Wuaaah...

Saya memang selalu ingin tahu kenapa Bung Karno menempatkan Ketuhanan Yang
Maha Esa di tempat ke-5. Ternyata tidak seperti yang saya kira.

Terima Kasih kang Ari.

Salam
Ary

----- Original Message -----
From: "Ari Condro" <[EMAIL PROTECTED]>
To: <wanita-muslimah@yahoogroups.com>
Sent: Tuesday, June 21, 2005 10:51 AM
Subject: Re: [wanita-muslimah] Pancasila


>
>
> (2)  PIDATO BUNG KARNO : LAHIRNYA PANCASILA
>
>
> K i t a   m e n d i r i k a n   s a t u   n e g a r a  k e b a n g s a a n
> I n d o n e s i a.  Saya minta saudara Ki Bagoes Hadikoesoemo dan
> saudara-saudara Islam lain:  maafkanlah saya memakai perkataan
"kebangsaan"
> ini! Sayapun orang Islam. Tetapi saya minta kepada saudara- saudara,
> janganlah saudara-saudara salah faham jikalau saya katakan bahwa dasar
> pertama buat Indonesia ialah dasar  k e b a n g s a a n . Itu bukan
berarti
> satu kebangsaan dalam arti yang sempit, tetapi saya menghendaki satu  n a
t
> i on a l e  s t a a t, seperti yang saya katakan dalam rapat di Taman
Raden
> Saleh beberapa hari yang lalu. Satu Nationale Staat Indonesia bukan
berarti
> staat yang sempit. Sebagai saudara Ki Bagoes Hadikoesoemo katakan kemarin,
> maka tuan adalah orang bangsa Indonesia, bapak tuanpun adalah orang
> Indonesia, nenek tuanpun bangsa Indonesia, datuk-datuk tuan, nenek-moyang
> tuanpun bangsa Indonesia. Diatas satu kebangsaan Indonesia, dalam arti
yang
> dimaksudkan oleh saudara Ki Bagoes Hadikoesoemo itulah, kita dasarkan
negara
> Indonesia.  S a t u  N a t i o n a l e   S t a a t !  Hal ini perlu
> diterangkan lebih dahulu, meski saya di dalam rapat besar di Taman Raden
> Saleh sedikit-sedikit telah menerangkannya. Marilah saya uraikan lebih
jelas
> dengan mengambil tempoh sedikit: Apakah yang dinamakan bangsa? Apakah
> syaratnya bangsa?
>
> Menurut Renan syarat bangsa ialah "kehendak akan bersatu". Perlu
> orang-orangnya merasa diri bersatu dan mau bersatu.  Ernest Renan menyebut
> syarat bangsa: "le desir d'etre ensemble", yaitu kehendak akan bersatu.
> Menurut definisi Ernest Renan, maka yang menjadi bangsa, yaitu satu
> gerombolan manusia yang mau bersatu, yang merasa dirinya bersatu.  Kalau
> kita lihat definisi orang lain, yaitu definisi Otto Bauer, di dalam
bukunya
> "Die Nationalitatenfrage", disitu ditanyakan: "Was ist eine Nation?" dan
> jawabnya ialah: "Eine Nation ist eine aus Schicksalsgemeinschaft
erwachsene
> Charaktergemeinschaft". Inilah menurut Otto Bauer satu natie. (Bangsa
adalah
> satu persatuan perangai yang timbul karena persatuan nasib).  Tetapi
> kemarinpun, tatkala, kalau tidak salah, Prof. Soepomo mensitir Ernest
Renan,
> maka anggota yang terhormat Mr. Yamin berkata: "verouderd", "sudah tua".
> Memang tuan-tuan sekalian, definisi Ernest Renan sudah "verouderd", sudah
> tua. Definisi Otto Bauer pun  sudah tua. Sebab tatkala Otto Bauer
mengadakan
> definisinya itu, tatkala itu belum timbul satu wetenschap baru, satu ilmu
> baru, yang dinamakan Geopolitik.  Kemarin, kalau tidak salah, saudara Ki
> Bagoes Hadikoesoemo, atau Moenandar, mengatakan tentang "Persatuan antara
> orang dan tempat". Persatuan antara orang dan tempat, tuan-tuan sekalian,
> persatuan antara manusia dan tempatnya!
>
>
> Orang dan tempat tidak dapat dipisahkan! Tidak dapat dipisahkan rakyat
dari
> bumi yang ada di bawah kakinya. Ernest Renan dan Otto Bauer hanya sekedar
> melihat orangnya. Mereka hanya memikirkan "Gemeinschaft"nya dan perasaan
> orangnya, "l'ame et desir". Mereka hanya mengingat karakter, tidak
mengingat
> tempat, tidak mengingat bumi, bumi yang didiami manusia itu, Apakah tempat
> itu? Tempat itu yaitu  t a n a h  a i r . Tanah air itu adalah satu
> kesatuan. Allah s.w.t membuat peta dunia, menyusun peta dunia. Kalau kita
> melihat peta dunia, kita dapat menunjukkan dimana "kesatuan-kesatuan"
> disitu. Seorang anak kecilpun, jikalau ia melihat peta dunia, ia dapat
> menunjukkan bahwa kepulauan Indonesia merupakan satu kesatuan. Pada peta
itu
> dapat ditunjukkan satu kesatuan gerombolan pulau-pulau diantara 2 lautan
> yang besar, lautan Pacific dan lautan Hindia, dan diantara 2 benua, yaitu
> benua Asia dan benua Australia. Seorang anak kecil dapat mengatakan, bahwa
> pulau-pulau Jawa,Sumatera, Borneo, Selebes, Halmaheira, Kepulauan Sunda
> Kecil, Maluku, dan lain-lain pulau kecil diantaranya, adalah satu
kesatuan.
> Demikian pula tiap-tiap anak kecil dapat melihat pada peta bumi, bahwa
> pulau-pulau Nippon yang membentang pada pinggir Timur benua Asia sebagai
> "golfbreker" atau pengadang gelombang lautan Pacific, adalah satu
kesatuan.
> Anak kecilpun dapat melihat, bahwa tanah India adalah satu kesatuan di
Asia
> Selatan, dibatasi oleh lautan Hindia yang luas dan gunung Himalaya.
Seorang
> anak kecil pula dapat mengatakan, bahwa kepulauan Inggris adalah satu
> kesatuan. Griekenland atau Yunani dapat ditunjukkan sebagai kesatuan pula,
> Itu ditaruhkan oleh Allah s.w.t. demikian rupa. Bukan Sparta saja, bukan
> Athene saja, bukan Macedonia saja, tetapi Sparta plus Athene plus
Macedonia
> plus daerah Yunani yang lain-lain, segenap kepulauan Yunani, adalah satu
> kesatuan.
>
>
> Maka manakah yang dinamakan tanah tumpah-darah kita, tanah air kita?
Menurut
> geopolitik, maka Indonesialah tanah air kita. Indonesia yang bulat, bukan
> Jawa saja, bukan Sumatera saja, atau Borneo saja, atau Selebes saja, atau
> Ambon saja, atau Maluku saja, tetapi segenap kepulauan uang ditunjuk oleh
> Allah s.w.t. menjadi suatu kesatuan antara dua benua dan dua samudera,
> itulah tanah air kita!
>
>
> Maka jikalau saya ingat perhubungan antara orang dan tempat, antara rakyat
> dan buminya, maka tidak cukuplah definisi yang dikatakan oeh Ernest Renan
> dan Otto Bauer itu. Tidak cukup "le desir d'etre ensemble", tidak cukup
> definisi Otto Bauer "aus Schicksalsgemeinschaft erwachsene
> Charaktergemeinschaft" itu. Maaf saudara-saudara, saya mengambil contoh
> Minangkabau, diantara bangsa di Indonesia, yang paling ada "desir d'etre
> ensemble", adalah rakyat Minangkabau, yang banyaknya kira-kira 2,5 milyun.
>
>
> Rakyat ini  merasa dirinya satu keluarga. Tetapi Minangkabau bukan satu
> kesatuan, melainkan hanya satu bahagian kecil dari pada satu kesatuan!
> Penduduk Yogyapun adalah merasa "le desir d'etre ensemble", tetapi
Yogyapun
> hanya satu bahagian kecil dari pada satu kesatuan. Di Jawa Barat rakyat
> Pasundan sangat merasakan "le desir d'etre ensemble", tetapi Sundapun
hanya
> satu bahagian kecil dari pada satu kesatuan.
>
>
>
> Pendek kata, bangsa Indonesia, Natie Indonesia, bukanlah sekedar satu
> golongan orang yang hidup dengan "le desir d'etre ensemble" diatas daerah
> kecil seperti Minangkabau, atau Madura, atau Yogya, atau Sunda, atau
Bugis,
> tetapi bangsa Indonesia ialah  s e l u r u h  manusia-manusia yang,
menurut
> geopolitik yang telah ditentukan oleh s.w.t., tinggal dikesatuannya semua
> pulau-pulau Indonesia dari ujung Utara Sumatra sampai ke Irian! S e l u r
u
> h n y a !, karena antara manusia
> 70.000.000 ini sudah ada "le desir d'etre ensemble", sudah terjadi
> "Charaktergemeinschaft"! Natie Indonesia, bangsa Indonesia, ummat
Indonesia
> jumlah orangnya adalah 70.000.000, tetapi 70.000.000 yang telah menjadi  s
a
> t u,  s a t u, sekali lagi s a t u !   (Tepuk tangan hebat).
>
>
> Kesinilah kita semua harus menuju: mendirikan satu Nationale staat, diatas
> kesatuan bumi Indonesia dari Ujung Sumatera sampai ke Irian. Saya yakin
> tidak ada satu golongan diatara tuan-tuan yang tidak mufakat, baik Islam
> maupun golongan yang dinamakan "golongan kebangsaan". Kesinilah kita harus
> menuju semuanya.  Saudara-saudara, jangan orang mengira bahwa tiap-tiap
> negara merdeka adalah satu nationale staat! Bukan Pruisen, bukan Beieren,
> bukan Sakssen adalah nationale staat, tetapi seluruh Jermanialah satu
> nationale staat. Bukan bagian kecil-kecil, bukan Venetia, bukan Lombardia,
> tetapi seluruh Italialah, yaitu seluruh semenanjung di Laut Tengah, yang
> diutara dibatasi pegunungan Alpen, adalah nationale staat. Bukan Benggala,
> bukan Punjab, bukan Bihar dan Orissa, tetapi seluruh segi-tiga Indialah
> nanti harus menjadi nationale staat.
>
>
> Demikian pula bukan semua negeri-negeri di tanah air kita yang merdeka
> dijaman dahulu, adalah nationale staat. Kita hanya 2 kali mengalami
> nationale staat, yaitu di jaman Sri Wijaya dan di zaman Majapahit. Di luar
> dari itu kita tidak mengalami nationale staat. Saya berkata dengan penuh
> hormat kepada kita punya raja-raja dahulu, saya berkata dengan beribu-ribu
> hormat kepada Sultan Agung Hanyokrokoesoemo, bahwa Mataram, meskipun
> merdeka, bukan nationale staat. Dengan perasaan hormat kepada Prabu
> Siliwangi di Pajajaran, saya berkata, bahwa kerajaannya bukan nationale
> staat. Dengan persaan hormat kepada Prabu Sultan Agung Tirtayasa, berkata,
> bahwa kerajaannya di Banten, meskipun merdeka, bukan satu nationale staat.
> Dengan perasaan hormat kepada Sultan Hasanoedin di Sulawesi yang telah
> membentuk kerajaan Bugis, saya berkata, bahwa tanah Bugis yang merdeka itu
> bukan nationale staat.
>
>
> Nationale staat hanya Indonesia  s e l u r u h n y a,  yang telah berdiri
> dijaman Sri Wijaya dan Majapahit dan yang kini pula kita harus dirikan
> bersama-sama. Karena itu, jikalau tuan-tuan terima baik, marilah kita
> mengambil sebagai dasar Negara yang pertama: K e b a n g s a a n  I n d o
n
> e s i a . Kebangsaan Indonesia yang bulat! Bukan kebangsaan Jawa, bukan
> kebangsaan Sumatera, bukan kebangsaan Borneo, Sulawesi, Bali, atau
> lain-lain,tetapi k e b a n g s a a n  I n d o n e s i a, yang bersama-sama
> menjadi dasar satu nationale staat. Maaf, Tuan Lim Koen Hian, Tuan tidak
mau
> akan kebangsaan? Di dalam pidato Tuan, waktu ditanya sekali lagi oleh
Paduka
> Tuan fuku-Kaityoo, Tuan menjawab: "Saya tidak mau akan kebangsaan".
>
>
> T U A N  L I M   K O E N   H I A N :
> Bukan begitu. Ada sambungannya lagi.
>
> T U A N   S O E K A R N O :  Kalau begitu, maaf, dan saya mengucapkan
terima
> kasih, karena tuan Lim Koen Hian pun menyetujui dasar kebangsaan. Saya
tahu,
> banyak juga orang-orang Tionghoa klasik yang tidak mau akan dasar
> kebangsaan, karena mereka memeluk faham kosmopolitisme, yang mengatakan
> tidak ada kebangsaan, tidak ada bangsa. Bangsa Tionghoa dahulu banyak yang
> kena penyakit kosmopolitisme, sehingga mereka berkata bahwa tidak ada
bangsa
> Tionghoa, tidak ada bangsa Nippon, tidak ada bangsa India, tidak ada
bangsa
> Arab, tetapi semuanya "menschheid", "peri kemanusiaan". Tetapi Dr. Sun Yat
> Sen bangkit, memberi pengajaran kepada rakyat Tionghoa, bahwa  a d a
> kebangsaan Tionghoa! Saya mengaku, pada waktu saya berumur 16 tahun, duduk
> di bangku sekolah H.B.S. di Surabaya, saya dipengaruhi oleh seorang
sosialis
> yang bernama A. Baars, yang memberi pelajaran kepada saya, - katanya:
jangan
> berfaham kebangsaan, tetapi berfahamlah rasa kemanusiaan sedunia, jangan
> mempunyai rasa kebangsan sedikitpun. Itu terjadi pada tahun 17. Tetapi
pada
> tahun 1918, alhamdulillah, ada orang lain yang memperingatkan saya, -
ialah
> Dr Sun Yat Sen! Di dalam tulisannya "San Min Chu I" atau "The Three
People's
> Principles", saya mendapat pelajaran yang membongkar kosmopolitisme yang
> diajarkan oleh A. Baars itu. Dalam hati saya sejak itu tertanamlah  r a s
a
> k e b a n g s a a n, oleh pengaruh "The Three People"s Principles" itu.
> Maka oleh karena itu, jikalau seluruh bangsa Tionghoa menganggap Dr. Sun
Yat
> Sen sebagai penganjurnya, yakinlah, bahwa Bung Karno juga seorang
Indonesia
> yang dengan perasaan hormat-sehormat-hormatnya merasa berterima kasih
kepada
> Dr. Sun Yat Sen, - sampai masuk kelobang kubur.  (Anggauta-anggauta
Tionghoa
> bertepuk tangan).  Saudara-saudara. Tetapi ........  tetapi ...........
> memang prinsip kebangsaan ini ada b a h a y a n y a ! Bahayanya ialah
> mungkin orang meruncingkan nasionalisme menjadi chauvinisme, sehingga
> berfaham "Indonesia uber Alles". Inilah bahayanya! Kita cinta tanah air
yang
> satu, merasa berbangsa yang satu, mempunyai bahasa yang satu. Tetapi Tanah
> Air kita Indonesia hanya satu bahagian kecil saja dari pada dunia!
Ingatlah
> akan hal ini!
>
>
> Gandhi berkata: "Saya seorang nasionalis, tetapi kebangsaan saya adalah
> perikemanusiaan "My nationalism is humanity".  Kebangsaan   yang kita
> anjurkan bukan kebangsaan yang menyendiri, bukan chauvinisme, sebagai
> dikobar-kobarkan orang di Eropah, yang mengatakan "Deutschland uber
Alles",
> tidak ada yang setinggi Jermania, yang katanya, bangsanya minulyo,
berambut
> jagung dan bermata biru, "bangsa Aria", yang dianggapnya tertinggi diatas
> dunia, sedang bangsa lain-lain tidak ada harganya. Jangan kita berdiri di
> atas azas demikian, Tuan-tuan, jangan berkata, bahwa bangsa Indonesialah
> yang terbagus dan termulya, serta meremehkan bangsa lain. Kita harus
menuju
> persatuan dunia, persaudaraan dunia.
>
>
>
> Kita bukan saja harus mendirikan negara Indonesia Merdeka, tetapi kita
harus
> menuju pula  kepada kekeluargaan bangsa-bangsa.  Justru inilah prinsip
saya
> yang kedua. Inilah filosofisch principe yang nomor dua, yang saya usulkan
> kepada Tuan-tuan, yang boleh saya namakan "i n t e r n a s i o n a l i s m
e
> ". Tetapi jikalau saya katakan internasionalisme, bukanlah saya bermaksud
k
> o s m o p o l i t i s m e, yang tidak mau adanya kebangsaan, yang
mengatakan
> tidak ada Indonesia, tidak ada Nippon, tidak ada Birma, tidak ada Inggris,
> tidak ada Amerika, dan lain-lainnya.  Internasionalisme tidak dapat hidup
> subur, kalau tidak berakar di dalam buminya nasionalisme. Nasionalisme
tidak
> dapat hidup subur, kalau tidak hidup dalam taman-sarinya
internasionalisme.
> Jadi, dua hal ini, saudara-saudara, prinsip 1 dan prinsip 2, yang
> pertama-tama saya usulkan kepada tuan-tuan sekalian, adalah bergandengan
> erat satu sama lain.  Kemudian, apakah dasar yang ke-3? Dasar itu ialah
> dasar mufakat, dasar perwakilan, dasar permusyawaratan. Negara Indonesia
> bukan satu negara untuk satu orang, bukan satu negara untuk satu golongan,
> walaupun golongan kaya. Tetapi kita mendirikan negara "semua buat semua",
> "satu buat semua, semua buat satu".  S a y a   y a k i n  s y a r a t  y a
n
> g  m u t l a k  u n t u k  k u a t n y a  n e g a r a  I n d o n e s i a
i
> a l a h   p e r m u s y a w a r a t a n   p e r w a k i l a n .
>
>
> Untuk pihak Islam, inilah tempat yang terbaik untuk memelihara agama.
Kita,
> sayapun, adalah orang Islam, -- maaf beribu-ribu maaf, keislaman saya jauh
> belum sempurna,  -- tetapi kalau saudara-saudara membuka saya punya dada,
> dan melihat saya punya hati, tuan-tuan akan dapati tidak lain tidak bukan
> hati Islam.   Dan hati Islam Bung Karno ini, ingin membela Islam dalam
> mufakat, dalam permusyawaratan. Dengan cara mufakat, kita perbaiki segala
> hal, juga keselamatan agama, yaitu dengan jalan pembicaraan atau
> permusyawaratan di dalam Badan Perwakilan Rakyat.
>
>
> Apa-apa yang belum memuaskan, kita bicarakan di dalam permusyawaratan.
Badan
> perwakilan, inilah tempat kita untuk mengemukakan tuntutan-tuntutan Islam.
> Disinilah kita usulkan kepada pemimpin-pemimpin rakyat, apa-apa yang kita
> rasa perlu bagi perbaikan. Jikalau memang kita rakyat Islam, marilah kita
> bekerja sehebat-hebatnya, agar-supaya sebagian yang terbesar dari pada
> kursi-kursi badan perwakilan Rakyat yang kita adakan, diduduki oleh utusan
> Islam.Jikalau memang rakyat Indonesia rakyat yang bagian besarnya rakyat
> Islam, dan jikalau memang Islam disini agama yang hidup berkobar-kobar
> didalam kalangan rakyat, marilah kita pemimpin-pemimpin menggerakkan
segenap
> rakyat itu, agar supaya mengerahkan sebanyak mungkin utusan-utusan Islam
ke
> dalam badan perwakilan ini. Ibaratnya badan perwakilan Rakyat 100 orang
> anggautanya, marilah kita bekerja, bekerja sekeras-kerasnya, agar supaya
> 60,70, 80, 90 utusan yang duduk dalam perwakilan rakyat ini orang Islam,
> pemuka-pemuka Islam. dengan sendirinya hukum-hukum yang keluar dari badan
> perwakilan rakyat itu, hukum Islam pula. Malahan saya yakin, jikalau hal
> yang demikian itu nyata terjadi, barulah boleh dikatakan bahwa agama Islam
> benar-benar  h i d u p  di dalam jiwa rakyat, sehingga 60%, 70%, 80%, 90%
> utusan adalah orang Islam, pemuka-pemuka Islam, ulama-ulama Islam. Maka
saya
> berkata, baru jikalau demikian, baru jikalau demikian, h i d u p l a h
Islam
> Indonesia, dan bukan Islam yang hanya diatas bibir saja. Kita berkata, 90%
> dari pada kita beragama Islam, tetapi lihatlah didalam sidang ini berapa %
> yang memberikan suaranya kepada Islam? Maaf seribu maaf, saya tanya hal
itu!
> Bagi saya hal itu adalah satu bukti, bahwa Islam belum hidup
> sehidup-hidupnya di dalam kalangan rakyat. Oleh karena itu, saya minta
> kepada saudara-saudara sekalian, baik yang bukan Islam, maupun terutama
yang
> Islam, setujuilah prinsip nomor 3 ini, yaitu prinsip permusyawaratan,
> perwakilan. Dalam perwakilan nanti ada perjoangan sehebat-hebatnya. Tidak
> ada satu staat yang hidup betul-betul hidup, jikalau di dalam
> badan-perwakilannya tidak seakan-akan bergolak mendidih kawah
Candradimuka,
> kalau tidak ada perjoangan faham di dalamnya. Baik di dalam staat Islam,
> maupun di dalam staat Kristen, perjoangan selamanya ada. Terimalah prinsip
> nomor 3, prinsip mufakat, prinsip perwakilan rakyat! Di dalam perwakilan
> rakyat saudara-saudara islam dan saudara-saudara kristen bekerjalah
sehebat-
> hebatnya. Kalau misalnya orang Kristen ingin bahwa tiap-tiap letter di
dalam
> peraturan-peraturan negara Indonesia harus menurut Injil, bekerjalah
> mati-matian, agar supaya sebagian besar dari pada utusan-utusan yang masuk
> badan perwakilan Indonesia ialah orang kristen, itu adil,  - fair play!.
> Tidak ada satu negara boleh dikatakan negara hidup, kalau tidak ada
> perjoangan di dalamnya. Jangan kira di Turki tidak ada perjoangan. Jangan
> kira dalam negara Nippon tidak ada pergeseran pikiran. Allah subhanahuwa
Ta'
> ala memberi pikiran kepada kita, agar supaya dalam pergaulan kita
> sehari-hari, kita selalu bergosok, seakan-akan menumbuk membersihkan
gabah,
> supaya keluar dari padanya beras, dan beras akan menjadi nasi Indonesia
yang
> sebaik-baiknya. Terimalah saudara-saudara, prinsip nomor 3, yaitu prinsip
> permusyawaratan!
>
>
> Prinsip No. 4 sekarang saya usulkan, Saya di dalam 3 hari ini belum
> mendengarkan prinsip itu, yaitu prinsip  k e s e j a h t e r a a n ,  p r
i
> n s i p :  t i d a k  a k a n   a d a   k e m i s k i n a n   d i   d a l
a
> m   I n d o n e s i a   M e r d e k a.  Saya katakan tadi: prinsipnya San
> Min Chu I ialah Mintsu, Min Chuan, Min Sheng: nationalism, democracy,
> sosialism. Maka prinsip kita harus: Apakah kita mau Indonesia Merdeka,
yang
> kaum kapitalnya merajalela, ataukah yang semua rakyat sejahtera, yang
semua
> orang cukup makan, cukup pakaian, hidup dalam kesejahteraan, merasa
dipangku
> oleh Ibu Pertiwi yang cukup memberi sandang-pangan kepadanya? Mana yang
kita
> pilih, saudara-saudara? Jangan saudara kira, bahwa kalau Badan Perwakilan
> Rakyat sudah ada, kita dengan sendirinya sudah mencapai kesejahteraan ini.
> Kita sudah lihat, di negara-negara Eropah adalah Badan Perwakilan, adalah
> parlementaire democracy. Tetapi tidakkah di Eropah justru kaum kapitalis
> merajalela?
>
>
> Di Amerika ada suatu badan perwakilan rakyat, dan tidakkah di Amerika kaum
> kapitalis merajalela? Tidakkah di seluruh benua Barat kaum kapitalis
> merajalela? Padahal ada badan perwakilan rakyat! Tak lain tak bukan
> sebabnya, ialah oleh karena badan- badan perwakilan rakyat yang diadakan
> disana itu, sekedar menurut resepnya Franse Revolutie. Tak lain tak bukan
> adalah yang dinamakan democratie disana itu hanyalah  p o l i t i e k e
> democratie saja; semata-mata tidak ada sociale rechtvaardigheid, -- tak
ada
> k e a d i l a n  s o s i a l,  tidak ada  e c o n o m i s c h e
democratie
> sama sekali.
>
>
> Saudara-saudara, saya ingat akan kalimat seorang pemimpin Perancis, Jean
> Jaures, yang menggambarkan politieke democratie. "Di dalam Parlementaire
> Democratie, kata Jean Jaures, di dalam Parlementaire Democratie, tiap-tiap

> orang mempunyai hak sama. Hak  p o l i t i e k  yang sama, tiap orang
boleh
> memilih, tiap-tiap orang boleh masuk di dalam parlement. Tetapi adakah
> Sociale rechtvaardigheid, adakah kenyataan kesejahteraan di kalangan
rakyat?
> "  Maka oleh karena itu Jean Jaures berkata lagi:  "Wakil kaum buruh yang
> mempunyai hak  p o l i t i e k  itu, di dalam Parlement dapat menjatuhkan
> minister. Ia seperti Raja! Tetapi di dalam dia punya tempat bekerja, di
> dalam paberik,  - sekarang ia menjatuhkan minister, besok dia dapat
dilempar
> keluar ke jalan raya, dibikin werkloos, tidak dapat makan suatu apa".
> Adakah keadaan yang demikian ini yang kita kehendaki?
>
>
> Saudara-saudara, saya usulkan: Kalau kita mencari demokrasi, hendaknya
bukan
> demokrasi barat, tetapi permusyawaratan yang memberi hidup, yakni  p o l i
> ti e k - e c o n o m i s c h e  democratie yang mampu mendatangkan
> kesejahteraan sosial!  Rakyat Indonesia sudah lama bicara tentang hal ini.
> Apakah yang dimaksud dengan Ratu Adil? Yang dimakksud dengan faham Ratu
> Adil, ialah sociale rechtvaardigheid. Rakyat ingin sejahtera. Rakyat yang
> tadinya merasa dirinya kurang makan kurang pakaian, menciptakan dunia-baru
> yang di dalamnya  a d a  keadilan di bawah pimpinan Ratu Adil. Maka oleh
> karena itu, jikalau kita memang betul-betul mengerti, mengingat mencinta
> rakyat Indonesia, marilah kita terima prinsip hal sociale rechtvaardigheid
> ini, yaitu bukan saja persamaan  p o l i t i e k,  saudara-saudara, tetapi
> pun di atas lapangan  e k o n o m i  kita harus mengadakan persamaan,
> artinya kesejahteraan bersama yang sebaik-baiknya.
>
>
> Saudara-saudara, badan permusyawaratan yang kita akan buat, hendaknya
bukan
> badan permusyawaratan politieke democratie saja, tetapi badan yang  b e r
sa
> m a  d e n g a n  m a s y a r a k a t   dapat mewujudkan dua prinsip:
> politieke rechtvaardigheid dan sociale rechtvaardigheid.
>
>
> Kita akan bicarakan hal-hal ini bersama-sama,saudara-saudara, di dalam
badan
> permusyawaratan. Saya ulangi lagi, segala hal akan kita selesaikan, segala
> hal! Juga di dalam urusan kepada negara, saya terus terang, saya tidak
akan
> memilih monarchie. Apa sebab? Oleh karena monarchie "vooronderstelt
> erfelijkheid",  - turun-temurun. Saya seorang Islam, saya demokrat karena
> saya orang Islam, saya menghendaki mufakat, maka saya minta supaya
tiap-tiap
> kepala negara pun dipilih. Tidakkah agama Islam mengatakan bahwa
> kepala-kepala negara, baik kalif, maupun Amirul mu'minin, harus dipilih
oleh
> Rakyat? Tiap-tiap kali kita mengadakan kepala negara, kita pilih. Jikalau
> pada suatu hari Ki Bagus Hadikoesoemo misalnya, menjadi kepala negara
> Indonesia, dan mangkat, meninggal dunia, jangan anaknya Ki Hadikoesoemo
> dengan sendirinya, dengan automatis menjadi pengganti Ki Hadikoesoemo.
Maka
> oleh karena itu saya tidak mufakat kepada prinsip monarchie itu.
>
>
> Saudara-saudara, apakah prinsip ke-5? Saya telah mengemukakan 4 prinsip:
> 1. Kebangsaan Indonesia.
> 2. Internasionalisme,  -  atau peri-kemanusiaan.
> 3. Mufakat,  -  atau demokrasi.
> 4. Kesejahteraan sosial.
>
>
> Prinsip yang kelima hendaknya:
> Menyusun Indonesia Merdeka dengan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa.
> Prinsip  K e t u h a n a n ! Bukan saja bangsa Indonesia bertuhan, tetapi
> masing-masing orang Indonesia hendaknya bertuhan Tuhannya sendiri. Yang
> Kristen menyembah Tuhan menurut petunjuk Isa al Masih, yang Islam bertuhan
> menurut petunjuk Nabi Muhammad s.a.w., orang Buddha menjalankan ibadatnya
> menurut kitab-kitab yang ada padanya. Tetapi marilah kita semuanya
> ber-Tuhan. Hendaknya negara Indonesia ialah negara yang tiap-tiap orangnya
> dapat menyembah Tuhannya dengan cara yang leluasa. Segenap rakyat
hendaknya
> ber-Tuhan secara kebudayaan, yakni dengan tiada "egoisme-agama". Dan
> hendaknya  N e g a r a  Indonesia satu  N e g a r a   yang bertuhan!
> Marilah kita amalkan, jalankan agama, baik Islam, maupun Kristen, dengan
> cara yang  b e r k e a d a b a n . Apakah cara yang berkeadaban itu? Ialah
h
> o r m a t - m e n g h o r m a t i  s a t u   s a m a  l a i n . (Tepuk
> tangan sebagian hadlirin).  Nabi Muhammad s.a.w. telah memberi bukti yang
> cukup tentang verdraagzaamheid, tentang menghormati agama- agama lain.
Nabi
> Isa pun telah menunjukkan verdraagzaamheid. Marilah kita di dalam
Indonesia
> Merdeka yang kita susun ini, sesuai dengan itu, menyatakan: bahwa prinsip
> kelima dari pada Negara kita, ialah  K e t u h a n a n  y a n g   b e r k
e
> b u d a y a a n, Ketuhanan yang berbudi pekerti yang luhur, Ketuhanan yang
> hormat-menghormati satu sama lain. Hatiku akan berpesta raya, jikalau
> saudara-saudara menyetujui bahwa Negara Indonesia Merdeka berazaskan
> Ketuhanan Yang Maha Esa!
>
>
> Disinilah, dalam pangkuan azas yang kelima inilah, saudara- saudara,
segenap
> agama yang ada di Indonesia sekarang ini, akan mendapat tempat yang
> sebaik-baiknya. Dan Negara kita akan bertuhan pula!
>
>
> Ingatlah, prinsip ketiga, permufakatan, perwakilan, disitulah tempatnya
kita
> mempropagandakan idee kita masing-masing dengan cara yang berkebudayaan!
>
>
> Saudara-saudara! "Dasar-dasar Negara" telah saya usulkan. Lima
bilangannya.
> Inikah Panca Dharma? Bukan! Nama Panca Dharma tidak tepat disini. Dharma
> berarti kewajiban, sedang kita membicarakan d a s a r. Saya senang kepada
> simbolik. Simbolik angka pula. Rukun Islam lima jumlahnya. Jari kita lima
> setangan. Kita mempunyai Panca Indera. Apa lagi yang lima bilangannya?
> (Seorang yang hadir: Pendawa lima). Pendawapun lima oranya. Sekarang
> banyaknya prinsip; kebangsaan, internasionalisme, mufakat, kesejahteraan
dan
> ketuhanan, lima pula bilangannya.
>
>
> Namanya bukan Panca Dharma, tetapi - saya namakan ini dengan petunjuk
> seorang teman kita ahli bahasa  namanya ialah P a n c a   S i l a.  Sila
> artinya  azas  atau d a s a r, dan di atas kelima dasar itulah kita
> mendirikan Negara Indonesia, kekal dan abadi.  (Tepuk tangan riuh).
>
>
> Atau, barangkali ada saudara-saudara yang tidak suka akan bilangan lima
itu?
> Saya boleh peras, sehingga tinggal 3 saja. Saudara-saudara tanya kepada
> saya, apakah "perasan" yang tiga itu?  Berpuluh-puluh tahun sudah saya
> pikirkan dia, ialah dasar-dasarnya Indonesia Merdeka, Weltanschauung kita.
> Dua dasar yang pertama, kebangsaan dan internasionalisme, kebangsaan dan
> perikemanusiaan, saya peras menjadi satu: itulah yang dahulu saya namakan
s
> o c i o - n a t i o n a l i s m e .
>
>
> Dan demokrasi yang bukan demokrasi barat, tetapi politiek- economische
> demokratie, yaitu politieke demokrasi  d e n g a n  sociale
> rechtvaardigheid, demokrasi  d e n g a n kesejahteraan, saya peraskan pula
> menjadi satu: Inilah yang dulu saya namakan  s o c i o -d e m o c r a t i
e.
>
>
> Tinggal lagi ketuhanan yang menghormati satu sama lain.  Jadi yang asalnya
> lima itu telah menjadi tiga: socio-nationalisme, socio-demokratie, dan
> ketuhanan. Kalau Tuan senang kepada simbolik tiga, ambillah yang tiga ini.
> Tetapi barangkali tidak semua Tuan-tuan senang kepada trisila ini, dan
minta
> satu, satu dasar saja? Baiklah, saya jadikan satu, saya kumpulkan lagi
> menjadi satu. Apakah yang satu itu?  Sebagai tadi telah saya katakan: kita
> mendirikan negara Indonesia, yang  k i t a  s e m u a  harus mendukungnya.
> S e m u a  b u a t  s e m u a !  Bukan Kristen buat Indonesia, bukan
> golongan Islam buat Indonesia, bukan Van Eck buat indonesia, bukan
> Nitisemito yang kaya buat Indonesia, tetapi Indonesia buat Indonesia, -  s
> em u a  b u a t  s e m u a !  Jikalau saya peras yang lima menjadi tiga,
dan
> yang tiga menjadi satu, maka dapatlah saya satu perkataan Indonesia yang
> tulen, yaitu perkataan " g o -t o ng -   r o y o n g ".  Negara Indonesia
> yang kita dirikan haruslah negara  g o t o n g  r o y o n g!  Alangkah
> hebatnya! N e g a r a  G o t o n g  R o y o n g !   (Tepuk tangan riuh
> rendah).
>
>
> "Gotong Royong" adalah faham yang d i n a m i s , lebih dinamis dari
> "kekeluargaan", saudara-saudara! Kekeluargaan adalah satu faham yang
statis,
> tetapi gotong-royong menggambarkan satu usaha, satu amal, satu pekerjaan,
> yang dinamakan anggota yang terhormat Soekardjo satu karyo, satu gawe.
>
>
> Marilah kita menyelesaikan karyo, gawe, pekerjaan, amal ini,  b e r s a m
a-
> s a m a !  Gotong-royong adalah pembantingan-tulang bersama,
> pemerasan-keringat bersama, perjoangan bantu-binantu bersama. A m a l
semua
> buat kepentingan semua,  k e r i n g a t  semua buat kebahagiaan semua.
> Ho-lopis-kuntul-baris buat kepentingan bersama! Itulah Gotong Royong!
> (Tepuktangan riuh rendah).
>
>
> Prinsip Gotong Royong diantara yang kaya dan yang tidak kaya, antara yang
> Islam dan yang Kristen, antara yang bukan Indonesia tulen dengan peranakan
> yang menjadi bangsa Indonesia. Inilah, saudara-saudara, yang saya usulkan
> kepada saudara-saudara.
>
>
> Pancasila menjadi Trisila, Trisila menjadi Eka Sila. Tetapi terserah
kepada
> tuan-tuan, mana yang Tuan-tuan pilih: trisila, ekasila ataukah pancasila?
Is
> i n y a telah saya katakan kepada saudara-saudara semuanya.Prinsip-prinsip
> seperti yang saya usulkan kepada saudara-saudara ini, adalah prinsip untuk
> Indonesia Merdeka yang abadi. Puluhan tahun dadaku telah menggelora dengan
> prinsip-prinsip itu. Tetapi jangan lupa, kita hidup didalam masa
peperangan,
> saudara- saudara. Di dalam masa peperangan itulah kita mendirikan negara
> Indonesia, - di dalam gunturnya peperangan!
> Bahkan saya mengucap syukur alhamdulillah kepada Allah Subhanahu wata'ala,
> bahwa kita mendirikan negara Indonesia bukan di dalam sinarnya bulan
> purnama, tetapi di bawah palu godam peperangan dan di dalam api
peperangan.
> Timbullah Indonesia Merdeka, Indonesia yang gemblengan, Indonesia Merdeka
> yang digembleng dalam api peperangan, dan Indonesia Merdeka yang demikian
> itu adalah negara Indonesia yang kuat, bukan negara Indonesia yang lambat
> laun menjadi bubur. Karena itulah saya mengucap syukur kepada Allah s.w.t.
>
>
> Berhubung dengan itu, sebagai yang diusulkan oleh beberapa
> pembicara-pembicara tadi, barangkali perlu diadakan noodmaatregel,
peraturan
> bersifat sementara. Tetapi dasarnya, isinya Indonesia Merdeka yang kekal
> abadi menurut pendapat saya, haruslah Panca Sila. Sebagai dikatakan
> tadi,saudara-saudara, itulah harus Weltanschauung kita. Entah saudara-
> saudara mufakatinya atau tidak, tetapi saya berjoang sejak tahun 1918
sampai
> 1945 sekarang ini untuk Weltanschauung itu. Untuk membentuk nasionalistis
> Indonesia, untuk kebangsaan Indonesia; untuk kebangsaan Indonesia yang
hidup
> di dalam peri-kemanusiaan; untuk permufakatan; untuk sociale
> rechtvaardigheid; untuk ke-Tuhananan. Panca Sila, itulah yang
berkobar-kobar
> di dalam dada saya sejak berpuluh-puluh tahun. Tetapi, saudara-saudara,
> diterima atau tidak, terserah saudara-saudara. Tetapi saya sendiri
mengerti
> seinsyaf- insyafnya, bahwa tidak satu Weltanschauung dapat menjelma dengan
> sendirinya, menjadi realiteit dengan sendirinya. Tidak ada satu
> Weltanschauung dapat menjadi  kenyataan, menjadi  r e a l i t e i t , jika
> tidak dengan  p e r j o an g a n !  Janganpun Weltanschauung yang diadakan
> oleh manusia, jangan pun yang diadakan Hitler, oleh Stalin, oleh Lenin,
oleh
> Sun Yat Sen!  "D e   Mensch",  -- manusia!  --, harus  p e r j o a n g k a
n
> itu.  Zonder perjoangan itu tidaklah ia akan menjadi realiteit! Leninisme
> tidak bisa menjadi realiteit zonder perjoangan seluruh rakyat Rusia, San
Min
> Chu I tidak dapat menjadi kenyataan zonder perjoangan bangsa Tionghoa,
> saudara-saudara! Tidak! Bahkan saya berkata lebih lagi dari itu: zonder
> perjoangan manusia, tidak ada satu hal agama, tidak ada satu cita-cita
> agama, yang dapat menjadi realiteit.  Janganpun buatan manusia, sedangkan
> perintah Tuhan yang tertulis di dalam kitab Qur'an, zwart op wit (tertulis
> di atas kertas), tidak dapat menjelma menjadi realiteit zonder perjoangan
> manusia yang dinamakan ummat Islam. Begitu pula perkataan-perkataan yang
> tertulis didalam kitab Injil, cita-cita yang termasuk di dalamnya tidak
> dapat menjelma zonder perjoangan ummat Kristen.
>
>
> Maka dari itu, jikalau bangsa Indonesia ingin supaya Panca Sila yang saya
> usulkan itu, menjadi satu realiteit, yakni jikalau kita ingin hidup
menjadi
> satu bangsa, satu nationaliteit yang merdeka, ingin hidup sebagai anggota
> dunia yang merdeka, yang penuh dengan perikemanusiaan, ingin hidup diatas
> dasar permusyawaratan, ingin hidup sempurna dengan sociale
rechtvaardigheid,
> ingin hidup dengan sejahtera dan aman, dengan ke-Tuhanan yang luas dan
> sempurna,  --janganlah lupa akan syarat untuk menyeleng-garakannya, ialah
> perjoangan, perjoangan, dan sekali lagi pejoangan. Jangan mengira bahwa
> dengan berdirinya negara Indonesia Merdeka itu perjoangan kita telah
> berakhir.Tidak! Bahkan saya berkata: D i d a l a m Indonesia Merdeka itu
> perjoangan kita harus berjalan  t e r u s, hanya lain sifatnya dengan
> perjoangan sekarang, lain coraknya. Nanti kita, bersama-sama,  sebagai
> bangsa yang bersatu padu, berjoang terus menyelenggarakan apa yang kita
> cita-citakan di dalam Panca Sila. Dan terutama di dalam zaman peperangan
> ini, yakinlah, insyaflah, tanamkanlah dalam kalbu saudara-saudara, bawa
> Indonesia Merdeka tidak dapat datang jika bangsa Indonesia tidak mengambil
> risiko, -- tidak berani terjun menyelami mutiara di dalam samudera yang
> sedalam-dalamnya. Jikalau bangsa Indonesia tidak bersatu dan tidak
> menekad-mati-matian untuk mencapai merdeka, tidaklah kemerdekaan Indonesia
> itu akan menjadi milik bangsa Indonesia buat selama-lamanya, sampai
keakhir
> jaman! Kemerdekaan hanya lah diperdapat dan dimiliki oleh bangsa, yang
> jiwanya  berkobar-kobar dengan tekad "Merdeka, -- merdeka atau mati"!
> (Tepuk tangan riuh)
>
>
> Saudara-sauadara! Demikianlah saya punya jawab atas pertanyaan Paduka Tuan
> Ketua. Saya minta maaf, bahwa pidato saya ini menjadi panjang lebar, dan
> sudah meminta tempo yang sedikit lama, dan saya juga minta maaf, karena
saya
> telah mengadakan kritik terhadap catatan Zimukyokutyoo yang saya anggap
> "verschrikkelijk zwaarwichtig" itu. Terima kasih!
>
>
> Tepuk tangan riuh rendah dari segenap hadlirin.
>
>
> Disalin dari buku LAHIRNYA PANCASILA, Penerbit Guntur, Jogjakarta, Cetakan
> kedua, 1949
>
> Publikasi 28/1997 LABORATORIUM STUDI SOSIAL POLITIK INDONESIA
>
>
>
>
>
>
> WM FOR ACEH
> Bantu korban bencana gempa dan tsunami di Aceh dan Sumatra Utara!
> Rekening BCA Kantor Cabang Pembantu (KCP) Koperasi Sejati Mulia Pasar
Minggu No Rek. 554 001 4207 an. Herni Sri Nurbayanti.
> Harap konfirmasi sebelumnya ke [EMAIL PROTECTED] atau HP 0817 149 129.
>
> Milis Wanita Muslimah
> Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
> Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
> ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
> Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
> Berhenti mailto:[EMAIL PROTECTED]
> Milis Keluarga Islami mailto:[EMAIL PROTECTED]
> Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com
>
> This mailing list has a special spell casted to reject any attachment ....
> Yahoo! Groups Links
>
>
>
>
>
>
>
>



-- 
No virus found in this outgoing message.
Checked by AVG Anti-Virus.
Version: 7.0.323 / Virus Database: 267.7.9/23 - Release Date: 6/20/2005



WM FOR ACEH
Bantu korban bencana gempa dan tsunami di Aceh dan Sumatra Utara!
Rekening BCA Kantor Cabang Pembantu (KCP) Koperasi Sejati Mulia Pasar Minggu No 
Rek. 554 001 4207 an. Herni Sri Nurbayanti.
Harap konfirmasi sebelumnya ke [EMAIL PROTECTED] atau HP 0817 149 129.

Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:[EMAIL PROTECTED]
Milis Keluarga Islami mailto:[EMAIL PROTECTED]
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com

This mailing list has a special spell casted to reject any attachment .... 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



Kirim email ke