: "Mengganti standar yang konvensional dan
regional menjadi ketentuan yang universal. Misalnya,
kehormatan seseorang dinisbatkan kepada hubungan
kerabat dan suku. Islam menggantinya dengan standar
Taqwa dan aplikasinya yang berbentuk pemanfaatan ilmu
dan amal nyata". (lih. "Serpihan Agama" Hal. 41
Penerbit Bungkul Indah)

Dari kalimat kutipan tersebut memang tepat sekali
bahwa standar dan aplikasi kehormatan serta kemuliaan
seseorang terletak pada nilai taqwanya yang terpancar
dari pemanfaatan ilmu dan amal yang nyata. Namun
sampai sejauh mana dapat dikatakan bertaqwa bila kita
tidak dapat mematuhi dan mentaati ketentuan Allah SWT
dan Rasul-Nya secara sempurna, apalagi kita tidak
mengenal nilai-nilai kehormatan pada seseorang yang
jelas dapat ditelusuri keberadaannya dan
kekhususannya.

Bahkan sebenarnya dengan standar nilai taqwa dan
aplikasinya dalam ilmu dan amal nyata, akan
menempatkan kehormatan dan kemuliaan (hubungan
kefamilian) seseorang, sehingga tidak wajar apabila
kedudukan hubungan kerabat harus diganti (yang bererti
harus terhilangkan), akan tetapi yang benar seharusnya
adalah: "Dengan standar Taqwa, Ilmu dan Amal Nyata
akan memfungsi-baikan hubungan kerabat dan suku
seseorang".

Hal ini sendiri telah dijelaskan oleh Rasulullah SAW
bahkan dengan taqwalah akan melahirkan kemuliaan bagi
seseorang sebagai karunia Allah SWT kepadanya.
Sebagaimana sabda Rasulullah SAW:

"Tiada kelebihan bagi orang Arab atas orang ajam
(bukan Arab), dan tiada kelebihan orang ajam atas
orang Arab kecuali karena Taqwanya". (Al-Hadis)
(Dengan taqwa akan menempatkan orang Arab dan ajam
menjadi mulia). Namun nilai kemuliaan atau kelebihan
ini tidak dapat langsung dinilai dan dipastikan oleh
manusia, melainkan hak Qudroh dan Irodahnya Allah SWT.
Kemudian mulia tidaknya seseorang itu sangat
tergantung pada ketaqwaannya. Semakin tinggi kadar
taqwanya kepada Allah SWT, semakin mulialah ia.

Dengan jelas sekali Allah SWT. Menerangkan hal ini di
dalam firman-Nya:
 
"Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari
seorang laki-laki dan seorang perempuan serta
menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar
kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang
paling mulia di sisi Allah SWT ialah orang yang paling
bertaqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah SWT Maha
Mengetahui lagi Maha Mengenal". 
(Q.S. Al-Hujarat: 13)

Dari ayat tersebut Allah SWT memberikan penjelasan
bahawa Allah-lah yang mengeksistensikan (menjadikan
keberadaan) manusia dalam bentuk berbangsa-bangsa dan
bersuku-suku sehingga perlu bagi manusia untuk saling
mengenal dan memahami. Karenanya, keberadaannya harus
dijaga, dibina dan difahami.

Meski begitu, Allah SWT menegaskan bahawa di antara
manusia yang diciptakan dari berbagai bangsa dan
beragam suku itu, yang terbaik serta termulia adalah
yang paling bertaqwa di sisi Allah SWT. Kalimat
Atqokum (yang paling bertaqwa di antara kalian)
menunjukkan pada suatu otoritas (wewenang) Tuhan
terhadap kemuliaan seseorang hamba, sedang penilaian
antara sesama hamba hanya dapat dilihat secara
lahiriyah sahaja. Yang jelas kita tahu akan kemuliaan
Ahlul-Bait Rasulullah SAW lewat berita Ilahiyah dan
Nabawiyah yang tentunya tidak ada sedikitpun keraguan
sama sekali kebenarannya.

Memuliakan orang-orang mulia sangat dianjurkan dalam
Islam dan dibenarkan dalam menampakkan kemuliaan
tersebut. Bahkan dalam Islam diberi peluang untuk
saling mendapatkannya bukan menghilangkannya. Dengan
syarat, niatnya harus didasarkan kepada suatu
keikhlasan sesuai dengan tuntutan Allah SWT karena
mencari keredhaan-Nya.

Hal ini tergambar jelas dalam peristiwa sejarah
tentang ketulusan sahabat mulia Sayyidina Abu Bakar
As-Shiddiq r.a. ketika dalam majlis Rasulullah SAW,
kedatangan Imam Ali Karamallahu Wajhah. Ia, Abu Bakar
r.a. waktu itu berusaha memberikan tempat duduk yang
berdekatan dengan Baginda Rasulullah SAW sebagai
penghormatan kepadanya (Imam Ali). Di kala itu, tidak
ada yang bersedia memberikan peluang untuk duduk, maka
dengan serta merta keluarlah ucapan Rasulullah SAW
menilai perilaku sahabat Abu Bakar r.a. dengan
sabdanya:
 
"Sesungguhnya orang yang mengenal kepada orang yang
mulialah termasuk orang mulia". (Al-Hadits)

Tampak sekali Sayyidina Abu Bakar r.a. memahami benar
keberadaan hamba Allah SWT yang patut dihormati dan
dimuliakan. Oleh sebab itu ia pun dinyatakan oleh
Rasulullah SAW sebagai orang yang mulia pula.

Kemuliaan sahabat Nabi SAW masing-masing mempunyai
derajat tersendiri, begitu pula keluarga Rasulullah
SAW, sebagai orang-orang yang mulia pula, dan tentunya
juga kepada yang ada hubungan nasab dengan Beliau SAW.

Kemuliaan yang diperoleh oleh orang yang beriman
dengan kebenaran Taqwanya kepada Allah SWT adalah
kemuliaan yang bersifat umum. Lain halnya dengan
kemuliaan Ahlul-Bait Rasulullah SAW dan keturunannya,
mereka memperoleh kemuliaan berdasarkan kesucian dan
hubungan kesucian yang dilimpahka Allah SWT kepada
mereka yang bersifat khusus. Hal ini semua pun tidak
akan berfungsi dengan baik tanpa ketaqwaan kepada
Allah SWT karena dengan taqwalah mereka akan
memperoleh kemuliaan khusus dan kemuliaan umum. Dan
ini adalah merupakan penghargaan Allah SWT kepada
kekasih-Nya junjungan kita baginda Nabi Muhammad SAW.

Sampai di sini jelaslah bahawa dalam pandangan Islam
mereka adalah merupakan: 
•       Anugerah dan takdir Ilahiyah. Ia merupakan nikmat
yang harus dijaga, dihargai, dipelihara, dihormati dan
dilanjutkan serta ditempatkan sebagaimana semestinya. 
•       Amanat yang sangat membutuhkan tanggungjawab baik
bagi kalangan Ahlul-Bait sendiri maupun bagi umumnya
umat manusia, untuk jangan sampai dikhianati,
dihentikan fungsinya, dicemari ataupun dihentikan
keberadaannya dengan enggan atau tak mau
menghargainya. 
•       Mercusuar yang dituntut kesuri-tauladannya, yakni
dengan menempatkan diri mereka sebagai suri tauladan
yang tidak jauh dari Al-Quran dan Al-Hadis, sehingga
dari mereka yang berkelebihan dalam bidang Ad-Dien
(agama) mengemban misi bagi ummat Muhammad SAW dalam
memahami keadaan dan dalam mengahadapi samudera
kehidupan. 
Dari ketiga hal di atas saja sudah dapat menunjukkan
kepada kita akan tanggungjawab Ahlul-Bait dan kaum
Muslimin di hadapan Allah SWT. Dan ini akan membawa
keuntungan serta kebahagiaan yang besar apabila ketiga
hal di atas dikembang-suburkan, difungsikan juga
didayagunakan semaksimal mungkin sesuai dengan
tuntunan Allah SWT dan Rasul-Nya.

Penjelasan dan pemahaman dalam masalah seperti ini
perlulah diperdalam dan dipatrikan sebaik mungkin ke
dalam lubuk hati sanubari setiap muslim, dibuktikan
dengan amaliah (perbuatan) sehari-hari serta
disebarluaskan sambil saling mengingatkan,
menyampaikan dan saling tolong-menolong dalam kebaikan
dan taqwa. 
Sampai di sini kita kembali ke pembahasan yang
berkenaan dengan suatu hal yang sangat mengganggu
Rasulullah SAW, dan menyakitinya apabila terjadi suatu
perkahwinan terhadap putri-putri dari cucu-cucu Beliau
dengan tanpa pertimbangan kafa'ah terlebih dahulu,
melalaikan amanat dan tidak memperhatikan serta
menjaga perihal hubungan nasab keturunan Beliau SAW,
Allah SWT berfirman dalam Al-Quran:

"Tidak boleh bagi kalian menyakiti diri Rasulullah SAW
dan tidak boleh mengahwini isteri-isterinya
selama-lamanya setelah ia wafat, sesungguhnya
perbuatan itu adalah amat besar (dosanya) di sisi
Allah SWT". 
(Q.S. Al-Ahzab: 53)

Tidak seorangpun diperkenankan mengganggu sesuatu yang
dikaruniakan oleh Allah SWT kepada Rasul-Nya, penyebab
dilarangnya seseorang menikahi isteri-isteri Nabi SAW,
ialah karena dapat menyakiti hati Beliau dan
merendahkan maqam (kedudukan) Nabi SAW sebagai utusan
Allah SWT serta dapat memutuskan tali hubungan
kekeluargaan mereka dengan Nabi SAW.

Dari surah Al-Ahzab di atas, dapatlah kita fahami dan
disimpulkan, bahawa apabila isteri-isteri Nabisaja
dilarang bagi orang-orang lain untuk mengawini mereka
karena mereka dianggap akan mengganggu Rasulullah SAW
(sebab mereka menjadi Ummul Mukminin) apalagi
wanita-wanita anak cucu Rasulullah SAW, yang kalau
isteri-isteri Beliau SAW hanya terhubung berkat adanya
pernikahan sedangkan mereka bersambung nasab, darah
dan kefamiliannya. Dalam ayat berikut ini, lebih keras
lagi Allah SWT memberi peringatan kepada kita:

"Sesungguhnya orang-orang yang menyakiti Allah dan
Rasul-Nya, Allah melaknat mereka di dunia dan akhirat.
Dan menyediakan bagi mereka seksa yang menghinakan". 
(Q.S. Al-Ahzab: 57)

Jika kita tengok sejarah, maka akan kita temui suatu
peristiwa, ketika anak perempuan Abu Lahab
meninggalkan rang tuanya dan hijrah ke Madinah, ada
beberapa orang dari kaum muslimin  berkata kepadanya:
"Hijrahmu ke Madinah tidak ada gunanya sama sekali,
karena orang tuamu adalah umpan api neraka". Ketika
anak perempuan Abu Lahab melaporkan hal tersebut
kepada Rasulullah SAW beliau gusar dan bersabda:

"Kenapa masih ada orang-orang yang masih menggangguku
melalui nasab dan kerabatku? Sungguh, barang siapa
mengganggu nasabku dan kaum kerabatku bererti ia
menggangguku, barang siapa menggangguku bererti ia
mengganggu Allah". 
(H.R. Ashhabus Sunan)

Rasulullah SAW juga bersabda:

"Dari Abu Sa'id Al-Kudri, Rasulullah SAW bersabda:
"Amat keras murka Allah SWT atas orang-orang yang
menyakiti aku di dalam hal keturunanku". 
(H.R. Ad-Dailani)

Al-Allamah Sayyid Abdurrahman bin Muhammad bin Husin
yang terkenal dengan kitabnya Bughyatul Mustarsyidin
mengatakan, "seorang Syarifah yang dipinang selain
Sayyid (selain orang keturunan Rasul SAW) maka aku
tidak melihat bahwa pernikahan itu diperbolehkan
walaupun syarifah dan walinya yang terdekat merestui,
ini dikarenakan nasab yang mulia tersebut tidak bisa
diraih dan disamakan. Bagi setiap kerabat yang dekat
atau yang jauh dari keturunan Sayyidah Fatimah
Az-Zahrah r.a. adalah lebih berhak menikahi syarifah
daripada yang lain".

Sekali lagi pernikahan bathil ini tidak dapat
diperkenankan walaupun dengan alasan keterpaksaan.
Kafa'ah dalam penjodohan (guna menjaga kesinambungan
hubungan nasab dengan Rasulullah SAW) berpangkal pada
Sayyidatina Fatimah r.a. yang beberapa kali dilamar
oleh para sahabat atau tokoh Quraisy, namun Nabi SAW
tidak mengabulkan. Baru dengan izin Allah SWT, Beliau
menjodohkannya dengan Sayyidina Ali bin Abi Tholib
Karamallahu Wajhah. Rupanya Allah SWT mentakdirkan
bahwa garis keturunan Rasulullah SAW diteruskan
kelanjutannya melalui putrinya Fatimah Az-Zahra
Al-Bathul r.a. dan tulang sulbi Sayyidina Ali
Karamallahu Wajhah sebagai keistimewaan dan
pengecualian yang khusus dikaruniakan Allah SWT bagi
Rasulullah SAW. Rasulullah SAW bersabda:

"Sesungguhnya Allah SWT menciptakan keturunan setiap
nabi dari tulang sulbinya sendiri, namun Allah
menciptakan keturunanku dari tulang sulbi Ali bin Abi
Tholib". 
(H.R. Thabrani)

Kekhususan yang dinyatakan sebagai pelanjut
keturunannya ada tiga jenjang: 
1. Pertama kepada Imam Ali bin Abi Tholib 
2. Kedua, terhadap Sayyidatina Fatimah Az-Zahra bin
Rasul SAW 
3. Ketiga terhadap cucu Beliau (Imam Hasan dan Imam
Husin) yang dinyatakan secara khusus sebagai anaknya,
bukan sebagai cucu (sibthun), bernasabkan, berisbahkan
dan berwalikan kepada Rasul SAW dan sebagai pelanjut
nasab keturunan Beliau SAW, Rasul SAW bersabda:

"Fatimah adalah bagian dari diriku. Apa yang
membuatnya marah, membuatku marah. Dan apa yang
melegakannya, melegakanku. Sesungguhnya semua nasab
akan terputuspada hari kiamat selain nasabku, sebabku
dan menantuku". 
(Shohih H.R. Ahmad dan Al-Hakim)

Yang demikian berdasarkan firman Allah SWT:

"Maka tidak ada lagi hubungan nasab di antara mereka
pada hari itu". 
(Q.S. Al-Mu'minun: 101)

Imam Thabrani meriwayatkan bahwa Jabir r.a. mendengar
Sayyidina Umar Ibnu Khattab r.a. berkata pada banyak
orang, ketika menikahi Ummul Kulsum binti Ali ibni Abi
Tholib r.a. : "Mengapa kalian tidak mengucapkan
selamat padaku? Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda:

"Setiap sebab dan nasab terputus pada hari kiamat,
kecuali sebab dan nasabku". 
(H.R. Thabrani)

Al-Haitsami menyebutkan dalam majmuk Az-Zawaid (9/173)
dan berkata: "Hadis riwayat Thabrani ini dalam
Al-Ausath dan Al-Kabir dengan para perawinya dari
kitab shahih di antaranya Hasan bin Sahl, ia dinilai
Tsiqoh (dapat dipercaya).

Al-Baihaqi dan Thabrani juga meriwayatkan: "Hanya anak
Fatimah r.a. saja yang penisbahan nasabnya melalui
Ayahnya SAW. "Ketika Umar Ibnul Khattab meminang putri
Ali bin Abi Thalib, Umar r.a. berkata:

"Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda: "Semua sebab
dan nasab akan terputus pada hari kiamat, kecuali
sebab dan nasabku. Semua anak yang dilahirkan ibunya
bernasab pada ayah mereka, kecuali anak Fatimah akulah
ayah mereka dan kepadakulah mereka bernasab". Umar
r.a. berkata lebih lanjut: "Aku adalah sahabat Beliau
SAW dan dengan hidup bersama Ummu Kulsum aku ingin
memperoleh hubungan sebab dengan Rasul SAW".

Namun tegasnya untuk penisbahan nasab tersebut hanya
berlaku bagi dua putera Sayyidah Fatimah saja yakni
Al-Hasan da Al-Husin. Imam Bukhori meriwayatkan dalam
Al-Ahkam dan Imam Muslim dalam Al-Imarah bahwa
Rasulullah SAW sambil menunjuk kepada dua orang
cucunya yang Beliau katakan sendiri, bahwa mereka
berdua adalah anaknya sendiri dengan sabdanya:

"Dua orang putraku ini (Beliau menunjukkan Al-Hasan
dan Al-Husin) adalah dua Imam baik di saat berdiri
ataupun duduk (berkuasa atau tidak)". 
(H.R. Bukhori dan Muslim)

Dalam sebuah hadis shohih berasal dari Jabir r.a. yang
diketengahkan oleh Hakim dalam "Al-Mustadrak" dan oleh
Abu Ya'la di dalam "Musnad"nya bahawasanya Sayyidah
Fatimah r.a. meriwayatkan ayahnya bersabda:

"Semua anak Adam (yang dilahirkan oleh seorang ibu
termasuk di dalam) satu 'ushbah (seketurunan atau
garis keturunan dengan ayah) kecuali dua putera
Fatimah, akulah wali dan 'ushbah mereka berdua
(bersambung garis keturunannya dengan aku)". 
(Al-Hadis)

Larangan Pemalsuan dan Penolakan Nasab

Memalsukan keturunan seorang anak (nasabnya) kepada
yang bukan ayahnya atau keingkaran seseorng terhadap
anaknya menurut syariat Islam haram hukumnya. Dengan
kata lain: "Mengkaitkan garis keturunan kepada yang
bukan bapaknya atau mengkaitkan dirinya dengan suatu
suku (kaum) yang bukan kaumnya dalam hukum Islam
dilarang.

Dalam kenyataan, kita temukan seorang yang berani
melakukan hal demikian hanya karena desakan material,
sehingga ia menetapkan garis keturunan palsu di dalam
surat-surat rasminya. Yang lain mengerjakan hal itu
karena kedengkian terhadap bapaknya sendiri yangbtelah
menelantarkannya tatkala ia masih di bawah umur atau
karena si ayah meninggalkannya tatkala masih
kanak-kanak. Semua ini haram hukumnya karena akan
memicu kerusakan-kerusakan yang lebih besar dalam
berbagai aspek kehidupan. Misalnya, tentang muhrim,
pernikahan, warisan dan lain-lain. Beberapa aspek di
atas dapat kacau dan menjadi rusak oleh sebab adanya
pemalsuan keturunan tersebut.

Dari Imam Ali, bahawasanya Rasulullah SAW bersabda:
"Barangsiapa mengaku nasab selain ayahnya dan
membanggakan dirinya kepada selain walinya (garis
keturunannya) maka baginya laknat dari Allah, Malaikat
dan sekalian  manusia, Allah SWT tidak akan menerima
adanya penggantian atau pertukaran nasab secara
sembarang dan serampangan darinya". (Muttafaqun
Alaih).

Hadis marfu' dari Sa'ad dari Abu Baar r.a. Nabi SAW
bersabda:

"Barangsiapa mengaku keturunan (menggandingkan nama
ayahnya) kepada yang bukan ayahnya, sementara dia
sendiri mengetahuinya, maka syurga haram baginya". 
(H.R. Bukhori dan Muslim)

Dalam hal keturunan, Islam melarang memalsukannya.
Begitu pula keberadaan nasab keturunan, Islam
membelahnya, menetapkan keberadaannya bahkan harus
diakui, dipelihara dan dipertahankan.

Menurut syariat segala sesuatu yang mengandung unsur
mempermainkan atau pemalsuan dalam masalah keturunan
hukumnya haram. Begitu pula si isteri bila memasukkan
anaknya dari garis keturunan (benih) orang lain kepada
garis keturunan suaminya yang sebenarnya bukan dari
suaminya, baginya ancaman yang sangat keras (berdosa
besar). Sebagaimana disebutkan di dalam  suatu riwayat
dari Abu Hurairah r.a. bahwa  tatkala turun ayat yang
berkenaan dengan kasus saling melaknat (tuduhan dengan
melaknat) ia mendengar bahwa Rasulullah SAW bersabda:

"Siapapun wanita yang memasukkan keturunan orang yang
bukan golongan suatu kaum ke dalamnya, dia tidak akan
mendapat sesuatu pun dari Allah SWT, dan Allah SWT
tidak akan memasukkannya ke syurga-Nya. Dan siapapun
pria yang mengingkari anaknya, padahal dia
mengetahuinya, maka Allah SWT akan membentangkan hijab
darinya dan membuka aibnya ke mata kepala
(dipersaksikan kepada) orang-orang yang terdahulu
maupun yang terakhir". 
(H.R. Abu Daud dan Ad-Darimi).

Penetapan Nasab

Sesungguhnya penetapan nasab itu adalah haknya Allah
SWT, hak seorang anak dan hak orang tuanya. Penetapan
nasab berguna untuk menghindarkan anak dari
ketelantaran dan kesia-siaan serta dapat pula
menimbulkan dan menumbuhkan rasa tanggungjawab dari
orang tua terhadap anaknya. Di samping masyarakat pun
harus bertanggungjawab dan turut serta menjaga
anak-anak dari keburukan dan kejahatan.

Penetapan nasab mempunyai dampak (berimplikasi)
terhadap hak anak terhadap orang tuanya, yang berupa
nafkah, perwalian, waris dan lain-lain yang telah
ditetapkan oleh syariat Islam. Ia dapat juga
melindungi dari hal-hal yang dapat memutuskan tali
kekeluargaan, kezaliman keturunan dan percampuran
nasab.

Silsilah dan keturunan yang baik memperoleh tempat di
dalam Islam. Ini dimaksudkan tidak hanya sebatas ayah
dan ibu tetapi sampai kepada kakek, nenek, buyut dan
seterusnya sampai ke atas. Sifat yang menurun pada
anak bisa jadi dari tingkat keturunan yang jauh di
atasnya. Sifat anak sedikit banyak terikat kepada
nenek moyangnya baik bapak maupun ibunya.

Sebagai mana kita dengar hadis-hadis shahih tentang
lahirnya Imam Mahdi dari keturunan Sayyidah Fatimah
r.a. dari kabar (Al-Hadis) dapat kita ketahui dan
pahami bersama tentang sifat-sifat yang dapat menurun
dari garis keturunan di atasnya. Diriwayatkan bahwa
Al-Mahdi merupakan kabar kepastian dari Rasulullah SAW
kepada ummatnya yang telah disebutkan sebagian dari
ciri-cirinya.

Berkenaan topik tentang nasab, maka para ulama telah
menyusun bagian-bagian nasab seperti di antaranya yang
disebutkan oleh Az-Zamakhsyari bahwa nasab itu
terbahagi dalam enam tingkatan: 
1. Sya'ab/Syu'uban (puak) 
2. Qobilah/Qobail (kabilah) 
3. Imarah (suku) 
4. Bathn (perut;kelompok) 
5. Fakhiz (keluarga/famili) 
6. Fasilah (kaum kerabat)
Bagaimanakah tanda dan caranya mencintai Ahlul-Bait
Nabi SAW secara baik dan benar? Di antara tanda-tanda
dan cara-caranya adalah sebagai berikut: 
•       Dengan memberikan perhaian khusus pada mereka (bukan
disebut perhatian bila sampai sengaja memutuskan
hubungan nasab dengan Baginda Nabi SAW) termasuk
memelihara kehormatannya, memuliakannya secara wajar,
saling bantu-membantu dan tolong-menolong dengan
mereka dalam hal baik serta taqwa. 
•       Menyelamatkan mereka dari perbuatan yang tercela dan
membahayakan  serta mendidik dan membinanya, apabila
hal tersebut tampak dibutuhkan oleh mereka (Ahlul-Bait
Nabi SAW). 
•       Bila mereka bersalah atau berlaku buruk, berikan
nasihat dan pelajaran yang bersifat mendidik yang
tidak didasarkan atas kemarahan serta kebencian kepada
mereka. Di samping itu, maafkan mereka,
kasih-sayangilah mereka serta permudahlah urusan
mereka sebatas kemampuan yang dapat dilakukan untuk
mereka. Hal ini jauh sebelumnya juga telah diingatkan
oleh Nabi SAW dalam sabdanya: "Perhatikanlah Muhammad
pada Ahlul-Baitnya". (H.R. Bukhori dari Abu Bakar r.a.
hadis no. 3713 dan 3751 mengenai Fadhoilu Shohabah
Manaqib Qarabati Rasulullah SAW Fathul Bari jilig III
hal. 78). 
•       Bila menegur dan menasihati mereka yang bersalah
atau fasik, atau berlaku yang tidak terpuji, maka
janganlah mencelanya sambil membawa-bawa nama orang
tuanya, bangsanya atau nasabnya. Tegurlah mereka
secara baik-baik dan tujukan hanya pada peribadi
mereka sahaja, sebab kalau sampai membawa-bawa celaan
tersebut kepada nama orang tuanya, nama kelompoknya,
nama bangsanya atau nasabnya maka ditakutkan celaan
tersebut nilainya sama seperti mencela secara
keseluruhan yang mana hal ini dapat menyebabkan
kekufuran baginya (orang yang mencela). Sebagaimana
sabda Rasulullah SAW:  
"Dua perkara di kalangan manusia, kedua-duanya
menyebabkan kekufuran bagi mereka (ummat Islam) iaitu
mencela nasab dan meratapi mayyit". (H.R. Muslim) 
Dapat digolongkan mencela nasab seperti yang
diisyaratkan hadis di atas juga, apabila seseorang
tidak mengakui anaknya sendiri dari pernikahan yang
sah, dikarenakan tidak adanya kemiripan rupa antara
anak dan orang tuanya serta mengatakan bahwa anak
tersebut hasil dari benih orang lain, tanpa bukti yang
dapat memastikan kebenarannya. Begitu pula meratapi
mayyit, bererti yang demikian itu menunjukkan tidak
redha dengan keputusan Allah SWT yang telah ditetapkan
menurut kehendak-Nya. 
•       Islam tidak memperkenankan seseorang  menilai secara
pukul rata pada suatu kaum hanya karena satu atau dua
orang saja yang melakukan kesalahan. Sebagaimana sabda
Rasulullah SAW:  
"Dari Abu Hurairah r.a. Rasulullah SAW telah bersabda:

"Apabila kamu mendengar orang berkata: Manusia (kaum
muslimin) sudah rusak, maka orang yang mengucap itu
adalah orang yang paling rusak". (H.R. Al-Bukhari,
Muslim, Ahmad dan Abu Dawud) 
•       Dengan memuliakan orang Quraisy. Apabila kita tidak
dapat memuliakan orang lain, hendaknya jangan
meremehkan orang lain, demikian lah bunyi satu di
antara beberapa kata-kata mutiara hikmah. Apalagi
terhadap orang-orang yang telah dimuliakan Allah SWT.
Seperti terhadap orang -orang Quraisy yang mana
Rasulullah SAW telah bersabda: 
"Barangsiapa ingin meremehkan orang Quraisy, Allah SWT
akan meremehkan ia". (Al-Hadis) 
Allah SWT memuliakan mereka dengan memberi nama salah
satu surah di dalam Al-Quran yakni surah "Al-Quraisy".
Terhadap Bani Hasyim, Anshor dan Arab, Rasulullah SAW
telah bersabda: 
"Membenci Bani Hasyim dan Anshor adalah kufur. Dan
membenci orang Arab adalah nifaq". (H.R. At-Thobarani)

•       Dengan tidak berpura-pura bersikap tidak tahu atau
menutupi kemuliaan Ahlul-Bait. Apabila orang yang
berpura-pura bersikap tidak tahu tersebut adalah tokoh
yang dimuliakan dan dikagumi oleh ummat Islam, maka
yang demikian adalah tindakan nifaq yang tiada tara.
Sebagaimana firman Allah SWT 
"Dan apabila melihat mereka, tubuh-tubuh mereka
membuat kamu menjadi kagum dan jika berkata, kamu
mendengarkan perkataan mereka. Mereka seakan-akan
adalah kayu yang tersandar" (Q.S. Al-Munafiqun: 4) 
•       Dengan memahami secara sungguh-sungguh perihal
tanggungjawab terhadap Ahlul-Bait Nabi SAW yang mana
merupakan salah satu  di antara sekian ketaatan kepada
Allah SWT dan Rasul-Nya sehingga kita tidak boleh
berlepas tangan darinya walau sekecil apapun
bentuknya. Rasulullah SAW bersabda: 
"Barangsiapa berlepas tangan dari suatu ketaatan, maka
ia akan menemui Allah SWT pada hari kiamat tanpa
mempunyai alasan. Dan barangsiapa meninggal dunia
tanpa ada yang mengikatnya dengan ketaatan, dia akan
mati dengan kematian jahiliyyah". (H.R. Muslim) 
Nasihat dan Himbauan 
Imam Ali bin Abi Thalib dalam khutbahnya pernah
memberikan nasihat dan himbauan kepada kita. Adapun di
antara nasihat dan himbauan beliau r.a. tersebut
adalah sebagai berikut: 
•       "Saya wasiatkan kepada kalian wahai hamba-hamba
Allah SWT untuk tetap taqwa kepada-Nya karena taqwa
kepada Allah ini merupakan wasiat terbaik yang
disampaikan seseorang hamba kepada sesamanya. Taqwa
merupakan amal yang paling mendekatkan kita kepada
keredhaan Allah SWT serta memberikan hasil paling
utama bagi akibat amal dan kesudahannya". 
•       "Bertaqwa kepada Allah inilah kalian diperintahkan
dan hanya untuk berbuat baiklah kalian diciptakan". 
•       "Hindarilah semua yang dilarang oleh Allah
sesungguhnya Allah telah memperingatkan akan adanya
seksa yang pedih, keras dan dahsyat". 
•       "Takutlah kalian kepada Allah SWT tanpa harus diberi
ancaman dan beramallah riya' atau ingin dipuji.
Barangsiapa melakukan sesuatu bukan karena Allah, maka
ia akan menyerahkan amalnya kepada yang dituju. Dan
barangsiapa beramal penuh keikhlasan, Allah-lah yang
akan memberi pahala bagi niatnya". 
•       "Dan takutlah kalian terhadap seksa Allah karena
sesungguhnya Allah tiada menjadikan kalian sia-sia dan
tiada membiarkan sesuatu dari urusan-urusan kalian itu
menjadi sia-sia pula". 
•       "Allah SWT telah mencatat jejak langkah kalian,
mengetahui rahsia diri kalian. Dia akan menghitungkan
amal perbuatan kalian dan menentukan ajal kalian. Oleh
sebab itu, janganlah kalian tertipu oleh kehidupan
dunia ini, sebab ia memang penipu bagi penghuninya dan
orang yang tertipu adalah mereka yang terpedaya
dengannya. Sesungguhnya akhirat itu adalah kampung
yang kekal dan abadi". 
•       "Dunia ini adalah tempat kebenaran bagi mereka yang
menghadapinya dengan benar, tempat keselamatan bagi
mereka yang dapat memahaminya dan ia merupakan kampung
kekayaan dan perbekalan bagi mereka yang mampu
mengambil manfaat darinya". 
•       "Ia merupakan tempat turunnya wahyu Ilahi, tempat
sujudnya nabi-nabi dan utusan-utusan, tempat
perdagangan para wali di mana mereka memperoleh
keuntungan dari rahmat dan berhasil mencapai nikmat
syurga-Nya". 
•       "Hari ini adalah merupakan suatu perlumbaan untuk
merebut kemenangan di hari esok". 
•       "Ketahuilah! Bahawasanya kalian kini berada dalam
angan-angan, sedang di belakangnya ajal dan kematian
menunggu kalian semua". 
•       "Barangsiapa sedikit amalnya dalam alam dunia
angan-angan ini maka kelirulah amal perbuatan yang
dilakukannya". 
•       "Camkanlah! Bahwa kalian harus beramal semata-mata
karena Allah SWT baik dalam keadaan suka atau takut". 
•       "Camkanlah! Bahwa barangsiapa yang tidak dapat
memanfaatkan kebenaran, dia akan dirusak oleh
kebathilan". 
•       "Dan barangsiapa yang tidak dapat diluruskan oleh
petunjuk, dia akan diselewengkan oleh kesesatan". 
•       "Ketahui! Bahwasanya dunia ini adalah hidangan yang
tersaji, dimakan oleh yang baik dan yang durhaka". 
•       "Sedangkan kampung akhirat adalah janji yang pasti
dan benar adanya. Di sana Raja Yang Maha Kuasa yang
akan bertindak sebagai Hakim Yang Tertinggi". 
•       "Yang paling ditakuti akan menimpa kalian ialah
memperturutkan hawa nafsu dan panjang angan-angan". 
•       "Sesungguhnya memperturutkan hawa nafsu akan
mengakibatkan berpaling dari kebenaran". 
•       "Panjang angan-angan akan membuat orang lupa
daratan". 
•       "Tuntutlah ilmu karena dengan itu kalian akan
menjadi orang yang mengerti dan amalkanlah karena
dengan itu kalian akan menjadi ahlinya". 
•       "Ketahuilah bahawasanya dunia ini akan pergi menjauh
sedang akhirat makin mendekat. Masing-masing mempunyai
anak buah dan pengikut. Oleh sebab itu jadilah kalian
anak akhirat dan pengikutnya, jangan jadi pengikut
dunia". 
•       "Ketahuilah bahawasanya orang-orang yang zuhud
menjadikan bumi ini sebagai hamparan, tanah sebagai
tempat tidur dan air sebagai pencuci diri". 
•       "Ketahuilah barangsiapa rindu akhirat, pastilah akan
lupa pada hawa nafsunya". 
•       "Barangsiapa yang takut neraka, pastilah menghindar
dari yang haram". 
•       "Barangsiapa menginginkan syurga, pasti bergegas
menjalankan ketaatan". 
•       "Barang berlaku zuhud di dunia ini, pasti terasa
ringan beban malapetaka dunia". 
•       "Ketahuilah! Allah SWT mempunyai hamba-hamba yang
terhindar dari kejahatan diri mereka. Hati mereka
selalu cemas dan berduka, jiwa mereka suci, kebutuhan
mereka enteng dan mudah terpenuhi. Mereka bersabar
dalam penderitaan yang cuma sebentar ini demi akhir
kesudahan yang panjang dan menyenangkan nanti. Apabila
kalian melihat mereka di malam hari, mereka tegak
berdiri melakukan solat, pipi mereka basah disimbah
air mata, berbisik di tengah keheningan malam dengan
Allah unutk membebaskan diri mereka dari dosa. Di
siang hari mereka adalah orang-orang yang lapar dan
haus (puasa), penyantun, suci dari perbuatan maksiat,
serta taqwa kepada Allah SWT. Mereka seakan-akan
adalah orang yang lemah sehingga setiap orang
melihatnya pasti berkata: "Orang ini pasti sakit",
padahal ia sama sekali tidak sakit, melainkan ia
sedang menghadapi masalah yang amat berat". 
•       "Ingatlah Allah...! Ingatlah Allah...! Dan berpegang
teguhlah kepada Al-Quran. Janganlah kalian terdahului
oleh orang lain dalam beramal...". 
•       Inagtlah Allah...! Ingatlah Allah...! Di dalam
orang-orang fakir dan miskin. Ikutilah mereka dalam
kehidupan kalian". 
•       "Janganlah kalian takut menghadapi celaan orang
dalam melaksanakan perintah Allah. Allah akan
melindungi kalian dari orang-orang yang bermaksud
jahat dan menganiaya kalian". 
•       "Janganlah kalian sekali-kali meninggalkan amar
ma'ruf nahi mungkar. Dan berkatalah kepada mereka
dengan perkataan yang baik  sebagaimana diperintahkan
oleh Allah SWT". 
•       "Janganlah putuskan tali persaudaraan kalian dan
jangan sekali-kali kalian saling bermusuhan.
Bertolong-menolonglah kalian dalam kebaikan dan taqwa.
Dan sekali-kali janganlah bertolong-menolong dalam
dosa dan permusuhan". 
Demikianlah nasihat-nasihat dan himbauan-himbauan yang
diwasiatkan oleh "Imam Pintu Gerbangnya Ilmu"
Sayyidinal Imam Ali bin Abi Thalib Karramallahu
Wajhah. Semoga dapat bermanfaat bagi kita semua, amin.

Penutup

Ya Allah...! Ya Tuhan Kami, semoga apa-apa yang telah
kami usahakan, baik berupa penulisan risalah ini
maupun segala sesuatu yang berkaitan dengannya,kami
niatkan hanya untuk mencari keredhaan-Mu semata-mata
di samping demi untuk melaksanakan wasiat kekasih-Mu
Rasulullah SAW terhadap ummatnya, sebagaimana yang
telah disebutkan dalam suatu hadis Nabi SAW yang
berbunyi:

"Aku ingatkan kepadamu sekalian akan Allah perihal
Ahlul-Baitku". (H.R. Muslim)

Suatu wasiat berupa peringatan yang patut menjadi
renungan kita semua, agar dapat dilaksanakan dengan
sebaik-baiknya demi keredhaan Allah SWT dan Rasul-Nya
SAW.

Ya Allah...! Berikanlah kepada kami sesuatu yang pada
awal permulaannya dan akhirnya dalam keadaan baik:

Ya Allah...! Dengan hidayah-Mu, kami serahkan segala
sesuatunya kepada-Mu. Andai semua ini benar, tiada
lain datangnya pasti dari sisi-Mu, karena tiada daya
upaya dan kekuatan melainkan dengan pertolongan-Mu.
Namun apabila ada kesalahan, maka itu semua datangnya
dari kami yang lemah ini, maka maafkan dan ampunilah
kami ya Allah...!

Ya Allah...! Karuniakanlah kepada kami rasa cinta
kepada-Mu, kepada Rasul-Mu dan kepada Ahlul-Baitnya
serta kepada para sahabatnya.

Ya Allah...! Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang,
himpunkanlah kami bersama orang-orang yang bertaqwa,
bersama para Nabi, Siddiqin, Syuhada dan Solihin,
karena mereka itulah sebaik-baiknya teman, serta
mudahkanlah dalam mengikuti jejak perilakunya juga
sifat-sifatnya, karena sesungguhnya Engkaulah Ya Allah
Yang Maha Kuasa atas segala sesuatu.

Ya Allah...! lindungilah kami dari kejahatan diri kami
dan dari kejahatan tiap-tiap sesuatu, peliharalah kami
dari pengganggu dan perusak, sebagaimana Engkau telah
lindungi dan memelihara Nabi-Mu Syafi'il Ummah dan
Ka'abah Al-Mukarromah.

Ya Allah SWT...!Yang Maha Mendengar Lagi Maha Melihat,
sampaikanlah selawat dan salam kami kepada pemimpin
seru sekalian alam iaitu junjungan kami Nabi Muhammad
SAW dan kepada keluarganya serta
sahabat-sahabatnya.... Amin.

Walhamdulillahi Rabbil 'Alamin.

Untaian Syair

QASIDAH INI DITULIS OLEH AL-HABIB ABDULLAH BIN ALWI
AL-HADDAD SEMOGA ALLAH SWT MERlDHAINYA

Hai Rasulullah SAW keselamatan diberikan Tuhan atasmu
: 
Hai orang yang bermartabat dan berbudi tinggi. 
Lemah lembutmu wahai pemimpin tetangga: 
Wahai orang yang dermawan lagi mulia . 
Kami tetangga ditanah haram (Mekkah) : 
Tanah haram yang baik dan berbuat baik . 
Kami keturunan orang-orang yang tinggal ditempat itu ;

Tempat yang aman tenteram dari rasa ketakutan . 
Dengan ayat-ayat AI-Qur'an hati mereka telah
ditunjuki: 
Semoga jangan di antara kami yang berhati lemah . 
Kami kenal padang pasir dan ia mengenal kami: 
Shafa (9) dan Baitullahil haram menawan hati kami. 
Pada kami Mu'alla (10) Chif (11) dan Mina (12); 
Ketahuilah, dan fahamilah benar-benar hal ini. 
Pada kami seorang bapak (13) sebaik-baik makhluk: 
Sayyidina Ali yang diridhai, dan berkeluarga dengan
Beliau SAW. 
Dari dua orang cucunya (14) kami berketurunan; 
Keturunan sejati, suci, dan murni dari tiruan . 
Berapa banyak imam-imam yang telah menggantinya : 
Di antaranya terkenal dengan gelar sayyid ( orang
mulia) 
Dengan gelar itu mereka dipanggil dan disebut orang; 
Gelar yang dimiliki oleh suatu keturunan dari sejak
masa dahulu. 
Di antaranya, seperti Ali Zainal Abidin ra; 
Dan anaknya Baqir, seorang wali terkenal baik. 
Juga imam Ja'far Shadiq seorang pemimpin yang
bijaksana; 
Serta Aii Al-Uraidhi yang sangat kuat keyakinannya. 
Maka mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk;

Dan dengan karunia Allah SWT-lah mereka berbahagia. 
Dan mereka tidak mempunyai keinginan kepada suatu
melainkan Allah SWT: 
Serta hanya kepada AI-Qur'an-lah mereka berpegang. 
Ahlul Bait Nabi Mustafa SAW, yang suci dari dosa; 
Ingatlah, bahwa mereka adalah pencipta keamanan di
muka bumi ini. 
Mereka ibarat bintang-bintang yang bercahaya di
langit; 
Demikianlah sunnatullah (15) telah menentukannya. 
Mereka ibarat kapal tempat untuk kita berlindung; 
Apabila takut dari terjangan topan yang menyusahkan. 
Berlindunglah ke dalamnya, engkau akan terlepas dari
semua itu; 
Dan berpegang teguhlah kepada Allah SWT serta mintalah
tolong kepada-Nya 
Ya Allah SWT, jadikanlah kami orang berguna atas
berkat mereka: 
Dan tunjukilah kami kebaikan atas sebab kehormatan
mereka. 
Dan matikanlah kami ya Allah SWT, di atas jalan
mereka; 
Serta hindarkanlah kami ya Allah SWT, dari berbagai
macarn fitnah. 
Semoga Allah SWT melimpahkan kesejahteraan dan 
keselamatan atas Nabi Besar Muhammad SAW, beserta para
keluarga dan 
sahabatnya, kemudian segala puji bagi Allah Tuhan
Semesta Alam.



 
____________________________________________________________________________________
It's here! Your new message!  
Get new email alerts with the free Yahoo! Toolbar.
http://tools.search.yahoo.com/toolbar/features/mail/


------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
See what's inside the new Yahoo! Groups email.
http://us.click.yahoo.com/0It09A/bOaOAA/yQLSAA/HFfwlB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

Dapatkan:
- Berita Aktual Dunia Islam di www.eramuslim.com
- Unlimited Mail Storage di Gmail.com (Featured w/ Conversation View)
  (http://mail.google.com/mail)

Kirim email kosong untuk:
- subscribe : [EMAIL PROTECTED]
- no mail     : [EMAIL PROTECTED]
- daily digest: [EMAIL PROTECTED]
- individual email: [EMAIL PROTECTED]

Mailing List ini kita jaga agar senantiasa bersih dari:
- Spam, Virus, Trojan, Spyware, dlsb

Email mengandung attachment, sebaiknya dikirim dulu ke:
- [EMAIL PROTECTED] 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/sma1pamekasan/

<*> Your email settings:
    Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
    http://groups.yahoo.com/group/sma1pamekasan/join
    (Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
    mailto:[EMAIL PROTECTED] 
    mailto:[EMAIL PROTECTED]

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 

Kirim email ke