Tahun tahun penuh warna.......sukris masih SD kelas 5,
cuman bisa "nowel" peterjun RPKAD yang baru mendarat
di lapangan Manahan Solo ,pelipis si para komando 
berdarah-darah karena terluka saat mendarat....di
tahun yang sama para perintis olahraga terjun payung
sipil (YON I/YON II ITB & Unpad)  sedang "gelo"-2
nya............sungguh kami berhutang banyak kepada
om-2 semua........

salam,

sukris 


sukaku di angkasa biru,
dukaku di langit kelabu ……  (Trisnoyuwono)
(kliping Harian Pikiran Rakyat, Bandung, 28 Juli 1987
oleh Aves #050)
 
Didirikan 18 tahun yang lalu 28 Juli 1969 di rumah
Triawan (Wangki) Saleh (# 009), Jalan Purnawarman 44
Bandung, amat sederhana tanpa tumpengan, tanpa upacara
tapi dengan semangat yang menggebu-gebu.
AVES didirikan lebih dulu dari organisasi induk
kedirgantaraan FASI, pemrakarsanya beberapa mahasiswa
ITB dan seorang wartawan, minat mereka terhadap olah
raga terjun payung sangat besar sekali, dengan
keyakinan bahwa olahraga dirgantara ini sangat cocok
untuk pembinaan fisik dan mental generasi muda saat
itu dengan prospek yang cerah. Tanpa terlalu lama di
diskusikan, mereka sepakat memakai nama “AVES” dan
selanjutnya mufakat memilih Akhmad Bukhari (Djoni)
Saleh sebagai Ketua Umum.
 
Modal Seorang Peterjun Tua.
Ketika itu AVES hanya bermodalkan seorang peterjun
bebas yang sudah berumur 44 tahun, lulusan Pendidikan
Freefall Pusdik Passus TNI-AD / RPKAD Batujajar, saat
itu ssatu-satunya peterjun bebas pertama non-ABRI, ia
bekas Sersan Mayor Keskoterr (Kesatuan Komando Tentara
& Territorium) III/SLW, cikal bakal RPKAD, ia termasuk
salah seorang peterjun TNI-AD pertama, lulusan Para
Dasar 1950/1951 TNI-AU Lanud Husein Sastranegara
(Andir), ia adalah sastrawan, wartawan, peterjun
Trisnoyuwono.
Sebagai kehormatan para mahasiswa ITB itu, Pak Tris
(panggilan akrabnya) ditetapkan sebagai anggota AVES
pertama yaitu AVES # 001, selanjutnya nomor
keanggotaan diurutkan berdasarkan abjad.
#002 Adnan Basiruddin Mokodompit, #003 Akhmad Bukhari
Saleh, #004 Arifin Panigoro, #005 Dikdik Hasan, #006
Hardisoesilo, #007 Prabowo Trisna Edhie, #008 Syahriel
Anwar dan #009 Triawan Saleh.
Setelah AVES didirikan, ternyata banyak mahasiswa yang
berminat menjadi anggota, para anggota berikutnya
adalah, #010 Aryanto Saleh, #011 Budiono
Kartohadiprodjo, #012 Priyatna Kusumah, #013 Rubianto
Ramelan, #014 Sutrisno, #015 Syarif Ahmad Barmawi.
 
Penuh Risiko.
Masa perintisan berat dan penuh risiko, usaha yang
tidak henti-hentinya dan sangat melelahkan untuk
mendapatkan izin mengikuti pendidikan freefall di
berbagai lembaga ABRI yang hasilnya nol besar dan
sia-sia, dan hal tersebut kadang-kadang menimbulkan
rasa putus asa, tapi mereka terus berusaha pantang
mundur apapun taruhannya, pokoknya bisa freefall.
Mulailah perintisan Perkumpulan Terjun Payung AVES
yang menggerogoti urat syaraf, setelah dua tahun
berdiri, mereka yang anggota Mahawarman hanya bisa
mengikuti Pendidikan Para Dasar TNI-AD, para pendiri
dan pendukung AVES tidak juga patah semangat, mereka
berusaha terus, meskipun sebagian sudah berkesimpulan
mustahil.
Meskipun sudah jelas-jelas mustahil, kecuali jika
mengikuti pendidikan freefall di luar negeri, setelah
kasak-kusuk dan tidak terlepas dari kebingungan, maka
akhirnya mereka berketetapan untuk membentuk Tim AVES
menjelang Kejurnas Terjun Payung I/1972, melalui
proses yang rumit karena banyaknya mahasiswa yang
bersedia secara sukarela masuk Tim (karena keinginan
yang sangat besar untuk freefall), supaya adil dipilih
2 orang mahasiswa ITB dan 2 orang mahasiswa UNPAD dan
kemudian terbentuk-lah team AVES yang terdiri dari
lima peterjun.
Risikonya sangat besar, tapi atas tanggung jawab
sendiri, mereka bersedia terjun tanpa latihan!
Tidak ada yang membayangkan mati konyol dalam
penerjunan sinting yang direncana-kan, tapi tidak bisa
ditawar apapun lagi, pokoknya terjun bebas!  Walaupun
tanggung jawab masing-masing, bila terjadi sesuatu
yang tidak diinginkan, maka yang tertualah biang
keladinya yang paling bertanggung jawab.
Pak Tris tidak mau mengecewakan mereka yang sudah
bertekad bulat, rela meng-korbankan apa saja, dalam
perintisan selalu penuh risiko.
Tim pertama dalam sejarah terjun payung AVES dan
non-ABRI di Indonesia adalah :
1.      Trisnoyuwono #001 
2.      Arifin Panigoro #004 
3.      Prabowo Trisna Edhie #007 
4.      Priyatna Kusumah #012 
5.      Syarif Ahmad Barmawi #015 
Cerita berikutnya, dibentuknya Tim tersebut sebenarnya
erat hubungannya dengan pendidikan dan latihan terjun
bebas Kopasgat/Paskhas TNI-AU yang sedang di
selenggarakan dalam menghadapi Kejurnas Terjun Payung
I/1972 itu juga, bagaimanapun caranya mereka akan
berusaha ikut terjun dalam latihan tersebut dan
kemudian tampil dalam Kejurnas.
Untuk mendapatkan izin terjun, setidaknya harus
menghadap Danjen Kopasgat waktu itu, Kolonel Soetoro,
dan harus pula memohon pinjaman parasut (IRVIN 7-TU),
karena AVES memang belum punya apa-apa.
Bagaimana caranya supaya mendapatkan izin terjun dan
pinjaman parasut ??
Mereka terus kasak-kusuk ….
Sementara itu, walaupun belum ada kepastian
sedikitpun, Pak Tris bertindak sebagai instruktur
darurat, memberikan kursus kilat …., bagaimana melipat
dan menggunakan parasut dan peralatannya, bagaimana
exit dari pesawat Dakota C-47, melayang, mencabut
handle, mengatasi kesulitan, mengemudikan parasut
setelah mengembang, mendarat dan berusaha menginjak
dead center dengan literatur dari majalah terjun.
Setelah terus menerus berencana, maka diputuskanlah
Tim AVES akan menghadap Danjen Kopasgat, mungkin akan
berhasil tapi harus nekad, macam-macam rencananya tapi
bila berterus terang, tidak akan mungkin berhasil,
jadi harus bagaimana ???
 
Bohong tak tangung-tanggung.
Segalanya sudah diputuskan, kalau memang harus ada
korban, semuanya sudah punya ketetapan hati, bulat
tekad dan nekad!
Pada awal April 1972, Pak Tris dengan sepeda reyotnya
menuju Mabes Kopasgat TNI-AU di Lanud Husein
Sastranegara, ia bersahabat dengan Kolonel Soetoro
oleh karena itu segera bisa menghadap, bagaikan
seorang (penipu) profesional ia menjelaskan segala
sesuatunya dan Pak Toro langsung memberikan izin dan
pinjaman parasut, gilee …
Setelah pamit, Pak Tris pergi sambil
berjingkrak-jingkrak, namun hatinya masih tetap
terganggu, sebab sudah berbohong dan terbayang
kemungkinan kecelakaan 50% ……
Perintisan memang berat!
Ia berbohong kepada Danjen Kopasgat, bahwa para
anggota Tim AVES sudah pernah latihan freefall di
Thailand dan Amerika Serikat, meskipun risiko
tanggungan masing-masing, Pak Tris lah pencetus
gagasan itu dan sekaligus pelakunya, tapi apapun
akibat nya, tekadnya sudah bulat.
Pagi-pagi sudah nongkrong di Lanud Husein Sastranegara
menemui pelatih utama Kopasgat, Serma Jusman Effendi,
mendengarkan kebohongan Pak Tris, Pak Jusman antusias,
“Silahkan terjun duluan …” nah lo!

 
Penerjunan paling mendebarkan.
Pipin (Arifin Panigoro), Edibowo (Prabowo T. Edhie),
Iyat (Priyatna Kusumah) dan Syarif (Syarif Barmawi)
sudah siap, mereka diperlengkapi dengan parasut Irvin
7-TU dengan otomat KAP-3 tanpa altimeter (da teu boga,
heuheuy deuh…), wajah-wajah mereka tidak sedikitpun
mencerminkan rasa takut ….
Saat menaiki Dakota, bersama-sama para anggota
Kopasgat senior maupun siswa lanjutan, mereka tampak
gembira, Pak Tris sudah duduk duluan di dekat pintu
Dakota, tidak seperti biasanya ia lebih banyak diam
karena rasa waswas yang terus membebaninya, ia berdoa
supaya selamat dan terbukalah pintu bagi para
mahasiswa untuk mengembangkan olahraga dirgantara 
yang mereka cita-citakan.
Dakota take off melewati kota Bandung, tak lama
kemudian terdengar bel berbunyi, sudah pada ketinggian
3500 kaki dan Pak Tris harus menerjunkan anggota
Tim-nya, Pak Jusman mengacungkan jempolnya dan
persiapan dimulai.
Peterjun pertama Iyat, lalu Pipin, disusul Syarif,
terakhir Edibowo, ke-4 mahasiswa itu mempersiapkan
diri biasa-biasa saja, dan yang gugup justru Pak Tris
sendiri.
Tibalah saatnya meloncat …. “Go!”
Iyat meloncat, Pak Tris di pintu Dakota bengong
melihat Iyat melayang stabil, kemudian mencabut handle
dan parasut mengembang.
Giliran Pipin! Ia melepaskan diri dari Dakota, lalu
berguling-guling di angkasa …. tapi parasutnya
mengembang sempurna, lalu Syarif kemudian disusul
Edibowo, juga demikian berguling-guling di angkasa
dulu sebelum parasutnya mengembang dengan sempurna.
Keempatnya jelas belum bisa terjun, dan saat Dakota
meninggi ke 8000 kaki, Pak Jusman sambil garuk-garuk
kepala menghampiri Pak Tris dan berbisik : “Bagus
sekali yang pertama Pak Tris, tapi yang lainnya ngeri
ah! Mungkin karena mereka sudah lama tidak terjun …..”
Pak Tris akhirnya berkata pelan-pelan sambil menatap
wajah Pak Jusman. “Mereka memang belum pernah terjun!
Saya minta Jusman sudi membantu, soalnya kapan lagi
mereka bisa memulai? Kasihan mereka ….” 
Di luar dugaan Pak Jusman menyanggupi untuk membantu,
pokoknya beres. Dengan kegembiraan keduanya meloncat,
melayang di angkasa …… 
 
Langsung ikut berlomba.
Masih dua kali mereka terjun. Penerjunan yang kedua
Iyat kuncup (angka delapan), dan setelah berusaha tak
juga mengembang, ia diselamatkan parasut cadangan.
Katanya, parasut dilipatkan orang gudang …… 
Pipin, Edibowo, dan Syarif tetap tidak stabil,
bagaikan bersilat di udara. Tapi mereka tidak jera,
justru semakin bersemangat.
Pada Kejurnas Terjun Payung I/1972 di Lanud Halim
Perdana Kusuma, Tim terdiri dari empat peterjun: Pak
Tris, Pipin, Edibowo, dan Syarif, sedangkan Iyat masih
trauma kuncup tea. Meskipun rasa waswas tak pernah
lekang, para peterjun dadakan itu selamat dan tetap
tegar.
Perlombaan terjun statik antar mahasiswa, yang
berlangsung berbarengan, luput dari perhatian, sebab
para anggota dan pendukung AVES dengan deg-degan dan
do’a tekun mengikuti Tim yang berlomba dengan
lawan-lawan berpengalaman.
Urutan tetap ketat. Sayang, Pipin mengalami kuncup dan
mencabut cadangan, dan harus terjun ulang. Tapi
beberapa saat sebelum meloncat, otomat Pipin “meledak”
dan parasut berantakan dalam Dakota. Untung seorang
anggota KKO-AL/Marinir dengan cekatan menolong
memasukkan parasut ke dalam container, dan siap, tepat
sebelum loncat tapi otomat-nya lupa dipasang lagi, dan
waktu Pak Tris berusaha memasang otomat, Pipin dengan
tenang bilang : “Tak usah pakai otomat Pak, tak
apa-apalah!” 
Mendengar jawaban itu, Pak Tris lemas seketika, dan
keringat dingin bercucuran, tapi segala kekuatiran itu
meleset, Pipin mampu melayang dan mencabut!
Andaikata Pipin mendarat dalam lingkaran (ia meleset
sekitar setengah meter), Tim AVES akan menduduki
tempat kedua!
Ketepatan mendarat beregu dijuarai olehTNI-AD (Gunawan
Suroto, Sudardi, Suyatno), kedua Polri (Suwarjono,
Bambang Kasidi, Malaya Tanggoma) dan ketiga Tim AVES
(Pak Tris, Pipin, Edibowo), bayangkan pertama kali
terjun, langsung ikut perlombaan dan dapat nomor
walaupun ketiga …… suatu kemenangan yang teramat
nikmat dan meng-gembirakan ….
 
Pendiri AVES lainnya tak mau kalah.
Melihat rekan-rekannya berhasil, pendiri AVES lainnya
tak mau kalah, mereka berhasil mendapatkan pesawat
Cessna dengan pilotnya Kapten Bowo, dan tanpa ragu Pak
Tris, Djoni Saleh, Syahril, Dikdik dan Wangki
menaikinya untuk freefall.
Yang paling mengganggu pikiran Pak Tris hanya Wangki,
sebab ia putra Pak Karbol yang sebenarnya terbang
pakai pesawat saja dilarang, apalagi terjun! 
Tapi Pak Tris pernah menerjunkan Erlangga Suryadarma 3
Desember 1966 di Gunungsari Surabaya, freefall dengan
parasut Yugoslavia PKT-3, dan memang terlalu rendah
ketika Erlangga berhasil mencabut handle.
Nah ceritanya Wangki terjun yang pertama dengan
pelayangan maksimum 3 detik, siap, ya … oke, Go!
Wangki meloncat tenang, stabil dan nampak jelas
senyumannya, tapi baru detik kedelapan mencabut
handle, setelah mendarat ketika ditegur oleh Pak Tris,
Wangki cengengesan: “Alaaaah, tambah sedikit aja kan
enggak apa-apa! Nikmat sekali sih ..”
Syahril lain lagi, sudah stabil, tapi saat mencabut
lupa menekuk tangan kiri sehingga kestabilan
pelayangannya agak terganggu, bukannya terus mencabut,
tapi menstabilkan diri kembali, baru mencabut handle.
Dikdik, setelah beberapa detik melayang, saat mencabut
handle malah keliru menarik housing otomat, sehingga
akhirnya payung terkembang karena otomat bekerja.
Djoni Saleh, lebih hebat lagi, saat waktunya exit,
dengan gaya penerjun senior dia bilang “Cancel Pak
Tris, sasarannya sudah kelewat!” bukan main …. yang
akhirnya happy landing bersama-sama pesawat.
Berikutnya Yanto Saleh, yang pernah 3 kali terjun
bebas sebagai siswa di AS, ditunjuk menerjunkan
Dompit, jadi “si picak men-jumpmaster-I si buta”!
Karena sama-sama siswa, spotting dilakukan dengan
diskusi bersama, akibatnya … Dompit mendarat jauh, di
dusun yang penuh pohon rimbun, di luar kompleks
Skadron, Halim Pk.
Itulah Angkatan ke-I AVES, angkatan konyol tanpa
latihan semestinya, mereka belum pernah terjun bebas,
tapi terjun bebas begitu saja seperti main-main, tapi
keberuntungan menyertai mereka, semua selamat ….
 
Itulah lahirnya perkumpulan olahraga terjun payung
tertua di Indonesia, mereka adalah pioneer di
Indonesia hingga olahraga terjun payung sebagai suatu
olahraga dirgantara dapat berkembang dengan baik.
Dan 28 Juli 1987 ini AVES genap 18 tahun, DIRGAHAYU
AVES ……





__________________________________________________
Do You Yahoo!?
Yahoo! Health - your guide to health and wellness
http://health.yahoo.com

--[YONSATU - ITB]----------------------------------------------------------
Online archive : <http://yonsatu.mahawarman.net>
Moderators     : <mailto:[EMAIL PROTECTED]>
Unsubscribe    : <mailto:[EMAIL PROTECTED]>
Vacation       : <mailto:[EMAIL PROTECTED]?BODY=vacation%20yonsatu>
1 Mail/day     : <mailto:[EMAIL PROTECTED]?BODY=set%20yonsatu%20digest>

Kirim email ke