--- Irsal Imran <[EMAIL PROTECTED]> wrote:

> Ekonomi liberti itu mungkin bisa diibaratkan sebagai
> jalan tol 
> dimana mulai dari Ferrari sampai becak siap berlomba
> kecepatan :{).  
> Tentu saja hasilnya adalah Ferrari akan meninggalkan
> becak jauh di 
> belakang.  Akan tetapi kalau pemerintah punya nyali
> mereka bisa 
> minta bantuan Ferrari supaya yang becaknya tidak
> jauh ketinggalan, 
> dari pada Ferrarinya dikasih rambu tidak boleh jalan
> di atas 60 
> km/jam :{).

Saya kira analogi pak Irsal kurang tepat :).

Mungkin yang lebih tepat Economic Liberty itu
di-ibaratkan menyediakan "Banyak Jalan" dan setiap
orang bebas untuk memilihnya berdasarkan opportunity
cost masing2. Ada jalan gang, ada jalan kampung, jalan
raya, adapula highway.  (ngga tepat juga sih, tapi
lebih kenalah analoginya).

Sekali lagi saya ingatkan prinsip utama ekonomi
tentang "Scarcity", "Opportunity Cost" dan “Choosing
at Margin”.
Dengan economic liberty, orang bebas memilih
berdasarkan “opportunity cost” dan “margin” masing2. 

“Rambu-rambu” seperti yang bung Irsal bilang memang
perlu, tapi bukan supaya “EQUAL” tapi demi “SAFETY”
pengguna jalan. Misal, kalau jalan di gang ya maksimal
20 KM/Jam demi safety. Kalau mau jalan di Tol maksimal
100 KM/Jam, demi safety. Bahkan kalau perlu demi
keselamatan di TOL dikasih minimal, misal 40 KM/Jam.

Membatasi kecepatan agar “Equal” hanya akan memberi
“Insentif negative” buat si ferrari, yang akhirnya
justru mendorong orang untuk menjual ferari dan
membeli mobil butut. Lah apa gunanya invest besar buat
ferari kalau harus dibatasi jalannya secepat tukang
becak. “oppotunity cost” nya jadi besar. Yang lebih
Apes kalau yang punya ferrari malah pindah ke neggara
sebelah dimana “Batasan kecepatan” disana bukan
disasarkan pada “equality dengan tukang becak” tapi
demi “SAFETY” di jalan.

Balik keanalogi diatas, bagi si ferari, berkendara di
jalan kampung “opportunity cost” nya jauh lebih besar
dibandingkan jika dia jalan di tol. Sedangkan bagi si
tukang becak “opportunity cost” dia di jalan kampung,
sangat kecil, sebaliknya karena masalah “safety “
perjalanan si tukang becak di Tol jadi mahal “cost
nya”. Sehingga terjadi equlibrium dimana yang paling
effisien bagi si ferari adalah jalan di tol, dan
paling effisien bagi si tukang becak untuk jalan di
jalan kampung. 
(sekali lagi analogi-nya agak dipaksakan, tapi yah
dari awal contoh nya begini).

Dalam hal ini government tidak ikut campur apakah
orang mau pake ferrari atau becak dan milih jalan apa.
Karena setiap keputusan pasti ada “cost nya” masing2.
Pemerintah cukup memberi rambu-rambu supaya setiap
orang, apapun pilihan-nya, “SAFE” dijalan. Bukan
supaya apapun pilihannya “EQUAL”.

Just my 2 cents.



> 
> 
> salam,
> 
> 
> -Irsal
> Senior Financial Engineer
> http://www.fiserv.com
> 
> 
> 

Kirim email ke