Hallo rekan Doedoeng, >Di sini yang saya >belum bisa faham, bagaimana mungkin agama "ditinggalkan" oleh >Negara, padahal apa yang diurus oleh agama (Islam), diurus oleh >pula oleh Negara.
Pada saat diintroduksi sekitar tahun 1846 oleh George Jacob Holyoake (lihat: http://atheism.about.com/library/FAQs/religion/blrel_sec_def.htm) sekularisme adalah suatu pemikiran yang mengusulkan untuk tidak membawa2 aspek spritual dalam menjawab masalah2 kehidupan. Tapi berjalan dengan waktu pemikiran itu berkembang menjadi yang sekarang kita kenal itu, yaitu dipisahkannya pengaturan hal2 yang 'duniawi' dengan yang 'bukan duniawi'. Tapi kalau kita lihat eksistensi agama2 besar didunia yg sudah berkembang sejak beberapa ribu tahun yang lalu (Hindu, Budha), Kristen (2000 tahun) dan Islam (1400 tahun), yang sedikit banyak telah mempengaruhi sikap hidup 6 milyard penduduk bumi ini, maka menurut saya, nggak akan mungkin agama akan dapat diabaikan begitu saja dalam memecahkan masalah2 dunia. Tidak akan mungkin paham yang diintroduksi pada tahun 1846 itu dapat merubah manusia untuk sama sekali tidak mengikut sertakan keyakinan beragamanya dalam berpikir, bersikap dan mengambil keputusan. Pemisahan pengaturan hal2 'duniawi' dan 'bukan duniawi' memang bisa secara formal dilakukan, akan tetapi dalam pengambilan2 dan pelaksanaan2 keputusan duniawi, tetap saja keyakinan seseorang akan turut berperan serta. Jadi, kita nggak perlu khawatir kalau Indonesia itu negara sekular. Anda juga nggak perlu khawatir kalau negara akan meninggalkan agama. Karena, orang2 yang duduk di pemerintahan mustinya akan mengambil segala keputusan publik berdasarkan akal budi dan pengaruh baik agama2 yang mereka anut. Hanya saja mereka tidak dapat mengatakakan secara letterlijk ayat kitab suci nomor berapa yang mereka jadikan referensi dlm membuat keputusan2 itu . Tapi ini kan nggak penting, yang lebih penting adalah apakah ajaran baik agama yang dianut itu bisa dipraktekkan secara nyata atau nggak. >Kalau pun negara sekuler mendukung kebutuhan rakyatnya untuk >beribadah, itu hanya dalam konteks ritual. Islam bukan sekedar >ritual, memenuhi timbangan dalam berjual beli adalah ibadah, >menjadi seorang ilmuwan adalah ibadah, menjadi aktivis partai >ibadah, bahkan membuang duri di jalan pun ibadah. Masalahnya kan penduduk Indonesia itu agamanya macam2. Kalau 100% penduduknyua beragama Islam, saya kira dari dulu2 RI itu judulnya Republik Islam Indonesia. Atau, kalau mayoritas dari penduduknya menginginkan RI itu negara Islam, ya pasti jadi juga. Tapi kan UUD45 sudah menutup kemungkinan membentuk negara Islam. Ya sudah, tutup saja cerita. Ngapain berangan-angan dan berupaya terus menjadikan RI sebagai negara Islam, sementara 30 juta orang saat ini jadi pengangguran, sementara korban bencana alam datang silih berganti, sementara korupsi makin merajalela, sementara rakyat miskin semakin banyak, you name it...! Apakah semua masalah itu akan selesai dengan hanya merubah RImenjadi RII? Sementara untuk melakukan perubahan itu, musti betot sana betot sini, bom sana bom sini, intimidasi sana intimidasi sini. Hanya akan menambah missery saja. Lagi pula, adakah negara Islam didunia ini yang dapat dijadikan contoh soal? Apakah Arab Saudi yang negara Islam itu negara demokratis? Coba kita lihat berita berikut (lihat http://www.sltrib.com/2003/Mar/03232003/nation_w/41051.asp): Many Saudis wish Western-style democracy would come faster. Still, in a monarchy without elected rulers and representatives, the majlis is about as good as it gets -- a tradition that dates back to the times when Arabs still lived under tribal codes that obligated the leader never to turn away a supplicant Untung saja penduduknya tidak banyak, punya minyak dan punya Kaabah yang menghasilkan milyardan dollar. Kalau nggak, dari dulu2 pasti sudah terjadi revolusi rakyat disana. >Itulah bedanya demokrasi dalam Islam dengan demokrasi sekuler, >semua nilai positif demokrasi maujud dalam Islam, namun dalam >demokrasi sekuler bisa menjadi vox populi vox evil, contoh, >"penghalalan" narkoba, miras, pelacuran, lesbi dan gay bisa >terjadi dalam demokrasi sekuler. Saya kira tidak ada negara yang mau rakyatnya jadi korban narkoba, jadi menurut saya nggak mungkin 'penghalalan' itu terjadi. Memang di negara2 Eropa Barat, spt Belanda, dan Swiss, orang boleh mengkonsumsi narkoba sejauh itu untuk kepentingan sendiri dan tidak memperjual belikannya. Kalau ketahuan memproduksi dan memperjual belikannya bukan untuk keperluan rumah sakit dan obat2an, ya diseret ke meja hijau. Kalau soal pelacuran, ini kan profesi paling tua di dunia. Menurut saya ia akan terus exist selama manusia ada. Agama apapun di dunia ini nggak akan mampu mencegahnya. Kalaupun terlihat mampu, sebenarnya itu hanya dari luarnya saja. Penyebab timbulnya pelacuran menurut saya sangat komplex. Tidak bisa dibasmi hanya dengan dogma2 agama. Kalau soal lesby dan gay, seingat saya, ada ayat di Qur'an yang mengakui keberadaan manusia jenis ini. Tapi lupa ayat yang mana. Bisa juga saya salah. Terlepas dari agama, masalah ini kan sebenarnya lama sekali menjadi perdebatan publik sebelum akhirnya diakui sebagai bagian dari kenyataan yang hidup dan boleh hidup di masyarakat? Jadi, pasti bukan tanpa alasan lesbi dan gay itu akhirnya diterima oleh masyarakat (terutama oleh masyarakat maju). Tapi, kalau setahu anda, Al Qur'an mengatakan apa mengenai lesbi dan gay ini? >Inilah bedanya sekularisme dengan Islam yang memandang bahwa >Ilmu Pengetahuan adalah bagian integral dari agama. "tidak ada >agama tanpa akal" demikian salah satu hadits. Ya, dan seyogyanya kita memilih suatu agama dengan akal pula, jadi bukan karena turun temurun atau karena dipaksa-paksa. Tapi untuk masyarakat berkembang, hal ini pasti sangat sulit sekali dilakukan. Berdasarkan ilmu pengetahuan, agama adalah bagian dari suatu kebudayaan. Dan kebudayaan termasuk sebagai sebuah cabang ilmu. Dengan demikian agama bisa kita asumsikan sebagai bagian dari ilmu kebudayaan, yang berarti juga merupakan bagian integral dari ilmu pengetahuan, sementara kalau dalam Islam menurut anda, ilmu pengetahuanlah yang merupakan bagian integral dari agama. Definisi mana yang lebih tepat? Barangkali kita bisa tinjau secara matematis. Pertama, kita integralkan ilmu pengetahuan dari batas bawah sampai batas atas, lalu kita katakan bahwa hasilnya adalah 'agama'. Lalu kita coba diferensiasikan agama itu maka mustinya yang muncul adalah ilmu2 pegetahuan. Ya psikologi, ya kedokteran, ya ekonomi, ya teknik, ya pendidikan, ya dsb. dst. Sekarang kita integralkan ilmu pengetahuan dari batas bawah sampai batas atas, dengan asumsi agama merupakan bagian dari ilmu kebudayaan, dan kita sebut hasilnya adalah 'semesta pengetahuan', maka mustinya kalau kita diferensiasikan semesta pengetahuan itu, yang muncul adalah cabang2 ilmu pengetahuan yang saya sebut diatas, termasuk agama. Nah, sekarang kita tinggal memilih, mana dari 2 pernyataan diatas yang lebih tepat? Apakah agama merupakan bagian integral dari pengetahuan atau pengetahuan yang merupakan bagian integral dari agama? >Karena itu agama >menjadi sangat dinamis, karena berbagai lapangan ilmu >pengetahuan adalah lapangan agama juga. Dalam urusan duniawi, >agama diserahkan kepada kita, "antum a'lamu biumuri dunyakum", >kalian lebih mengetahui urusan duniamu, jawab Rasululloh ketika >ditanya bagaimana cara menanam kurma yang baik. Menurut saya ini bukti bahwa agama belum tentu bisa memecahkan seluruh masalah duniawi, karena misalnya ilmu pertanian tidak ada di dalam kitab suci. Tapi bahwasanya agama itu dibutuhkan agar manusia itu senantiasa berbuat baik, seimbang jiwanya, terkendali nafsunya, dan suci pikiran, perkataan serta perbuatannya, itu tidak bisa ditawar-tawar lagi. Salam hangat, HermanSyah XIV. --[YONSATU - ITB]---------------------------------------------------------- Online archive : <http://yonsatu.mahawarman.net> Moderators : <mailto:[EMAIL PROTECTED]> Unsubscribe : <mailto:[EMAIL PROTECTED]> Vacation : <mailto:[EMAIL PROTECTED]>