Ini tergantung dari dimana masyarakat Tionghoa itu bermukim di Jawa. 
Apa yang anda tuturkan memang banyak terjadi di pantai utara Jawa, 
seperti Semarang sampai Surabaya. Disana, komunitas Tionghoa 
kebanyakan hidup dengan orang Jawa yang menjadi karyawan mereka, yang 
kebanyakan datang dari pedesaan didekitarnya.

Ini sangat berbeda dengan masyarakat Tionghoa yang bermukim ditengah 
sentra budaya Jawa seperti Jogya dan Surakarta, bahkan sampai ke 
Kediri dan Madiun. Pengusaha pengusaha batik diwilayah ini sangat 
menguasai bahasa Jawa, sampai ketingkat kromo inggil.

Juga orang Jawa yang datang dari daerah yang bahasa Jawanya dinilai 
tidak terlalu halus, seperti Banyumas dan sekitarnya, tidak menguasai 
bahasa Jawa yang dinilai baik. Sahabat saya, pensiunan direktur bank 
swasta berasal dari Banyumas bahasa Jawanya "berantakan".

Dalam ritual kebaktian, biasanya dipakai bahasa pustaka. Atau yang 
mendekati bahasa sastra, eperti dalam misa berbahasa Jawa. Dalam 
sebuah kebaktian umat Buddha disebuah vihara yang bejalur Ekayana, 
dipakai selain bahasa Sansekerta, juga bahasa Jawa kuno (Kawi). Ini 
biasanya berasal dari tembang (doa dalam bentuk pantun).


Salam budaya

Danardono



--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, peter liem <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
> Bung David yang budiman:
> Saya sangat memperhatikan soal bahasa yang digunakan oleh orang 
Tionghua dan tertarik akan uraian anda tentang pemakaian bahasa Sunda 
didaerah Sunda. Saya yang berasal dari daerah Jawa merasa sadar bahwa 
umumnya orang Tionghua disana juga tidak mampu bicara bahasa Jawa 
yang benar (menurut sopan santun dan menurut aturan bahasa) dan tak 
mampu bicara bahasa yang halus. Bahasa Jawa yang digunakan antara 
orang Tionghua tidak hanya terbatas dalam vokabuler dan 
menggunakan&nbsp; kata kata Hokkian, juga bahasa kasar, tidak 
mengindahi sopan santun karena kebanyakan digunakan untuk 
berkomunikasi dengan pembantu. Bila mereka mau bicara agak "halus" 
mereka menggunakan bahasa "Mlayu" atau bahasa Indonesia dengan logat 
lokal. Akibatnya umunya orang Tionghua tidak dapat mengikuti khotbah, 
doa, kebaktian atau misa dalam bahasa Jawa. Pokoknya Bahasa Jawa yang 
dipakai orang Tionghua disana berbeda daripada bahasa yang dipakai 
orang Jawa.
> Peter Liem
> 
> --- On Sat, 6/7/08, David Kwa [EMAIL PROTECTED] wrote:
> From: David Kwa [EMAIL PROTECTED]
> Subject: [budaya_tionghua] Bahasa Daerah Sunda
> To: budaya_tionghua@yahoogroups.com
> Date: Saturday, June 7, 2008, 1:20 AM
> 
> 
> 
> 
> 
> 
> 
> 
> 
> 
>     
>             Sesuai dengan perkembangan zaman, bahasa Sunda modern 
memang hanya 
> 
> terbagi dalam tiga tingkatan: bahasa kasar ("cohag"), bahasa akrab 
> 
> ("loma") dan bahasa hormat ("hormat"). Dahulu, seperti yang saya 
> 
> pelajari, terbagi dalam lima tingkatan: kasar sekali ("kasar 
> 
> pisan"), kasar ("kasar"), sedang ("sedeng"), halus ("lemes") 
> 
> dan halus sekali ("lemes pisan"). 
> 
> Bahasa kasar biasanya digunakan pada waktu sedang marah, bahasa 
> 
> akrab kepada teman akrab atau kepada orang lain yang umurnya 
sebaya, 
> 
> sedangkan bahasa hormat kepada orang dihormati atau orang yang baru 
> 
> dikenal.
> 
> 
> 
> Bahasa Sunda Tionghoa (bandingkan dengan bahasa Melayu-Tionghoa 
atau 
> 
> bahasa Jawa-Tionghoa dalam film Ca Bau Kan) biasanya berkisar 
antara 
> 
> bahasa akrab dan kasar. Mungkin karena tidak adanya tingkatan dalam 
> 
> bahasa Tionghoa, sehingga tingkatan bahasa Sunda pun diabaikan. 
> 
> 
> 
> Sepengamatan saya, Tnglang tidak pernah berbahasa hormat kepada 
> 
> sesama Tnglang, janggal rasanya. Seorang anak akan memakai ragam 
> 
> bahasa yang sama waktu berbicara dengan orangtua ataupun teman-
> 
> temannya. Tnglang yang bisa berbahasa hormat biasanya akan mencoba 
> 
> berbahasa hormat kepada warga etnik Sunda, apalagi bila lawan 
> 
> bicaranya itu cukup tinggi tingkat sosial-ekonominya, meski dengan 
> 
> susah-payah. Mereka yang tidak bisa lebih memilih berbahasa 
> 
> Indonesia, yang dianggap netral, daripada dianggap kurang hormat, 
> 
> seperti kasus tukang bangunan tadi. Seperti bahasa Jawa-Tionghoa, 
> 
> ragam bahasa Sunda-Tionghoa juga sangat khas dalam kosa kata dan 
> 
> strukturnya; saya juga menggunakan ragam bahasa ini waktu berbicara 
> 
> dengan sesama Tnglang, bukan ragam bahasa yang biasa dipakai di 
> 
> kalangan etnik Sunda. Saya amati gejala seperti ini juga terjadi 
> 
> dalam bahasa Jawa-Tionghoa.
> 
> 
> 
> Pengalaman saya, karena stigma bahwa Tnglang tidak mampu berbahasa 
> 
> Sunda hormat, terutama di Bogor, beberapa warga etnik Sunda tidak 
> 
> mau menjawab dalam bahasa Sunda. Disapa dalam bahasa Sunda, mereka 
> 
> menjawab dalam bahasa Indonesia. Mungkin mereka takut "dikasari", 
> 
> atau ada sebab lainnya. Padahal stigma itu kan tidak sepenuhnya 
> 
> benar, masih banyak Tnglang yang mampu berbahasa hormat. Namun 
> 
> secara jujur harus diakui, banyak Tnglang yang hanya mampu 
berbahasa 
> 
> kasar dan akrab, terutama Tnglang yang jarang bergaul akrab dengan 
> 
> warga etnik Sunda. Dalam situasi dimana banyak anak muda Tnglang 
> 
> berkumpul, di warnet yang menyediakan video games, misalnya, yang 
> 
> terdengar oleh kuping saya adalah sungut-sungut atau sumpah-serapah 
> 
> dalam bahasa Sunda sangat kasar ("cohag").
> 
> 
> 
> Sebenarnya, menurut hemat saya, bahasa Sunda kasar itu akan hilang 
> 
> dengan sendirinya, seiring dengan meningkatnya pendidikan. Orang 
> 
> yang berpendidikan tinggi tentu akan merasa malu berbicara dalam 
> 
> bahasa yang tidak sesuai dengan tingkat pendidikannya itu. Teman-
> 
> teman saya Tnglang Bandung asli juga tidak menggunakan bahasa kasar 
> 
> di kampus, karena malu dengan lingkungan, hanya bahasa akrab. Dan 
> 
> bahasa akrab dipakai semua kalangan, tanpa memandang etnik.
> 
> 
> 
> --- In budaya_tionghua@ yahoogroups. com, "gsuryana" 
gsuryana@ .&gt; 
> 
> wrote:
> 
> &gt;
> 
> &gt; Bahasa daerah itu sebenarnya unik, ada bahasa sehari hari 
dimana 
> 
> terdengar 
> 
> &gt; kasar dan ada bahasa daerah resmi dimana terdengar merdu dan 
halus.
> 
> &gt; Untuk Bahasa Sunda bisa dibilang terbagi dalam beberapa 
dialeg, 
> 
> dengan kosa 
> 
> &gt; kata lebih banyak kasar, dan sayangnya
> 
> &gt; Bahasa Sunda yang kasar ini lebih banyak di pakai, terutama 
oleh 
> 
> para 
> 
> &gt; Tenglang yang datang belakangan ( generasi tahun 40-an ) 
sehingga 
> 
> bila 
> 
> &gt; ngobrol dengan mereka akan terdengar seperti sedang marah, dan 
> 
> dengan 
> 
> &gt; kondisi seperti ini, putra/i nya akan menjadi bingung di 
sekolah, 
> 
> karena 
> 
> &gt; bahasa yang dipelajari menjadi berbeda jauh.
> 
> &gt; 
> 
> &gt; Uniknya untuk beberapa daerah dan berlokasi di pedalam an 
> 
> pemakaian 
> 
> &gt; bahasanya lebih banyak yang halus, dan semakin ke kota besar 
> 
> semakin kasar.
> 
> &gt; 
> 
> &gt; Pernah sekali waktu aku membawa tukang bangunan dari Bogor 
kerumah 
> 
> mertua, 
> 
> &gt; dan teman mertua datang sambil bicara bahasa Sunda kasar 
banget, 
> 
> sampai 
> 
> &gt; sampai hampir kena pukul, setelah dijelaskan bahwa itu tidak 
kasr 
> 
> dan biasa 
> 
> &gt; dia hanya bengong heran.
> 
> &gt; 
> 
> &gt; Melanggengkan Bahasa Daerah bagi ku bukan sesuatu yang utama, 
> 
> melainkan 
> 
> &gt; mencerdaskan masyarakat adalah yang paling utama, dan untuk 
> 
> mencapai itu 
> 
> &gt; Bahasa Indonesia jauh lebih optimal, biarpun dalam 
kenyataannya 
> 
> Bahasa 
> 
> &gt; Indonesia pun tidak semudah seperti menulis dan mengarang, 
karena 
> 
> Bahasa 
> 
> &gt; Indonesia sendiri didalam bentuk tulisan bisa menjadi bias dan 
> 
> sangat mudah 
> 
> &gt; terjadi mispersepsi.
> 
> &gt; 
> 
> &gt; sur.
> 
> &gt; Salam,
> 
> &gt; ChanCT
> 
> &gt;
>


Kirim email ke