Ciampea

Kesulitan pertama saat acara yang melibatkan banyak orang adalah
berbedanya jam biologis antara saya dan mereka. Jadi saya baru tidur jam
4 dan bangun jam 6. Saya ikut mobil Giri dan dari Gading kemudian menuju
rumah Ardian di Bogor dalam keadaan terkantuk-kantuk dan perut belum
terisi. Dirumah Ardian kami menunggu semua rombongan terkumpul lengkap.

Pemberhentian pertama adalah Warung Doyong. Letaknya tidak jauh dari
kawasan Surya Kencana. Selusin ayam goreng segera tersaji diatas meja ,
ditemani sambal yang merupakan esensi dari masakan Sunda.  Nasi uduk
menambah nafsu makan saya dan yang lainnya. Kemudian terjadi "Doyong
Massacre" dan perut menjadi kuburan massal.

Dari Bogor kami menyusuri jalan kecil menuju Ciampea selama sekitar 45
menit. Saya sempat melihat kawasan AURI disana , bangunan rumah
sederhana penduduk di kanan kiri jalan , lahan pertanian , dan sungai .

Pasar Ciampea terletak  dipinggir jalan kecil (apa jalan utama?)penuh
dengan orang yang lalu lalang. Kendaraan berbagai jenis berseliweran
dengan sporadis.  kios-kios kecil berdesakan menjual berbagai kebutuhan
bagi penduduk sekitar. Teriknya siang seakan membuat segala sesuatu
tampak tergesa-gesar. Mobil rombongan meluncur seperti pasukan bisu yang
memecah keramaian menuju Bangunan Hok Tek Bio.

Hok Tek Bio adalah sebuah kelenteng yang sederhana . Halaman depan cukup
luas untuk menampung puluhan mobil. Bangunan didominasi dengan tembok
berwarna merah , dan terdiri dari tiga bangunan yang berhimpitan.
Kelenteng ini di renovasi dari bangunan aslinya yang bernuansa
arsitektur lokal. Altar seperti umumnya kelenteng ada di setiap bagian
ruangan. Bangunan ketiga terhubung melalui pintu besar , di bagian
belakang ada tempat untuk sembahyang Surya Kencana. Dibalik tembok
belakang , sayup-sayup kebaktian gereja terdengar di bagian belakang
kelenteng ini yang bertetangga.

Dari kelenteng kami menuju jalan setapak yang menghubungkan dengan tanah
kuburan. Kami di pandu oleh dua tokoh setempat. Saya melihat deretan
kuburan yang cukup megah dengan berbagai identitas , nama Tionghoa ,
tanda salib , deret daftar keluarga dengan cucu mantu yang juga bernama
Tionghoa dan juga nama yang mencirikan nama khas Sunda. Ada kuburan yang
unik di dominasi warna merah dan bentuk makam yang khas tionghoa , merah
menyala dan ada tanda salib.

Makam demi makam kami lalui dibawah siang terik dan peluh yang terus
bercucuran , melewati ladang singkong dan jagung , dan area makam lagi
dan seterusnya. Saya dan sebagian rombongan terhenti pada suatu makam
yang tidak terurus dan penuh dengan sampah. Ardian membaca tulisan pada
makam tersebut . Ternyata makam ini pada masa Guang Xu (kaisar kedua
terakhir sebelum Pu Yi). Pada titik ini , tempat pemukiman penduduk
sudah bercampur baur dengan makam. Bahkan ada satu bongpai yang sudah
tua beraksara Tionghoa , hanya dibiarkan tergeletak di samping rumah.

Perjalanan dengan jalan kaki terus di lanjutkan menembus ladang , kontur
yang naik dan turun , sampai akhirnya sampai ke jembatan tali yang hanya
terbuat dari bambu yang tampak rapuh . Dibawah jembatan , air sungai
mengalir cukup deras. Sempat berdebar saat melewatinya.

Prasasti Batu Tulis  berdiri kokoh dengan bentuk sembarang. Goretan
huruf kuno mendekorasi batu dengan indah dan jejak kaki yang di percaya
merupakan semacam tandatangan bagi penguasa saat itu. Saung yang
menaungi batu ini di dekorasi dengan lantai batu alam yang seadanya dan
wall panel yang terbuat dari gelas hias. Disamping kiri ada semacam
papan tulis yang menerjemahkan tulisan di batu itu dalam abjad latin
bernuansa India dan terjemahan dalam bahasa Indonesianya. Kami segera
duduk di lantai sekaligus melepas lelah mendengarkan uraian juru kunci
panjang kali lebar dengan latar belakang sejarah sunda yang cukup
menarik yang menghubungkan batu ini dengan eksistesi kerajaan Tarumanaga
, Kutai sampai Sriwijaya. Dan juga beliau menerangkan proses
pengangkatan batu ini yang memperlukan perjuangan dengan alat yang
sederhana. Batu diikat dengan rantai yang terlebih dahulu di alasi kayu
agar tidak merusak batu tersebut. Proses pemindahan ini bisa hanya
setengah meter setiap hari.

Beberapa dari kami mencoba mengukur kaki dengan jejak kaki pada batu
itu. Saya melihat jejak vandalisme yang tidak bertanggung jawab. Batu
ini adalah bukti tertulis pertama yang menandai sejarah dan peradaban
Nusantara. Salah satu tulisan vandalisme itu adalah "Geura Harudang
Urang Sunda" (Segera Bangkit Orang Sunda). Hujan mendadak tercurah dari
langit menambah suasana alam yang melankolis dan menggugah selera tidur.

Setelah menunggu beberapa saat dan hujan mulai reda , kami berpamitan
dengan juru kunci yang ramah itu. Sempat juga kami mampir di beberapa
situs arkeologi yang seadanya . Sebuah lempengan batu yang cukup besar
dan rata seperti meja. Menurut penduduk setempat , batu itu adalah
tempat para panglima melakukan rapat. Ada prasasti tidak jauh dari situ
, prasasti Gajah , dan ada jejak menyerupai jejak Gajah pada batu
tersebut.

Kami kembali ke Bogor menjelang sore hari. Nasi Goreng Goan Tjo adalah
santapan kami berikutnya. Menu yang dipilih adalah Nasi Goreng Pete .
Sebagai tambahan saya memilih kacang ijo yang lezat. Rekan lain memilih
sate kerbau.

***
Dari perjalanan ini saya mendapatkan kesan .
1. Kehidupan beragama dan kerukunan warga di Ciampea terlihat damai.
2. Perlu ada bantuan dari berbagai rekan yang pandai berbahasa untuk
membantu penduduk Ciampea berhubungan dengan asal usulnya (mereka tidak
bisa membaca kuburan leluhur yang masih beraksara Tiongkok , sehingga
terlepas dari asal usulnya sehingga terbengkalai .



> Rekan-rekan yang lain juga asik mendokumentasikan beberapa kuburan
yang termasuk "unik". Salah satunya adalah kuburan dengan tanda salib
yang besar tapi dicat merah seperti bio dan dihiasi ukiran naga !
Sungguh unik dan indah kuburan itu.
>
> Lewat dari pekuburan, rombongan dipandu menyusuri medan yang lebih
berat. Terjal, curam, licin, vegatasi lebih padat dan uji nyali
menyeberangi jembatan bambu yang waduh... nget ngit nget
>
> Sehabis itu ada pendakian beberapa menit yang cukup menguras tenaga.
Dan reward nya adalah prasasti Tarumanagara yang tersohor itu ! Melihat
langsung batu besar prasasti beserta cetakan kaki prabu Purnawarman.
Sungguh ada rasa puas di dalam hati. Yang dulu hanya bisa dibaca lewat
buku sejarah sekolah gak mutu (singkat2 isinya, kualitas cetakan buku
jelek) akhirnya bisa dilihat dengan mata kepala sendiri ! Benar-benar
memuaskan.
>
> Prasasti itu telah dipindahkan dari tempat aslinya di tepi sungai ke
atas bukit karena alasan vandalisme. Oleh juru kunci diceritakan proses
pemindahan yang dilakukan manual dan memakan waktu lama. Sedih juga
melihat hasil karya orang-orang iseng dan yang tidak menghargai sejarah.
Prasasti itu dipenuhi corat-coret ukiran yang katanya diukir dengan
paku. Isinya macam-macam, gak pentinglah diuraikan satu persatu hasil
vandalisme.
>
> Di sawung tempat prasasti, rombongan berteduh dari hujan lebat sambil
berbincang-bincang dengan juru kunci. Sang juru kunci memaparkan
beberapa sejarah termasuk sejarah sebelum Tarumanagara, yaitu
Salakanagara. Salakanagara ini catatannya sangat minim. Peninggalannya
hanya berupa arca dan catatan Tiongkok kuno. Konon pendiri kerajaan ini
berasal dari benua India dan masih berhubungan dengan dinasti Maurya.
Dari sinilah silsilah raja-raja nusantara bermula. Konon.
>
> Setelah istirahat sekitar 1 jam dan hujan mulai mereda, perjalanan
dilanjutkan untuk..... pulang :D
>
> Menunggu angkot karena lelah jalan kaki, diajak juga ke prasasti tapak
gajah atau kebun kopi. Juga diajak melihat sebuah batu meja yang konon
katanya dipakai sebagai meja untuk para petinggi kerajaan dan kursi2nya
dari batu. Sayangnya kursi batunya sudah pada rusak. Lalu dibawa ke
sebuah tempat petilasan yang punya nilai spiritual. Menurut pemandu
banyak yang ziarah dan kalau sudah jam 2 dini hari hue hue hue......
Total perjalanan memakan waktu kurang lebih setengah hari.
>
> Akhirnya dapat juga mobil tumpangan, pemiliknya baik hati mengizinkan
rombongan tumplak tumplek dalam mobilnya yang kecil. Diantar sampai hok
tek bio Ciampea dalam kondisi lelah dan basah kuyup. Mana perut sudah
mulai minta jatah lagi. Di bio, mbah menyelesaikan beberapa urusan
dengan pengurus yang bernama ko Asheng, liason nya ko Ayao. Rekan-rekan
yang lain ngaso, ada yang ganti baju, malah ada yang pakai parfum
wakakakaaaaaa.......
>
> Perut yang kosong akhirnya terisi di Bogor. Menunya: nasi goreng pete
ncek Goan Tjo :) Lanjut dengan diskusi di rumah mbah, diskusi apa aja
ngalor ngidul ditambah kedatangan kang Kinghian.
>
> Jam 9 malam akhirnya pesta bubar.....
>
> Sudah beberapa kali rekan-rekan mengadakan yang beginian, yang kemaren
misalnya jalan ke Kiu Lie Tong daerah Krendang. Juga muter petak
sembilan masuk ke bio satu persatu kecuali satu "bio" ehem ehem. Kala
waktu itu di "bio" tersebut mbah beruntung karena datang bersama Ronny
Pinsler yang ras yahudi eropa sehingga diijinkan masuk oleh ulamanya
yang berbahasa italia. Jadi si mbah beruntung bisa liat-lihat
peninggalan jesuit.
>
> Untuk next timenya, kita masih akan terus mengadakan kegiatan serupa.
Jadi bagi yang tertarik boleh lah menghubungi tim moderator. Terbuka
untuk semua makhluk :) Tanpa batasan suku ras agama golongan. Dengan
syarat harus bisa menghormati perbedaan budaya dan pendapat.


--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "henyung" <heny...@...> wrote:
>
> Kapan: hari minggu kemarin tanggal 15 Agustus 2010.
>
> Ngapain: lihat-lihat, dengar, berbincang, kenalan, silahturahim,
foto-foto, belajar, mengamati, uji nyali
>
> Peserta:
> - Dananjaya-chan
> - ko David Kwa Kian Hauw
> - ko Ayao
> - mbah Ardian Zhang Zhichang
> - ko Khemagiri Mitto
> - Sutomo Kho
> - Hartono/Joao Kho
> - Awi
> - Robby Dada
> - Eko Hermiyanto
> - Agoeng Setiawan
> - Subur Teguh
> - Hendri Irawan Yu Yongde
>
> Cerita:
> Rombongan dibagi tiga, satu dari daerah pluit, satu dari kebon jeruk,
satu dari kelapa gading. Dengan titik kumpul di rumah mbah.
> Saya ikut rombongan dari pluit berangkat jam 6 pagi, kita makan-makan
dulu sarapan paginya bakmi keriting siantar di pasar muara karang.
>
> Sembari menuju meka makan, intermezzo sekalian ditunjukin ke
rekan-rekan iniloh:
> - Perkumpulan Perantau Pematang Siantar
> - Perkumpulan Perantau Tebing Tinggi
> - Perkumpulan Perantau Belawan
>
> Sambil sedikit ngoceh, ini loh bukti "patriotisme???" sejati tanpa
bualan kosong membela siapa kalau perang. Tanah leluhur mereka itu yang
Pematang Siantar, Tebing Tinggi, Belawan; Bukan lagi Meixian, Anhui,
Anxi, Fujian; Masih banyak lagi misalnya perkumpulan Bagan, perkumpulan
Kuala Simpang. Isinya semua tenglang; Yang mendirikan tenglang, yang
ngurus tenglang, kerjanya ya buat tenglang. Baru-baru ini perkumpulan
Tebing Tinggi mengadakan kejuaraan xiangqi/catur gajah.
>
> Bakmie habis, langsung lanjut masuk jalan tol sembari obrol-obrol
ringan. Rumah mbah sempat kelewatan akhirnya sampai juga setelah
terpaksa muter jalan. Nunggu komplit rombongannya, rame2 sarapan dulu di
warung doyong. Warung doyong ini jualannya masakan peranakan Bogor,
dengan ayam gorengnya yang jadi menu populer.
>
> Perut kenyang baru kita menjemput liason rombongan dengan Ciampea: Ko
Ayao; Dilanjut dengan menjemput ko David;
>
> Sebelum ke rumah ko Ayao, rombongan sempat berhenti sebentar di GEREJA
BULULU :)
> Beberapa rekan-rekan memberikan penghormatan, termasuk mbah dan saya,
sesuai cara masing-masing. Dibanding terakhir kali berkunjung, bagian
belakang gereja sudah direnovasi menjadi lebih rapi dan bersih.
Sayangnya di bagian depan ada beberapa peninggalan dan bukti sejarah
yang "lenyap". Ke lantai atas gereja, syukurlah yang antik di sana masih
ada. Altarnya sungguh indah, juga kimsinnya. Barangkali ini yang disebut
altar khas peranakan ?
>
> Perjalanan memakan waktu kurang lebih 45 menit, titik tujuan ada di
Hok Tek Bio Ciampea. Bio ini usianya sudah lama, menurut beberapa sumber
penduduk tenglang Ciampea adalah pelarian dari pembantaian Batavia di
abad ke 18. Pelarian mereka dipimpin leluhur marga Thung, yang kemudian
mendirikan Hok Tek Bio.
>
> Dari Hok Tek Bio kita jalan menembus kebun singkong dan sawah.
Banyakan sih kebun singkong di kiri dan kanan, terselip juga kebun
jagung dan kebun terong. Oh yah, kita jalan dipandu oleh dua orang tokoh
setempat.
>
> Pemberhentian pertama adalah kuburan leluhur penduduk setempat yaitu
yang marga Thung dan kuburan seorang ratu. Yang marga Thung masih
berkerabat dan keturunan dari sultan dan raja-raja di daerah jawa barat.
>
> Setelah itu mbah dimintain bantuan buat identifikasi beberapa bongpay
tua dari era Guangxu (abad ke 19), yang sudah tidak terurus. Karena mbah
pakainya bahasa mandarin, sepertinya agak sulit diidentifikasi siapa
anak cucunya yang masih tersisa di kampung itu. Jadi rencana lain
kalinya adalah menculik kang Kinghian, karena dia spesialis bongpay dan
dialek minnan.
>
> Rekan-rekan  yang lain juga asik mendokumentasikan beberapa kuburan
yang termasuk "unik". Salah satunya adalah kuburan dengan tanda salib
yang besar tapi dicat merah seperti bio dan dihiasi ukiran naga !
Sungguh unik dan indah kuburan itu.
>
> Lewat dari pekuburan, rombongan dipandu menyusuri medan yang lebih
berat. Terjal, curam, licin, vegatasi lebih padat dan uji nyali
menyeberangi jembatan bambu yang waduh... nget ngit nget
>
> Sehabis itu ada pendakian beberapa menit yang cukup menguras tenaga.
Dan reward nya adalah prasasti Tarumanagara yang tersohor itu ! Melihat
langsung batu besar prasasti beserta cetakan kaki prabu Purnawarman.
Sungguh ada rasa puas di dalam hati. Yang dulu hanya bisa dibaca lewat
buku sejarah sekolah gak mutu (singkat2 isinya, kualitas cetakan buku
jelek) akhirnya bisa dilihat dengan mata kepala sendiri ! Benar-benar
memuaskan.
>
> Prasasti itu telah dipindahkan dari tempat aslinya di tepi sungai ke
atas bukit karena alasan vandalisme. Oleh juru kunci diceritakan proses
pemindahan yang dilakukan manual dan memakan waktu lama. Sedih juga
melihat hasil karya orang-orang iseng dan yang tidak menghargai sejarah.
Prasasti itu dipenuhi corat-coret ukiran yang katanya diukir dengan
paku. Isinya macam-macam, gak pentinglah diuraikan satu persatu hasil
vandalisme.
>
> Di sawung tempat prasasti, rombongan berteduh dari hujan lebat sambil
berbincang-bincang dengan juru kunci. Sang juru kunci memaparkan
beberapa sejarah termasuk sejarah sebelum Tarumanagara, yaitu
Salakanagara. Salakanagara ini catatannya sangat minim. Peninggalannya
hanya berupa arca dan catatan Tiongkok kuno. Konon pendiri kerajaan ini
berasal dari benua India dan masih berhubungan dengan dinasti Maurya.
Dari sinilah silsilah raja-raja nusantara bermula. Konon.
>
> Setelah istirahat sekitar 1 jam dan hujan mulai mereda, perjalanan
dilanjutkan untuk..... pulang :D
>
> Menunggu angkot karena lelah jalan kaki, diajak juga ke prasasti tapak
gajah atau kebun kopi. Juga diajak melihat sebuah batu meja yang konon
katanya dipakai sebagai meja untuk para petinggi kerajaan dan kursi2nya
dari batu. Sayangnya kursi batunya sudah pada rusak. Lalu dibawa ke
sebuah tempat petilasan yang punya nilai spiritual. Menurut pemandu
banyak yang ziarah dan kalau sudah jam 2 dini hari hue hue hue......
Total perjalanan memakan waktu kurang lebih setengah hari.
>
> Akhirnya dapat juga mobil tumpangan, pemiliknya baik hati mengizinkan
rombongan tumplak tumplek dalam mobilnya yang kecil. Diantar sampai hok
tek bio Ciampea dalam kondisi lelah dan basah kuyup. Mana perut sudah
mulai minta jatah lagi. Di bio, mbah menyelesaikan beberapa urusan
dengan pengurus yang bernama ko Asheng, liason nya ko Ayao. Rekan-rekan
yang lain ngaso, ada yang ganti baju, malah ada yang pakai parfum
wakakakaaaaaa.......
>
> Perut yang kosong akhirnya terisi di Bogor. Menunya: nasi goreng pete
ncek Goan Tjo :) Lanjut dengan diskusi di rumah mbah, diskusi apa aja
ngalor ngidul ditambah kedatangan kang Kinghian.
>
> Jam 9 malam akhirnya pesta bubar.....
>
> Sudah beberapa kali rekan-rekan mengadakan yang beginian, yang kemaren
misalnya jalan ke Kiu Lie Tong daerah Krendang. Juga muter petak
sembilan masuk ke bio satu persatu kecuali satu "bio" ehem ehem. Kala
waktu itu di "bio" tersebut mbah beruntung karena datang bersama Ronny
Pinsler yang ras yahudi eropa sehingga diijinkan masuk oleh ulamanya
yang berbahasa italia. Jadi si mbah beruntung bisa liat-lihat
peninggalan jesuit.
>
> Untuk next timenya, kita masih akan terus mengadakan kegiatan serupa.
Jadi bagi yang tertarik boleh lah menghubungi tim moderator. Terbuka
untuk semua makhluk :) Tanpa batasan suku ras agama golongan. Dengan
syarat harus bisa menghormati perbedaan budaya dan pendapat.
>
>
> Sekian.
>
> hy
>

Kirim email ke