Cak Sodik yang jauh juga.....tapi dekat (berkat jasa Bill Gates :-)),...
>Demikian yang bisa saya sampaikan, moga-moga sampeyan tidak merasa 
"alergi".

Yg anda tulis itu saya setuju semua, dan saya sama sekali nggak merasa 
alergi lho, dengan ayat2 suci.   Saya hanya sekedar ingin 'mengingatkan' 
kita semua, bahwa jangan sampai kita terbuai oleh ayat2 suci saja, karena 
dengan ayat2 suci itu saja, saya yakin, kita tidak akan dapat membuat 
republik ini jadi beres.

Anda sendiri juga sudah mengakui adanya fenomena kontradiktif itu seperti 
anda tulis berikut:
>Saya sependapat, seperti yang sampeyan sampaikan bahwa mereka yang 
berbuat
>aniaya (korupsi, merampok dsb) tidak melupakan (justru rajin) ibadah ke
>masjid, gereja, pura, vihara dsb. Bahkan ayat-ayat Tuhan tidak membuat
>mereka jera di dunia ini. 

Rekan Rizal Ahmad, juga mengakui keanehan ini, lewat emailnya berikut ini:
>Seorang wartawan majalah mingguan terkenal, kemaren2 menulis masalah
>kejahatan, tetapi anehnya si wartawan ini juga "menipu" dan melakukan
>"kejahatan", hampir sama dengan yang dia tulis...
>...Bagaimana mungkin mereka mencoba menulis tentang hukum dan norma tetapi
>sekaligus melanggarnya.

Berani taruhan, orang2 akan terpekur dan manggut2 pada saat anda ceramahi 
tentang kekuasaan Tuhan itu, tentang segala azab dan sengsara bagi orang2 
yang melakukan kejahatan dan menganiaya orang lain.  Tapi, setelah anda 
pergi, belum tentu apa yang anda kuliahi itu mereka ingat lagi.  Salah2 
anda yang kasih ceramahpun ikutan lupa, ha ha ha.  Wong, kan nggak ada 
manusia yang ngontrol.  Yang ngontrol kan cuma Tuhan.  Kalau urusan sama 
Tuhan, kan gampang, pas mau mati bertobat aja, habis perkara.  Atau pas 
habis korupsi, nyumbang rumah ibadah atau bersedekah saja.  Sekalipun yang 
disumbangkan 30% dari hasil korupsi misalnya, no problem, sisanya masih 
banyak kok.  Sudah sisanya masih banyak, dosapun dihapuskan lagi, amboi... 
gampang dan nikmat kali...

Kalau sudah dihadapkan pada kenyataan begitu, anda yang kasih kuliah tadi, 
paling2 bilang: 'percayalah, Tuhan pasti akan memberikan ganjaran yang 
setimpal kepada mereka kelak.  Sekarang, mari kita doakan supaya pintu 
hati mereka dibukakan oleh Tuhan, dan diberi petunjuk oleh  Nya agar 
mereka dapat berjalan di jalan yang benar'.   Lho, kok enak kali ya? Sudah 
membuat kesalahan, eee malah didoakan lagi.

Menurut saya sudah saatnya rakyat Indonesia sekarang belajar bagaimana 
melaksanakan hukum dengan konsisten.  Masalah hukum Tuhan sudah berpuluh2 
tahun, bahkan berabad2 menjadi bagian dari kebudayaan kita, sehingga sudah 
nggak terlalu penting lagi ditekan-tekankan.  Saya kira anda juga tahu, 
bahwa salah satu bangsa yang sangat religius di dunia ini adalah bangsa 
Indonesia.  Oleh karena itu,  saya nggak pernah khawatir kalau orang 
Indonesia nggak takut sama Tuhan.  Mereka takut semua kok sama Tuhan. Yang 
mereka nggak takut hanya sama hukum dunia.  Kenapa nggak takut?  Karena 
sudah terbiasa melanggarnya tanpa dikenai sangsi.

Nah, cak Sodik, anda mau pilih mana, mau mengikatkan kita semua terus akan 
kekuasaan Tuhan, yang kita semua sudah takuti itu, atau lebih baik turut 
mengeducate kita semua untuk sadar dan tunduk pada hukum?

Salam hangat,
HermanSyah XIV.







Abdullah Sodik <[EMAIL PROTECTED]>
02/25/2004 11:11
Please respond to yonsatu

 
        To:     "'[EMAIL PROTECTED]'" <[EMAIL PROTECTED]>
        cc: 
        Subject:        [yonsatu] Re: yonsatu Digest V4 #53 & Sorga/Neraka


Bung Hermansyah, yang jaauuhhhh sekaliiii....
 
Alhamndulillah, saya yang "naïf" di hadapanNya ini bisa berdiskusi dengan
sampeyan yang "hebat". Paling tidak, diskusi ini memberi hikmah buat saya
untuk lebih mempelajari arti hidup ini, serta agar lebih banyak belajar
sambil mengamalkan segala ilmu Allah swt meskipun "satu ayat".
 
Saya sependapat, seperti yang sampeyan sampaikan bahwa mereka yang berbuat
aniaya (korupsi, merampok dsb) tidak melupakan (justru rajin) ibadah ke
masjid, gereja, pura, vihara dsb. Bahkan ayat-ayat Tuhan tidak membuat
mereka jera di dunia ini. 
 
Hal itu, karena mereka (mungkin juga kita) merasa "alergi" atau
"mengingkari" ayat-ayat yang merupakan mukjizat Allah swt, yang sekaligus
merupakan pegangan hidup bagi kita yang beriman. Coba renungkan (kalau mau
dan tidak alergi lho) berikut ini:
 
*         Dan siapa yang ringan timbangan kebaikannya, maka itulah
orang-orang yang merugikan dirinya sendiri, disebabkan mereka selalu
mengingkari ayat-ayat Kami (QS Al A'raaf: 9)
 
*         Dan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami, mereka akan
ditimpa siksa disebabkan mereka selalu berbuat fasik (QS Al An'aam: 49)
 
Jadi bagaimana mungkin mereka (atau kita) bisa menjalankan peraturan yang
dibuat oleh manusia dengan konsisten? Kalau kita alergi terhadap 
"pegangan"
yang jelas...? Padahal, "pegangan yang merupakan mukjizat" saja diingkari,
apalagi yang buatan manusia, yang dalam pembuataan peraturan 
(undang-undang)
tidak terlepas dari kepentingan pribadi dan atau kelompok pembuatnya!?.
 
Hasilnya, hukum di Indonesia ini memang bukan milik setiap orang seperti
"tontonan" baru-baru ini, sehingga bagi yang berbuat aniaya akan merasa
aman-aman saja di dunia ini. Hal tsb pernah disampaikan seorang pembawa
acara salah satu stasiun TV agar para birokrat, pejabat, pengusaha atau
konglomerat "hitam" tidak perlu merasa takut untuk berbuat aniaya, karena
toh pada akhirnya bisa lolos dari jerat hukum. Sampai-sampai Hasyim Muzadi
(Ketum PBNU) bersama Syafii Maarif (Ketum Muhammadiyah) dalam diskusi
KADIN-Business Forum 2004 tgl 18 Peb 2004, merasa telah "dihadiahi" oleh
Mahkamah Agung dengan lolosnya seorang koruptor (Ketika itu rekan kita 
Ongku
Hasibuan berkesempatan bertanya pada forum tsb). Hallo pak Ongku, apa
kabar...?
 
Menurut saya, Indonesia bukan hanya butuh pemimpin yang bernyali tetapi 
yang
utama adalah Indonesia butuh "manusia amanah" apapun tingkat sosial dan
kedudukannya serta tidak "alergi" atau mengingkari ayat-ayat Allah swt,
karena: 
 
*         "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah
dan Rasul  dan  janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang 
dipercayakan
kepadamu, sedang kamu mengetahui"(QS Al Anfal: 27)
 
*         "Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka
dengan kezaliman, mereka itulah yang mendapat keamanan dan mereka itu 
adalah
orang-orang yang mendapat petunjuk" (QS Al An'am: 82).
 
Itulah mengapa saya memberi tanda tanya (?) surga/neraka, karena untuk
mencapainya, ukurannya bukan dengan pandai/bodoh atau kaya/miskin tetapi
dengan "beriman serta beramal saleh" (yang menilai tentu Yang Maha Kuasa).
 
Demikian yang bisa saya sampaikan, moga-moga sampeyan tidak merasa 
"alergi".
 
 
Salam
Asodik
 
 



--[YONSATU - ITB]---------------------------------------------      
Arsip           : <http://yonsatu.mahawarman.net>  atau   
                  <http://news.mahawarman.net>   
News Groups     : gmane.org.region.indonesia.mahawarman     
Other Info      : <http://www.mahawarman.net> 
   

Kirim email ke