--------- Forwarded Message ---------

DATE: Thu, 11 Mar 2004 08:18:26
From: [EMAIL PROTECTED]
To: "Diskusi e-BinaGuru" <[EMAIL PROTECTED]>

 >()<   >()<   >()<   >()<   >()<   >()<   >()<   >()<   >()<   >()< 
---------------------------------------------------------------------
e-BinaGuru -- MILIS DISKUSI PARA PELAYAN ANAK DAN GURU SEKOLAH MINGGU  
---------------------------------------------------------------------
 >()<   >()<   >()<   >()<   >()<   >()<   >()<   >()<   >()<   >()< 

Dear Gsm, diharapkan anak Indonesia terutama didikan Gsm mampu mengikuti
jejak Nelson Tansu seperti dibawah ini,



Nelson Tansu, Profesor Termuda asal Indonesia di Lehigh University, AS


Jago Seminar di Mancanegara, tapi Dikira Mahasiswa S-1
Banyak orang di berbagai penjuru dunia yang berusaha menggapai mimpi
Amerika. Salah seorang yang berhasil merengkuhnya adalah warga negara
Indonesia. Dia bernama Nelson Tansu. Di AS, dia termasuk ilmuwan ternama
dengan tiga hak paten di tangannya.


RAMADHAN POHAN, Washington DC

NAMA lengkapnya adalah Prof Nelson Tansu PhD. Setahun lalu, ketika baru
berusia 25 tahun, dia diangkat menjadi guru besar (profesor) di Lehigh
University, Bethlehem, Pennsylvania 18015, USA. Usia yang tergolong
sangat belia dengan statusnya tersebut.

Kini, ketika usianya menginjak 26 tahun, Nelson tercatat sebagai
profesor termuda di universitas bergengsi wilayah East Coast, Negeri
Paman Sam, itu. Sebagai dosen muda, para mahasiswa dan bimbingannya
justru rata-rata sudah berumur. Sebab, dia mengajar tingkat master
(S-2), doktor (S-3), bahkan post doctoral.

Prestasi dan reputasi Nelson cukup berkibar di kalangan akademisi AS.
Puluhan hasil risetnya dipublikasikan di jurnal-jurnal internasional.
Dia sering diundang menjadi pembicara utama dan penceramah di berbagai
seminar. Paling sering terutama menjadi pembicara dalam
pertemuan-pertemuan intelektual, konferensi, dan seminar di Washington
DC. Selain itu, dia sering datang ke berbagai kota lain di AS. Bahkan,
dia sering pergi ke mancanegara seperti Kanada, sejumlah negara di
Eropa, dan Asia.

Yang mengagumkan, sudah ada tiga penemuan ilmiahnya yang dipatenkan di
AS, yakni bidang semiconductor nanostructure optoelectronics devices dan
high power semiconductor lasers. Di tengah kesibukannya melakukan
riset-riset lainnya, dua buku Nelson sedang dalam proses penerbitan.
Bukan main. Kedua buku tersebut merupakan buku teks (buku wajib
pegangan, Red) bagi mahasiswa S-1 di Negeri Paman Sam.

Karena itu, Indonesia layak bangga atas prestasi anak bangsa di negeri
rantau tersebut. Lajang kelahiran Medan, 20 Oktober 1977, itu sampai
sekarang masih memegang paspor hijau berlambang garuda. Kendati belum
satu dekade di AS, prestasinya sudah segudang. Ke mana pun dirinya
pergi, setiap ditanya orang, Nelson selalu mengenalkan diri sebagai
orang Indonesia. Sikap Nelson itu sangat membanggakan di tengah banyak
tokoh kita yang malu mengakui Indonesia sebagai tanah kelahirannya.

"Saya sangat cinta tanah kelahiran saya. Dan, saya selalu ingin
melakukan yang terbaik untuk Indonesia," katanya, serius.

Di Negeri Paman Sam, kecintaan Nelson terhadap negerinya yang dicap
sebagai terkorup di Asia tersebut dikonkretkan dengan memperlihatkan
ketekunan serta prestasi kerjanya sebagai anak bangsa. Saat berbicara
soal Indonesia, mimik pemuda itu terlihat sungguh-sungguh dan jauh dari
basa-basi.

"Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar dan merupakan bangsa yang
mampu bersaing dengan bangsa-bangsa besar lainnya. Tentu saja jika
bangsa kita terus bekerja keras," kata Nelson menjawab koran ini.

Dia adalah anak kedua di antara tiga bersaudara buah pasangan Iskandar
Tansu dan Lily Auw yang berdomisili di Medan, Sumatera Utara. Kedua
orang tua Nelson adalah pebisnis percetakan di Medan. Mereka adalah
lulusan universitas di Jerman. Abang Nelson, Tony Tansu, adalah master
dari Ohio, AS. Begitu juga adiknya, Inge Tansu, adalah lulusan Ohio
State University (OSU). Tampak jelas bahwa Nelson memang berasal dari
lingkungan keluarga berpendidikan.

Posisi resmi Nelson di Lehigh University adalah assistant professor di
bidang electrical and computer engineering. Di AS, itu merupakan gelar
untuk guru besar baru di perguruan tinggi. "Walaupun saya adalah
profesor di jurusan electrical and computer engineering, riset saya
sebenarnya lebih condong ke arah fisika terapan dan quantum
electronics," jelasnya.

Sebagai cendekiawan muda, dia menjalani kehidupannya dengan tiada hari
tanpa membaca, menulis, serta melakukan riset. Tentunya, dia juga
menyiapkan materi serta bahan kuliah bagi para mahasiswanya.
Kesibukannya tersebut, jika meminjam istilah di Amerika, bertumpu pada
tiga hal. Yakni, learning, teaching, and researching. Boleh jadi, tak
ada waktu sedikit pun yang dilalui Nelson dengan santai. Di sana, 24 jam
sehari dilaluinya dengan segala aktivitas ilmiah. Waktu yang tersisa tak
lebih dari istirahat tidur 4-5 jam per hari.

Anak muda itu memang enak diajak mengobrol. Idealismenya berkobar-kobar
dan penuh semangat. Layaknya profesor Amerika, sosok Nelson sangat
bersahaja dan bahkan suka merendah. Busana kesehariannya juga tak
aneh-aneh, yakni mengenakan kemeja berkerah dan pantalon.

Sekilas, dia terkesan pendiam. Pengetahuan dan bobotnya sering
tersembunyi di balik penampilannya yang seperti tak suka bicara. Tapi,
ketika dia mengajar atau berbicara di konferensi para intelektual, jati
diri akademisi Nelson tampak. Lingkungan akademisi, riset, dan kampus
memang menjadi dunianya. Dia selalu peduli pada kepentingan serta dahaga
pengetahuan para mahasiswanya di kampus.

Ada yang menarik di sini. Karena tampangnya yang sangat belia, tak
sedikit insan kampus yang menganggapnya sebagai mahasiswa S-1 atau
program master. Dia dikira sebagai mahasiswa umumnya. Namun, bagi yang
mengenalnya, terutama kalangan universitas atau jurusannya mengajar,
begitu bertemu dirinya, mereka selalu menyapanya hormat: Prof Tansu.

"Di semester Fall 2003, saya mengajar kelas untuk tingkat PhD tentang
physics and applications of photonics crystals. Di semester Spring 2004,
sekarang, saya mengajar kelas untuk mahasiswa senior dan master tentang
semiconductor device physics. Begitulah," ungkap Nelson menjawab soal
kegiatan mengajarnya.

September hingga Desember atau semester Fall 2004, jadwal mengajar
Nelson sudah menanti lagi. Selama semester itu, dia akan mengajar kelas
untuk tingkat PhD tentang applied quantum mechanics for semiconductor
nanotechnology.

"Selain mengajar kelas-kelas di universitas, saya membimbing beberapa
mahasiswa PhD dan post-doctoral research fellow di Lehigh University
ini," jelasnya saat ditanya mengenai kesibukan lainnya di kampus.

Nelson termasuk individu yang sukses menggapai mimpi Amerika (American
dream). Banyak imigran dan perantau yang mengadu nasib di negeri itu
dengan segala persaingannya yang superketat. Di Negeri Paman Sam
tersebut, ada cerita sukses seperti aktor yang kini menjadi Gubernur
California Arnold Schwarzenegger yang sebenarnya adalah imigran asal
Austria. Kemudian, dalam Kabinet George Walker Bush sekarang juga ada
imigrannya, yakni Menteri Tenaga Kerja Elaine L. Chao. Imigran asal
Taipei tersebut merupakan wanita pertama Asian-American yang menjadi
menteri selama sejarah AS.

Negara Superpower tersebut juga sangat baik menempa bakat serta
intelektual Nelson. Lulusan SMA Sutomo 1 Medan itu tiba di AS pada Juli
1995. Di sana, dia menamatkan seluruh pendidikannya mulai S-1 hingga S-3
di University of Wisconsin di Madison. Nelson menyelesaikan pendidikan
S-1 di bidang applied mathematics, electrical engineering, and physics.
Sedangkan untuk PhD, dia mengambil bidang electrical engineering.

Dari seluruh perjalanan hidup dan karirnya, Nelson mengaku bahwa semua
suksesnya itu tak lepas dari dukungan keluarganya. Saat ditanya mengenai
siapa yang paling berpengaruh, dia cepat menyebut kedua orang tuanya dan
kakeknya. "Mereka menanamkan mengenai pentingnya pendidikan sejak saya
masih kecil sekali," ujarnya.

Ada kisah menarik di situ. Ketika masih sekolah dasar, kedua orang
tuanya sering membanding-bandingkan Nelson dengan beberapa sepupunya
yang sudah doktor. Perbandingan tersebut sebenarnya kurang pas. Sebab,
para sepupu Nelson itu jauh di atas usianya. Ada yang 20 tahun lebih
tua. Tapi, Nelson kecil menganggapnya serius dan bertekad keras
mengimbangi sekaligus melampauinya. Waktu akhirnya menjawab imipian
Nelson tersebut.

"Jadi, terima kasih buat kedua orang tua saya. Saya memang orang yang
suka dengan banyak tantangan. Kita jadi terpacu, gitu," ungkapnya.

Nelson mengaku, mendiang kakeknya dulu juga ikut memicu semangat serta
disiplin belajarnya. "Almarhum kakek saya itu orang yang sangat baik,
namun agak keras. Tetapi, karena kerasnya, saya malah menjadi lebih
tekun dan berusaha sesempurna mungkin mencapai standar tertinggi dalam
melakukan sesuatu," jelasnya.

Sisihkan 300 Doktor AS, tapi Tetap Rendah Hati
Nelson Tansu menjadi fisikawan ternama di Amerika. Tapi, hanya sedikit
yang tahu bahwa guru besar belia itu berasal dari Indonesia. Di sejumlah
kesempatan, banyak yang menganggap Nelson ada hubungan famili dengan
mantan PM Turki Tansu Ciller. Benarkah?

NAMA Nelson Tansu memang cukup unik. Sekilas, sama sekali nama itu tidak
mengindikasikan identitas etnis, ras, atau asal negeri tertentu. Karena
itu, di Negeri Paman Sam, banyak yang keliru membaca, mengetahui, atau
berkenalan dengan profesor belia tersebut.

Malah ada yang menduga bahwa dia adalah orang Turki. Dugaan itu muncul
jika dikaitkan dengan hubungan famili Tansu Ciller, mantan perdana
menteri (PM) Turki. Beberapa netters malah tidak segan-segan
mencantumkan nama dan kiprah Nelson ke dalam website Turki. Seolah-olah
mereka yakin betul bahwa fisikawan belia yang mulai berkibar di
lingkaran akademisi AS itu memang berasal dari negerinya Kemal Ataturk.

Ada pula yang mengira bahwa Nelson adalah orang Asia Timur, tepatnya
Jepang atau Tiongkok. Yang lebih seru, beberapa universitas di Jepang
malah terang-terangan melamar Nelson dan meminta dia "kembali" mengajar
di Jepang. Seakan-akan Nelson memang orang sana dan pernah mengajar di
Negeri Sakura itu.

Dilihat dari nama, wajar jika kekeliruan itu terjadi. Begitu juga wajah
Nelson yang seperti orang Jepang. Lebih-lebih di Amerika banyak profesor
yang keturunan atau berasal dari Asia Timur dan jarang-jarang memang
asal Indonesia. Nelson pun hanya senyum-senyum atas segala kekeliruan
terhadap dirinya.

"Biasanya saya langsung mengoreksi. Saya jelaskan ke mereka bahwa saya
asli Indonesia. Mereka memang agak terkejut sih karena memang mungkin
jarang ada profesor asal aslinya dari Indonesia,"jelas Nelson.

Tansu sendiri sesungguhnya bukan marga kalangan Tionghoa. Memang, nenek
moyang Nelson dulu Hokkien, dan marganya adalah Tan. Tapi, ketika lahir,

Nelson sudah diberi nama belakang "Tansu", sebagaimana ayahnya, Iskandar
Tansu.

"Saya suka dengan nama Tansu, kok,"kata Nelson dengan nada bangga.

Nelson adalah pemuda mandiri. Semangatnya tinggi, tekun, visioner, dan
selalu mematok standar tertinggi dalam kiprah riset dan dunia
akademisinya. Orang tua Nelson hanya membiayai hingga tingkat S-1.
Selebihnya? Berkat keringat dan prestasi Nelson sendiri. Kuliah tingkat
doktor hingga segala keperluan kuliah dan kehidupannya ditanggung lewat
beasiswa universitas.

"Beasiswa yang saya peroleh sudah lebih dari cukup untuk membiayai semua
kuliah dan kebutuhan di universitas," katanya.

Orang seperti Nelson dengan prestasi akademik tertinggi memang tak sulit
memenangi berbagai beasiswa. Jika dihitung-hitung, lusinan penghargaan
dan anugerah beasiswa yang pernah dia raih selama ini di AS.

Menjadi profesor di Negeri Paman Sam memang sudah menjadi cita-cita dia
sejak lama. Walau demikian, posisi assistant professor (profesor muda,
Red) tak pernah terbayangkannya bisa diraih pada usia 25 tahun. Coba
bandingkan dengan lingkungan keluarga atau masyarakat di Indonesia,
umumnya apa yang didapat pemuda 25 tahun?

Bahkan, di AS yang negeri supermaju pun reputasi Nelson bukan fenomena
umum. Bayangkan, pada usia semuda itu, dia menyandang status guru besar.

Sehari-hari dia mengajar program master, doktor, dan bahkan post
doctoral. Yang prestisius bagi seorang ilmuwan, ada tiga riset Nelson
yang dipatenkan di AS. Kemudian, dua buku teksnya untuk mahasiswa S-1
dalam proses penerbitan.

Tapi, bukan Nelson Tansu namanya jika tidak santun dan merendah.
Cita-citanya mulia sekali. Dia akan tetap melakukan riset-riset yang
hasilnya bermanfaat buat kemanusian dan dunia. Sebagai profesor di AS,
dia seperti meniti jalan suci mewujudkan idealisme tersebut.

Ketika mendengar pengakuan cita-cita sejatinya, siapa pun pasti akan
terperanjat. Cukup fenomenal. "Sejak SD kelas 3 atau kelas 4 di Medan,
saya selalu ingin menjadi profesor di universitas di Amerika Serikat.
Ini benar-benar saya cita-citakan sejak kecil," ujarnya dengan mimik
serius.

Tapi, orang bakal mahfum jika melihat sejarah hidupnya. Ketika usia SD,
Nelson kecil gemar membaca biografi para ilmuwan-fisikawan AS dan Eropa.

Selain Albert Einstein yang menjadi pujaannya, nama-nama besar seperti
Werner Heisenberg, Richard Feynman, dan Murray Gell-Mann ternyata sudah
diakrabi Nelson cilik.

"Mereka hebat. Dari bacaan tersebut, saya benar-benar terkejut, tergugah
dengan prestasi para fisikawan luar biasa itu. Ada yang usianya muda
sekali ketika meraih PhD, jadi profesor, dan ada pula yang berhasil
menemukan teori yang luar biasa. Mereka masih muda ketika itu," jelas
Nelson penuh kagum.

Nelson jadi profesor muda di Lehigh University sejak awal 2003. Untuk
bidang teknik dan fisika, universitas itu termasuk unggulan dan papan
atas di kawasan East Coast, Negeri Paman Sam. Untuk menjadi profesor di
Lehigh, Nelson terlebih dahulu menyisihkan 300 doktor yang resume
(CV)-nya juga hebat-hebat. "Seleksinya ketat sekali, sedangkan posisi
yang diperebutkan hanya satu," ujarnya.

Lelaki penggemar buah-buahan dan masakan Padang itu mengaku lega dan
beruntung karena dirinya yang terpilih. Menurut Nelson, dari segi gaji
dan materi, menjadi profesor di kampus top seperti yang dia alami
sekarang sudah cukup lumayan. Berapa sih lumayannya?

"Sangat bersainglah. Gaji profesor di universitas private terkemuka di
Amerika Serikat adalah sangat kompetitif dibandingkan dengan gaji
industri. Jadi, cukup baguslah, he...he...he...," katanya, menyelipkan
senyum.

Riwayat hidup dan reputasinya memang wow. Nelson sempat menjadi incaran
dan malah "rebutan" kalangan universitas AS dan mancanegara. Ada yang
menawari jabatan associate professor yang lebih tinggi daripada yang dia
sandang sekarang (assistant professor). Ada pula yang menawari gaji dan
fasilitas yang lebih heboh daripada Lehigh University. Tawaran-tawaran
menggiurkan itu datang dari AS, Kanada, Jerman, dan Taiwan serta berasal
dari kampus-kampus top.

Semua datang sebelum maupun sesudah Nelson resmi mengajar di Lehigh
University. Tapi, segalanya lewat begitu saja. Nelson memilih konsisten,
loyal, dan komit dengan universitas di Pennsylvania itu. Tapi, tentu ada
pertimbangan khusus yang lain.

"Saya memilih ini karena Lehigh memberikan dana research yang sangat
signifikan untuk bidang saya, semiconductor nanostructure optoelectronic
devices. Lehigh juga memiliki leaderships yang sangat kuat dan ambisinya
tinggi menaikkan reputasinya dengan memiliki para profesor paling
berpotensi dan ternama untuk melakukan riset berkelas dunia,"papar
pengagum John Bardeen, fisikawan pemenang Nobel, itu.

Perusahaan-perusahaan industri Amerika juga menaruh minat dan
mengiming-imingi Nelson dengan gaji dan fasilitas menggiurkan. Itu pun
dia tampik.

"Bukan apa-apa. Saya memang tidak tertarik untuk masuk ke industri.
Seperti saya bilang tadi, profesor sudah cita-cita saya. Lagi pula,
kompensasi finansial yang diberikan Lehigh memang sudah bagus banget dan
saya happy," tuturnya.

Nelson tinggal di sebuah apartemen yang tak jauh dari kampusnya
mengajar. Dia tinggal sendiri. Karena itu, semua urusan rumah dan segala
keperluannya dilakukan sendiri.

Ditanya soal pacar, Nelson tersipu-sipu dan mengaku belum punya.
Padahal, secara fisik, dengan tinggi 173 cm, berat 67 kg, dan wajah yang
cakep khas Asia, Nelson mestinya gampang menggaet (atau malah digaet)
cewek Amerika. Banyak kriteria kah?

"Ha...ha...ha.... Pertama, saya ini nggak ganteng ya. Tapi, begini,
mungkin karena memang belum ketemu yang cocok dan jodoh saja. Saya sih, kalau
bisa, ya dengan orang Indonesia-lah. Saya sih nggak melihat orang
berdasarkan kriteria macem-macem. Yang penting orangnya baik, pintar,
bermoral, pengertian, dan mendukung," paparnya panjang lebar, geli
karena topik pembicaraan menyimpang dari dunia fisikanya ke soal wanita.

Nelson hampir tiap tahun pulang ke Medan, bertemu orang tuanya dan
teman-teman lamanya. Pemilik email [EMAIL PROTECTED] dan alamat alamat
website http://www3.lehigh.edu/engineering/ece/tansu.asp itu dengan
segudang prestasi dan reputasinya memang membanggakan Indonesia.


Menumpang Nelson Tansu

Ada lagi ilmuwan muda asal Indonesia yang berhasil di AS. Dia adalah
Nelson Tansu. Usianya baru 26 tahun. Masih muda. Namun, dia sudah
menjadi profesor di Universitas Lehigh, Pennsylvania. Anak muda itu
berasal dari Medan.

Kita bangga terhadap Nelson. Bukan hanya disebabkan dia yang berusia
masih sangat muda itu sudah diakui keilmuannya di negeri raksasa iptek
(AS). Melainkan, melalui dia, kita ingin menumpang kampanye. Agar, dia
menjadi salah satu sumber inspirasi moral bahwa negeri ini masih genah.

Apalagi, menurut laporan koran ini dari AS, Nelson masih memegang paspor
cap garuda. Dia masih cinta dan bangga dengan Indonesia. Meskipun,
dengan satu dekade tinggal di AS dan dengan prestasi yang cemerlang itu,

sesungguhnya dia bisa mudah menjadi warga negara AS.

Kita ingin menumpang prestasi Nelson agar turut mencerahkan pikiran
orang asing bahwa Indonesia tidak hanya gelap gulita. Bahwa negeri ini
tak hanya identik dengan gudang koruptor.

Indonesia masih mempunyai anak negeri yang memiliki kemampuan
intelektual yang sejajar, bahkan lebih tinggi daripada anak negeri lain.

Nelson sudah membuktikan kemampuan tersebut.

Dia juga diharapkan bisa sedikit menghapus anggapan buruk orang asing
yang sarat stigma serta prasangka. Sebab, ternyata negeri ini bukan
merupakan sarang teroris yang begitu gampang meledakkan bom.

Kemampuan dan penguasaan ilmu yang tinggi memang sering bisa sangat
berperan mengangkat prestasi serta prestise bangsa dan suatu negeri.
Sebab, ilmu merupakan salah satu instrumen eksplorasi perabadan dan
kebudayaan. Sehingga, dengan itu, suatu bangsa dan negeri akan cepat
menggapai kemajuan sosial.

Karena itu, negeri-negeri tempat ilmuwan besar dilahirkan dan selama
hidupnya mengabdikan ilmunya untuk orang banyak serta kemajuan sosial
sering identik dengan negeri-negeri industri maju.

Misalnya, AS, Prancis, Inggris, dan Jepang identik dengan negara iptek
karena banyak melahirkan ilmuwan besar yang semasa hidupnya mengabdikan
ilmunya untuk kemajuan negerinya.

Seharusnya, Nelson dengan ilmunya juga memberikan kontribusi bagi
kemajuan bangsanya. Tetapi, karena negeri ini tidak kondusif bagi
pengembangan iptek, orang-orang muda seperti Nelson harus hijrah atau
menetap di negeri orang. Tinggal di AS. Negeri yang memberikan lahan
subur bagi pengembangan ilmunya.

Seharusnya pula, dengan prestasi Nelson secemerlang itu, banyak
perguruan tinggi besar di sini yang mau memanggil dirinya untuk pulang
kampung. Lalu, dia diberi lahan garapan agar ilmu yang dimilikinya
segera bisa bermanfaat bagi bangsa serta anak-anak negeri yang masih
ketinggalan jauh.

Tetapi, perguruan tinggi mana yang sanggup memulangkan Nelson? Selain
tidak memiliki sarana yang memadai untuk memberikan tempat bagi dia,
lembaga tersebut tidak mampu memberikan isentif yang setara dengan
kemampuannya.

Persoalannya ada pada perspektif itu. Di satu pihak, ternyata bangsa ini
bisa melahirkan anak-anaknya yang berotak cemerlang. Namun, di pihak
lain, karena kemiskinan dan keterbelakangan yang masih luas, ketika
anak-anak yang cemerlang tersebut lahir, mereka tak betah bertahan di
negerinya. Karena itu, yang bisa diperbuat adalah menumpang prestasi
cemerlang si anak bangsa.


**********************************************************************************
--------- End Forwarded Message ---------

__________________________________
Do you Yahoo!?
Yahoo! Mail - More reliable, more storage, less spam
http://mail.yahoo.com


--[YONSATU - ITB]---------------------------------------------      
Arsip           : <http://yonsatu.mahawarman.net>  atau   
                  <http://news.mahawarman.net>   
News Groups     : gmane.org.region.indonesia.mahawarman     
Other Info      : <http://www.mahawarman.net> 
   

Kirim email ke