Dr. Tariq Ramadan:
"Konsep Jihad Bukanlah Perang"

SEOLAH sedang mengajar di depan kelas, itulah gaya Doktor Tariq Ramadan ketika 
berbicara kepada wartawan Tempo. Dengan gaya bicara yang tenang tetapi tegas, 
ia bertutur tentang pandangan dan kritiknya terhadap Islam. Persis seperti 
sedang berbicara kepada mahasiswanya, ia sesekali "meledak" saat menyinggung 
ketertindasan muslim di berbagai belahan dunia. Gaya serupa menyertai dia saat 
berdiskusi di forum intelektual di Jakarta, Bandung, dan Yogyakarta sepanjang 
pekan lalu.

Lahir di Swiss, 44 tahun silam, Tariq memang sosok yang unik. Dialah cucu 
Hassan al-Banna, orang Mesir pendiri Ikhwanul Muslimin yang kerap disebut 
sebagai organisasi pelopor Islam fundamentalis. Pada 1928, sang kakek aktif 
menggalang kekuatan Islam untuk memerangi kolonial. Kini, cucunya yang 
melanjutkan perjuangan, namun dengan cara yang sama sekali berbeda.

Sarjana filsafat (dengan tesis tentang Nietzsche) dan Sastra Prancis ini meraih 
gelar Doktor dalam bidang Studi Islam di University of Geneva. Saat ini, Tariq 
mengajar di dua universitas bergengsi di Eropa, Genevan College dan University 
of Fribourg. Ia berperan aktif dalam diskusi tentang Islam di Eropa dan 
berbagai negara lain. Di saat hubungan Islam dan Barat sedang morat-marit, 
Tariq tampil sebagai jembatan. Melalui buku-bukunya, antara lain To Be European 
Muslim (2000), Islam, the West, and the Challenge of Modernity (2002) dan The 
Future of Islam in Europe (2003), ia berbicara kepada dunia.

Ia tidak setuju dengan orang Islam yang mengisolasi diri. Ia juga menolak orang 
Islam yang melebur dalam kehidupan bangsa Eropa sehingga meninggalkan identitas 
keislamannya. Karenanya, ia meluncurkan konsep Jalan Tengah: menjadi muslim 
sejati sekaligus orang Eropa. Karena pandangannya inilah ia terpilih sebagai 
salah satu inovator oleh majalah Time edisi khusus awal 2000.

Jumat pekan lalu, ayah tiga anak yang fasih berbahasa Prancis, Inggris, dan 
Arab ini menerima Andari Karina Anom dan Qaris Tajudin dari Tempo di sebuah 
rumah mungil bergaya Eropa di Bona Indah Garden, Lebak Bulus, Jakarta Selatan. 
Berikut petikannya.

-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Menurut Anda, apa sebenarnya problem utama hubungan Islam dengan Barat?

  Problem utama umat Islam di Eropa karena mereka belum terintegrasi sepenuhnya 
dengan masyarakat. Bagi orang Barat, hanya ada dua kelompok Islam: moderat dan 
fundamentalis. Pemahaman yang buruk dan representasi buruk kalangan Islam 
tertentu mengakibatkan orang Barat menerapkan hukum secara bias dengan standar 
ganda. Karena itu, seorang muslim harus paham dengan baik tentang agamanya dan 
bisa beradaptasi dengan lingkungan tempat kita tinggal. Dengan begitu, Islam 
menjadi kontekstual. Sebagai muslim, kita tak hanya dituntut memahami agama 
kita, tapi juga negara, hukum dan masyarakat di tempat kita tinggal.

Anda menyebut orang Islam kerap disudutkan, misalnya dalam hal apa?

  Ada kesalahpahaman dalam memandang Islam sehingga orang-orang Islam banyak 
yang menjadi korban. Orang-orang menyerang dan menyalahkan Islam. Karenanya 
harus ada gerakan dari kalangan muslim untuk menjelaskan kesalahpahaman ini. 
Kita ada dalam situasi ini karena ada orang-orang yang tak menyukai Islam dan 
menyalahkan Islam. Kita harus mencegah upaya penyudutan ini dengan menjadi 
bagian dari sistem, menjadi warga negara yang aktif dalam masyarakat.

Bagaimana menerapkan budaya suatu negara tanpa kehilangan nilai keislaman?

  Dalam Islam, kita harus memajukan pendidikan yang setara untuk laki-laki dan 
perempuan. Jika kita melihat di suatu negara, ada perbedaan antara lelaki dan 
perempuan, maka itu bukan Islam, tapi budaya negara tertentu, misalnya Maroko 
dan Turki. Sebagai muslim, kita harus membedakan antara budaya dan agama. 
Selain itu, juga harus tahu lebih banyak dan terlibat aktif di masyarakatnya. 
Bukan sekadar menerima segala sesuatu, tapi juga aktif menuntut hak. Ini yang 
disebut Revolusi Diam (Silence Revolution). Muslim di Barat sekarang lebih 
sadar apa yang harus dilakukan untuk mengubah situasi ini.

Itu sebabnya Anda menawarkan konsep Jalan Tengah, yaitu tetap menjadi muslim 
dan menjadi warga negara yang baik?

  Yang saya maksud sebagai Jalan Ketiga adalah in between, tetap menjadi muslim 
yang baik, sekaligus warga negara Eropa yang baik. Saya menolak muslim 
mengisolasi diri, tapi saya juga menolak muslim melebur dalam kehidupan 
negaranya sehingga menghilangkan identitas kemusliman. Ini adalah tradisi 
reformis, bukan modernis, karena sebenarnya konsep ini sudah cukup tua, setua 
agama Islam sendiri. Banyak kalangan di Barat yang sejak lama mengatakan muslim 
tak mungkin bisa dipersatukan. Namun, sekarang kita membuktikan bahwa muslim 
bisa bersatu padu.

Indonesia sebagai negara berpenduduk muslim terbanyak sangat terpengaruh 
pemikiran Barat yang menyudutkan Islam. Bagaimana menurut Anda?

  Umat Islam di Indonesia memiliki masalah besar. Ditinjau dari jumlah, 
Indonesia adalah negara dengan penduduk muslim terbanyak. Namun, saya tidak 
yakin kalau muslim di Indonesia adalah muslim by heart. Mungkin hanya sebatas 
simbol dan identitas formal. Kalangan Islam di Indonesia bahkan berani baku 
hantam hanya untuk menunjukkan Anda muslim, tapi cuma di permukaan, tidak dalam 
pengertian yang mendalam.

Dalam hal ini, Jalan Tengah apa?

   Yang harus dilakukan di level akar rumput adalah pendidikan populer. Islam 
membutuhkan orang-orang untuk menjelaskan apa sebenarnya Islam, apa esensinya, 
sehingga bisa menerangi hati kaum muslim di tempatnya berada. Hal-hal seperti 
ini ada di masyarakat bukan di universitas. Saya kira, banyak kalangan Islam di 
Indonesia yang mempraktekkan agama secara formal dan hanya di permukaan. 
Orang-orang Islam di Indonesia terlalu terpengaruh budaya Barat sehingga 
kadang-kadang tak tahu siapa kita dan ke mana kita berpihak. Kedua, Indonesia 
seharusnya memperkuat organisasi Islam yang bekerja di level akar rumput, 
membantu orang-orang di masyarakat dan memberi pemahaman yang dalam tentang 
Islam.

Gerakan Islam yang populer itu misalnya apa?

  Di Indonesia, tiap Jumat banyak orang datang ke masjid untuk salat Jumat. 
Mereka menyadari pentingnya ibadah itu, namun kadang-kadang mereka tak memahami 
Islam secara mendalam. Karena itu, harus ada pendidikan Islam bagi masyarakat 
supaya kalangan muslim sendiri memahami agamanya, mengerti arti muamalat dan 
aktif menjalankan prinsip-prinsip itu. Sebab, meski Anda tinggal di negara 
berpenduduk muslim terbesar, Anda hidup di masyarakat yang multiagama. Kita 
harus membantu orang memahami Islam secara betul. Banyak kalangan di Indonesia 
yang menggunakan Islam sebagai senjata politik. Majalah Time bulan lalu 
menurunkan laporan utama tentang misionaris yang berusaha mengkristenkan orang 
Islam.

Menurut Anda, bagaimana problem ini di Indonesia?

  Ini bukan hanya problem di Indonesia, tapi juga di Afrika. Orang-orang 
Kristen menyiarkan agama mereka dan sebagian kalangan muslim bereaksi dengan 
berlebihan, padahal mereka sendiri tak memahami Islam secara mendalam. Jika 
Anda tak mau muslim berpindah ke Kristen, solusinya adalah kita harus 
menjelaskan pada sesama muslim apa sebetulnya agama Islam. Anda tak bisa 
memaksa mereka menjadi Islam, tapi Anda harus menjelaskan kepada mereka apa 
sebetulnya Islam. Jika pendidikan Islam terhadap kalangan muslim sendiri buruk, 
maka orang Kristen memiliki lahan terbuka untuk beraksi. Dan ini bukan 
kesalahan mereka.

Bagaimana dengan konsep jihad?

  Jihad adalah konsep dengan banyak aspek. Untuk memahami jihad, kita harus 
kembali ke diri sendiri. Dalam diri kita ada godaan untuk melakukan kekerasan, 
kemarahan, atau pertengkaran. Itu adalah nafsu-nafsu alami manusia. Kita bisa 
melakukan kekerasan, tapi dengan kesadaran penuh kita dapat mengontrol 
dorongan-dorongan jahat itu.... Konsep jihad bukanlah perang, melainkan 
perdamaian. Kalau kita bawa ke tingkat kolektif, sama saja. Jihad bukanlah 
perang suci. Terminologi perang suci datang dari Perang Salib Kristen. Bagi 
kita sekarang, jihad berarti usaha untuk melawan. Ketika ada penindasan 
terhadap umat Islam secara tidak adil, kita punya hak untuk melawan. Itulah 
jihad. Bukan perang melawan Yahudi, Amerika, atau Barat.

Berarti jihad mengandung konsep perlawanan?

  Ya, namun konsep perlawanan yang ada sekarang sama sekali salah. Banyak 
intelektual muslim yang menggunakan istilah perang suci untuk menjelaskan 
jihad. Banyak muslim yang menggunakan konsep jihad secara salah. Jihad adalah 
konsep perlawanan dengan cara damai. Namun, mesti diingat, tak akan ada 
perlawanan tanpa keadilan. Tak ada perdamaian tanpa keadilan. Misalnya, saya 
mencuri sepeda Anda. Dua hari kemudian saya mengaku mengambil sepeda Anda dan 
saya ingin berdamai. Tentu saja Anda akan bilang, kembalikan dulu sepeda saya 
baru kita bicara soal perdamaian. Hal inilah yang dialami Palestina.

Pandangan negatif terhadap Islam kian menggila pasca-11 September dan bom Bali 
di Indonesia. Bagaimana Anda memandang soal ini?

  Perang melawan teroris adalah perang yang sulit dijelaskan. Soalnya, tidak 
ada definisi resmi soal teroris di lembaga internasional seperti PBB, NATO, dan 
lain-lain. Itu sebabnya teroris sulit dijelaskan, apalagi ditumpas. Dan yang 
jadi korban adalah orang Islam. Padahal, jika definisi teroris adalah membunuh 
orang tak bersalah, maka kita harus memerangi segala jenis teroris, termasuk 
terorisme negara. Memang, kita tahu banyak kelompok muslim yang menyatakan 
jihad berarti sah untuk memerangi Yahudi atau Amerika. Itu tidak benar. Kita 
harus melawan pemikiran yang tak ada hubungannya dengan ajaran Islam.

Artinya, orang Islam harus melakukan reformasi besar-besaran untuk mengubah 
pandangan negatif itu?

  Betul. Namun pertanyaannya, reformasi seperti apa? Banyak saudara-saudara 
kita yang mempromosikan Islam tanpa mengetahui Islam sebenarnya. Mereka 
mengajarkan bahwa kita tak perlu salat, cukup berhubungan dengan Allah 24 jam 
sehari. Ini bukan reformasi, tapi penghancuran. Jika ada yang melakukan itu, 
mereka bukan reformis, tapi penghancur Islam.

Bagaimana dengan konsep negara Islam. Apakah memang itu suatu tujuan bagi 
gerakan-gerakan Islam di dunia, termasuk Indonesia?

  Yang sebetulnya dibutuhkan bukan negara Islam sebagai sebuah negara yang 
melaksanakan prinsip-prinsip keadilan, kesetaraan dan alternation (pergantian 
kepemimpinan yang baik). Kita tidak punya model negara Islam karena kita 
tinggal dalam masyarakat yang kompleks secara sosial, politik, dan budaya. 
Namanya boleh apa saja, yang penting negara itu menjalankan prinsip-prinsip 
universal seperti yang saya kemukakan tadi. Kita jangan terobsesi oleh nama, 
tapi praktek-prakteknya.


Flora & Wahyu Pamungkas
Ciudad de la Habana, Cuba




~ Keep Amar Ma'ruf Nahi Munkar on the Net, euy! ~

--
Official Website : http://www.sobat-azzam.info
Contact : admin at sobat dash azzam dot info 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/sobat-azzam/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Kirim email ke