yang geredja boloelo itu ada bbrp yg lenyap tapi nurut ko ayao, itu ada 
disimpen ama satu org kebetulan aye kenal ama orgnya.

sebenernya seh yg "lenyap" itu doeloe aye ada potonya, tapi lenyap hiks hiks.
isinya antara lain sanjiao, sakyamuni, kongzi dan jinqie kunlun kalu gak salah. 
nah itu yg uniknya, soalnya biasanya taishang tapi ini kok kunlun.

yg diatas seh itu hiantian siangtee, trus jg "rumah" altar itu gak ciri khas 
peranakan tapi khas min nan.

ente mestinya liat 2 kursi yg antik dibawah tangga, kalu nurut pengalaman owe 
ada kemungkinan itu kursi "medium".

--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "henyung" <heny...@...> wrote:
>
> Kapan: hari minggu kemarin tanggal 15 Agustus 2010.
> 
> Ngapain: lihat-lihat, dengar, berbincang, kenalan, silahturahim, foto-foto, 
> belajar, mengamati, uji nyali
> 
> Peserta:
> - Dananjaya-chan
> - ko David Kwa Kian Hauw
> - ko Ayao
> - mbah Ardian Zhang Zhichang
> - ko Khemagiri Mitto
> - Sutomo Kho
> - Hartono/Joao Kho
> - Awi
> - Robby Dada
> - Eko Hermiyanto
> - Agoeng Setiawan
> - Subur Teguh
> - Hendri Irawan Yu Yongde
> 
> Cerita:
> Rombongan dibagi tiga, satu dari daerah pluit, satu dari kebon jeruk, satu 
> dari kelapa gading. Dengan titik kumpul di rumah mbah.
> Saya ikut rombongan dari pluit berangkat jam 6 pagi, kita makan-makan dulu 
> sarapan paginya bakmi keriting siantar di pasar muara karang. 
> 
> Sembari menuju meka makan, intermezzo sekalian ditunjukin ke rekan-rekan 
> iniloh:
> - Perkumpulan Perantau Pematang Siantar
> - Perkumpulan Perantau Tebing Tinggi
> - Perkumpulan Perantau Belawan
> 
> Sambil sedikit ngoceh, ini loh bukti "patriotisme???" sejati tanpa bualan 
> kosong membela siapa kalau perang. Tanah leluhur mereka itu yang Pematang 
> Siantar, Tebing Tinggi, Belawan; Bukan lagi Meixian, Anhui, Anxi, Fujian; 
> Masih banyak lagi misalnya perkumpulan Bagan, perkumpulan Kuala Simpang. 
> Isinya semua tenglang; Yang mendirikan tenglang, yang ngurus tenglang, 
> kerjanya ya buat tenglang. Baru-baru ini perkumpulan Tebing Tinggi mengadakan 
> kejuaraan xiangqi/catur gajah.
> 
> Bakmie habis, langsung lanjut masuk jalan tol sembari obrol-obrol ringan. 
> Rumah mbah sempat kelewatan akhirnya sampai juga setelah terpaksa muter 
> jalan. Nunggu komplit rombongannya, rame2 sarapan dulu di warung doyong. 
> Warung doyong ini jualannya masakan peranakan Bogor, dengan ayam gorengnya 
> yang jadi menu populer.
> 
> Perut kenyang baru kita menjemput liason rombongan dengan Ciampea: Ko Ayao; 
> Dilanjut dengan menjemput ko David;
> 
> Sebelum ke rumah ko Ayao, rombongan sempat berhenti sebentar di GEREJA BULULU 
> :)
> Beberapa rekan-rekan memberikan penghormatan, termasuk mbah dan saya, sesuai 
> cara masing-masing. Dibanding terakhir kali berkunjung, bagian belakang 
> gereja sudah direnovasi menjadi lebih rapi dan bersih. Sayangnya di bagian 
> depan ada beberapa peninggalan dan bukti sejarah yang "lenyap". Ke lantai 
> atas gereja, syukurlah yang antik di sana masih ada. Altarnya sungguh indah, 
> juga kimsinnya. Barangkali ini yang disebut altar khas peranakan ?
> 
> Perjalanan memakan waktu kurang lebih 45 menit, titik tujuan ada di Hok Tek 
> Bio Ciampea. Bio ini usianya sudah lama, menurut beberapa sumber penduduk 
> tenglang Ciampea adalah pelarian dari pembantaian Batavia di abad ke 18. 
> Pelarian mereka dipimpin leluhur marga Thung, yang kemudian mendirikan Hok 
> Tek Bio.
> 
> Dari Hok Tek Bio kita jalan menembus kebun singkong dan sawah. Banyakan sih 
> kebun singkong di kiri dan kanan, terselip juga kebun jagung dan kebun 
> terong. Oh yah, kita jalan dipandu oleh dua orang tokoh setempat. 
> 
> Pemberhentian pertama adalah kuburan leluhur penduduk setempat yaitu yang 
> marga Thung dan kuburan seorang ratu. Yang marga Thung masih berkerabat dan 
> keturunan dari sultan dan raja-raja di daerah jawa barat.
> 
> Setelah itu mbah dimintain bantuan buat identifikasi beberapa bongpay tua 
> dari era Guangxu (abad ke 19), yang sudah tidak terurus. Karena mbah pakainya 
> bahasa mandarin, sepertinya agak sulit diidentifikasi siapa anak cucunya yang 
> masih tersisa di kampung itu. Jadi rencana lain kalinya adalah menculik kang 
> Kinghian, karena dia spesialis bongpay dan dialek minnan. 
> 
> Rekan-rekan  yang lain juga asik mendokumentasikan beberapa kuburan yang 
> termasuk "unik". Salah satunya adalah kuburan dengan tanda salib yang besar 
> tapi dicat merah seperti bio dan dihiasi ukiran naga ! Sungguh unik dan indah 
> kuburan itu.
> 
> Lewat dari pekuburan, rombongan dipandu menyusuri medan yang lebih berat. 
> Terjal, curam, licin, vegatasi lebih padat dan uji nyali menyeberangi 
> jembatan bambu yang waduh... nget ngit nget
> 
> Sehabis itu ada pendakian beberapa menit yang cukup menguras tenaga. Dan 
> reward nya adalah prasasti Tarumanagara yang tersohor itu ! Melihat langsung 
> batu besar prasasti beserta cetakan kaki prabu Purnawarman. Sungguh ada rasa 
> puas di dalam hati. Yang dulu hanya bisa dibaca lewat buku sejarah sekolah 
> gak mutu (singkat2 isinya, kualitas cetakan buku jelek) akhirnya bisa dilihat 
> dengan mata kepala sendiri ! Benar-benar memuaskan.
> 
> Prasasti itu telah dipindahkan dari tempat aslinya di tepi sungai ke atas 
> bukit karena alasan vandalisme. Oleh juru kunci diceritakan proses pemindahan 
> yang dilakukan manual dan memakan waktu lama. Sedih juga melihat hasil karya 
> orang-orang iseng dan yang tidak menghargai sejarah. Prasasti itu dipenuhi 
> corat-coret ukiran yang katanya diukir dengan paku. Isinya macam-macam, gak 
> pentinglah diuraikan satu persatu hasil vandalisme.
> 
> Di sawung tempat prasasti, rombongan berteduh dari hujan lebat sambil 
> berbincang-bincang dengan juru kunci. Sang juru kunci memaparkan beberapa 
> sejarah termasuk sejarah sebelum Tarumanagara, yaitu Salakanagara. 
> Salakanagara ini catatannya sangat minim. Peninggalannya hanya berupa arca 
> dan catatan Tiongkok kuno. Konon pendiri kerajaan ini berasal dari benua 
> India dan masih berhubungan dengan dinasti Maurya. Dari sinilah silsilah 
> raja-raja nusantara bermula. Konon.
> 
> Setelah istirahat sekitar 1 jam dan hujan mulai mereda, perjalanan 
> dilanjutkan untuk..... pulang :D 
> 
> Menunggu angkot karena lelah jalan kaki, diajak juga ke prasasti tapak gajah 
> atau kebun kopi. Juga diajak melihat sebuah batu meja yang konon katanya 
> dipakai sebagai meja untuk para petinggi kerajaan dan kursi2nya dari batu. 
> Sayangnya kursi batunya sudah pada rusak. Lalu dibawa ke sebuah tempat 
> petilasan yang punya nilai spiritual. Menurut pemandu banyak yang ziarah dan 
> kalau sudah jam 2 dini hari hue hue hue...... Total perjalanan memakan waktu 
> kurang lebih setengah hari.
> 
> Akhirnya dapat juga mobil tumpangan, pemiliknya baik hati mengizinkan 
> rombongan tumplak tumplek dalam mobilnya yang kecil. Diantar sampai hok tek 
> bio Ciampea dalam kondisi lelah dan basah kuyup. Mana perut sudah mulai minta 
> jatah lagi. Di bio, mbah menyelesaikan beberapa urusan dengan pengurus yang 
> bernama ko Asheng, liason nya ko Ayao. Rekan-rekan yang lain ngaso, ada yang 
> ganti baju, malah ada yang pakai parfum wakakakaaaaaa.......
> 
> Perut yang kosong akhirnya terisi di Bogor. Menunya: nasi goreng pete ncek 
> Goan Tjo :) Lanjut dengan diskusi di rumah mbah, diskusi apa aja ngalor 
> ngidul ditambah kedatangan kang Kinghian.
> 
> Jam 9 malam akhirnya pesta bubar.....
> 
> Sudah beberapa kali rekan-rekan mengadakan yang beginian, yang kemaren 
> misalnya jalan ke Kiu Lie Tong daerah Krendang. Juga muter petak sembilan 
> masuk ke bio satu persatu kecuali satu "bio" ehem ehem. Kala waktu itu di 
> "bio" tersebut mbah beruntung karena datang bersama Ronny Pinsler yang ras 
> yahudi eropa sehingga diijinkan masuk oleh ulamanya yang berbahasa italia. 
> Jadi si mbah beruntung bisa liat-lihat peninggalan jesuit.
> 
> Untuk next timenya, kita masih akan terus mengadakan kegiatan serupa. Jadi 
> bagi yang tertarik boleh lah menghubungi tim moderator. Terbuka untuk semua 
> makhluk :) Tanpa batasan suku ras agama golongan. Dengan syarat harus bisa 
> menghormati perbedaan budaya dan pendapat.
> 
> 
> Sekian.
> 
> hy
>


Kirim email ke