Makanya gak ada urusannya sebetulnya nama marga dengan feodal atau tidak.
Kaisar Jepang itu namanya tanpa marga.
Yang lain malah harus pake marga, supaya kelihatan...

Orang yang masih mengagung-agungkan marga itu sudah ketinggalan jaman, jadul!
Banyak orang Eropa juga, terutama orang tuanya memang masih jadul! 
Deep down inside itu rasis tulen!
Tidak pernah ada bangsa di dunia yang rasisnya separah seperti bangsa Eropa,
dan itu terjadi kurang dari satu abad yang lalu!!!

Soal waris juga tidak mengharuskan harus pake nama, yang penting pencatatan.
Yang pake nama Anderson, itu bisa related satu sama lain.
Smith dulunya mungkin tukang besi.
Stein dulunya mungkin tukang batu.
Gayanya saja seperti terhormat...

Administrasi teratur tidak mengharuskan nama pake marga.
Ya administrasinya saja yang teratur.

Soal Istri, itu kan Eyang HMNA saja...
Dalam soal ini sebetulnya barat sama saja... begitu kawin perempuan jadi 
property.. pindah keluarga
Baru tahun 60-an setelah gender baru mulai berubah kan?

Padahal tidak begitu tuntunan Islam, 
lihat Aisyah tetap saja dia anaknya Abu Bakar,
bgt difitnah, dan Rasulullah ragu-ragu, enteng saja dia pulang ke rumah orang 
tuanya.




  ----- Original Message ----- 
  From: sunny 
  To: wanita-muslimah@yahoogroups.com 
  Sent: Sunday, February 21, 2010 1:29 AM
  Subject: Re: [wanita-muslimah] Re: Tirani Mayoritas


    
  Sebagaian dari zaman feodal juga ada praktek satu nama. Pada zaman-zaman tsb 
yaitu yang memakai nama marga adalah kaum bangsawan saja. 

  Satu nama itu bukan saja khusus untuk orang di Jawa tetapi di Asia maupun di 
Europa. Kemudian dengan hilangnya perbudakan dan juga feodal dan administrasi 
negara mulai teratur serta meningkatnya tuntutan emansipasi manusia yaitu tiap 
orang mempunyai hak dalam hal ini juga hak ahliwaris maka tiap diharuskan 
memiliki nama marga atau yang disebut juga nama keluarga. 
  Di ngeri-negeri Skandinavia misalnya nama marga Andersson yang kalau diteliti 
artinya anak laki-laki dari Anders. Samahalnya dengan nama Soekarnoputri 
artinya putri dari Soekarno. Di Island mirip juga nama demikian, mislannya 
Helena Gunnardottir, artinya Helena putri dari Gunnar. Kalau tak salah di 
negeri-negeri Arab pun mirip demikian. 

  Mengenai nama marga itu penting khusus mengenai hak warisan. Salah seorang 
keluarga pernah bekerja di kapal sebagai telegrafis. Ceritanya dalam konvoi 
dari New York ke Inggris pada waktu perang dunia II, kapalnya ditorpedo dan dia 
turut dengan kapalnya kedasar laut pada tahun 1943. Oom ini punya gaji dia 
tabung di Lloyd Bank di Inggris. Seluruh family tahu orangnya telah mati. Tidak 
ada yang pikir tentang hartanya. Tetapi pada tahun 1979, kebetulan ada salah 
seorang keponakan yang berusuan dengan Lloyd Bank di Inggris, pihak bank lihat 
nama marganya sama dengan namamarg orang yang punya simpanan. Ditanya apakah 
ada hubungan keluarga. Dia juga tidak tahu, tetapi setelah diselidiki memang 
satu keluarga. Keponakan tsb terima itu harta gaji simpanan, beberpa ribu 
pound. Jahatnya, dia tidak cerita. Dia makan sendiri harta tsb, tetapi rupanya 
mau tebus dosa waktu sakit dan menjelang matinya, baru dia cerita.

  Istri harus pakai nama suami, juga karena tradisi peninggalan masa lalu. 
Bukankah dikatakakan isteri menjadi tanggung jawab suami? Dalam agama Islam itu 
jelas, pak HMNA tahu ayat-ayatnya, karena pernah diterangkan di WM setahun atau 
dua tahun lalu. 

  Sekarang di banyak negeri teristimewa di Eurpa dalam perkawinan isteri bisa 
memakai nama marganya jadi tidak perlu ganti nama marga ikut nama marga sang 
suami. 

  Di Jepang orang laki bisa ikut nama marga isteri atau sebaliknya, tetapi 
sekarang sedang disuarakan untuk dirubah agar wanita atau isteri boleh 
mempertahankan nama marganya bila menikah.

  Kalau mengenai suku itu lain masalahnya. Suku itu terkait lokasi geografis, 
makin lama sesorang berdiam secara turun temurun disuatu lokasi, dia bahagian 
dari daerah atau lokasi tsb. Menghilang atau tidak tergantung dari politik 
ekonomi negara mensejahterakan yang disebut suku itu.

  ----- Original Message ----- 
  From: Ary Setijadi Prihatmanto 
  To: wanita-muslimah@yahoogroups.com 
  Sent: Saturday, February 20, 2010 5:29 AM
  Subject: Re: [wanita-muslimah] Re: Tirani Mayoritas

  Nah Om Ambon,

  Jadi yang relik feodal itu yang "nama tanpa marga" atau yang "nama pake 
marga"?

  Raja Jepang itu satu2nya orang jepang yang namanya gak pake marga.
  Istri harus ikut nama marga suami apa bukan feodal?
  Eropa itu isinya cuman gontok-gontokan keluarga doang.

  Marga itu kan relik jaman suku-suku...
  Saya kira sih ke depan akan hilang dan tidak relevan lagi...

  ----- Original Message ----- 
  From: sunny 
  To: wanita-muslimah@yahoogroups.com 
  Sent: Saturday, February 20, 2010 7:28 AM
  Subject: Re: [wanita-muslimah] Re: Tirani Mayoritas

  Sedikit ceita. Dulu pada abad 18 banyak orang Jawa di datangkan ke Ambon dan 
sekitarnya. Karena mereka pada umumnya hanya satu nama, maka diwajibkan tambah 
nama keluarga. Umumnya nama keluarga yang dipakai ialah nama tempat asalnya 
atau namanya itu dijajadikan nama keluarga. Contontohnya Soewito Djokja, Umar 
Cheribon, etc.Hanya satu keluarga yang pakai Tjokro sebagai nama keluarga, 
karena keturunan bangsawan.

  ----- Original Message ----- 
  From: Achmad Chodjim 
  To: wanita-muslimah@yahoogroups.com 
  Sent: Saturday, February 20, 2010 12:50 AM
  Subject: Re: [wanita-muslimah] Re: Tirani Mayoritas

  Artinya, kalau itu berlaku umum, ya tidak perlu kita curiga yang bersifat 
  SARA. Ternyata pelarangan pencantuman nama marga itu berlaku bagi siapa 
  saja, bukan dikarenakan kekuasaan atau suku mayoritas.

  Wassalam,

  chodjim

  ----- Original Message ----- 
  From: "Dwi Soegardi" <soega...@gmail.com>
  To: <wanita-muslimah@yahoogroups.com>
  Sent: Thursday, February 18, 2010 11:30 PM
  Subject: Re: [wanita-muslimah] Re: Tirani Mayoritas

  > Saya baru ingat waktu mengurus akte kelahiran anak saya (lahir di 
  > Jakarta),
  > di formulir saya cantumkan nama keluarga,
  > tapi akte jadinya cuma ada nama dia sendiri.
  > Kata petugas memang begitu aturannya, kan sudah ada nama bapaknya di situ.
  >
  > lho saya yang orang Jawa juga "dilarang" tuh pake marga :-)
  > dan yang melarang orang Jakarta (entah lupa etnis apa petugasnya)
  >
  > Tapi kan tidak ada larangan untuk kemudian mencatumkan nama marga itu
  > untuk KTP, Kartu Keluarga, daftar sekolah, dll ......
  >
  >
  > 2010/2/18 Achmad Chodjim <chod...@gmail.com>
  >
  >>
  >>
  >> Pertanyaan saya... Apakah tidak mencantumkan marga pada akte kelahiran 
  >> itu
  >> juga berlaku di Sumatra Utara? Kalau hal ini juga berlaku di sana, 
  >> berarti
  >> larangan pencantuman marga itu tidak disebabkan oleh orang Jawa.
  >>
  >> Menurut kultur Jawa (saya sendiri berkultur Jawa), penghilangan marga itu
  >> merupakan tanda kesetaraan warga. Semua manusia sama derajatnya di 
  >> hadapan
  >> Tuhan, sehingga mengunggulkan marga terhadap pihak lain itu sama sekali 
  >> tak
  >> elok! Sehingga, bukan hanya orang Jawa yang tidak menggunakan marga, 
  >> seluruh
  >> suku di P. Jawa tak ada yang memasang nama marga bahkan dalam ajaran 
  >> Islam
  >> pun tak ada marga.
  >>
  >> wassalam,
  >>
  >> chodjim
  >>
  >>
  >> ----- Original Message -----
  >> From: rafinaharahap
  >> To: wanita-muslimah@yahoogroups.com <wanita-muslimah%40yahoogroups.com>
  >> Sent: Thursday, February 18, 2010 12:55 AM
  >> Subject: [wanita-muslimah] Re: Tirani Mayoritas
  >>
  >> Tirani mayoritas di Indonesia = orang Jawa = 40% = KB gagal di Jawa
  >> (penelitian BKKBN) sehingga jumlah orang Jawa semakin mayoritas . Teman
  >> antrolopog meneliti soal ini dan dia tidak mengerti mengapa orang-orang 
  >> Jawa
  >> kelas bawah (miskin dan kurang berpendidikan) gemar berkembang biak?
  >>
  >> Di akte kelahiran saya dan adik-adik, tidak tercantum marga, konon hukum 
  >> di
  >> sini tidak membenarkan penggunaan marga di akte kelahiran. Sekarang, 
  >> sesudah
  >> reformasi, teman Batak juga kesulitan menggunakan marga di akte kelahiran
  >> anaknya. Mentang-mentang mayoritas, orang Jawa 40%, apakah catatan sipil 
  >> di
  >> negara ini harus mengikuti kultur Jawa yang tidak mengenal marga? Masakan
  >> kami yang minoritas harus mengikuti kultur mayoritas?
  >>
  >> rafina
  >>
  >> --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com 
  >> <wanita-muslimah%40yahoogroups.com>,
  >> "ah-mbel-ah" <eyang_mbelge...@...> wrote:
  >> >
  >> > Negara yang dikendalikan oleh 'tiran mayoritas' ini secara sistematik
  >> tapi pelan-pelan ingin menghancurkan apapun yang berbeda
  >>
  >> [Non-text portions of this message have been removed]
  >>
  >>
  >>
  >
  >
  > [Non-text portions of this message have been removed]
  >
  >
  >
  > ------------------------------------
  >
  > =======================
  > Milis Wanita Muslimah
  > Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
  > Twitter: http://twitter.com/wanita_muslimah
  > Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
  > ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
  > Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
  > Berhenti mailto:wanita-muslimah-unsubscr...@yahoogroups.com
  > Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejaht...@yahoogroups.com
  > Milis Anak Muda Islam mailto:majelism...@yahoogroups.com
  >
  > Milis ini tidak menerima attachment.Yahoo! Groups Links
  >
  >
  >

  [Non-text portions of this message have been removed]

  [Non-text portions of this message have been removed]

  [Non-text portions of this message have been removed]



  

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke