~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~ Informasikan Situasi Lingkungan Anda [EMAIL PROTECTED] ~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~ Pakar intelijen Indonesia, Dr AC Manulang: Kelompok Radikal Islam Dilatih Militer Indonesia ```````````````````````````````````````````````````````````
Sejumlah kelompok radikal Islam yang ada di Indonesia, diduga kuat merupakan binaan militer Indonesia sejak zaman Orde Baru (Orba) lalu. Bahkan pelatihan itu sebetulnya sudah merupakan rahasia umum. ''Kelompok itu (dulu) didekati Ali Moertopo lewat Opsus (operasi khusus),'' ungkap pakar intelijen Indonesia, Dr AC Manulang. Pernyataan Manulang tersebut menjawab pertanyaan seputar laporan International Crisis Group yang mengatakan, Jemaah Is-lamiyah (JI) bagian dari Darul Islam (DI) yang dilatih oleh militer Indonesia pada tahun 1980-an. Menurut Manulang, kelompok Islam itu didekati melalui operasi khusus yang dilakukan oleh Ali Moertopo yang saat itu menjabat Kepala Deputi Opsus Kabakin. Waktu itu yang menjabat sebagai Kepala Badan Koordinasi Intelijen Negara adalah almarhum Letjen TNI Sutopo Yuwono. "JI memang merupakan jelmaan dari Darul Islam. Sebelum tahun 1950-an, kelompok ini merupakan laskar rakyat. Namun, setelah era kemerdekaan, kelompok ini dikejar-kejar oleh pemerintahan Soekarno dan merubah namanya menjadi DI/TII pimpinan Kahar Muzakar dan Kartosuwiryo," kata mantan Direktur Badan Koor-dinasi Intelijen Negara (Bakin) itu. Pecahan anggota ini lalu digalang kembali menjadi nama Hisbullah oleh Ali Moertopo melalui operasi khususnya untuk menstempel gerakan Islam. "Kelompok JI ini dibentuk saat rezim Soeharto, dan mereka tersebar sampai ke Aceh dan Poso," tegasnya. Ketika, DI/TII dikejar oleh Bung Karno, Kahar Muzakar lari dan ditangkap di Poso. Sementara anggota JI di Aceh juga banyak dan mereka masuk melalui Thailand. Sedangkan di Jawa Barat sendiri dipimpin oleh Kartosuwiryo yang bercita-cita mendirikan negara Islam. Jadi menurut analisa Manu-lang, tidak aneh jika kedua daerah ini tidak akan pernah damai. "Apalagi data intelijen yang dimiliki aparat kurang akurat," kata Manulang. Untuk kasus Poso dan Aceh, menurut Manulang pemerintah Indonesia tidak memiliki data yang akurat. "Justru pihak asing, dalam hal ini AS yang tak suka akan format negara Islam ini, memiliki data yang lebih akurat," katanya. Saat ini memang ada tren kemba-linya gerakan fundamentalis, seperti DI/TII dan DI di masa lalu. "AS tentunya tidak akan mem-biarkan Indonesia sampai merubah sistem demokrasinya saat ini, melalui isu-isu seperti itu. Tidak hanya Indonesia, AS juga mengintervensi negara-negara Asean dengan kampanye antiterorisnya itu." Menurut Manulang, kampanye antiteroris yang dilancarkan AS dan negara barat lainnya harus dicermati. "Kampanye itu justru akan meningkatkan pelanggaran HAM di Asean dengan pengerahan pasukan mencari anggota teroris." Selain itu, kampanye antiteroris justru memunculkan opini dan oposisi untuk melawan pemerintahan di setiap negara Asean. Juga akan menguatkan perlawanan politik terhadap pertahanan kawasan ini. "Anda lihat separatisme di Filipina, Malaysia, Indonesia semakin me-ningkat," kata Manulang. Pada bagian lain, secara terpisah, Direktur Eksekutif Poso Watch Network, Dr Ferdinand Henoch S PhD kepada Komentar menyatakan, sikap aparat keamanan ter-hadap masalah yang terjadi di Poso sangatlah aneh. Sebab dalam beberapa kali pernyataannya, pejabat Polri maupun pemerintah selalu mengatakan, pelakunya adalah orang tak dikenal. Padahal aksi penyerangan itu terjadi sejak tahun 2001 dan dilakukan secara sistematis. Herannya, kata Henoch, pejabat aparat keamanan kita tetap saja menyatakan, tidak mengetahui kelompok tersebut. "Kalau penye-rangan Cuma satu dua kali, mungkin saja pantas mereka mengatakan demikian,'' katanya. Tapi fakta yang ada, penyerangan itu dilakukan puluhan kali dan terjadi berulang-ulang dengan sasaran kaum minoritas. "Dalam beberapa rangkaian serangan juga modusnya mirip.'' Tapi yang keluar dari pejabat aparat, itu dilakukan oleh kelompok luar yang tidak dikenal. Menurutnya, masyarakat sebenarnya kalau dipercayakan menangkap mereka, pasti akan tahu. "Tapi kan rakyat sudah membayar (pajak) kepada Polri/TNI dan pemerintah untuk menjamin keamanan-nya!.''(dtc/rik's). Sumber: http://www.hariankomentar.com/hl001.html