Mbak lina mau nyaleg toh ? Wah, udah telat sebulan dua bulan tuh. Kok baru 
sekarang tanya ..... :))




Sent from my BlackBerry� wireless device from XL GPRS network

-----Original Message-----
From: "Lina Dahlan" <[EMAIL PROTECTED]>

Date: Fri, 19 Sep 2008 11:42:38 
To: <wanita-muslimah@yahoogroups.com>
Subject: [wanita-muslimah] Re: Menolak RUU Pornografi Berarti Keliru Berpikir


Saya jadi ingin tanya yang mungkin merupakan pertanyaan SMP dulu! Apa 
sih syarat dan kriteria jadi anggota DPR itu? Gak ada fit n proper 
test nya ya? Kok anggota DPR ngomongnya kayak gitu, padahal gaji 
mereka gede ya? tiap sidang ada duitnya.

Mungkin juga seharusnya yang menolak satu suara, yaitu soal kualitas 
RUUnya. Kadang saya melihat yang nolak juga buat alasan2 gak logis 
ato alasan yang remeh-remeh gitu.

Soal instrumen hukum lainnya, katanya sudah ada KUHPnya ya, mbak? 
Cukup itu aja yang di maksimalisasikan pelaksanaannya?

wassalam,
--- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, "h.s nurbayanti" 
<[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
> Menurut saya, itu karena kita terbiasa mempolarisasikan segala 
sesuatu.
> Gara-gara satu kata doang, "tolak".  Dianggap punya menganggap 
pengaturan
> soal pornografi tidak perlu.
> Kemarin waktu ke DPR, ada lho anggota DPR yg ngomong gini:
> "Emangnya kamu mau jadi pelacur?" atau
> "Emangnya kamu mau saya telanjangi?"
> puasanya mereka batal gak ya, ngomong begitu? hehehe...
> 
> padahal arus menolak tadi perlu dilihat sbg kritik yg bunyinya:
> kalau bikin kebijakan yg bener, nape??? :-)
> bukan soal isu apakah kita bermoral atau tidak, tapi kualitas dari 
RUUnya.
> 
> kekeliruan yg perlu diluruskan adalah...
> kalau menyelesaikan pornografi harus nunggu RUU Pornografi itu 
diselesaikan
> padahal gak gitu.. ada instrumen2 hukum lain yg bisa digunakan, 
sambil
> menunggu peraturan yg lebih kuat
> meskipun peraturannya ada yg obsolete sehingga sanksinya dianggap 
terlalu
> kecil
> meskipun peraturannya ada yg legal draftingnya sangat lemah...
> tapi kan hakim punya kewajiban untuk peka thd konteks sosial 
masyarakat
> kalau penghapusan pornografi anak dianggap penting, gak harus 
nunggu RUU
> POrnografi disahkan bukan?
> 
> Mungkin yg perlu dilakukan sekarang adalah menginformasikan ke 
masyarakat
> instrumen2 hukum apa aja yg bisa dipakai? bagaimana cara 
menggunakannya?
> bagaimana strateginya untuk menggunakannya sbg tekanan publik ke 
pemerintah
> mengeluarkan kebijakan yg mungkin levelnya bukan UU tapi setidaknya
> melokalisir materi2 itu agar tidak terjamah anak2.
> 
> diskusi soal alternatif2 lain ini yg perlu didorong...
> karena demokrasi membuka dialog soal alternatif2 dan pilihan2.
> termasuk pilihan solusi...
> 
> 
> 
> 2008/9/19 Lina Dahlan <[EMAIL PROTECTED]>
> 
> >   --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com<wanita-muslimah%
40yahoogroups.com>,
> > "h.s nurbayanti"
> >
> > Hmm media punya tugas untuk me"mayoritas"kan mereka yang tlh
> > di"minoritas"kan itu dong ya?. Kan moga2 kalo media kita sehat 
bisa
> > membuat diskusi sehat menjadi tradisi di negeri ini.
> >
> > Lalu, knapa segitu banyak orang di DPR yang punya "stigma miring" 
tsb
> > menjadi mayoritas ya?
> >
> > Kayaknya kaum minoritas harus ubah strategi neh, mbak...:-)
> >
> > wassalam,
> >
> >  
> >
> 
> 
> [Non-text portions of this message have been removed]
>





[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke