Bung Manneke, Ini sekedar bertukar fikiran pak. Saat itu saya tinggal di Perumahan Pegawai Negri Sipil yang secara tidak langsung memberi dukungan peralatan bagi pasukan RPKAD yang berangkat ke Jawa Timur beberapa bulan sebelum keluarnya Supersemar. Pertanyaannya : Kira - kira apa yang dilakukan RPKAD di Jawa Timur saat itu bila bukan membantai anggota PKI??? Saat itu Jendral yang menonjol adalah Nasution. Peran Suharto baru muncul setelah keluar Supersemar. Itupun masih dibawah bayang - bayang Jendral Nasution yang banyak disambut oleh masyarakat sebagai Tokoh Orde Baru. Ide soal istilah Orde Baru adalah Nasution, sedangkan Suharto menolak istilah Orde Baru dan Orde Lama. Tetapi karena pengaruh Nasution cukup kuat di Masyarakat Anti Komunis, akhirnya Suharto ikut mendukung adanya istilah Orde Baru tersebut. Saat itu Nasution menyindir Suharto sebagai Orde Baru Ikut - ikutan, sedangkan Nasution menyatakan dirinya sebagai Orde Baru Asli. Nasution dan Para Pendukungnya memperolok Suharto sebagai: Orang Jawa Klemar Klemer, yang sangat diragukan kemampuannya menyelesaikan kekacauan yang timbul di negri ini paska Kudeta PKI. Jadi bisa dibayangkan, betapa sulitnya posisi Suharto saat awal dia menerima Supersemar, karena masih dibawah bayang - bayang Jendral Nasution. Dalam kondisi demikian, apakah mungkin Suharto memerintahkan Pembantaian PKI??? Salam, Adyanto Aditomo
Dari: manneke budiman <hepaest...@yahoo.ca> Judul: [Forum-Pembaca-KOMPAS] Re: BPK Bohong! KK dan KSSK Ada Dalam UU & PERPPU Kepada: Forum-Pembaca-Kompas@yahoogroups.com Tanggal: Senin, 4 Januari, 2010, 5:10 PM Keliru besar! Pembantaian terjadi khususnya dalam kurun waktu 1966-1968. Jadi jelas sesudah supersemar dan sesudah kekuasaan secara de facto ada di tangan Suharto. Sarwo Edhie itu awalnya tak tahu apa yang sebetulnya terjadi pada peristiwa 30 september. Dia lalu dijemput oleh Jendral Kavaleri Herman Sarens Sudiro yang datang ke Cijantung naik panser (dengan topi koboinya yang khas itu). Tadinya Sarwo curiga Herman Sarens di pihak mana, tapi lalu Herman Sarens mengatakan dia datang atas perintah Suharto. RPKAD diminta untuk bantu menangani kudeta, yang konon dilakukan PKI, atas pemerintahan yang sah (Sukarno). Tampaknya yang terjadi sesudah itu adalah RPKAD menyusun strategi perang rahasia (sandi yudha) yang intinya menggalang kekuatan-kekuatan sipil untuk dijadikan perpanjangan tangan militer dalam melakukan pembantaian terhadap mereka yang dituduh atau dicurigai sebagai anggota/simpatisan PKI. Simpulan: Sarwo Edhie terlibat langsung, tapi bukan atas inisiatif sendiri, melainkan ada instruksi dari Suharto sebagai panglima kostrad yang punya wewenang mengambil alih pimpinan angkatan bersenjata ketika para petingginya vakum. manneke