Demokrasi modern yg kita kenal bukan lahir dari peradaban Islam oleh
karena itu wajar jika ada yg skeptis.  Demokrasi di Barat itu penuh
perjuangan dan tidak lahir begitu saja.  Tetapi perkembangan pemikiran
dan filosofi menuju demokrasi moderen spt sekarang itu jelas evolusi
dan catatan sejarahnya.  Dari filosofi Yunani, Magna Carta, Masa
Pencerahan, dsb dsb.

Saya terus terang ikut kelompok yg skeptis tetapi bukan berarti saya
menentang.  Cuma kurang yakin aja karena buktinya belum banyak dan
belum mapan.  Saya sendiri juga belum pernah baca tulisan2 pemikir
Islam mengenai demokrasi.  Apakah Anda dapat memberi nama dan judul
buku yg perlu saya baca sehingga saya bisa mengikuti alur pemikiran
filosofisnya dari masyarakat kesukuan di jazirah Arabia menjadi negara
demokrasi moderen itu apa saja tahapan2 yg telah dilalui dan
pemikiran2 filsuf mana yg dianut?

Salah satu yg kurang sreg bagi saya dalam demokrasi Islam ialah masih
belum setaranya posisi hukum perempuan.  Dan ketidak setaraan ini
bertentangan dg HAM yg paling dasar.  Ada demokrasi tetapi perempuan
tidak memperoleh kebebasan dan kesetaraan?  Ini belum demokrasi bagi saya.

--- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, "Wikan Danar Sunindyo"
<[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
> ya Pak Dana, negara2 Islam juga tengah berubah menuju ke demokrasi,
> dan semestinya Pak Dana juga tidak menyangsikan hal itu, karena Pak
> Dana telah menyebutkan contohnya Indonesia sebagai negara yang
> mayoritas muslim melaksanakan demokrasi dengan baik.
> 
> Kalau Pak Dana menyamaratakan bahwa negara2 Islam tidak pintar
> berdemokrasi, berarti Pak Dana mengganggap remeh (underestimate)
> terhadap kemampuan negara2 Islam tersebut berdemokrasi. Padahal kalau
> mau fair, ayo dibandingkan antara demokrasi di negara Islam dengan
> negara Amerika. Satu hal saja. Indonesia dan Pakistan pernah mempunyai
> presiden/perdana menteri perempuan, sementara Amerika belum.
> 
> Selanjutnya saya tertarik soal theokrasi yang Pak Dana benturkan
> dengan demokrasi. Pak Dana mengambil contoh Iran yang dibilang sebagai
> contoh negara theokrasi. Oke, banyak orang berpendapat demikian, tapi
> ada pula yang berpendapat lain. Misalnya dengan menyebut sebagai
> "demokrasi beragama" (religious democracy), alih2 theokrasi.
> Pelaksanaan pemilu di Iran juga bagus dan lancar. Yang namanya supreme
> leader juga gak seenaknya sendiri memutuskan. Pada beberapa sisi,
> supreme leader seperti halnya raja pada negara2 monarki konstitutional
> sebagai lambang spiritual dan penentu akhir dari sistem bernegara.
> Artinya pada suatu saat negara chaos karena kudeta atau ketiadaan
> pimpinan, maka ada supreme leader yang bakal menangani negara, jadi
> tidak sampai ancur2-an seperti Indonesia pada Mei 1998.
> 
> Kita juga bisa belajar dan melihat betapa kudeta di Thailand bisa jadi
> tidak berdarah karena peranan raja yang besar. Orang masih menghargai
> raja, meskipun perdana menteri sudah diturunkan. Militer pun tidak
> bakal semena2, karena ada raja yang bakal menjadi kata akhir bagi
> negara.
> 
> Terus, saya baca lagi negara2 yang termasuk theokrasi dari daftar di
> wikipedia. http://en.wikipedia.org/wiki/Theocracy
> Oh, ternyata Israel dan Inggris juga termasuk di dalamnya.
> Apa maksudnya ini? Condolezza Rice termasuk yang memuji2 Israel
> sebagai negara yang demokratis. Nyatanya bentuk pemerintahan Israel
> adalah theokratis. Jadi demokratis/theokratisnya suatu negara, jangan2
> hanya didasarkan oleh persepsi Amerika saja, bukan kenyataan
> sebenarnya.
> 
> Inggris? Ternyata negara theokratis juga dengan kerajaan sebagai
> "Supreme Governor" dari Gereja Inggris dan "Pelindung Kepercayaan".
> Jadi Pak Dana, lupakanlah Inggris sebagai negara demokratis, karena
> nyatanya dia adalah theokratis. Mau berdebat soal istilah? Silakan
> saja. Kalau misalnya Iran Anda sebut sebagai theokratis, Inggris juga
> bisa dong saya sebut sebagai theokratis. Ini saya ngambilnya dari
> Wikipedia lho, bukan pendapat subjektif saya pribadi.
> 
> Selanjutnya ...
> Pendapat Pak Dana lebih bernuansa prasangka ketimbang kebenaran.
> Karena nyatanya, pada partai2 Islam yang menjadi peserta bahkan
> pemenang pemilu di beberapa negara seperti Aljazair, Mesir, Turki,
> Palestina, kebanyakan dari mereka diserobot dengan cara yang tidak
> adil. Jadi bagaimana mau membuktikan diri bahwa partai Islam jadi
> rahmatan lil'alamin kalau senantiasa dicurangi seperti itu?
> 
> Soal Iran, Bapak bisa lihat sendiri, bagaimana seorang Ahmadinejad
> yang sederhana bisa menjadi pemenang pemilu di Iran. Di Amerika, mana
> bisa seorang yang gak punya duit bisa jadi presiden? Lihat dan
> renungkan Pak Dana. Betapa di Amerika, kekuatan duit itu begitu utama
> untuk pelaksanaan demokrasi. Sehingga akhirnya banyak warga yang putus
> asa dan memilih untuk tidak memilih dalam pemilu. Apakah ini benar
> demokrasi, atau sebenarnya kekuasaan/kekuatan uang (Duitcracy)?
> 
> salam,
> --
> wikan
> http://wikan.multiply.com
> 
> On 3/6/07, Dan <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
> >
> > Persoalan utama apakah demokrasi Islam itu benar2 demokrasi.  Apakah
> >  penguasa benar2 bertanggung jawab pada rakyat bukan kepada Tuhan
saja?
> >
> >  Apakah ada transparansi yg memuaskan dalam hal menjalankan negara?
> >  Apakah rakyat benar2 bisa menurunkan penguasa yg tidak lagi
disukainya?
> >
> >  Praktek dan pengalaman negara2 syariat atau bermayoritas Islam itu
> >  ternyata tidak menjawab pertanyaan2 di atas secara memuaskan.
> >
> >  Konsep pemerintahan Islam itu umumnya teokratis.  Saya pernah debat
> >  sama pak HMNA dan dia bilang Iran bukan teokrasi. Terus saya tanya
> >  memang presidennya bisa gonta ganti tapi Supreme Leader (Ayatullah)
> >  nya bisa diganti enggak?  Bukannya seumur hidup dan hanya bertanggung
> >  jawab kepada Tuhan bukan kepada rakyat?  Ini teokrasi namanya.
> >
> >  Indonesia lebih demokratis karena memang kita sekarang ini negara
> >  demokrasi beneran bukan cuma namanya doang.
>


Kirim email ke