Terima kasih atas tulisan pak Chappy Hakim,yang menggugah.
Ada banyak masalah yang mestinya diselesaikan secara logis,namun belum 
transparan
atau tidak logis.

Selain Air Traffic Control,Freeport masih banyak hal lain seperti Jalan TOL 
yang naik secara reguler,standarisasi Industri Indonesia yang kalah sama 
Standar Singapura dan Malaysia,Usaha Maritim yang tidak kita kuasai 
sepenuhnya,pertanian yang tidak ada konsep menyatu dari produksi dan distribusi 
sehingga petani selalu merugi..........dan banyak masalah lain yang diketahui 
oleh orang yang berkecimpung dalam bidangnya,   ..............berbeda 
penyelesainnya dengan konsep di negara lain alias anomali logika.
Banyak sebenarnya anomali di NKRI yang kita cintai ini.

Pekerjaan Rumah besar bagi Presiden SBY untuk kedepan.
Semoga para pemimpin NKRI diberi kekuatan untuk menyelesaikan masalah dari 
suatu bangsa yang mestinya bisa besar dan kuat oleh karena sumber daya alam dan 
manusianya yang hebat.

Mohon maaf lahir dan batin.

Salam Hormat,
Bakri Arbie.



--- On Sat, 9/19/09, Chappy Hakim <chappyhakim@ yahoo.com> wrote:



From: Chappy Hakim <chappyhakim@ yahoo.com>

Subject: [Forum-Pembaca- KOMPAS] Dua pertanyaan besar.

To: Forum-Pembaca- kom...@yahoogrou ps.com

Date: Saturday, September 19, 2009, 10:52 PM



 



Dua Pertanyaan Besar !

 

Ada dua hal yang sangat penting dan bernilai sangat strategis di negeri ini 
yang masih perlu dijelaskan kepada masyarakat luas.   Pertama adalah tentang 
pengelolaan kolom wilayah udara kedaulatan Republik Indonesia yang sampai saat 
ini masih berada dalam pengawasan pihak otoritas penerbangan Singapur a.   
Sebagian dari kawasan udara kedaulatan kita yang berdekatan dengan wilayah 
udara Singapura, sampai dengan saat ini masih berada dalam pengawasan dan atau 
pengelolaan Air Traffic Control/Flight Information Region (FIR) Singapura.   
Antara lain ini artinya adalah walaupun kita terbang diwilayah kita sendiri , 
seperti misalnya di Tanjung Pinang dan sekitarnya, kita harus minta ijin ke 
Singapura.

Alasan yang sering dikemukakan antara lain adalah, kita belum/tidak punya 
peralatan yang canggih dan juga tidak memiliki SDM yang berkualitas untuk tugas 
pengelolaan tersebut.   Ada juga sementara orang yang mengatakan bahwa hal itu 
adalah hal yang biasa saja, bahwa kolom udara di dunia ini sudah dibagi habis 
oleh ICAO (International Civil Aviation Organization) , jadi ya terima  sajalah 
!   Di banyak negara di Eropa, negara yang kecil-kecil itu juga sudah biasa 
membagi wilayah kedaulatannya untuk dikendalikan oleh negara lain, sekedar 
pengaturan lalu lintas udara saja, jadi sekali lagi ini adalah soal biasa saja.

Pendapat yang seperti itu adalah pendapat orang-orang yang malas dan bermental 
dijajah.   Indonesia adalah negara besar yang tidak seharusnya menerima begitu 
saja kondisi yang seperti ini.   Banyak solusi yang dapat di tempuh untuk 
mengatasi masalah tersebut.   Dana yang diterima dari jasa pengaturan lalu 
lintas penerbangan internasional di wilayah tersebut cukup besar.   Seorang 
petinggi Singapura, menjelaskan kepada saya bahwa dana dari jasa 
penerbangan yang diperoleh dari penguasaan wilayah udara kedaulatan RI itu 
selalu di setor kan ke Pemerintah RI.   Jadi memang tidak ada masalah.    
Problemnya adalah, kita tidak ada yang tahu, berapa besar dana itu dan kemana 
disalurkan penggunaannya selama ini, serta untuk berapa lama akan berlangsung 
seperti itu.   Jadi sebenarnya, apabila dana hasil jasa pengeloalaan pengaturan 
lalu lintas penerbangan di investasikan kembali untuk keperluan Air Traffic 
Control, tentunya akan dapat secara

bertahap, bagi kita untuk memiliki peralatan yang canggih dan juga pelatihan 
SDM yang dibutuhkan.   Disini yang menjadi masalah utama adalah tinggal 
menghitung tenggang waktunya saja.   Katakan setelah 25 tahun atau bahkan 100 
tahun sekalipun , akan tetapi ada kurun waktunya yang jelas, untuk kemudian 
dikembalikan kepada pemilik sah nya yang berhak.    Sampai sekarang tidak 
diketahui sampai kapan FIR Singapura itu berlangsung ?!  Adakah "time schedule" 
tentang masalah ini?

Yang kedua adalah tentang Timika atau “Freeport”, yang selalu saja bermasalah.  
2 bulan terakhir ini, aparat keamanan dibuat sibuk oleh ulah beberapa pengacau 
liar yang beredar diwilayah itu.     Problemnya disini hampir sama.   Timika 
adalah milik yang sah Republik Indonesia, akan tetapi tambang emas yang konon 
terbesar dan termodern dan paling tinggi teknologinya yang pernah ada didunia 
itu hanya dinikmati oleh orang “luar negeri” dan tentunya sebagian dari 
orang-orang di Indonesia.   Masyarakat tidak pernah tahu, berapa sebenarnya 
hasil tambang emas itu selama ini.   Berapa bagi hasilnya dengan pemerintah 
Indonesia.  Apa manfaat yang selama ini dinikmati oleh Republik Indonesia dari 
tambang emas Freeport?  Berapa bagian yang harus menjadi haknya orang Papua 
yang memiliki lahan tersebut, yang saat ini kebagian limbah yang sudah menjadi 
sungai lumpur pekat raksasa disekitar Timika ?   Sungai lumpur pekat yang 
merusak pemandangan

sekaligus merusak lingkungan.    Dan yang paling penting adalah, sampai kapan 
kontrak “Freeport”  itu akan berlangsung?  adakah batas  waktunya ?

Saya tidak mengetahui secara teknis tentang masalah ini, akan tetapi dari 
kejadian-kejadian yang selalu saja terjadi disana, penembakan dari oknum yang 
tidak dikenal,  keluhan-keluhan yang selalu saja keluar dari penduduk dan para 
tokoh adat setempat, demo-demo yang kerap terjadi, maka  dengan mudah dapat  
disimpulkan bahwa memang ada “masalah” mendasar yang timbul disana.

Saya pikir sudah waktunya lah masalah Timika ini dibuat menjadi transparan, 
sehingga semua pihak dapat mengerti dengan jelas, apa yang sebenarnya tengah 
berlangsung di Timika dengan tambang emasnya itu.   Saya percaya bahwa pihak 
kontraktor pasti cukup bermoral dalam melakukan kegiatan disana, dan juga 
pemerintah kita pun tentunya mempunyai tanggung jawab dalam mengelola hal 
ini.   Tinggal dicari , dimana sebenarnya letak permasalahan yang terjadi di 
Timika ini

Itulah dua pertanyaan besar yang selalu menunggu jawaban, apabila kita semua 
menginginkan pembangunan nasional yang mencakup juga pembangunan manusia 
Indonesia seutuhnya dapat berjalan sesuai dengan apa yang dicita-citakan 
bersama.

Sampai kapan pengelolaan wilayah udara kedaulatan RI, diurus/dikuasai oleh 
otoritas penerbangan Singapura? Apakah untuk "seumur hidup"?

Sampai kapan Timika dikuras kekayaan alamnya oleh pihak asing? apakah juga 
untuk "seumur hidup" ?                                                
Pertanyaan yang sangat sederhana, akan tetapi mungkin tidak mudah juga untuk 
menjawabnya ?

Kepada seluruh pembaca, saya sampaikan selamat Idul Fitri, Mohon Maaf Lahir 
Batin.

Jakarta  20  September 2009

CH.

Kirim email ke