Puasa dan Produktifitas
http://eramuslim.com/ustadz/shm/7910140526-puasa-dan-produktifitas.htm
Senin, 10 Sep 07 15:02 WIB
Assalamu 'alaikum pak Ustadz, 
Begitu sering kita dapati sebagian umat Islam yang banyak tidur di siang
hari bulan Ramadhan, bahkan sampai meninggalkan kewajiban kerja dan merusak
disiplin yang telah ditetapkan perusahaan.
Mohon dijelaskan pak Ustadz, apakah memang demikian ketentuannya dari segi
syariah, yaitu bahwa di bulan Ramadhan memang waktunya untuk banyak tidur
dan mengurangi kerja serta produkfitas. Adakah hal itu memang dibenarkan
syariah?
Hal ini penting karena yang saya dapati dari kebanyakan teman-teman memang
suka tidur di siang hari bulan Ramadhan dengan alasan malamnya tarawih,
tahajud, bangun sahur dan seterusnya.
Sebelumnya saya ucapkan terima kasih atas jawaban ustadz
Wassalam
H Bondan
[EMAIL PROTECTED]

Jawaban
Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, 
Memang benar apa yang anda sampaikan bahwa salah satu cara penyikapan yang
perlu dikoreksi dari kebanyakan umat Islam adalah masalah banyak tidur di
kala puasa. Seolah-olah datangnya bulan Ramadhan menjadi legitimasi untuk
memperbanyak jam tidur siang. Walau pun hal itu terjadi pada jam-jam kerja
sehingga menjadikan jam kerja di bulan Ramadhan menjadi kurang produktif.
Hal seperti itu bisa kita lihat dari pemandangan yang kita lihat di masa
sekarang ini, di siang hari bulan Ramadhan, di mana masjid-masijd dipenuhi
oleh tubuh-tubuh bergelimpangan untuk tidur di jam-jam produktif. Sayangnya
melakukan hal itu dengan alasan karena malamnya melakukan shalat malam atau
karena bangun sahur.
Namun benarkah syariat Islam mendisain seperti itu? Mari kita lakukan
sedikit kajian.
Jadwal Shalat Malam
Sebenarnya kalau kita teliti lebih jauh, shalat malam tidak hanya dianjurkan
di dalam bulan Ramadhan saja, tetapi di luar Ramadhan pun sama juga
dianjurkan. Rasulullah SAW dan para shahabat terbiasa bangun di tengah malam
dan melakukan qiyamullail, bukan hanya di bulan Ramadhan saja tetapi juga di
luar bulan Ramadhan.
Namun kita juga tahu bahwa pada siang hari, Rasulullah SAW dan para shahabat
tetap bekerja di siang hari dan tetap produktif dalam kerjanya.Hal itu
dibuktikan dengan begitu banyaknya prestasi dan kemenangan yang mereka raih
selama bulan Ramadhan.
Lalu apa rahasianya?
Ada banyak hal yang menyebabkannya. Tetapi ada salah satu bahan pemikiran
yang barangkali berguna untuk kita renungkan.
Begini, kalau kita teliti nash-nash tentang jadwal siklus kehidupan yang
dijalankan oleh Rasulullah SAW dan para shahabat, ternyata memang ada
sedikit perbedaan cara puasa dan ibadah antara kita.
Ternyata Rasulullah SAW tidak tidur sebelum shalat 'Isya namun tidak suka
berbicara (begadang) setelah shalat 'Isya'. Dan itu banyak dijelaskan dalam
banyak riwayat. Lalu apa yang bisa kita tarik kesimpulan dari hal ini?
Seandainya kita di masa sekarang ini menerapkan konsep jadwal siklus
kehidupan seperti dalam riwayat di atas, mungkin hasilnya akan berbeda.
Cobalah setelah shalat Isya' jam 19.00 atau jam 20.00 malam, kita langsung
tidur, tidak nonton TV atau mengerjakan hal-hal lain.
Maka kalau kita hitung-hitung, ternyata kita akan tidur lebih awal dari
biasanya. Dengan tidur di waktu sesiang itu, kalau seandainya di tengah
malam kira-kira jam 02.00 atau jam 03.00 malam kita bangun untuk tahajjud,
secara matematis jam tidur kita sudah sangat cukup. Sudah sekitar 7 jam
lamanya. Dan tidak ada lagi alasan untuk mengantuk, baik setelah shubuh atau
pun di siang hari.
Sayangnya, justru yang sering kita lakukan justru sebaliknya. Kita terbiasa
tidur larut malam. Setelah shalat 'Isya' kita sering masih keluyuran ke sana
kemari, atau bahkan malah belum tiba di rumah.
Lalu anggaplah kita tidur jam23.00 atau jam 24.00 malam, lalu kita ingin
bangun shalat tahajjud atau bangun sahur, secara matematis ternyata kitabaru
tidur selama 2 atau 3 jam saja.
Secara perhitungan manusiawi normal umumnya, sangat logis kalau tubuh kita
minta tambahan jam tidur di siang hari, entah ba'da shubuh atau pun ba'da
shalat Dzhuhur.
Padahal kalau kita bisa atur jadwal seperti di atas, insya Allah tidak akan
ada masalah dengan jadwal tidur dan istirahat.
Jadwal Sahur Yang Tepat
Sebagian dari kita ada yang menjadikan bangun malam untuk makan sahur
sebagai penyebab untuk dimakluminya tidur di siang hari. Padahal kalau mau
ikut sunnah Rasulullah SAW, seharusnya bangun sahur tidak perlu dijadikan
alasan untuk mengantuk di siang hari.
Sebab yang disunnahkan ketika makan sahur itu adalah yang semakin dekat
dengan waktu shubuh. Katakanlah 15 menit sebelum masuk waktu shubuh sampai
setengah jam. Dengan demikian, kalau ada jam tidur malam kita yang terambil
untuk sahur, paling banyak hanya 30 menit saja. Dan seandainya kita tidur
agak awal setengah jam, maka hitung-hitungannya akan sama saja.
Dengan demikian, tidak ada alasan bagi kita untuk tidur di siang hari.
Karena jam tidur malam kita praktis tidak ada yang berkurang. Kecuali hanya
beberapa menit saja.
Sebaliknya, kalau kita sudah bangun sejak jam 2 malam untuk sahur dan
kemudian setelah itu tidak tidur lagi sampai shubuh, pastilah siangnya kita
akan mengantuk. Sebab secara perhitungan manusiawi, tubuh kita masih
kekurangan jam tidur.
Masalah Cara Pandang
Tetapi yang paling serius menyebabkan kebanyakan umat Islam tidur di siang
hari bulan Ramadhan dan menjadi tidak produktif adalah masalah cara pandang
yang keliru.
Selama ini, seolah semua pihak menjadi maklum kalau siang hari bulan
Ramadhan itu tidak produktif. Mereka maklum karena malam hari digunakan
untuk ibadah dan juga makan sahur.
Padahal cara pandang seperti ini tidak sepenuhnya benar. Buktinya, segudang
prestasi umat di masa lalu terjadi di bulan Ramadhan. Kalau mereka kerjanya
hanya 'molor' dan bermalas-malasan di siang hari, mustahil prestasi dan
kemenangan demi kemenangan bisa diraih.
Tetapi sekali lagi, masalahnya memang ada pada cara pandang yang keliru.
Selama cara pandang keliru itu masih bersemayam di otak kita, maka selama
itu pula kita aka kehilangan jam-jam produktif di siang hari selama bulan
Ramadhan.
Sejarah Prestasi Umat Islam di dalam Bulan Ramadhan
Bahkan ada begitu banyak catatan sejarah tentang prestasi umat Islam yang
terjadi di bulan Ramadhan. Di antaranya:
Perang Badar Kubra terjadi pada 17 di bulan Ramadhan tahun 2 hijriyah 
Fathu Makkah terjadi tanggal 21 bulan Ramadhan tahun ke-8 hijriyah 
Tersebar agama Islam pertama kali di negeri Yaman terjadi di bulan Ramadhan
tahun ke-10 hijriyah 
Perang Zallaqah terjadi pada bulan Ramadhan, tanggal 25 tahun 479 hijriyah 
Perang 'Ain Jalut terjadi pada tanggal 15 Ramadhan tahun 658 hijriyah 
Islam masuk ke Spanyol pertama kali pada 28 Ramadhan tahun 92 hijriyah, di
tangan Thariq bin Ziyad 
Dan sebenarnya masih banyak lagi berbagai prestasi umat Islam yang tercatat
dengan tinta emas sejarah, di mana semua terjadi justru di dalam bulan
Ramadhan.
Wasslamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, 
Ahmad Sarwat, Lc
------------------------------------------------
FW: [daarut-tauhiid] Tidurnya orang berpuasa itu ibadah? 
Posted by: "Irawati" [EMAIL PROTECTED] 
Mon Sep 10, 2007 3:31 am (PST) 


Posting ini sudah lama, berhubung sudah masuk bulan ramadhan, saya ingin
Membaginya untuk teman-teman.

Semoga bermanfaat..

Tidurnya Orang Berpuasa itu Ibadah?

Oleh Prof. KH. Ali Mustafa Yaqub, M.A.

Ada tiga kejadian menarik yang berkaitan dengan Hadis yang akan kita
Bahas ini. Pertama pada bulan Ramadhan, tahun 1968, di sebuah pesantren
Di pesisir utara Jawa Tengah, seorang santri selalu tidur pa­da
Siang hari Ramadhan. Padahal para santri lainnya ramai-ramai mengikuti
Pengajian kitab kuning yang khusus diadakan pada setiap bulan Ramadhan.
Istilah pesantrennya, Ngaji Pasaran.

"Kang, bangun Kang, ngaji,? Begitu kata seorang temannya
Mem­bangunkan. "Biarkan saja, tidurnya orang yang berpuasa itu 'kan
Iba­dah,? Begitu kata kawan santri yang lain seolah membela santri
Yang sedang tidur itu. Dan tampaknya, ungkapan kawan yang membela itu
Bukan sekadar ungkapan biasa, karena di kalangan para santri itu populer
Sebuah Hadis yang menyebutkan seperti itu.

Diskusi di London

Lain lagi dengan kejadian yang kedua ini yaitu yang terjadi pada musim
Panas tahun 1978 di London Inggris. Seorang mahasiswa Indonesia yang
Belajar di salah satu negara di Timur Tengah berlibur musim panas di
Kota super modern yang penuh dengan kebun-kebun raya itu. Ia menjadi
Tamu seorang Home Staff KBRI (Kedutaan Besar Republik Indonesia) di
London.

Karena waktu itu bulan Ramadhan, maka pada pagi hari maha­siswa
Tadi tidur di rumah. Sedangkan tuan rumah pergi ke KBRI. Agak siang,
Mahasiswa tadi bangun dan selanjutnya bersama kawannya yang juga
Mahasiswa di Timur Tengah keluar, berjalan-jalan melihat Kota London.
Menjelang sore, ketika tuan rumah belum pulang dari KBRI, mahasiswa tadi
Sudah pulang ke rumah, kemudian sambil menunggu sore ia tidur lagi.

Ketika tuan rumah pulang petang hari dan dilihatnya mahasiswa tadi
Tidur seharian, ia berkata, "Kalau puasa hanya tidur saja, anak kecil
Juga bisa..? Mendengar sindiran itu mahasiswa tadi berkomentar, "Orang
Berpuasa itu tidurnya saja dinilai ibadah. Begitu kata sebuah Hadis.?

"Ah, mana mungkin begitu,? Kata tuan rumah, "Orang tidur kok
Beribadah. Ini berarti tidurnya saja sudah mendapatkan pahala, padahal
Orang beribadah itu mendapat pahala karena ia menghadapi tantangan dan
Godaan. Lantas, orang yang tidur itu apa tantangan dan godaannya??
Katanya memberikan alasan.

"Tetapi banyak yang mengatakan ungkapan itu sebuah Hadis,? Jawab
Mahasiswa tadi. "Lha ini, Sampeyan ini 'kan mahasiswa dan belajar agama
Islam di Timun Tengah. Seharusnya sampeyan meneliti Hadis itu. Apa benar
Itu sebuah Hadis?? Kata tuan rumah tadi mengharapkan kepada tamunya.

Itulah dua kejadian yang sangat berjauhan baik dari segi waktu maupun
Tempat. Namun demikian, kedua kejadian itu mempunyai topik yang sama,
Yaitu Hadis tidurnya orang berpuasa itu merupakan ibadah.

Narasumber di Televisi

Kejadian ketiga baru saja pada bulan Ramadhan 1423 H yang lalu. Di
Sebuah stasiun televisi, seorang yang berpangkat Kiai Haji dan namanya
Tidak dikenal di kalangan masyarakat umum, menjadi nara­sumber untuk
Acara yang disiarkan pada siang hari. Sementara sebagai pembawa acara
Ditampilkan seorang artis sinetron yang namanya juga tidak begitu
Kondang.

Kata pembawa acara, "Pak Kiai,? Begitu ia menyapa narasumber.
"Sebenarnya apa keutamaan bulan Ramadhan itu?? Pak Kiai yang saat itu
Mengenakan peci putih dan lehernya dililit surban menjawab dengan penuh
Percaya diri bahwa keutamaan bulan Ramadhan itu ada lima macam. Kemudian
Ia mengatakan, "Dalam sebuah Hadis, Nabi Muhammad Saw mengatakan bahwa
Tidurnya orang yang berpuasa itu merupakan ibadah, diamnya saja sama
Dengan membaca tasbih. Pahala amalnya dilipatgandakan, doanya
Dikabulkan, dan dosanya diampuni.? Itulah keutamaan bulan Ramadhan,?
Kata narasumber tadi tanpa sedikit pun ragu-ragu bahwa Hadis yang dia
Sampaikan itu adalah Hadis yang bermasalah. Sementara sang artis yang
Menjadi pembawa acara sekaligus pewawancara tadi manggut-manggut saja.

Tidak Populer

Hadis yang disebut-sebut di tiga tempat di atas itu layaknya merupakan
Hadis populer karena banyak orang mengetahuinya. Namun ternyata Hadis
Tersebut tidak tercantum dalam kitab-kitab Hadis populer. Hadis itu
Diriwayatkan oleh Imam al-Baihaqi dalam kitabnya Syu'ab al-Iman,
Kemudian dinukil oleh Imam al-Suyuti dalam kitabnya al-Jami al-Shaghir?

Teks lengkap Hadis tersebut adalah sebagai berikut:

"Tidurnya orang yang berpuasa itu ibadah, diamnya adalah tasbih,
Amalnya dilipatgandakan (pahalanya), doanya dikabulkan, dan dosanya
Diampuni.?

Hadis Palsu

Menurut Imam al-Suyuti, kualitas Hadis ini adalah dha'if (lemah). Bagi
Orang yang kurang mengetahui ilmu Hadis, pernyataan Imam al-­Suyuti
Ini dapat menimbulkan salah paham, sebab Hadis dha'if itu secara umum
Masih dapat dipertimbangkan untuk diamalkan. Sedangkan Hadis palsu
(maudhu), semi palsu (matruk), dan atau munkar tidak dapat dijadikan
dalil untuk beramal sama sekali, hatta sekedar untuk mendorong amal-amal
kebajikan (fadhail al-a'mal).

Kesalahpahaman itu akan segera hilang manakala diketahui bahwa Hadis
palsu dan sejenisnya itu merupakan bagian dari Hadis dha'if. Karenanya,
suatu saat, Hadis palsu juga dapat disebut Hadis dha'if. Walau
bagaimanapun Imam aI-Suyuti akhirnya menuai kritik juga dari para ulama
atas pernyataannya itu, karena beliau dianggap tasahul (mempermudah)
dalam menetapkan kualitas Hadis. Salah satunya adalah dari Imam Muhammad
Abd al-Ra'uf al-Minawi dalam kitabnya Faidh al-Qadir yang merupakan
kitab syarah (penjelasan) atas kitab al-­Jami al-Shaghir.

Al-Minawi menyatakan bahwa pernyataan aI-Suyuti itu memberikan kesan
bahwa Imam al-Baihaqi menilai Hadis tersebut dha'if, padahal masalahnya
tidak demikian. Imam al-Baihaqi telah memberikan komentar atas Hadis di
atas, tetapi komentar Imam al-Baihaqi itu tidak dinukil oleh imam
al-Suyuti. Imam al-Baihaqi ketika menyebutkan Hadis tersebut, beliau
memberikan komentar atas beberapa rawi yang terdapat dalam sanadnya.

Menurut Imam al-Baihaqi, di dalam sanad Hadis itu terdapat
nama­-nama seperti Ma'ruf bin Hisan, seorang rawi yang dha'if, dan
Sulaiman bin Amr al-Nakha'i, seorang rawi yang lebih dha'if daripada
Ma'ruf. Bahkan menurut kritikus Hadis al-Iraqi, Sulaiman adalah seorang
pendusta. Demikian Imam al-Baihaqi seperti dituturkan oleh al-Minawi.

Al-Minawi sendiri kemudian menyebutkan beberapa nama rawi yang
terdapat dalam sanad Hadis di atas, yaitu Abd al-Malik bin Umair,
seorang yang dinilai sangat dha'if. Namun rawi yang paling parah
kedha'ifannya adalah Sulaiman bin Amr al-Nakha'i tadi, yang dinilai oleh
para ulama kritikus Hadis sebagai seorang pendusta dan pemalsu Hadis.

Perhatikan penuturan para ulama berikut ini. Menurut Imam Ahmad bin
Hanbal, Sulaiman bin Amr al-Nakha'i adalah pemalsu Hadis. Yahya bin
Ma'in menyatakan, "Sulaiman bin Amr dikenal sebagal pemalsu Hadis.?
Bahkan dalam kesempatan lain, Yahya bin Ma'in mengatakan, "Sulaiman bin
Amr adalah manusia paling dusta di dunia ini.? Imam al­Bukhari
mengatakan, "Sulaiman bin Amr adalah matruk (Hadisnya semi palsu
lantaran ia pendusta). Sementara Yazid bin Harun mengatakan, "Siapa pun
tidak halal meriwayatkan Hadis dari Sulaiman bin Amr.?

Imam Ibnu Adiy menuturkan, "Para ulama sepakat bahwa Sulai­man bin
Amr adalah seorang pemalsu Hadis.? Ibnu Hibban mengata­kan,
"Sulaiman bin Amr al-Nakha'i adalah orang Baghdad, yang secara
lahiriyah, dia adalah orang yang shalih, tetapi ia memalsu Hadis.
Sementara Imam al-Hakim tidak meragukan lagi bahwa Sulaiman bin Amr
adalah pemalsu Hadis.

Keterangan-keterangan ulama ini cukuplah sudah untuk menetapkan bahwa
Hadis di atas itu palsu.

Beraktivitas Malam Hari

Tampaknya Hadis di atas itu telah berdampak buruk bagi perilaku
sebagian masyarakat Islam, khususnya di Indonesia. Banyak orang berpuasa
tetapi tidak mau bekerja pada siang hari. Mereka banyak tidur-tidur
saja. Alasannya, itu tadi, mereka menyebut-nyebut Hadis bahwa tidurnya
orang yang berpuasa itu adalah ibadah.

Memang benar, orang yang berpuasa itu meskipun tidur, ia tetap akan
mendapatkan pahala. Tetapi pahala itu diperolehnya lantaran puasanya
itu, bukan lantaran tidurnya. Memang, tidur pada siang hari itu akan
mendapatkan pahala, apabila hal itu dilakukan agar yang bersangkutan
dapat melakukan ibadah dan aktivitas pada malam hari. Tetapi hal ini
tidak ada kaitannya dengan ibadah puasa.

Dan setelah diketahui bahwa Hadis itu palsu, maka mudah-mudahan ia
tidak akan beredar dan disebut-sebut lagi di masyarakat, khususnya oleh
para da'i dan muballigh. Dan ini pada gilirannya mereka yang berpuasa
tetap beraktivitas seperti biasa, tidak berlomba­-lomba tidur pada
siang hari.***

(sumber: Hadis-hadis Bermasalah, oleh Prof. KH. Ali Mustafa Yaqub,
M.A., Penerbit Pustaka Firdaus, 2003. Ali Mustafa Yaqub adalah pakar
ilmu hadis, pengasuh Pesantren Luhur Ilmu Hadis Darus Sunnah, Ciputat,
Jakarta dan Guru Besar Ilmu Hadis Institut Ilmu Al-Quran (IIQ) Jakarta.
Semoga beliau dan penerbit tidak berkeberatan tulisannya saya posting di
Internet).

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke